Thursday, October 4, 2012

SEJARAH PEMBERIAN NAMA THARIQAH

أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
A. PEMBERIAN NAMA THARIQAH (TARIKAT)
Silsilah Tarikat Naqsyabandiyah bersambung mulai dari Rasulullah kemudian turun kepada Sayyidina Abu Bakar Siddiq r.a., lalu diturunkan kepada Sayyidina Salman Al Farisi r.a., dan seterusnya sampai dengan ahli silsilah yang terakhir. Walaupun inti ajaran pokoknya adalah sama, yaitu dzikrullah, namun nama-nama tarikatnya berbeda antara satu periode ke periode selanjutnya. Nama-nama itu adalah sebagai berikut :
1). Pada masa periode Rasulullah SAW dinamakan dengan Thariqatus Sirriyah, karena halus dan tingginya peramalan ini.
2). Pada masa periode Abu Bakar Siddiq r.a. dinamakan dengan Thariqatul Ubudiyah, karena beliau melihat kesempurnaan pengabdian Nabi Muhammad SAW sepenuhnya kepada Allah SWT dan untuk-Nya baik lahir maupun batin.
3). Pada masa periode Salman al Farisi r.a. sampai dengan periode Syekh Thaifur Abu Yazid Al Busthami q.s. dinamakan dengan Thariqatus Shiddiqiyah, karena kebenarannya dan kesempurnaan Saidina Abu Bakar Siddiq r.a., mengikuti jejak Rasulullah SAW lahir maupun batin.
4). Pada masa periode Abu Yazid Al Busthami sampai dengan periode Syekh Abdul Khaliq Al Fajduwani q.s. dinamakan dengan Thariqatuth Thaifuriyah, mengambil nama asli dari Syekh Tahifur bin Isa bin Adam bin Sarusyan.
5). Pada masa periode syekh Abdul Khaliq Al Fajduwani q.s. sampai dengan periode Syekh Bahauddin Naqsyabandi q.s dinamakan dengan Thariqatul Khawajakaniyah, mengambil nama khawajah Syekh Abdul Khaliq Al Fajduwani q.s.
6). Pada masa periode Syekh Bahauddin Naqsyabandi q.s. sampai dengan periode Syekh Nashiruddin Ubaidullah Al Ahrar q.s. dinamakan dengan Thariqatun Naqsyabandiyah. mengambil nama dari Syekh Bahauddin Naqsyaband.
7). Pada masa periode Syekh Nashiruddin Ubaidullah al Ahrar q.s sampai dengan periode Syekh Ahmad al Faruqi q.s. dinamakan dengan Thariqatul Naqsyabandiyah Al Ahrariyah. Mengambil nama dari Nashiruddin Ubaidullah Al Ahrar q.s.
8). Pada masa periode Syekh Akhmad al Faruqi q.s. sampai dengan periode Maulana Asy Syekh Dhiyauddin Khalid Al Ustmani Al Kurdi q.s. dinamakan dengan periode Thariqatun Naqsyabandiyah Al Mujaddidiyah.
9). Pada masa periode Maulana Asy Syekh Dhiyauddin Khalid al Ustmani Al Kurdi q.s sampai dengan sekarang dinamakan dengan Thariqatun Naqsyabandiyah Al Mujaddidiyah Al Khalidiyah.
Nama-nama itu diberikan oleh murid- murid setelah masa hidup Syekh Mursyidnya. Umpamanya nama Thariqatul Ubudiyah diberikan oleh Abu Bakar Siddiq r.a, karena beliau melihat kesempurnaan pengabdian Nabi Muhammad SAW. Nama Thariqatus Siddiqiyah diberikan oleh Saidina Salman Al Farisi r.a, karena kebenarannya dan kesempurnaan Sayyidina Abu Bakar Siddiq r.a. Demikianlah seterusnya.
B. TARIKAT NAQSYABANDIYAH
Tarikat ini dimasyhurkan oleh Muhammad bin Muhammad Bahauddin al Uwaisi al Bukhari Naqsyabandi q.s. (silsilah ke- 15). Dia belajar tasawuf kepada Muhammad Baba as Samasi ketika beliau berusia 18 tahun. Untuk itu beliau bermukim di Sammas dan belajar di situ sampai gurunya (Syek AS Samasi) wafat. Sebelum Syekh As Samasi wafat, beliau mengangkat Naqsyabandi sebagai khalifahnya. Setelah gurunya wafat, dia pergi ke Samarkand, kemudian pulang ke Bukhara, setelah itu pulang ke desa tempat kelahirannya. Setelah belajar dengan Syekh Baba As Samasi, Naqsyabandi belajar ilmu tarikat kepada seorang wali quthub di Nasyaf, yaitu Syekh As Sayyid Amir Kulal q.s. (silsilah ke- 14).
