أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Sesungguhnya Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid adalah termasuk para
ulama ‘amilin (yang mengamalkan ilmunya), yang Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah menetapkan kecintaan kepadanya di hati kaum muslimin, di timur
dan barat dunia ini. Kitab-kitabnya banyak menyebar di antara para
penuntut ilmu. Berbagai kajian dan rekamannya telah sampai ke penjuru
dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membukakan hati manusia untuknya
pada setiap tempat. Itulah –kira-kira- yang menjadikan iri dan hasad
sebagian penuntut ilmu kepadanya. Kami di majalah Qiblati, telah
menerbitkan sebagian makalah Syaikh al-Munajjid, kemudian kami
menghentikannya setelah sebagian penuntut ilmu merasa gelisah terhadap
hal ini tanpa alasan kebenaran yang nyata, atau hanya sekedar
ikut-ikutan atau kefanatikan mereka terhadap guru-guru mereka yang telah
diliputi oleh kecurigaan, dan buruk sangka terhadap Syaikh al-Munajjid,
atau juga mungkin karena hasad dan kedengkian terhadap Syaikh
al-Munajjid, wallahu a’lam. Karena itulah kami menghentikan
penerbitan makalah-makalah beliau demi persaudaraan dan pendekatan hati,
juga karena ingin menjauh dari sebab-sebab fitnah. Akan tetapi, tatkala
kibarul ulama (ulama-ulama besar) tidak membid’ahkan beliau, tidak juga
menghajr beliau, maka kami, di majalah Qiblati memutuskan untuk kembali
menyebarkan makalah-makalah Syaikh al-Munajjid, agar kami tidak
menzhalimi Syaikh, dan tidak terhalang dari ilmu beliau, sebagaimana
ilmu para masyayikh yang lain. Tidaklah kami melakukan yang demikian
kecuali sebagai bentuk obyektifitas kami terhadap kebenaran dan nasihat
kami kepada saudara-saudara kami; hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ternyata Syaikh bin Baz tidak menghiraukan alasanku, kemudian menyuruh juru tulis untuk menulis surat kedua, “Tulis:
Syaikh bin Baz Rahimahullah pun tidak menghiraukan komentarku, kemudian memerintahkan juru tulis untuk menulis surat ketiga, “Tulis:
Maka berkatalah syaikh bin Baz Rahimahullah:, “Ambillah surat-surat ini, kemudian mintalah pertolongan kepada Allah, dan wajib atas kamu untuk ikhlash!” Kemudian beliau meninggalkan aku, dan pergi dengan mobil, dan membiarkanku di jalan bersama dengan rekomendasi-rekomendasi tersebut.
Aku pun terheran-heran, “Kajian-kajian… khutbah-khutbah… bagaimana hal itu akan terjadi? Dan di mana?!”
Kemudian aku pun mengambil rekomendasi-rekomendasi tersebut dan kukatakan, “Sudahlah… selagi Syaikh yang menyuruhku, maka ini mengharuskanku untuk taat.”
Maka pergilah aku ke Mudir Pusat Dakwah pada waktu itu, lalu aku serahkan kepadanya rekomendasi tersebut. Kemudian dia memerintah seseorang untuk membacakan rekomendasi tersebut kepadanya –dia adalah seorang buta-. Ternyata di dalamnya ‘penyampaian muhadharah dan kajian-kajian di masjid-masjid… di wilayah timur.
Lantas mudir itu bertanya, “Di mana Anda belajar?”
Kujawab, “Di Universitas ini.”
Dia berkata, “Lalu bagaimana Syaikh Ibn Baz menulis ini?!”
Lalu kukatakan kepadanya, “Aku membawa rekomendasi ini kepada Anda, sementara aku sendiri juga merasa terheran-heran seperti Anda.”
Lalu dia duduk berfikir, kemudian berbalik seraya bertanya, “Anda tidak punya ijazah syari’ah?” Kujawab, “Tidak punya.”
Karena Syaikh bin Baz adalah Ketua Umum Kantor Riset ilmiah, Fatwa, Dakwah dan Penerangan maka ucapannya harus dilaksanakan, dia adalah mudirnya. Lalu dia berkata, “Di mana Anda ingin menyampaikan muhadharah (ceramah) Anda?!”
Kujawab, “Demi Allah, aku tidak tahu.”
Dia pun berkata, “Aku akan menjadikanmu untuk meyampaikan muhadharah dan kajian-kajian di madrasah-madrasah dan kantor-kantor pemerintah.”
Kemudian dia berkata kepada sekretarisnya: “Berikan kepadaku jadwal madrasah dan perkantoran, kemudian letakkan nama (Syaikh al-Munajjid) pada jadwal muhadarah dan kajian-kajian tersebut.”
Aku pun mengambil rekomendasi, dan jadwal kajian, lalu keluar. Aku pun berpikir, “Apa ini..?!”
Lalu aku pergi ke Mudir Wakaf dan Masjid, kemudian kuberikan kepadanya rekomendasi Syaikh. Dia membuka rekomendasi tersebut, kemudian memerintahkan untuk menunjukku di salah satu masjid, dan aku terus di sana hingga hari ini.
Agar aku terbiasa (terlatih) berkhutbah, aku pergi ke masjid lain di pasar untuk berkhutbah di tengah-tengah mereka. Mayoritas mereka adalah orang-orang ‘ajam (non Arab), masjidnya paling banyak tiangnya, dan mimbarnya tertutup. Lalu aku pun menutup diriku dengan tembok sebelah yang ada di sisi kanan dan kiri mimbar. Dulu aku mengangkat kertas di tengah khutbah untuk menutupi wajahku dengannya.
Kemudian, Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan taufik untukku dengan karunia Allah kemudian berkat do’a Syaikh bin Baz dan perhatian beliau kepadaku. Demikianlah aku beralih dari bidang kuliahku secara total.
Setiap kali aku bertanya kepada diriku sendiri, “Siapakah penyebabnya, dan bagaimana bisa terjadi?” Maka aku pun menghadapkan do’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberikan rahmat-Nya kepada Syaikh bin Baz, serta mengangkat derajat dan kedudukan beliau serta mengampuni beliau, dan menjadikan beliau di atas banyak makhluk-Nya pada hari kiamat.”
Inilah dia Syaikh Muhammad al-Munajjid, dan inilah kehidupan beliau yang penuh dengan ilmu. Sesungguhnya aku yakin, bahwa banyak di antara manusia tidak mengetahui rincian indah yang itu merupakan rekomendasi terbesar yang diraih oleh seorang penuntut ilmu dari gurunya ini.
Kami mengingatkan bahwa Syaikh al-Munajjid –mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaganya- mendapatkan banyak pujian dari anggota Haiah Kibaril Ulama pada kajian-kajian mereka dan jawaban-jawaban mereka. Karena itu aku menantang siapa saja yang bisa mendatangkan catatan miring atas beliau –apalagi tahdziran- dari anggota Haiat Kibaril Ulama manapun, atau dari Lajnah Daimah, atau juga para imam Masjidil Haram.
Bahkan, sesungguhnya Syaikh Shalih Fauzan Rahimahullah telah memuji kitab Syaikh al-Munajjid yang baru, beliau berkata dalam pujiannya, ‘Aku telah membaca sebuah kitab bernilai dan penuh faidah milik Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid, sebuah kitab yang setiap penuntut ilmu membutuhkannya; yaitu kitab Bid’atu I’adati Fahmin Nashsh[1] (Bid’ah Menafsir ulang (rethinking) teks)[2]. Maka saya mendapatinya -walhamdulillah- sebagai sebuah kitab penuh faidah lagi bermanfaat; dimana kita membutuhkannya pada waktu ini yang orang-orang ruwaibidhah (orang kerdil tanpa ilmu sok punya ilmu); dan murid-murid Barat serta orang-orang kebatinan banyak berbicara tentang hukum-hukum syariat demi menghancurkan bangunan-bangunannya, dan menggantinya dengan pendapat-pendapat orang-orang sesat. Maka segala puji bagi Allah yang pada setiap waktu telah menjadikan seorang penolong bagi kebenaran, serta menjadikan pembantah dan pemberantas kebatilan. Sesungguhnya kitab ini, dengan sebenarnya, telah menutup satu celah besar yang dibuat oleh para penyamun itu yang berusaha untuk mencabik-cabik penjagaan syariat, dan berusaha untuk memarjinalkan para pelindung dan para pengemban Syariat…. Maka mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas Syaikh Muhammad dengan sebaik-baik balasan atas apa yang telah dia tulis, dia jelaskan, dia tunjukkan dan dia komentari. Hingga dia jelaskan aib mereka, dan mengoyak topeng-topeng mereka. Mudah-mudahan Allah menjadikannya sebagai bagian dari para penolong agama-Nya, serta penjaga syari’at-Nya, serta menambahnya dengan ilmu dan amal. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kepada keluarga dan para sahabat beliau.’
Mengambil ilmu dari seorang insinyur minyak dan tambang?
Sungguh mengherankan saat kita mendengar orang yang lancang, buruk adabnya terhadap seorang alim Syaikh Muhammad al-Munajjid, kemudian dia berkata dengan segenap kedengkian dan hasad: “Apakah kita akan mengambil agama kita dari seorang Insinyur?!” Thalabul ilmi kerdil lagi miskin ini tidak mengetahui bahwa dia tidak sampai pada tingkatan murid Syaikh yang paling rendah sekalipun! Dia tidak mengetahui biografi syaikh yang penuh dengan ilmu dan dakwah! Dia tidak mengetahui bahwa Insinyur hanyalah gelar ilmiah tambahan. Dia adalah satu profesi yang dengannya manusia mencari kehidupan sebagaimana para Nabi, para sahabat, dan ulama Salaf.
Nabi Nuh ‘Alaihi Sallam adalah tukang kayu, Nabi Idris ‘Alaihi Sallam adalah penjahit, Nabi Ibrahim ‘Alaihi Sallam adalah pedagang pakaian, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dulu adalah seorang penggembala, Abu Bakar, Utsman, dan ‘Abdurrahman bin ‘Auf Radhiallahu ‘Anhu adalah para saudagar (pedagang), ‘Amr bin al-’Ash adalah seorang jagal hewan, az-Zubair bin al-’Awwam seorang penjahit. Banyak di antara para ulama salaf yang mencari nafkah dengan profesi-profesi dunia yang bermacam-macam. Di antara mereka –bukan untuk membatasi– adalah:
Al-Ajuri: nisbat kepada pekerjaan pembuatan bata dan penjualannya. Yang terkenal dengan profesi ini adalah Abu Bakar al-Ajuri.
Al-Iskafi: nisbat kepada orang yang membuat sandal dan memperbaikinya (tukang sepatu dan sandal). Yang terkenal dengan profesi ini adalah Ahmad al-Iskafi.
Al-Baqillani: nisbat kepada penjual (bakul) kacang. Yang terkenal dengan profesi ini adalah Abu Bakar al-Baqillani.
Al-Bazzaz; nisbat kepada penjualan pakaian. Yang terkenal dengan profesi ini adalah Abu Bakar al-Bazzaz.
At-Tauhidiy: nisbat kepada penjualan tauhid (satu jenis korma), Yang terkenal dengan profesi ini adalah Abu Hayyan at-Tahidiy.
Al-Jauziy; nisbat kepada kelapa dan penjualannya, lalu terkenal dengan profesi ini, Abu Ishaq al-Jauziy.
Di antara para ulama kontemporer, beliau adalah Syaikh Shalih Alus Syaikh, dulu beliau belajar di Fakultas Teknik selama 4 tahun, demikian pula Syaikh Musthafa al-’Adawiy dulu beliau adalah seorang Insinyur, juga Syaikh al-Faqih Muhammad Yasri Ibrahim, doktor bidang Teknik Kimia. Dan banyak lagi selain mereka yang berprofesi sebagai dokter dan profesi-profesi lain. Kita juga tidak melupakan bahwa Syaikh al-Albani Rahimahullah dulunya adalah tukang jam. Mereka semua dan selain mereka mengambil petunjuk dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Hingga orang-orang kafir dan musyrik yang sombong tidak memandang rendah pengikut para Nabi yang mereka mengambil agama mereka dari (orang yang dulunya) para penggembala kambing, atau penjahit, atau tukang kayu!!! Maka mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan hidayah kepada kondisi orang-orang yang tidak obyektif.
Pembelaan Syaikh al-Munajjid terhadap syaikh al-Albani Rahimahullah:
Beliau menjawab di website beliau atas seorang penanya yang bertanya tentang keadaan Syaikh al-Albani Rahimahullah, maka beliau pun memujinya, menyebut rekomendasi ahlul ilmi kepadanya, memberikan nasihat untuk membaca kitab-kitabnya, dan mendengarkan kaset-kasetnya. Lalu beliau menutup dengan ucapannya: “Aku memohon kepada Allah, agar merahmati syaikh kami, al-Albani, serta menempatkan beliau pada Firdaus yang tertinggi. Jawaban tersebut ada pada link: http://www.islam-qa.com/ar/ref/110667.
Sejak kecil, Syaikh al-Munajjid telah banyak mengambil manfaat dari kitab-kitab Syaikh al-Albani Rahimahullah. Beliau juga menghubungi Syaikh al-Albani melalui telpon setiap kali beliau membutuhkannya. Di dalam Silsilah Asyrithatul Huda Wan Nur, kaset (10/206) Syaikh al-Munajjid bertanya kepada Syaikh al-Albani Rahimahullah, dengan banyak pertanyaan. Pada saat al-Munajjid bertanya, ‘Apakah Anda mengizinkan saya untuk menyampaikan pertanyaan terakhir? Syaikh al-Albani menjawab, ‘Sayang kalau ini adalah pertanyaan terakhir.’ Maksudnya, ‘Aku ingin agar engkau memanjangkan perbincangan dan bertanya sekehendakmu.’ Pada akhir pembicaraan via telpon itu, al-Munajjid memperkenalkan dirinya dan bahwa beliau –yaitu Syaikh al-Albani- mengenal ayah istrinya. Setelah al-Albani mengenal ayah istri al-Munajjid (mertua syaikh al-Munajjid), maka syaikh al-Albani pun mendoakannya agar diberi rahmat oleh Allah. Demikianlah adab Syaikh al-albani dan ketawadhuannya Rahimahullah. Inilah link pembicaraan itu:
http://www.ansarallah.com/play_audio.php?audio=162.
Aktifitas dakwah beliau:
Sulit bagi kami untuk merinci aktifitas dakwa beliau, hanya saja kami ringkas yang terpenting sebagai berikut:
SYAIKH AL-MUNAJJID, HAKIKAT YANG TERSEMBUNYI
Sesungguhnya Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid adalah termasuk para
ulama ‘amilin (yang mengamalkan ilmunya), yang Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah menetapkan kecintaan kepadanya di hati kaum muslimin, di timur
dan barat dunia ini. Kitab-kitabnya banyak menyebar di antara para
penuntut ilmu. Berbagai kajian dan rekamannya telah sampai ke penjuru
dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membukakan hati manusia untuknya
pada setiap tempat. Itulah –kira-kira- yang menjadikan iri dan hasad
sebagian penuntut ilmu kepadanya. Kami di majalah Qiblati, telah
menerbitkan sebagian makalah Syaikh al-Munajjid, kemudian kami
menghentikannya setelah sebagian penuntut ilmu merasa gelisah terhadap
hal ini tanpa alasan kebenaran yang nyata, atau hanya sekedar
ikut-ikutan atau kefanatikan mereka terhadap guru-guru mereka yang telah
diliputi oleh kecurigaan, dan buruk sangka terhadap Syaikh al-Munajjid,
atau juga mungkin karena hasad dan kedengkian terhadap Syaikh
al-Munajjid, wallahu a’lam. Karena itulah kami menghentikan
penerbitan makalah-makalah beliau demi persaudaraan dan pendekatan hati,
juga karena ingin menjauh dari sebab-sebab fitnah. Akan tetapi, tatkala
kibarul ulama (ulama-ulama besar) tidak membid’ahkan beliau, tidak juga
menghajr beliau, maka kami, di majalah Qiblati memutuskan untuk kembali
menyebarkan makalah-makalah Syaikh al-Munajjid, agar kami tidak
menzhalimi Syaikh, dan tidak terhalang dari ilmu beliau, sebagaimana
ilmu para masyayikh yang lain. Tidaklah kami melakukan yang demikian
kecuali sebagai bentuk obyektifitas kami terhadap kebenaran dan nasihat
kami kepada saudara-saudara kami; hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Yunus bin ‘Abdul A’la meriwayatkan, ‘Aku mendengar Ibnu Wahab berkata,
‘Aku mendengar Malik bin Anas Rahimahullah berkata, “Tidak ada di zaman
kita ini sesuatu yang lebih sedikit daripada sikap inshaf (obyektif, adil).”
Abu Umar Ibn Abdil Barr berkata, “Termasuk keberkahan ilmu dan adabnya
adalah sikap obyektif terhadapnya. Barangsiapa tidak obyektif, maka dia
tidak akan paham, dan tidak bisa memahamkan.” (Jami’u Bayanil Ilm Wa Fadhlihi, Pasal Obyektif dalam Ilmu)
Biografi Syaikh:
Syaikh al-Munajjid dilahirkan pada tahun 1380 H.
Beliau menamatkan belajar di tingkat ibtidaiyyah (SD), mutawashshithah (SMP), dan tsanawiyah (SMA) di Riyadh.
Kemudian pindah ke kota Zhahran di Saudi, dan menyelesaikan S1 di Fak. Teknik Minyak dan Penambangan.
Guru-guru beliau:
Beliau menghadiri majelis-majelis Syaikh bin Baz Rahimahullah, Syaikh
ibn ‘Utsaimin Rahimahullah, dan Syaikh Ibn Jibrin Rahimahullah. Dan
orang yang paling banyak beliau ambil manfaatnya melebihi ketiga
masyayikh di atas –dengan membaca di hadapan mereka– adalah Syaikh Dr.
‘Abdurrahman ibn Nashir al-Barrak (Syaikh al-Barrak lahir di
al-Bukairiyyah- alQassim, 1352 H, yang mengambil ilmu dari Syaikh Ibn
Baz Rahimahullah lebih dari 50 tahun, dari tahun 1369 hingga wafatnya
syaikh tahun 1420 H. Setelah wafatnya syaikh Ibn Baz, beliau diminta
menjadi anggota Lajnah Ifta (komisi Fatwa) namun beliau menolak karena ingin mengabdikan diri di Masjidnya).
Kemudian beliau mendapatkan tashhih bacaan al-Qur`an dari Syaikh Sa’id Alu ‘Abdillah.
Di antara para masyayikh yang beliau banyak ambil manfaat dan
bermulazamah dengannya adalah Syaikh Shalih al-Fauzan, Syaikh ‘Abdullah
al-Ghunaiman, dan Syaikh Muhammad as-Syinqithiy.
Kisah Beliau dengan Syaikh bin Baz Rahimahullah:
Syaikh bin Baz Rahimahullah memilih syaikh untuk menjadi imam, khatib
dan mufti dalam sebuah kisah indah yang Syaikh al-Munajjid meriwayatkan
rincian kisah tersebut dalam sebuah rekaman kajian dengan tema La tazaalu Kalimaatuhu Fi Udzunayya (Kata-kata beliau masih terngiang-ngiang di kedua telingaku)
Syaikh berkata: “Aku mempunyai seorang Syaikh, yang aku belajar di sisi
beliau. Pada suatu hari, aku ingin berangkat untuk belajar di Perguruan
tinggi, lalu aku berkata kepada beliau, ‘Berikanlah wasiat kepadaku!”
Beliau menjawab, “Aku wasiatkan kamu terhadap Kitabullah, bacaannya, perenungannya, penafsirannya, dan penghafalannya.”
Kemudian Syaikh melanjutkan kisahnya, dengan berkata, “Sesungguhnya aku
mendapati bahwa menyibukkan diri dengan Kitabullah lebih wajib dari apa
yang ada. Dan sesungguhnya manusia itu kadang meyesali beberapa macam
dari bidang ilmu, kecuali menyibukkan diri dengan tafsir Kitabullah,
syarah hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam , ilmu bahasa
Arab, dan ushul fiqh. Aku tidak menemukan sesuatu yang lebih lezat,
lebih membuatku berhasyrat, dan lebih baik dari semua itu, maka aku pun
tidak butuh sesuatu pun setelahnya.”
Setelah Syaikh al-Munajjid mengambil ilmu syar’i dari tangan para
masyayikh yang telah disebutkan terdahulu, beliau mengkhususkan diri
dalam bidang teknologi minyak dan pertambangan.
Setelah beliau selesai dari perkuliahannya, beliau berkata, “Saat aku
lulus, dulu aku merencanakan bahwa langkah selanjutnya adalah bisa
diterima bekerja pada suatu perusahaan dari berbagai perusahaan yang
sesuai dengan keahlian yang telah aku pelajari. Akan tetapi terjadi
suatu perkara aneh yang memalingkanku dari semua itu, dan
mengembalikanku ke medan dakwah dan ilmu syar’i untuk kedua kalinya. Dan
orang yang memalingkanku dari hal itu adalah guruku, yang aku belajar
di sisi beliau selama lima belas tahun, beliau adalah Syaikh bin Baz
Rahimahullah.
Selepas lulus sarjana, aku langsung mendatangi beliau. Dan aku sudah
terbiasa hadir di sisi beliau pada libur perkuliahan dan mengambil ilmu
dari beliau.
Pada saat aku datang kepada beliau, langsung selepas lulus, beliau berkata kepadaku, “Di mana engkau belajar?”
Kukatakan, “Universitas ini, dan ini.”
Beliau bertanya, “Apa yang membuatmu pergi ke sana?” (Seakan-akan beliau masih terheran-heran dengan pilihanku)
Kukatakan, “Ini adalah taqdir Allah, aku diterima di Universitas ini,
dan Universitas pertama yang menerima aku adalah Universitas tersebut.”
Kemudian Syaikh berkata, “Wahai Fulan!” Beliau memanggil juru tulis yang ada di sisi beliau, kemudian beliau berkata, “Tulis!”
Aku pun berkata dalam diriku, “Apa yang ingin ditulis oleh Syaikh?!”
Beliau Rahimahullah berkata, “Tulis:
Dari ‘Abdul ‘Aziz bin Baz,
Kepada mudir (direktur) Kantor Riset ilmiah, Fatwa, Dakwah dan Penerangan di Wilayah Timur, Fulan al-Fulaniy:
Syaikh Muhammad al-Munajjid akan bekerja sama bersama kalian dalam pemberian kuliah, dan kajian di wilayah (kalian).”
Aku berkata (berkilah), “Aku belum pernah menyampaikan satu kajian pun sepanjang hidupku, walau sesaat.”Ternyata Syaikh bin Baz tidak menghiraukan alasanku, kemudian menyuruh juru tulis untuk menulis surat kedua, “Tulis:
Dari Abdul Aziz bin Baz,
Kepada
mudir Kantor Waqaf dan Masjid –Cabang kementerian di wilayah timur-
agar mengutus Syaikh al-Munajjid ke masjid yang sesuai untuk menjadi
imam dan berkhutbah.”
Syaikh al-Munajjid tersenyum,
memberikan komentar dan keheranan, “Khutbah…?! Bagaimana…?! Khutbah
apa…?! Tadinya aku mau pergi ke perusahaan… kok malah akan ada kajian
dan khutbah…?!”Syaikh bin Baz Rahimahullah pun tidak menghiraukan komentarku, kemudian memerintahkan juru tulis untuk menulis surat ketiga, “Tulis:
Kepada mudir Universitas, agar Syaikh al-Munajjid mengajarkan ilmu syar’i di dalamnya.
Maka kukatakan, “Ini sangat sulit, karena aku tidak mengemban ijazah syari’ah! Bagaimana ini?!”Maka berkatalah syaikh bin Baz Rahimahullah:, “Ambillah surat-surat ini, kemudian mintalah pertolongan kepada Allah, dan wajib atas kamu untuk ikhlash!” Kemudian beliau meninggalkan aku, dan pergi dengan mobil, dan membiarkanku di jalan bersama dengan rekomendasi-rekomendasi tersebut.
Aku pun terheran-heran, “Kajian-kajian… khutbah-khutbah… bagaimana hal itu akan terjadi? Dan di mana?!”
Kemudian aku pun mengambil rekomendasi-rekomendasi tersebut dan kukatakan, “Sudahlah… selagi Syaikh yang menyuruhku, maka ini mengharuskanku untuk taat.”
Maka pergilah aku ke Mudir Pusat Dakwah pada waktu itu, lalu aku serahkan kepadanya rekomendasi tersebut. Kemudian dia memerintah seseorang untuk membacakan rekomendasi tersebut kepadanya –dia adalah seorang buta-. Ternyata di dalamnya ‘penyampaian muhadharah dan kajian-kajian di masjid-masjid… di wilayah timur.
Lantas mudir itu bertanya, “Di mana Anda belajar?”
Kujawab, “Di Universitas ini.”
Dia berkata, “Lalu bagaimana Syaikh Ibn Baz menulis ini?!”
Lalu kukatakan kepadanya, “Aku membawa rekomendasi ini kepada Anda, sementara aku sendiri juga merasa terheran-heran seperti Anda.”
Lalu dia duduk berfikir, kemudian berbalik seraya bertanya, “Anda tidak punya ijazah syari’ah?” Kujawab, “Tidak punya.”
Karena Syaikh bin Baz adalah Ketua Umum Kantor Riset ilmiah, Fatwa, Dakwah dan Penerangan maka ucapannya harus dilaksanakan, dia adalah mudirnya. Lalu dia berkata, “Di mana Anda ingin menyampaikan muhadharah (ceramah) Anda?!”
Kujawab, “Demi Allah, aku tidak tahu.”
Dia pun berkata, “Aku akan menjadikanmu untuk meyampaikan muhadharah dan kajian-kajian di madrasah-madrasah dan kantor-kantor pemerintah.”
Kemudian dia berkata kepada sekretarisnya: “Berikan kepadaku jadwal madrasah dan perkantoran, kemudian letakkan nama (Syaikh al-Munajjid) pada jadwal muhadarah dan kajian-kajian tersebut.”
Aku pun mengambil rekomendasi, dan jadwal kajian, lalu keluar. Aku pun berpikir, “Apa ini..?!”
Lalu aku pergi ke Mudir Wakaf dan Masjid, kemudian kuberikan kepadanya rekomendasi Syaikh. Dia membuka rekomendasi tersebut, kemudian memerintahkan untuk menunjukku di salah satu masjid, dan aku terus di sana hingga hari ini.
Agar aku terbiasa (terlatih) berkhutbah, aku pergi ke masjid lain di pasar untuk berkhutbah di tengah-tengah mereka. Mayoritas mereka adalah orang-orang ‘ajam (non Arab), masjidnya paling banyak tiangnya, dan mimbarnya tertutup. Lalu aku pun menutup diriku dengan tembok sebelah yang ada di sisi kanan dan kiri mimbar. Dulu aku mengangkat kertas di tengah khutbah untuk menutupi wajahku dengannya.
Kemudian, Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan taufik untukku dengan karunia Allah kemudian berkat do’a Syaikh bin Baz dan perhatian beliau kepadaku. Demikianlah aku beralih dari bidang kuliahku secara total.
Setiap kali aku bertanya kepada diriku sendiri, “Siapakah penyebabnya, dan bagaimana bisa terjadi?” Maka aku pun menghadapkan do’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberikan rahmat-Nya kepada Syaikh bin Baz, serta mengangkat derajat dan kedudukan beliau serta mengampuni beliau, dan menjadikan beliau di atas banyak makhluk-Nya pada hari kiamat.”
Inilah dia Syaikh Muhammad al-Munajjid, dan inilah kehidupan beliau yang penuh dengan ilmu. Sesungguhnya aku yakin, bahwa banyak di antara manusia tidak mengetahui rincian indah yang itu merupakan rekomendasi terbesar yang diraih oleh seorang penuntut ilmu dari gurunya ini.
Kami mengingatkan bahwa Syaikh al-Munajjid –mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaganya- mendapatkan banyak pujian dari anggota Haiah Kibaril Ulama pada kajian-kajian mereka dan jawaban-jawaban mereka. Karena itu aku menantang siapa saja yang bisa mendatangkan catatan miring atas beliau –apalagi tahdziran- dari anggota Haiat Kibaril Ulama manapun, atau dari Lajnah Daimah, atau juga para imam Masjidil Haram.
Bahkan, sesungguhnya Syaikh Shalih Fauzan Rahimahullah telah memuji kitab Syaikh al-Munajjid yang baru, beliau berkata dalam pujiannya, ‘Aku telah membaca sebuah kitab bernilai dan penuh faidah milik Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid, sebuah kitab yang setiap penuntut ilmu membutuhkannya; yaitu kitab Bid’atu I’adati Fahmin Nashsh[1] (Bid’ah Menafsir ulang (rethinking) teks)[2]. Maka saya mendapatinya -walhamdulillah- sebagai sebuah kitab penuh faidah lagi bermanfaat; dimana kita membutuhkannya pada waktu ini yang orang-orang ruwaibidhah (orang kerdil tanpa ilmu sok punya ilmu); dan murid-murid Barat serta orang-orang kebatinan banyak berbicara tentang hukum-hukum syariat demi menghancurkan bangunan-bangunannya, dan menggantinya dengan pendapat-pendapat orang-orang sesat. Maka segala puji bagi Allah yang pada setiap waktu telah menjadikan seorang penolong bagi kebenaran, serta menjadikan pembantah dan pemberantas kebatilan. Sesungguhnya kitab ini, dengan sebenarnya, telah menutup satu celah besar yang dibuat oleh para penyamun itu yang berusaha untuk mencabik-cabik penjagaan syariat, dan berusaha untuk memarjinalkan para pelindung dan para pengemban Syariat…. Maka mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas Syaikh Muhammad dengan sebaik-baik balasan atas apa yang telah dia tulis, dia jelaskan, dia tunjukkan dan dia komentari. Hingga dia jelaskan aib mereka, dan mengoyak topeng-topeng mereka. Mudah-mudahan Allah menjadikannya sebagai bagian dari para penolong agama-Nya, serta penjaga syari’at-Nya, serta menambahnya dengan ilmu dan amal. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kepada keluarga dan para sahabat beliau.’
Mengambil ilmu dari seorang insinyur minyak dan tambang?
Sungguh mengherankan saat kita mendengar orang yang lancang, buruk adabnya terhadap seorang alim Syaikh Muhammad al-Munajjid, kemudian dia berkata dengan segenap kedengkian dan hasad: “Apakah kita akan mengambil agama kita dari seorang Insinyur?!” Thalabul ilmi kerdil lagi miskin ini tidak mengetahui bahwa dia tidak sampai pada tingkatan murid Syaikh yang paling rendah sekalipun! Dia tidak mengetahui biografi syaikh yang penuh dengan ilmu dan dakwah! Dia tidak mengetahui bahwa Insinyur hanyalah gelar ilmiah tambahan. Dia adalah satu profesi yang dengannya manusia mencari kehidupan sebagaimana para Nabi, para sahabat, dan ulama Salaf.
Nabi Nuh ‘Alaihi Sallam adalah tukang kayu, Nabi Idris ‘Alaihi Sallam adalah penjahit, Nabi Ibrahim ‘Alaihi Sallam adalah pedagang pakaian, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dulu adalah seorang penggembala, Abu Bakar, Utsman, dan ‘Abdurrahman bin ‘Auf Radhiallahu ‘Anhu adalah para saudagar (pedagang), ‘Amr bin al-’Ash adalah seorang jagal hewan, az-Zubair bin al-’Awwam seorang penjahit. Banyak di antara para ulama salaf yang mencari nafkah dengan profesi-profesi dunia yang bermacam-macam. Di antara mereka –bukan untuk membatasi– adalah:
Al-Ajuri: nisbat kepada pekerjaan pembuatan bata dan penjualannya. Yang terkenal dengan profesi ini adalah Abu Bakar al-Ajuri.
Al-Iskafi: nisbat kepada orang yang membuat sandal dan memperbaikinya (tukang sepatu dan sandal). Yang terkenal dengan profesi ini adalah Ahmad al-Iskafi.
Al-Baqillani: nisbat kepada penjual (bakul) kacang. Yang terkenal dengan profesi ini adalah Abu Bakar al-Baqillani.
Al-Bazzaz; nisbat kepada penjualan pakaian. Yang terkenal dengan profesi ini adalah Abu Bakar al-Bazzaz.
At-Tauhidiy: nisbat kepada penjualan tauhid (satu jenis korma), Yang terkenal dengan profesi ini adalah Abu Hayyan at-Tahidiy.
Al-Jauziy; nisbat kepada kelapa dan penjualannya, lalu terkenal dengan profesi ini, Abu Ishaq al-Jauziy.
Di antara para ulama kontemporer, beliau adalah Syaikh Shalih Alus Syaikh, dulu beliau belajar di Fakultas Teknik selama 4 tahun, demikian pula Syaikh Musthafa al-’Adawiy dulu beliau adalah seorang Insinyur, juga Syaikh al-Faqih Muhammad Yasri Ibrahim, doktor bidang Teknik Kimia. Dan banyak lagi selain mereka yang berprofesi sebagai dokter dan profesi-profesi lain. Kita juga tidak melupakan bahwa Syaikh al-Albani Rahimahullah dulunya adalah tukang jam. Mereka semua dan selain mereka mengambil petunjuk dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ
“… Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah…” (QS. Al-Jumu’ah: 10) maka dulu mereka merupakan sebab kemakmuran dunia.Hingga orang-orang kafir dan musyrik yang sombong tidak memandang rendah pengikut para Nabi yang mereka mengambil agama mereka dari (orang yang dulunya) para penggembala kambing, atau penjahit, atau tukang kayu!!! Maka mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan hidayah kepada kondisi orang-orang yang tidak obyektif.
Pembelaan Syaikh al-Munajjid terhadap syaikh al-Albani Rahimahullah:
Beliau menjawab di website beliau atas seorang penanya yang bertanya tentang keadaan Syaikh al-Albani Rahimahullah, maka beliau pun memujinya, menyebut rekomendasi ahlul ilmi kepadanya, memberikan nasihat untuk membaca kitab-kitabnya, dan mendengarkan kaset-kasetnya. Lalu beliau menutup dengan ucapannya: “Aku memohon kepada Allah, agar merahmati syaikh kami, al-Albani, serta menempatkan beliau pada Firdaus yang tertinggi. Jawaban tersebut ada pada link: http://www.islam-qa.com/ar/ref/110667.
Sejak kecil, Syaikh al-Munajjid telah banyak mengambil manfaat dari kitab-kitab Syaikh al-Albani Rahimahullah. Beliau juga menghubungi Syaikh al-Albani melalui telpon setiap kali beliau membutuhkannya. Di dalam Silsilah Asyrithatul Huda Wan Nur, kaset (10/206) Syaikh al-Munajjid bertanya kepada Syaikh al-Albani Rahimahullah, dengan banyak pertanyaan. Pada saat al-Munajjid bertanya, ‘Apakah Anda mengizinkan saya untuk menyampaikan pertanyaan terakhir? Syaikh al-Albani menjawab, ‘Sayang kalau ini adalah pertanyaan terakhir.’ Maksudnya, ‘Aku ingin agar engkau memanjangkan perbincangan dan bertanya sekehendakmu.’ Pada akhir pembicaraan via telpon itu, al-Munajjid memperkenalkan dirinya dan bahwa beliau –yaitu Syaikh al-Albani- mengenal ayah istrinya. Setelah al-Albani mengenal ayah istri al-Munajjid (mertua syaikh al-Munajjid), maka syaikh al-Albani pun mendoakannya agar diberi rahmat oleh Allah. Demikianlah adab Syaikh al-albani dan ketawadhuannya Rahimahullah. Inilah link pembicaraan itu:
http://www.ansarallah.com/play_audio.php?audio=162.
Aktifitas dakwah beliau:
Sulit bagi kami untuk merinci aktifitas dakwa beliau, hanya saja kami ringkas yang terpenting sebagai berikut:
- memiliki lebih dari 15 karya tulis
- memiliki kajian di televisi lebih dari 5600 jam siaran selama 23 tahun
- memiliki silsilah kajian di siaran radio al-Qur`an al-Karim
- penasihat umum sekumpulan website islami, yang terdiri dari 8 web.
- Imam dan khatib Masjid Jami’ Umar bin Abdil Aziz
- Tafsir Ibnu Katsir
- Syarah Shahih al-Bukhari
- Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
- Syarah Sunan at-Turmudzi
- Syarah Kitabut Tauhid Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab
- Syarah Umdatul Ahkam fil Fiqh, al-Hafizh ‘Abdul Ghaniy al-Maqdisiy
- Syarah Kitab Minhajus Salikin fil Fiqh, Syaikh as-Sa’diy
[1] Ini link kitab beliau: http://www.4shared.com/rar/hTCawvZT/5712.html
[2]
Yang dimaksud oleh Syaikh adalah pikiran dan upaya bid’ah kaum Liberal,
sebagaimana yang yang digembar-gemborkan oleh “intelektual” Liberal
dari pelbagai penjuru dunia: Muhammad Abed Al-Jabiri (proyek Kritik
Nalar Arab), Muhammed Arkoun (Kritik Nalar Islam), Farid Essack
(Hermeneutika Pembebasan), Hasan Hanafi (Kiri Islam), Nasr Hamid Abu
Zayd, (Peradaban teks) dan seterusnya. Yang akhirnya berbondong-bondong
aktifis JIL Indonesia mengekor di belakang mereka.
No comments:
Post a Comment