kubur
أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Akal ini melambung dalam serpihan-serpihan nalar lalu membingkainya menjadi sebuah makna akan sebuah keadaan “mencekam, gelap dan menakutkan”.
Adalah makna dari sebuah keadaan kubur,
yang oleh sebagian orang adalah gerbang cinta menuju kemerdekaan jiwa
ketika dia mencapai sebuah kefanaan dalam hakikat Kebenaran.
Dan ada sebagian lagi menganggap kubur sebagai batas kesudahan
(tamat) dari segala ambisi dan mimpi-mimpi kehidupan, olehnya wajar jika
banyak yang tidak mau bicara tentang kubur, biarlah ia datang dengan
caranya sendiri sementara mereka juga mempunyai cara untuk semaksimal
mungkin menciptakan jarak dengan kubur walau itu hanyalah sebuah
kesia-siaan dalam lakon hidup mereka.
Kita mengenal kubur adalah sebatas
proses kematian jasad yang seterusnya dikreasi untuk dikembalikan ke
alam asalnya dengan berbagai cara, namun kubur dalam dimensi ini adalah
tingkatan terbawah dari sederet tingkatan kubur selanjutnya. dalam
pandangan kami kubur meliputi ;
Kubur alam (kubur pada unumnya / kubur syariat),
kubur jasad yakni jasad adalah kubur dari jiwa (kubur tarikat )
kubur jiwa yakni kesadaran bahwasannya jiwa adalah kubur bagi diri yang sebenarnya (ruh).
Kubur Alam
Kubur alam adalah gerbang bagi jiwa untuk memahami kalau diri
bukanlah jasad adanya, sehingga ketika jiwa masih berjasad, jiwa harus
belajar agar tidak dominan dalam merespon segala sesuatu yang bersifat
materi (sumber asal dasar dari jasad).
Bila jiwa memahami keadaan ini, maka
jiwa memasuki gerbang pemahaman yang ebih tinggi., pemahaman jika jasad
sesungguhnya merupakan sebuah perangkap jiwa yang harus dilepas seiring
dengan segala ikatan yang selama ini terjalin dalam penyatuan jasad dan
jiwa.
Alam kubur adalah gerbang pemahaman pada tingkatan ini dan
pertanyaan utama pada dimensi kubur alam ini adalah ” Siapa Tuhanmu..?
makna dari pertanyaan ini adalah pertanyaan nalar yang berorientasi
materi, dimana seringnya manusia menggambarkan sosok Tuhan dalam bentuk
fisik atau sebuah obyek sehingga membutuhkan kesadaran logika bahwa
Tuhan bukanlah sosok yang tercipta dari kreasi alam pikir manusia dalam
sebuah “bentuk” karena Tuhan lebih dari itu dan tiada terbatas (Maha
Besar).
Konsekwensi pada dimensi kubur ini
adalah ; jika diri berbuat baik, maka masuk surgalah imbalannya. Dan
jika diri berbuat jahat maka Nerakalah tempatnya.
Kubur Jasad
Ketika jiwa memasuki gerbang kesadaran dan mengerti akan esensinya
maka jasad adalah sebuah kubur bagi jiwa, proses selanjutnya memaknai
jasad sebagai kubur akan merefleksikan bagaimana jiwa selama ini
menjadikan jasad sebagai kerangka dalam dimensi ruang dan waktu untuk
mewujudkan segala untaian keinginan dalam terminologi tertentu yang
umumnya didominan oleh ego.
Kesadaran jiwa akan jasad sebagai
perangkap adalah langkah awal dari perjalanan jiwa dalam menggapai
kebenaran dan memahami akan kebodohan jiwa itu sendiri (yang terbelenggu
oleh keterpikatan duniawi), akan tetapi jasad juga merupakan media yang
sempurna dari sebuah penciptaan untuk mengantar jiwa pada gerbang
kesadaran akan Kebenaran.
Terbukanya kesadaran jiwa akan jasad sebagai perangkap adalah
seiring kesadaran jiwa itu sendiri kalau dirinya (jiwa) adalah juga
perangkap atas ruh dari jiwa itu.
Selanjutnya melahirkan perjuangan untuk menyibak berbagai
sekat-sekat jiwa akan resonansi Cahaya Ruh agar jiwa terlebur dengnan
Cahaya Ilahi dan menciptakan keseimbangan jiwa dalam menyikapi vibrasi
kehendak yang bersifat materi (jasad) melalui inderawi.
