أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
"Bagaimana hati kita akan menyinarkan cahaya, bila cermin hati kita masih memantulkan beraneka macam gambaran tentang alam kemakhlukan? Bagaimana seorang hamba akan mampu menjumpai Allah, sementara ia terbelenggu oleh syahwat? Bagaimana mungkin seorang hamba dengan keinginan kerasnya untuk masuk ke hadirat Allah, padahal ia masih belum bersih dari janabat kelalaiannya? Bagaimana mungkin seorang hamba mampu memahami berbagai rahasia yang halus-halus, sementara ia masih belum bertaubat dari kesalahannya."
Menurut penjelasan al-Qur’an, al-haq (yang benar) dan al-bāthil (yang batil atau yang salah) adalah dua hal yang tidak bisa dicampur-adukkan, sebab sifatnya benar-benar berbeda; seperti air dan minyak. Sebagaimana tidak mungkin mencampur-adukkan antara terang (nŭwr) dan gelap (dhzulumat). Keduanya tidak mungkin bertemu, apalagi dicampur-adukkan. Begitu datang cahaya, yang gelap pasti akan pergi. Semakin kuat cahaya semakin lemah gelap. Semakin besar cahaya yang datang semakin besar pula gelap yang menghilang.
Inilah yang Allah maksud dengan ayat berikut ini:
Dari tiga ayat ini (17:81, 21:18, dan 34:49) kelihatannya sudah sangat jelas bahwa al-haq (yang benar, kebenaran) tidak mungkin bercampur-aduk dengan al-bāthil (yang batil, kebatilan).
Dua hal tersebut di atas tentu sangat mustahil di kumpulkan menjadi satu. Bahkan orang akan keheranan, apabila ada orang yang menghendaki berbinar-binar cahayanya, sementara ia sendiri masih belum mampu memisahkan diri dari gambaran dunia yang mengasikkan. Tidak mungkin cahaya Allah itu dapat di tangkap untuk menghiasi hatinya, sementara hatinya masih tertutup oleh kegelapan dunia. Karena cermin hati itu akan mendapatkan cahayanya apabila telah mendapatkan sinar keimanan.
Peranan yang perlu di perhatikan oleh seorang hamba dalam langkah-langkah menghidupkan iman dan ketaqwaannya kepada Allah, tidak lain adalah dengan melenyapkan kendala yang menutup pintu hati kita berupa perbuatan maksiat, kedurhakaan, kesenangan duniawi yang berlebih-lebihan. Untuk memperoleh derajat seorang muttaqin maka seorang hamba hendaklah terus menerus melakukan kontak dengan Allah di waktu dan keadaan apapun, memohon hidayah dan bimbingan dari Allah yang mengetahui segala sesuatu yang terang-terangan atau yang tersembunyi.
Adapun segala yang wujud di dunia ini semuanya serba gelap. Pemberi cahaya terang kepada yang gelap itu adalah Al Haq. Barang siapa melihat wujud Allah di dunia ini, akan tetapi ia belum menyaksikan Al Haq itu ada di dalam alam semesta ini, atau pada dirinya sendiri atau sebelum dan sesudahnya (baik itu mikro kosmis maupun makro kosmis) maka pastilah cahaya itu telah menyilaukannya, sehingga pemandangannya terhalang dari sinar makrifat karena kabut yang ada di sekitarnya.
Seluruh benda yang ada di alam makro ini sebelumnya tidak ada (dalam keadaan gelap) -atau tidak nampak dalam pandangan manusia- Selanjutnya benda-benda di alam makro ini menjadi ada, dan menujukkan dirinya dengan jelas dan terang (mengeluarkan cahayanya), sehingga cahaya itupun menjadikan alam ini nampak dengan jelas dan terang. Dari mana cahaya dan siapa yang meletakkan cahaya itu di alam semesta ini? tidak lain Dia adalah Al Haq (wujud dan benar) yang Maha Kuasa dan Memelihara serta Maha Kaya dan Maha luas Ilmu-Nya. Allah swt. mewujudkan benda-benda di alam semesta ini sebagai perwujudan bekas dari wujud Allah swt. itu sendiri. Manusia dapat melihat adanya Allah Ta'ala dengan melihat dan menikmati bekas ciptaan Allah dari alam semesta. Apabila ia tidak mampu melihat Allah dari hasil ciptaan yang Maha Dasyat ini, maka sesungguhnya pandangan mata lahirnya dan pandangan mata batinnya sedang tertutup, atau sengaja menutup penglihatannya sendiri, karena tidak ingin mengenal Allah swt.
Mata dan pandangan orang beriman dan yakin kepada iman yang di milikinya, akan memandang alam semesta dan seluruh benda yang ada di dalamnya, menjadi bukti adanya Allah Azza wa Jalla. Bagi orang beriman cukuplah alam ini sebagai bukti yang sulit di pungkiri. Akan tetapi apabila ada hamba Allah yang tidak melihat wujud Allah dari hasil ciptaan yang Maha Dasyat ini, maka jelas mata hatinya masih tertutup rapat, dan rohaninya beku, tidak mampu melihat wujud Allah pada wujud alam semesta.
Abu Hasan Asy-Syadzili menerangkan tentang penglihatan manusia, "Melihat Allah itu hanya dengan penglihatan iman dan yakin. Allah Swt telah memperkaya alam semesta ini dengan dalil yang kokoh tentang wujud-Nya, alam ini telah menjadi burhan (penjelasan yang kokoh pula) sebagai tanda dari ciptaan Allah swt. Oleh karena itu memandang alam semesta ini tidak lain hanya dengan mata keimanan dan keyakinan sepenuhnya."
Cahaya Allah akan menembus seluruh yang ada di dalam rongga dada manusia, selama manusia berkehendak dan mencari Allah swt. Kendala yang menjadi penyebab terhalangnya seorang mukmin mendekati Tuhannya adalah dosa dan maksiat., yang menggelapkan hati nurani. Kebersihan rohani dan kesucian kalbu adalah cara yang paling tepat dan sangat berharga serta di pelihara kemurniannya, agar sinar Allah bertahta terus menerus dalam hati dan jiwa orang beriman.
Rahasia Allah di alam semesta ini dapat di petik oleh orang beriman dan di jadikan penerang kalbunya, sehingga si hamba memperoleh Makrifatullah.
Kebenaran Hanya Datang dari Allah subahanahu wa ta’ala
CATATAN :
"Bagaimana hati kita akan menyinarkan cahaya, bila cermin hati kita masih memantulkan beraneka macam gambaran tentang alam kemakhlukan? Bagaimana seorang hamba akan mampu menjumpai Allah, sementara ia terbelenggu oleh syahwat? Bagaimana mungkin seorang hamba dengan keinginan kerasnya untuk masuk ke hadirat Allah, padahal ia masih belum bersih dari janabat kelalaiannya? Bagaimana mungkin seorang hamba mampu memahami berbagai rahasia yang halus-halus, sementara ia masih belum bertaubat dari kesalahannya."
Menurut penjelasan al-Qur’an, al-haq (yang benar) dan al-bāthil (yang batil atau yang salah) adalah dua hal yang tidak bisa dicampur-adukkan, sebab sifatnya benar-benar berbeda; seperti air dan minyak. Sebagaimana tidak mungkin mencampur-adukkan antara terang (nŭwr) dan gelap (dhzulumat). Keduanya tidak mungkin bertemu, apalagi dicampur-adukkan. Begitu datang cahaya, yang gelap pasti akan pergi. Semakin kuat cahaya semakin lemah gelap. Semakin besar cahaya yang datang semakin besar pula gelap yang menghilang.
Inilah yang Allah maksud dengan ayat berikut ini:
- “Dan katakanlah: ‘(Apabila) yang benar datang maka yang bathil (niscaya) lenyap’. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. 17:81)
- Untuk lebih tegas dan jelasnya, di tempat lain Allah berfirman lagi: “Yang benar (ialah) Kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu dia (yang hak) menghancurkan (yang batil) itu, maka dengan serta merta dia (yang batil) lenyap...” (QS. 21:18)
- Kalau dua ayat tadi belum cukup, baca lagi ayat berikut ini: “Katakanlah: ‘(Ketika) yang benar telah datang maka yang batil itu tidak akan muncul (lagi) dan tidak (pula) akan mengulangi (kemunculannya)’.” (QS. 34:49)
Dari tiga ayat ini (17:81, 21:18, dan 34:49) kelihatannya sudah sangat jelas bahwa al-haq (yang benar, kebenaran) tidak mungkin bercampur-aduk dengan al-bāthil (yang batil, kebatilan).
Dua hal tersebut di atas tentu sangat mustahil di kumpulkan menjadi satu. Bahkan orang akan keheranan, apabila ada orang yang menghendaki berbinar-binar cahayanya, sementara ia sendiri masih belum mampu memisahkan diri dari gambaran dunia yang mengasikkan. Tidak mungkin cahaya Allah itu dapat di tangkap untuk menghiasi hatinya, sementara hatinya masih tertutup oleh kegelapan dunia. Karena cermin hati itu akan mendapatkan cahayanya apabila telah mendapatkan sinar keimanan.
Peranan yang perlu di perhatikan oleh seorang hamba dalam langkah-langkah menghidupkan iman dan ketaqwaannya kepada Allah, tidak lain adalah dengan melenyapkan kendala yang menutup pintu hati kita berupa perbuatan maksiat, kedurhakaan, kesenangan duniawi yang berlebih-lebihan. Untuk memperoleh derajat seorang muttaqin maka seorang hamba hendaklah terus menerus melakukan kontak dengan Allah di waktu dan keadaan apapun, memohon hidayah dan bimbingan dari Allah yang mengetahui segala sesuatu yang terang-terangan atau yang tersembunyi.
