أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
dan secara ringkasnya, ayat-ayat yang berikutnya berkisarkan kuasa Allah yang mengetahui perkara yang disembunyikan, berkuasa menciptakan burung yang terbang di angkasa, dan yang berkuasa memberi dan menahan rezeki kita. Allah amatlah murka terhadap mereka yang mendustakannya, walhal telah jelas bukti kewujudan dan kekuasaaan-Nya.
surah ini ditutup dengan suatu pernyataan yang harus kita renungi bersama :
" Katakanlah (Muhammad), Terangkanlah kepadaku, jika sumber air kamu menjadi kering, maka siapa yang akan memberimu air yang mengalir ? "
Dengan
nama Allah s.w.t. yang Maha Agung, Maha Pemurah, Maha Pengasih, Maha
Penyayang, Maha Pengampun dan segala Puji-pujian serta Kebesaran yang
selayak dengan Kekuasaan-Nya yang mengandungi Keberkatan, Kelazatan,
Kemanisan, Ketenangan dan Ketenteraman yang tidaklah tersembunyi kepada
orang yang pernah menyebut nama yang suci itu dan pernah mencintai-Nya
buat beberapa lama.
Sabda junjungan Agung umat Islam, Baginda Rasulullah s.a.w:
"Ballighu anni walau aayah" (Sampaikanlah apa yang kamu dapat daripadaku walau hanya satu ayat)
Assalamualaikum.
surah
istimewa yang menjadi pilihan kami untuk dikongsi bersama pada minggu
ini ialah surah ke-67 dalam kitab suci Al-Quran iaitu surah Al-Mulk
(kerajaan).
membaca
surah al-mulk dan as-sajadah sebelum tidur merupakan amalan junjungan
besar kita, baginda Rasulullah s.a.w.dan sebagai hambanya yang sentiasa
mendambakan cinta-Nya dan cinta rasul-Nya, eloklah jika kita sentiasa
berusaha untuk mengamalkan sunnah dan amalan yang dilakukan oleh
Rasuluallah s.a.w. sepanjang hayatnya.
malah,
terdapat banyak hadis Rasulullah yang menceritakan fadhilat, kelebihan
dan hikmah kepada mereka yang mengamalkan membaca surah Al-Mulk
ini.Antaranya :
Daripada
Abu Hurairah r.a dari Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya di dalam
al-Quran ada 30 ayat memberi syafaat kepada pembacanya sehingga diberi
keampunan untuknya iaitu surah al-Mulk”
An-Nasa’i juga meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahawa Rasullullah s.a.w. bersabda:“Sesiapa yang membaca Surah Al Mulk setiap malam maka Allah mencegahnya daripada azab kubur.”
lebih
jelas lagi,pengamal surah ini akan mendapat syafaat malah terselamat
daripada seksaan kubur kerana surah Al-Mulk dikenali sebagai surah yang
melindungi pembacanya daripada seksaan kubur.
secara
umumnya pula, surah ini banyak mengisahkan tentang kekuasaan Allah
terhadap makhluk ciptaan-Nya.Ini jelas digambarkan daripada tajuk surah
ini, al-Mulk, yang bermaksud ‘kerajaan’.
pada awal surah, ayat tersebut menceritakan kesempurnaan ciptaan alam ini, yang tidak ada cacat-celanya. Allah telah menciptakan alam ini ‘from scratch/nothingness’, dan seterusnya menjaga alam ini dengan penuh kesempurnaan.
pada awal surah, ayat tersebut menceritakan kesempurnaan ciptaan alam ini, yang tidak ada cacat-celanya. Allah telah menciptakan alam ini ‘from scratch/nothingness’, dan seterusnya menjaga alam ini dengan penuh kesempurnaan.
beberapa
ayat yang seterusnya mengisahkan azab di neraka, di mana setiap kali
sekumpulan manusia di campakkan ke dalam api neraka, malaikat penjaga
bertanya ” Apakah belum pernah datang orang yang memberi peringatan
kepada kamu?”. “Ya, tetapi kami mendustakannya”. Begitulah reaksi
mereka.
dan secara ringkasnya, ayat-ayat yang berikutnya berkisarkan kuasa Allah yang mengetahui perkara yang disembunyikan, berkuasa menciptakan burung yang terbang di angkasa, dan yang berkuasa memberi dan menahan rezeki kita. Allah amatlah murka terhadap mereka yang mendustakannya, walhal telah jelas bukti kewujudan dan kekuasaaan-Nya.
surah ini ditutup dengan suatu pernyataan yang harus kita renungi bersama :
" