أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
KETERANGAN MENGENAI JIWA DAN RUH INSANI (IMAM AL GHAZALI)Ketahuilah bahwa Allah Ta'ala menjadikan manusia ini terdiri dari dua suatu yang berbeda yaitu:
Massa yang gelap, tebal, termasuk di bawah kejadian dan kebinasaan (Al-Kun Wal-fasad) yang tersusun, bersifat ketanahan yang tidak dapat melaksanakan urusannya melainkan dengan yang lain.
Jiwa Jauhari yang tunggal yang bercahaya, mencapai, bertindak lagi menggerakkan dan menyempurnakan alat-alat (alat-alat dalam tubuh manusia baik yang bersifat ruhaniah seperti Ruh hewani, Ruh Tobie dan lain-lain atau bersifat jasmaniah seperti otak dan bagian-bagiannya dan lain- lainnya.
Allah Taala mengatur jasad-jasad dari bagian-bagian makanan dan menjaganya dengan bagian-bagian zat makanan yang lebur menyerap ke dalam jasad, menyediakan dasar, menyempurnakan anggota-anggota penting, menentukan anggota-anggota kaki dan tangan dan melahirkan jauhar jiwa dari urusan yang tunggal , sempurna menyempurna lagi menguntungkan.Bukanlah saya (kelima) maksudkan 'jiwa' itu kekuatan untuk mendapatkan makanan;
bukan kekuatan yang menggerakkan syahwat (Al-Nafsu) dan kemarahan;
bukan kekuatan yang berada dalam jantung (Al-kolbu) yang melahirkan hidup, menimbulkan rasa dan gerak dari jantung ke seluruh anggota, karena kekutan ini dinamakan 'Ruh hewani'.
Rasa, gerak, syahwat adalah dari militer Ruh hewani ini.Kekuatan mendapatkan makanan yang berada dan mengelola dalam hati (Al-Kabad) dinamakan 'Ruh Tobie.' Pencernaan dan penolakan adalah dari sifat-sifatnya. Kekuatan merupa, melahir, menyubur dan lain-lain kekuatan tobie semuanya menjadi khadam-khadam untuk jasad dan jasad pula adalah khadam kepada Ruh hewani, karena jasad menerima kekuatan-kekuatan dari Ruh hewani dan bekerja menurut geraknya.Sebenarnya yang saya maksudkan dengan 'JIWA' itu adalah Jauhar SEMPURNA LAGI TUNGGAL (Al-Jauhar Al-Kamil Al-Mufrad) yang kerjanya hanya
mengingat
menghafal
memikir membeda dan
mengamat-amati; juga
menerima segala ilmu dan
tidak jemu-jemu menerima rupa-rupa abstrak yang bersih dari benda.
Jauhar ini adalah ketua segala ruh dan raja. Segala kekuatan semuanya melayani jauhar ini dan menjunjung perintahnya. Jauhar ini tidak lain tidak bukan dari JIWA BERAKAL (Al-Nafs An-Naathokoh) yang diberikan berbagai nama. Para filsuf menamakan jauhar ini sebagai JIWA BERAKAL (Al-Naf An-Naathokah). Al-Quran menyebutnya sebagai JIWA YANG TENANG (Al-Nafsul Mutomainnah). Al-Quran juga menamakannya sebagai RUH URUSAN (Al-Ruh Al-Amri). Anggota Tasauf menamakannya sebagai QALBU (Al-Qalbi). Perbedaan cuma pada segi nama-nama saja tetapi artinya satu, tidak ada perselisihan. Jadi 'QALBU' dan 'RUH' pada kita juga 'YANG TENANG' semua nama-nama itu adalah untuk 'JIWA BERAKAL' (Al-Nafs al-Naathokoh). Jiwa berakal adalah 'Jauhar yang Hidup', 'aktif', lagi mencapai kalau disebut Ruh Mutlak atau Qalbu. Maksudnya adalah jauhar ini juga.Anggota Tasauf menamakan 'Ruh hewani' pula dengan nafsu. Syarak juga memberikan pengertian yang sama sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang berarti:"Musuh engkau yang paling ketat adalah nafsu engkau".Beliau bersabda dengan maksud:"Nafsu engkau adalah yang terletak di antara dua pihak".Kata nafsu yang dimaksudkan oleh syariah di sini adalah kekuatan 'syahwaaniah' dan kemarahan karena keduanya muncul dari