Syekh Amir Kulal q.s. ( 772 H / 1371 M) adalah salah seorang khalifah Syekh Muhammad Baba As Samasi. Dari Syekh Amir Kulal inilah Naqsyabandi menerima statuta sebagai Ahli Silsilah, sebagai Syekh Mursyid tarikat yang dikembangkannya.
Meskipun Naqsyabandi belajar tasawuf dari Syekh Muhammad Baba As Samasi, dan tarikat yang diperolehnya dari Syekh Amir Kulal juga berasal dari Syekh As Samasi, namun Tarikat Naqsyabandiyah tidak persis sama dengan tarikat As Samasi. Zikir Syekh Muhammad Baba As Samasi diucapkan dengan suara keras bila dilaksanakan pada waktu zikir berjamaah, namun bila sendiri- sendiri tetap zikir qalbi, sedangkan zikir Tarikat Naqsyabandiyah adalah zikir kalbi, yaitu diucapkan tanpa suara, baik sendiri-sendiri maupun berjamaah. Zikir Syekh Naqsyabandi sama dengan zikir Syekh Abdul Khalik Fajduani q.s. (silsilah ke- 9), salah seorang khalifah Syekh Abu Yacub Yusuf al Hamadani (silsilah ke- 8). Menurut salah satu riwayat, Syekh Abdul Khalik Fajduwani mengamalkan pendidikan Uwais Al Qarni yang melaksanakan zikir qalbi tanpa suara.
Sesungguhnya zikir Tarikat Naqsyabandiyah ini pada awalnya dikembangkan oleh Syekh Abu Yacub Yusuf Al Hamadani q.s. (silsilah ke-8), wafat 353 h / 1140 M. Al Hamadani adalah seorang sufi yang hidup sezaman dengan Syekh Abdul Qadir Jaelani q.s. (470 – 561 H / 1077 – 1166 M), seorang tokoh sufi dan wali besar. Syekh Al Hamadani mempunyai dua orang khalifah utama yaitu Syekh Abdul Khalik Fajduani q.s. (silsilah ke- 9) wafat 1220 M dan Syekh Ahmad Al Yasawi (w 562 H / 1169 M). Syekh Abdul Khalik Fajduani q.s. inilah yang meneruskan silsilah tarikat ini sampai dengan Syekh Bahauddin Naqsyabandi. Adapun Syekh Ahmad Al Yasawi kemudian mendirikan Tarikat Yasawiyah di Asia Tengah yang kemudian menyebar ke daerah Turki dan di daerah Anatolia Asia Kecil.
Abdul Khalik Fajduani q.s. menyebarluaskan ajaran tarikat ini ke daerah Transoksania di Asia Tengah. Abdul Khalik Fajduani yang tarikatnya bernama Tarikat Khwajagan menetapkan 8 (delapan) ajaran dasar tarikatnya, yang kemudian ditambah 3 (tiga) ajaran dasar lagi oleh Syekh Bahauddin Naqsyabandi.
Untuk mengetahui apa yang menjadi tujuan pokok Tarikat Naqsyabandiyah ini dapat ditemui dalam ajaran dasar, enam pokok pembinaan, enam rukun, enam pegangan dan enam kewajiban, yang akan dijelaskan rinciannya pada uraiannya selanjutnya.
Dalam perjalanan hidupnya, Syekh Naqsyabandi pernah bekerja untuk Sultan Khalil, penguasa Samarkand dan memberikan andil yang besar sekali dalam membina masyarakat menjadi makmur sehingga pemerintahan Sultan Khalil menjadi terkenal. Setelah Sultan Khalil wafat (1347 Masehi ) Naqsyabandi pergi ke Zerwatun (Khurasan) dan hidup sebagai sufi yang zuhud, sambil melakukan amal kebaikan untuk umat manusia dan binatang selama 7 tahun.
Pencatatan segala perbuatan dan amalnya dilakukan dengan baik oleh Saleh bin al- Mubarak, salah seorang muridnya yang setia. Himpunan catatan tersebut dimuat dalam sebuah karya berjudul “Maqamaat Sayyidina Syah Naqsyaband”.
Pusat perkembangan Tarikat Naqsyabandiyah ini pertama kali berada di daerah Asia Tengah. Ketika tarikat ini dipimpin oleh Syekh Ubaidullah Al Ahrar q.s. (silsilah ke-18) hampir seluruh wilayah Asia Tengah mengikuti Tarikat Naqsyabandiyah. Atas hasil usaha keras dari Syekh Al Ahrar, tarikat ini berkembang meluas sampai ke Turki dan India, sehingga pusat- pusat tarikat ini berdiri di kota maupun daerah, seperti di Samarkand, Merv, Chiva, Tashkent, Harrat, Bukhara, Cina, Turkestan, Khokand, Afghanistan, Iran, Baluchistan dan India.