Adapun segala yang wujud di dunia ini semuanya serba gelap. Pemberi cahaya terang kepada yang gelap itu adalah Al Haq. Barang siapa melihat wujud Allah di dunia ini, akan tetapi ia belum menyaksikan Al Haq itu ada di dalam alam semesta ini, atau pada dirinya sendiri atau sebelum dan sesudahnya (baik itu mikro kosmis maupun makro kosmis) maka pastilah cahaya itu telah menyilaukannya, sehingga pemandangannya terhalang dari sinar makrifat karena kabut yang ada di sekitarnya.
Seluruh benda yang ada di alam makro ini sebelumnya tidak ada (dalam keadaan gelap) -atau tidak nampak dalam pandangan manusia- Selanjutnya benda-benda di alam makro ini menjadi ada, dan menujukkan dirinya dengan jelas dan terang (mengeluarkan cahayanya), sehingga cahaya itupun menjadikan alam ini nampak dengan jelas dan terang. Dari mana cahaya dan siapa yang meletakkan cahaya itu di alam semesta ini? tidak lain Dia adalah Al Haq (wujud dan benar) yang Maha Kuasa dan Memelihara serta Maha Kaya dan Maha luas Ilmu-Nya. Allah swt. mewujudkan benda-benda di alam semesta ini sebagai perwujudan bekas dari wujud Allah swt. itu sendiri. Manusia dapat melihat adanya Allah Ta'ala dengan melihat dan menikmati bekas ciptaan Allah dari alam semesta. Apabila ia tidak mampu melihat Allah dari hasil ciptaan yang Maha Dasyat ini, maka sesungguhnya pandangan mata lahirnya dan pandangan mata batinnya sedang tertutup, atau sengaja menutup penglihatannya sendiri, karena tidak ingin mengenal Allah swt.
Mata dan pandangan orang beriman dan yakin kepada iman yang di milikinya, akan memandang alam semesta dan seluruh benda yang ada di dalamnya, menjadi bukti adanya Allah Azza wa Jalla. Bagi orang beriman cukuplah alam ini sebagai bukti yang sulit di pungkiri. Akan tetapi apabila ada hamba Allah yang tidak melihat wujud Allah dari hasil ciptaan yang Maha Dasyat ini, maka jelas mata hatinya masih tertutup rapat, dan rohaninya beku, tidak mampu melihat wujud Allah pada wujud alam semesta.
Abu Hasan Asy-Syadzili menerangkan tentang penglihatan manusia, "Melihat Allah itu hanya dengan penglihatan iman dan yakin. Allah Swt telah memperkaya alam semesta ini dengan dalil yang kokoh tentang wujud-Nya, alam ini telah menjadi burhan (penjelasan yang kokoh pula) sebagai tanda dari ciptaan Allah swt. Oleh karena itu memandang alam semesta ini tidak lain hanya dengan mata keimanan dan keyakinan sepenuhnya."
Cahaya Allah akan menembus seluruh yang ada di dalam rongga dada manusia, selama manusia berkehendak dan mencari Allah swt. Kendala yang menjadi penyebab terhalangnya seorang mukmin mendekati Tuhannya adalah dosa dan maksiat., yang menggelapkan hati nurani. Kebersihan rohani dan kesucian kalbu adalah cara yang paling tepat dan sangat berharga serta di pelihara kemurniannya, agar sinar Allah bertahta terus menerus dalam hati dan jiwa orang beriman.
Rahasia Allah di alam semesta ini dapat di petik oleh orang beriman dan di jadikan penerang kalbunya, sehingga si hamba memperoleh Makrifatullah.
Kebenaran Hanya Datang dari Allah subahanahu wa ta’ala
CATATAN :
- “Dan katakanlah: ‘(Apabila) yang benar datang maka yang bathil (niscaya) lenyap’. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. 17:81)
- Untuk lebih tegas dan jelasnya, di tempat lain Allah berfirman lagi: “Yang benar (ialah) Kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu dia (yang hak) menghancurkan (yang batil) itu, maka dengan serta merta dia (yang batil) lenyap...” (QS. 21:18)
- Kalau dua ayat tadi belum cukup, baca lagi ayat berikut ini: “Katakanlah: ‘(Ketika) yang benar telah datang maka yang batil itu tidak akan muncul (lagi) dan tidak (pula) akan mengulangi (kemunculannya)’.” (QS. 34:49)
- "Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu," ( QS. Al Hajj 22:6 )
- Lihat Keagungan Cahaya Allah >>DISINI
No comments:
Post a Comment