jantung yang terletak di antara dua pihak (dari tubuh manusia).Kapan kamu telah mengerti dan mengetahui perbedaan nama-nama itu ternyatalah bahwa para peneliti memberikan nama yang bermacam-macam terhadap Jauhar yang bernilai ini dan mengemukakan pendapat-pendapat yang berbeda. Para ahli Ilmu Kalam yang pandai dalam debat menganggap jiwa itu sebagai suatu massa dan menyatakan bahwa ia adalah massa yang halus sebagai tantangan bagi massa yang tebal ini. Mereka hanya melihat perbedaan di antara ruh dan jasad dari segi kehalusan dan ketebalan saja.Sebagian dari mereka menganggap ruh sebagi 'aradh. Sebagian dari anggota kedokteran cenderung ke arah pendapat ini. Ada pula yang menganggap darah sebagai ruh.Mereka semua merasa puas dengan pendapat mereka karena dipengaruhi oleh kecantikkan pandangan dan mereka 'TIDAK BERUSAHA' menemukan bagian ketiga sedangkan sebenarnya ada tiga bagi yaitu Massa, Aradh dan 'Al-Jauhar-Al-Mufrad'. Ruh hewani adalah massa yang halus seolah lampu menyala berada dalam kaca jantung. Jantung yang dimaksudkan di sini adalah rangka sanubari yang tergantung pada dada manusia. Hidup adalah lampu tersebut,
Darah adalah minyaknya,
Rasa dan gerak merupakan nurnya,
Syhwat adalah kepanasannya,
Kemarahan adalah uapnya,
Kekuatan menemukan makanan yang berada di dalam hati merupakan khadam atau penjaganya dan wakilnya.
Ruh ini terdapat pada binatang. Ruh ini tidak menerima ilmu dan tidak mengetahi soal yang berhubungan dengan alam dan tidak mengetahui hak-hak Pencipta Alam. Ia hanya merupakan khadam yang terikat. Ia mati bersama dengan matinya badan. Jika bertambah darah, padam lampu itu karena bertambah panas dan sebaliknya jika berkurang darah, ia akan padam juga karena bertambah kedinginan. Padamnya menjadi sebab bagi matinya badan. Tidak ada 'khitob Tuhan' yaitu (kata-kata Tuhan yang lazim yang dihadapkan kepada orang-orang mukallaf berhubungan dengan perbuatan-perbuatan mereka) dan tidak ada 'takhlif' (pemikul tanggung jawab yang dipercayakan dari Allah melalui hukum yang lima) tuan punya syariah terhadap ruh ini. Karena inilah segala binatang tidak termasuk ke dalam makhluk-makluk yang menerima 'khitob' dengan hukum-hukum.Manusia sebenarnya 'ditakhlif' dan 'dikhitob' karena suatu makna yang lain ada padanya sebagai suatu tambahan yang dikhususkan untuknya. Maknanya adalah pada manusia ada 'JIWA YANG BERAKAL' (Al-Nafs-An-Naatokoh), 'RUH URUSAN' (Ruhul-Amri) dan 'jiwa yang tenang' (Al-Nafsul Muthomainnah).Ruh ini bukanlah massa dan bukan 'aradh', karena ia datang dari urusan Allah Taala sebagaimana firmannya yang artinya:'Katakanlah hai Muhammad bahwa Ruh itu adalah urusan Tuhanku.(Surah Al-Isra ayat 85)Allah berfirman yang artinya:'Hai Jiwa yang Tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan kondisi redho dan diredhoi. "(Surah Al-Tahrim ayat 12)Urusan Allah bukanlah berupa massa dan bukan pula 'aradh', bahkan ia adalah suatu kekuatan 'Ilahiyah' seperti 'AKAL YANG PERTAMA' (Al-'Aklul-Awal), Luh dan Qalam. Kekuatan Ilahiyah adalah Jauhar-Jauhar Tunggal yang bukan dari benda, bahkan ia merupakan sinar-sinar abstrak yang dapat dipahami oleh akal (Ma'quulah). Bukan dapat dirasa. Apa yang kita sebut sebagai ruh dan Qalbu adalah dari Jauhar-Jauhar itu. Ia
tidak rusak
tidak layu
tidak binasa
tidak mati bahkan;
ia terpisah dari badan dan menantikan perkembaliaan pada hari kiamat
sebagaimana yang dinyatakan dalam syariah dan telah disahkan dalam ilmu-ilmu 'HIKMIAH' (Filsafat) dengan alasan-alasan yang tidak dapat ditolak lagi. Buktinya yang nyata menunjukkan bahwa 'RUH YANG BERAKAL' bukanlah massa dan bukan 'aradh, bahkan ia adalah Jauhar yang sabit (nyata) lagi tetap tidak binasa. Di sini rasanya tidak perlu lagi kita menyebut alasan-alasan dan membentangkan dalil-dalil karena telah dibuat dan disebut orang. Siapa yang mau konfirmasi silalah tatap kitab-kitab yang baik tentang ilmu ini. Cara kita memberi uraian dalam risalah ini bukanlah dengan mengemukakan alasan, bahkan dengan berpegang pada apa yang telah dialami melalui 'penglihatan YAKIN dan penglihatan IMAM.' Allah Taala ada menghubungkan ruh kepada urusan dan kadang-kadang ke 'IZAH'Nya (zat yang tidak bisa dicapai dengan akal dan pikiran) dengan firmanNya yang berarti:'Dan Aku (Allah) tiupkan padanya ruh dariku' (Surah Al-Hijr ayat 39).dan firmanNya lagi yang berarti:'Katakanlah (hai Muhammad) bahwa roh itu adalah urusan Tuhanku' (Al-Isra ayat 85)dan firmanNya lagi yang berarti:'Lalu kami tiupkan padanya dari roh kami.' (Surah Al-Tahrim ayat 12)Bila roh itu dihubungkan oleh Allah Taala kepada diriNya tentulah ia bukan massa atau A'radh karena rendah tingkat keduanya, selalu berubah-ubah dan cepat hilang dan akan rusak. Rasulullah S.W.T. bersabda:"Roh-roh adalah sebagai tentara yang lengkap"dan dalam sabda beliau yang lain lagi menyatakan:"Roh para syuhadah berada dalam bayang-bayang burung-burung hijau."Begitu juga dengan A'radh tidak kekal setelah hilangnya jauhar karena A'radh tidak bisa berdiri dengan zatnya sendiri. Sedangkan massa menerima peleburan kembali sebagaimana awalnya sebelum penyusunan dari benda (Al Madah) dan rupa seperti yang tersebut dalam kitab-kitab (kitab-kitab filsafat).Setelah kita mengetahui ayat-ayat, hadis-hadis dan alasan-alasan akal, ketahuilah kita bahwa ruh itu adalah Jauhar Mufrad YANG SEMPURNA (Al-Jauharul Mufrad Al-Kamil) hidup dengan zatnya, baik dan buruknya agama adalah datang darinya, sedangkan ruh Tobie dan Ruh hewani dan kekuatan badaniah seluruhnya dari tentara Jauhar Mufrad Yang Sempurna ini.Jauhar ini menerima rupa-rupa informasi dan hakikat maujudah (sesuatu yang ada di alam ini) dengan tidak diganggui oleh ain-ain dan pribadinya karena jiwa berwenang mengetahui hakikat manusia tanpa melihat pribadi (manusia) itu sendiri; begitu juga ia mengetahui malaikat dan setan- setan dengan tidak perlu melihat pribadi-pribadi mereka. Ini adalah karena kedua jenis makhluk itu tidak dapat dicapai oleh indera-indera kebanyakan orang.Satu kelompok ahli tasawuf berkata bahwa 'Qalbu' memiliki dua mata, serupa juga dengan dua mata untuk jasad ini. Jasad dapat melihat benda-benda yang lahir dengan mata-mata lahir dan Qalbu melihat hakikat dengan mata akal. Rasulullah S.W.T. bersabda:'Tidak ada seorang hambapun melainkan qalbunya harus memiliki dua mata.'Dengan kedua mata ini dapatlah dicapai apa yang gaib. Bila Allah Taala ingin memberikan kebaikan kepada hambanya, ia membukakan dua mata qalbunya agar dapat melihat sesuatu yang gaib dari pemandangan mata lahirnya. Roh ini tidak mati dengan matinya badan karena Allah Taala kepadanya agar kembali kepada dengan firmanNya yang berarti:'Kembalilah kepada Tuhanmua' (Surat Al Fajr Ayat 28).Sebenarnya ruh ini hanya bercerai dan berpaling dari badan. Karena berpaling ini maka kakulah segala yang bersangkutan dengan kekuatan-kekuatan Haiwaniah dan Tabii'yah. Maka diamlah yang bergerak itu dan dikatakan kepada yang diam itu, adalah MATI.Anggota Thorikat atau anggota Tasauf lebih banyak berpegang pada roh dan Qalbu dari berpegang pada pribadi. Bila roh itu dari urusan Allah Taala, maka beradanya dalam badan adalah sebagai orang dagang. Mukanya mengarah pada asalnya dan tempat datangnya. Ia dapat mengambil manfaat dari pihak asalnya lebih banyak dari apa yang ia dapat dari pihak pribadi bila ruh itu kuat dan tidak dikotori oleh kekotoran-kekotoran tabiat.Kapan Anda mengetahui ruh adalah Jauhar Mufrad dan mengetahui pula jasad membutuhkan ruang dan A'Radh maka selain dari ini tidak ada lagi melainkan Jauhar. Ketahuilah bahwa Jauhar ini tidak menempati pada suatu tempat dan tidak berdiam di suatu ruang. Bukanlah badan adalah ruang untuk ruh dan bukan pula tempat untuk Qalbu bahkan badan adalah alat ruh, alat Qalbu dan kendaraan jiwa. Zat ruh sendiri tidak terhubung dengan bagian-bagian tubuh dan tidak berpisah darinya bahkan ia menhadap ke badan, menguntungkan dan melimpah kepadanya.Pertama lahir nur ruh pada otak karena otak tempat kenyataan yang khas.
Pada bagian depannya ia menjadi penjaga
Pada bagian tengahnya ia menjadi menteri dan administrator
Pada bagian belakangnya ia menjadi perbendaharaan. Anggota perbendaharaan dan seluruh bagian manjadi staf dan kendaraan
Roh hewani menjadi khadam
Roh Tobie menjadi wakil
Badan menjadi kendaraan
Dunia menjadi bidang
Hayat menjadi barang (modal)
Gerak menjadi bisnis
Ilmu menjadi keuntungan
Hari akhirat menjadi tujuan dan tempat pulang
Syarak menjadi jalan dan cara
Terhadap jiwa pendorong kejahatan (nafsu Amarah) menjadi penjaga dan pemerhati
Terhadap jiwa kritikus (nafsu Lawamah) ia menjadi penyedar.
Pancaindra menjadi pengikut dan pembantu.
Agama menjadi penghalang
Akal menjadi mahaguru
Rasa sensasi menjadi murid
Ar-Robh (Allah) menjadi pengamat
Jiwa dengan sifat-sifat ini bersama dengan alat-alat ini tidak mengarah kepada pribadi yang tebal ini dan tidak berhubungan dengan zatnya, malahan ia mengarah kepada Tuhannya dan Tuhannya memerintahkannya agar mengambil kesempatan mendapatkan sesuatu yang berguna sampai ke satu periode tertentu.Jadi ruh tidaklah berfokus pengamatan ke arah memikirkan yang lain dalam perjalanan (hidup di atas dunia) ini, melainkan berusaha mencari ilmu untuk menjadi perhiasan di dalam negeri akhirat. Ini adalah karena perhiasan harta dan anak-anak adalah perhiasan hidup di dunia saja sebagaimana mata berfokus pengamatan ke arah mendengar suara-suara, lidah siaga untuk menyusun kata-kata, Ruh hewani tunduk kepada kelembapan marah, Ruh Tobie cintakan kelazatam makan dan minum, maka ruh yang tenang (AL-Ruh Al-Muthomainnah) artinya Qalbu tidak menghendaki apa-apa selain ilmu dan tidak gemar sesuatu selain ilmu. Ia belajar dan belajar sepanjang usianya. Ia menghiasi dirinya dengan ilmu dalam seluruh zaman hingga waktu bercerainya dari badan. Jika ia menerima sesuatu yang lain dari ilmu, maka penerimaannya ini cuma untuk kepentingan badan, bukan untuk kepentingan dirinya dan kecintaan asalnya. Bila Anda telah mengetahui hal ihwal ruh, kekalannya yang berkelanjutan, kecintaannya dan pengamatannya kepada ilmu maka patutlah Anda mengetahui pula pada jenis-jenis ilmu.
KETERANGAN MENGENAI JIWA DAN RUH INSANI (IMAM AL GHAZALI)Ketahuilah bahwa Allah Ta'ala menjadikan manusia ini terdiri dari dua suatu yang berbeda yaitu:
Massa yang gelap, tebal, termasuk di bawah kejadian dan kebinasaan (Al-Kun Wal-fasad) yang tersusun, bersifat ketanahan yang tidak dapat melaksanakan urusannya melainkan dengan yang lain.
Jiwa Jauhari yang tunggal yang bercahaya, mencapai, bertindak lagi menggerakkan dan menyempurnakan alat-alat (alat-alat dalam tubuh manusia baik yang bersifat ruhaniah seperti Ruh hewani, Ruh Tobie dan lain-lain atau bersifat jasmaniah seperti otak dan bagian-bagiannya dan lain- lainnya.
Allah Taala mengatur jasad-jasad dari bagian-bagian makanan dan menjaganya dengan bagian-bagian zat makanan yang lebur menyerap ke dalam jasad, menyediakan dasar, menyempurnakan anggota-anggota penting, menentukan anggota-anggota kaki dan tangan dan melahirkan jauhar jiwa dari urusan yang tunggal , sempurna menyempurna lagi menguntungkan.Bukanlah saya (kelima) maksudkan 'jiwa' itu kekuatan untuk mendapatkan makanan;
bukan kekuatan yang menggerakkan syahwat (Al-Nafsu) dan kemarahan;
bukan kekuatan yang berada dalam jantung (Al-kolbu) yang melahirkan hidup, menimbulkan rasa dan gerak dari jantung ke seluruh anggota, karena kekutan ini dinamakan 'Ruh hewani'.
Rasa, gerak, syahwat adalah dari militer Ruh hewani ini.Kekuatan mendapatkan makanan yang berada dan mengelola dalam hati (Al-Kabad) dinamakan 'Ruh Tobie.' Pencernaan dan penolakan adalah dari sifat-sifatnya. Kekuatan merupa, melahir, menyubur dan lain-lain kekuatan tobie semuanya menjadi khadam-khadam untuk jasad dan jasad pula adalah khadam kepada Ruh hewani, karena jasad menerima kekuatan-kekuatan dari Ruh hewani dan bekerja menurut geraknya.Sebenarnya yang saya maksudkan dengan 'JIWA' itu adalah Jauhar SEMPURNA LAGI TUNGGAL (Al-Jauhar Al-Kamil Al-Mufrad) yang kerjanya hanya
mengingat
menghafal
memikir membeda dan
mengamat-amati; juga
menerima segala ilmu dan
tidak jemu-jemu menerima rupa-rupa abstrak yang bersih dari benda.
Jauhar ini adalah ketua segala ruh dan raja. Segala kekuatan semuanya melayani jauhar ini dan menjunjung perintahnya. Jauhar ini tidak lain tidak bukan dari JIWA BERAKAL (Al-Nafs An-Naathokoh) yang diberikan berbagai nama. Para filsuf menamakan jauhar ini sebagai JIWA BERAKAL (Al-Naf An-Naathokah). Al-Quran menyebutnya sebagai JIWA YANG TENANG (Al-Nafsul Mutomainnah). Al-Quran juga menamakannya sebagai RUH URUSAN (Al-Ruh Al-Amri). Anggota Tasauf menamakannya sebagai QALBU (Al-Qalbi). Perbedaan cuma pada segi nama-nama saja tetapi artinya satu, tidak ada perselisihan. Jadi 'QALBU' dan 'RUH' pada kita juga 'YANG TENANG' semua nama-nama itu adalah untuk 'JIWA BERAKAL' (Al-Nafs al-Naathokoh). Jiwa berakal adalah 'Jauhar yang Hidup', 'aktif', lagi mencapai kalau disebut Ruh Mutlak atau Qalbu. Maksudnya adalah jauhar ini juga.Anggota Tasauf menamakan 'Ruh hewani' pula dengan nafsu. Syarak juga memberikan pengertian yang sama sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang berarti:"Musuh engkau yang paling ketat adalah nafsu engkau".Beliau bersabda dengan maksud:"Nafsu engkau adalah yang terletak di antara dua pihak".Kata nafsu yang dimaksudkan oleh syariah di sini adalah kekuatan 'syahwaaniah' dan kemarahan karena keduanya muncul dari jantung yang terletak di antara dua pihak (dari tubuh manusia).Kapan kamu telah mengerti dan mengetahui perbedaan nama-nama itu ternyatalah bahwa para peneliti memberikan nama yang bermacam-macam terhadap Jauhar yang bernilai ini dan mengemukakan pendapat-pendapat yang berbeda. Para ahli Ilmu Kalam yang pandai dalam debat menganggap jiwa itu sebagai suatu massa dan menyatakan bahwa ia adalah massa yang halus sebagai tantangan bagi massa yang tebal ini. Mereka hanya melihat perbedaan di antara ruh dan jasad dari segi kehalusan dan ketebalan saja.Sebagian dari mereka menganggap ruh sebagi 'aradh. Sebagian dari anggota kedokteran cenderung ke arah pendapat ini. Ada pula yang menganggap darah sebagai ruh.Mereka semua merasa puas dengan pendapat mereka karena dipengaruhi oleh kecantikkan pandangan dan mereka 'TIDAK BERUSAHA' menemukan bagian ketiga sedangkan sebenarnya ada tiga bagi yaitu Massa, Aradh dan 'Al-Jauhar-Al-Mufrad'. Ruh hewani adalah massa yang halus seolah lampu menyala berada dalam kaca jantung. Jantung yang dimaksudkan di sini adalah rangka sanubari yang tergantung pada dada manusia. Hidup adalah lampu tersebut,
Darah adalah minyaknya,
Rasa dan gerak merupakan nurnya,
Syhwat adalah kepanasannya,
Kemarahan adalah uapnya,
Kekuatan menemukan makanan yang berada di dalam hati merupakan khadam atau penjaganya dan wakilnya.
Ruh ini terdapat pada binatang. Ruh ini tidak menerima ilmu dan tidak mengetahi soal yang berhubungan dengan alam dan tidak mengetahui hak-hak Pencipta Alam. Ia hanya merupakan khadam yang terikat. Ia mati bersama dengan matinya badan. Jika bertambah darah, padam lampu itu karena bertambah panas dan sebaliknya jika berkurang darah, ia akan padam juga karena bertambah kedinginan. Padamnya menjadi sebab bagi matinya badan. Tidak ada 'khitob Tuhan' yaitu (kata-kata Tuhan yang lazim yang dihadapkan kepada orang-orang mukallaf berhubungan dengan perbuatan-perbuatan mereka) dan tidak ada 'takhlif' (pemikul tanggung jawab yang dipercayakan dari Allah melalui hukum yang lima) tuan punya syariah terhadap ruh ini. Karena inilah segala binatang tidak termasuk ke dalam makhluk-makluk yang menerima 'khitob' dengan hukum-hukum.Manusia sebenarnya 'ditakhlif' dan 'dikhitob' karena suatu makna yang lain ada padanya sebagai suatu tambahan yang dikhususkan untuknya. Maknanya adalah pada manusia ada 'JIWA YANG BERAKAL' (Al-Nafs-An-Naatokoh), 'RUH URUSAN' (Ruhul-Amri) dan 'jiwa yang tenang' (Al-Nafsul Muthomainnah).Ruh ini bukanlah massa dan bukan 'aradh', karena ia datang dari urusan Allah Taala sebagaimana firmannya yang artinya:'Katakanlah hai Muhammad bahwa Ruh itu adalah urusan Tuhanku.(Surah Al-Isra ayat 85)Allah berfirman yang artinya:'Hai Jiwa yang Tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan kondisi redho dan diredhoi. "(Surah Al-Tahrim ayat 12)Urusan Allah bukanlah berupa massa dan bukan pula 'aradh', bahkan ia adalah suatu kekuatan 'Ilahiyah' seperti 'AKAL YANG PERTAMA' (Al-'Aklul-Awal), Luh dan Qalam. Kekuatan Ilahiyah adalah Jauhar-Jauhar Tunggal yang bukan dari benda, bahkan ia merupakan sinar-sinar abstrak yang dapat dipahami oleh akal (Ma'quulah). Bukan dapat dirasa. Apa yang kita sebut sebagai ruh dan Qalbu adalah dari Jauhar-Jauhar itu. Ia
tidak rusak
tidak layu
tidak binasa
tidak mati bahkan;
ia terpisah dari badan dan menantikan perkembaliaan pada hari kiamat
sebagaimana yang dinyatakan dalam syariah dan telah disahkan dalam ilmu-ilmu 'HIKMIAH' (Filsafat) dengan alasan-alasan yang tidak dapat ditolak lagi. Buktinya yang nyata menunjukkan bahwa 'RUH YANG BERAKAL' bukanlah massa dan bukan 'aradh, bahkan ia adalah Jauhar yang sabit (nyata) lagi tetap tidak binasa. Di sini rasanya tidak perlu lagi kita menyebut alasan-alasan dan membentangkan dalil-dalil karena telah dibuat dan disebut orang. Siapa yang mau konfirmasi silalah tatap kitab-kitab yang baik tentang ilmu ini. Cara kita memberi uraian dalam risalah ini bukanlah dengan mengemukakan alasan, bahkan dengan berpegang pada apa yang telah dialami melalui 'penglihatan YAKIN dan penglihatan IMAM.' Allah Taala ada menghubungkan ruh kepada urusan dan kadang-kadang ke 'IZAH'Nya (zat yang tidak bisa dicapai dengan akal dan pikiran) dengan firmanNya yang berarti:'Dan Aku (Allah) tiupkan padanya ruh dariku' (Surah Al-Hijr ayat 39).dan firmanNya lagi yang berarti:'Katakanlah (hai Muhammad) bahwa roh itu adalah urusan Tuhanku' (Al-Isra ayat 85)dan firmanNya lagi yang berarti:'Lalu kami tiupkan padanya dari roh kami.' (Surah Al-Tahrim ayat 12)Bila roh itu dihubungkan oleh Allah Taala kepada diriNya tentulah ia bukan massa atau A'radh karena rendah tingkat keduanya, selalu berubah-ubah dan cepat hilang dan akan rusak. Rasulullah S.W.T. bersabda:"Roh-roh adalah sebagai tentara yang lengkap"dan dalam sabda beliau yang lain lagi menyatakan:"Roh para syuhadah berada dalam bayang-bayang burung-burung hijau."Begitu juga dengan A'radh tidak kekal setelah hilangnya jauhar karena A'radh tidak bisa berdiri dengan zatnya sendiri. Sedangkan massa menerima peleburan kembali sebagaimana awalnya sebelum penyusunan dari benda (Al Madah) dan rupa seperti yang tersebut dalam kitab-kitab (kitab-kitab filsafat).Setelah kita mengetahui ayat-ayat, hadis-hadis dan alasan-alasan akal, ketahuilah kita bahwa ruh itu adalah Jauhar Mufrad YANG SEMPURNA (Al-Jauharul Mufrad Al-Kamil) hidup dengan zatnya, baik dan buruknya agama adalah datang darinya, sedangkan ruh Tobie dan Ruh hewani dan kekuatan badaniah seluruhnya dari tentara Jauhar Mufrad Yang Sempurna ini.Jauhar ini menerima rupa-rupa informasi dan hakikat maujudah (sesuatu yang ada di alam ini) dengan tidak diganggui oleh ain-ain dan pribadinya karena jiwa berwenang mengetahui hakikat manusia tanpa melihat pribadi (manusia) itu sendiri; begitu juga ia mengetahui malaikat dan setan- setan dengan tidak perlu melihat pribadi-pribadi mereka. Ini adalah karena kedua jenis makhluk itu tidak dapat dicapai oleh indera-indera kebanyakan orang.Satu kelompok ahli tasawuf berkata bahwa 'Qalbu' memiliki dua mata, serupa juga dengan dua mata untuk jasad ini. Jasad dapat melihat benda-benda yang lahir dengan mata-mata lahir dan Qalbu melihat hakikat dengan mata akal. Rasulullah S.W.T. bersabda:'Tidak ada seorang hambapun melainkan qalbunya harus memiliki dua mata.'Dengan kedua mata ini dapatlah dicapai apa yang gaib. Bila Allah Taala ingin memberikan kebaikan kepada hambanya, ia membukakan dua mata qalbunya agar dapat melihat sesuatu yang gaib dari pemandangan mata lahirnya. Roh ini tidak mati dengan matinya badan karena Allah Taala kepadanya agar kembali kepada dengan firmanNya yang berarti:'Kembalilah kepada Tuhanmua' (Surat Al Fajr Ayat 28).Sebenarnya ruh ini hanya bercerai dan berpaling dari badan. Karena berpaling ini maka kakulah segala yang bersangkutan dengan kekuatan-kekuatan Haiwaniah dan Tabii'yah. Maka diamlah yang bergerak itu dan dikatakan kepada yang diam itu, adalah MATI.Anggota Thorikat atau anggota Tasauf lebih banyak berpegang pada roh dan Qalbu dari berpegang pada pribadi. Bila roh itu dari urusan Allah Taala, maka beradanya dalam badan adalah sebagai orang dagang. Mukanya mengarah pada asalnya dan tempat datangnya. Ia dapat mengambil manfaat dari pihak asalnya lebih banyak dari apa yang ia dapat dari pihak pribadi bila ruh itu kuat dan tidak dikotori oleh kekotoran-kekotoran tabiat.Kapan Anda mengetahui ruh adalah Jauhar Mufrad dan mengetahui pula jasad membutuhkan ruang dan A'Radh maka selain dari ini tidak ada lagi melainkan Jauhar. Ketahuilah bahwa Jauhar ini tidak menempati pada suatu tempat dan tidak berdiam di suatu ruang. Bukanlah badan adalah ruang untuk ruh dan bukan pula tempat untuk Qalbu bahkan badan adalah alat ruh, alat Qalbu dan kendaraan jiwa. Zat ruh sendiri tidak terhubung dengan bagian-bagian tubuh dan tidak berpisah darinya bahkan ia menhadap ke badan, menguntungkan dan melimpah kepadanya.Pertama lahir nur ruh pada otak karena otak tempat kenyataan yang khas.
Pada bagian depannya ia menjadi penjaga
Pada bagian tengahnya ia menjadi menteri dan administrator
Pada bagian belakangnya ia menjadi perbendaharaan. Anggota perbendaharaan dan seluruh bagian manjadi staf dan kendaraan
Roh hewani menjadi khadam
Roh Tobie menjadi wakil
Badan menjadi kendaraan
Dunia menjadi bidang
Hayat menjadi barang (modal)
Gerak menjadi bisnis
Ilmu menjadi keuntungan
Hari akhirat menjadi tujuan dan tempat pulang
Syarak menjadi jalan dan cara
Terhadap jiwa pendorong kejahatan (nafsu Amarah) menjadi penjaga dan pemerhati
Terhadap jiwa kritikus (nafsu Lawamah) ia menjadi penyedar.
Pancaindra menjadi pengikut dan pembantu.
Agama menjadi penghalang
Akal menjadi mahaguru
Rasa sensasi menjadi murid
Ar-Robh (Allah) menjadi pengamat
Jiwa dengan sifat-sifat ini bersama dengan alat-alat ini tidak mengarah kepada pribadi yang tebal ini dan tidak berhubungan dengan zatnya, malahan ia mengarah kepada Tuhannya dan Tuhannya memerintahkannya agar mengambil kesempatan mendapatkan sesuatu yang berguna sampai ke satu periode tertentu.Jadi ruh tidaklah berfokus pengamatan ke arah memikirkan yang lain dalam perjalanan (hidup di atas dunia) ini, melainkan berusaha mencari ilmu untuk menjadi perhiasan di dalam negeri akhirat. Ini adalah karena perhiasan harta dan anak-anak adalah perhiasan hidup di dunia saja sebagaimana mata berfokus pengamatan ke arah mendengar suara-suara, lidah siaga untuk menyusun kata-kata, Ruh hewani tunduk kepada kelembapan marah, Ruh Tobie cintakan kelazatam makan dan minum, maka ruh yang tenang (AL-Ruh Al-Muthomainnah) artinya Qalbu tidak menghendaki apa-apa selain ilmu dan tidak gemar sesuatu selain ilmu. Ia belajar dan belajar sepanjang usianya. Ia menghiasi dirinya dengan ilmu dalam seluruh zaman hingga waktu bercerainya dari badan. Jika ia menerima sesuatu yang lain dari ilmu, maka penerimaannya ini cuma untuk kepentingan badan, bukan untuk kepentingan dirinya dan kecintaan asalnya. Bila Anda telah mengetahui hal ihwal ruh, kekalannya yang berkelanjutan, kecintaannya dan pengamatannya kepada ilmu maka patutlah Anda mengetahui pula pada jenis-jenis ilmu.
No comments:
Post a Comment