Pada dimensi kubur jasad ini, pertanyaannya adalah ; ” Kenal-kah
kamu dengan Tuhan-Mu.?” Makna pertanyaan ini merupakan esensi pemahaman
ke-Tuhan-an melalui alam bathin, dengan indera bathin, dan lebih khusus
lagi dengan mata bathin yang dimulai dengan Cahaya Ruh sedangkan
prosesnya dinamakan perjalanan Ruhani.
Kenalkah kamu dengan Tuhan-mu ? adalah sebuah proses peralihan dari
vibrasi dan resonansi jasad beserta struktur landasan akan makna
pembentukan jiwa secara komperhensif menuju vibrasi Ilahi yang terpancar
dari resonansi Cahaya Ruh, sehingga jiwa mengalami loncatan quantum
menuju gerbang peleburan.
Jiwa akan selalu bercahaya dan mengenal
segala sesuatu melalui cahaya karena segala sesuatu sumbernya adalah
Cahaya, meskipun vibrasi itu datang dari alam jasad yang merupakan
refleksi inderawi.
namun semua adalah Dia adanya….. Konsekwensi pada dimensi kubur ini
berupa kedamaian dan ketenangan dalam kebahagiaan hidup yang dualitasnya
adalah kepedihan, penderitaan dan keterpurukan dalam hidup karena jiwa
yang gelap dan menjadi belenggu nafsu serta ego.
Kedamaian dan ketenangan yang hakiki sebagaimana yang digambarkan
Rasulullah Saw; kubur orang-orang mu’min adalah laksana taman-taman di
syurga.
Bukankah makna dari taman adalah kedamaian, kebahagiaan dan
ketentraman ? demikianlah jika jasad seorang manusia telah terkonvert
menjadi taman surga yang merupakan cerminan dari jiwa yang tercahayakan,
jiwa yang kebahagiaanya tidak tergantung pada apapun karena cukuplah
Tuhan menjadi sumber kebahagiannnya, lihatlah Sulaiman sang raja yang
kaya, arief dan bijaksana, namun Sulaiman tidak menyandarkan kebesaran
dan kebahagiannya pada vibrasi inderawi.
Renungkan juga akan ketampanan yusuf dan segala kemilau
singgasananya, kemudian pikirkan sejenak bagaimana ketabahan Luth maka
tersingkaplah apa yang seharusnya termaknai dalam setiap langkah hidup
ini.
Kubur Jiwa
Ini adalah kubur yang tertinggi dan terberat namun dengan Rahim-Nya
serta mujahada, maka Insyaallah kita dapat memahaminya. Makna kesadaran
jiwa sebagai kubur akan mengantar jiwa pada dimensi kefanaan lantaran
kemutlakan Cinta itu sendiri.
Pada dimensi ini jika tergapai dengan
sempurna melalui kekuatan dari-Nya, maka tidak akan ada lagi pertanyaan
sebagaimana pertanyaan pada dimensi-dimensi kubur dibawahnya, dan yang
ada hanya ucapan selamat datang bagi jiwa-jiwa yang tersucikan ;
“Wahai jiwa yang tenang ! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
ridho dan di ridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hama-hamba-Ku
dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al Fajr : 27 -30)”.
Ketika malaikat Izrail mengabarkan kematian pada nabi Ibrahim maka Ibrahim berkata
“Izrail, sampaikan pada Tuhanku, adakah kekasih yang mematikan kekasih-Nya.?”
Izrail pun menghadap Tuhan dengan membawa pesan dari Ibrahim.
Tuhan berfirman “Izrail kalau begitu sampaikan pesanku ini pada kekasih-Ku Ibrahim”
Izrail kembali menjumpai Ibrahim dan menyampaikan pesan tersebut ;
“Ibrahim, Tuhan berfirman ; adakah seorang kekasih yang menolak panggilan kekasih-Nya.?”
Ibrahim pun melebur dalam panggilan itu dengan Cinta.
Lebih sederhana lagi, adalah hal yang mustahil ketika seorang Istri
mendatangi rumah suaminya (yang telah menjadi rumahnya) lalu ia ditanya
oleh penjaga rumah dengan berbagai pertanyaan sebelum ia diperbolehkan
masuk dan bertemu dengan suaminya.
Namun demikian satu hal yang menjadi renungan dasar akan berbagai
perjalanan dalam dimensi kubur ini, kita tetap melewati kubur alam,
walaupun kita di istimewakan untuk tidak dihadapkan dengan berbagai
pertanyaan dan konsekwensinya. Dan itu ada pada penyingkapan jiwa dalam
gerbang penyatuan menuju kefanaan…
No comments:
Post a Comment