Syekh Muhammad Baqi Billah q.s. (silsilah ke- 22) yang bermukim di Delhi India, sangat berjasa dalam mengembangkan dan membina tarikat ini. Sejumlah murid Syekh Baqi Billah seperti Syekh Murad bin Ali Bukhari mengembangkan tarikat ini ke wilayah Suria dan Anatolia pada abad ke-17. Muridnya yang lain yaitu Syekh Tajuddin bin Zakaria menyebarkan tarikat ini ke Makkatul Mukarramah, sedangkan Syekh Ahmad Abu Al Wafah bin Ujail ke daerah Yaman dan Syekh Ahmad bin Muhammad Dimyati ke daerah Mesir.
Sekitar tahun 1937, Tarikat Naqsyabandiyah pun berkembang di Saudi Arabia dan berpusat di Jabal Qubais Mekkah. Dari Jabal Qubais inilah mulai dari Saidi Syekh Sulaiman Zuhdi q.s. (silsilah ke- 32), dilanjutkan Saidi Syekh Ali ar Ridla q.s. (silsilah ke- 33), kemudian ketika sampai pada Saidi Syekh Muhammad Hasyim al Khalidi q.s (silsilah ke- 34) masuk ke Indonesia. Dari Saidi Syekh Muhammad Hasyim turun statuta Ahli Silsilah Syekh Mursyid kepada Saidi Syekh Kadirun Yahya Muhammad Amin al Khalidi q.s. (silsilah ke- 35).
Sesungguhnya seluruh Ahli Silsilah, Syekh- Syekh Mursyid itu menyebarluaskan Tarikat Naqsyabandiyah ini pada masa dan wilayahnya masing- masing. Khusus di Indonesia Tarikat Naqsyabandiyah ini berkembang dalam beberapa bentuk, yaitu Tarikat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Tarikat Naqsyabandiyah Muzhariyah dan Tarikat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
Tarikat Naqsyabandiyah Khalidiyah bersumber dari Syekh Ismail al Khalidi yang berasal dari Simabur Batu Sangkar Sumatera Barat. Tarikat ini akhirnya berkembang dan disebarluaskan ke daerah Riau, Kesultanan Langkat dan Deli, selanjutnya ke Kesultanan Johor.
Tarikat Naqsyabandiyah Muzhariyah bersumber dari Sayyid Muhammad Saleh as Zawawi yang kemudian menyebarluaskan tarikatnya ke daerah Pontianak, Madura dan Jawa Timur. Penyebaran Tarikat Naqsyabandiyah Muzhariyah ini dilaksanakan oleh murid-murid Syekh Muhammad Saleh Az Zawawi, yaitu syekh Abdul Aziz Muhammad Nur, Sayyid Ja’far bin Muhammad, dan Sayyid Ja’far bin Abdurrahman Qadri untuk daerah Pontianak, Syekh Abdul Azim Manduri untuk daerah Madura dan Jawa Timur.
Adapun Tarikat Kadiriyah wa Naqsyabandiyah merupakan penggabungan Tarikat Qadiriyah dan Tarikat Naqsyabandiyah. Tarikat ini bersumber dari Syekh Akhmad Khatib Sambassi (w Mekkah 1875) yang berasal dari daerah Sambas, Kalimantan Barat. Beliau adalah ulama besar yang mengajar di Masjidil Haram Mekkah, dan banyak mempunyai murid terkenal, antara lain, Syekh Nawawi al Bantani atau Nawawi Al Jawi yang terkenal dengan karya tulisnya yang cukup banyak.
Pengembangan Tarikat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ini di Indonesia pada pertengahan Abad ke-19, disebarluaskan oleh murid- murid Ahmad Khatib Sambassi yang pulang ke Indonesia dari tanah suci Mekkah. Tarikat ini berkembang pesat terutama di pulau Jawa dan banyak juga tersebar di negara-negara Asean, seperti Malaysia, Singapura dan Brunai Darussalam. Di Pulau Jawa ada beberapa pondok pesantren yang berpengaruh dan banyak menganut Tarikat Kadiriyah wa Naqsyabandiyah ini, antara lain pesantren Pegantungan di Bogor, pesantren Suryalaya di Tasikmalaya, pesantren Meranggen di Semarang, pesantren Rejoso di Jombang dan pesantren Tebu Ireng juga di Jombang. (Ensiklopedi Islam 4, 1994 : 4 – 12).

Enhanced by Zemanta

No comments: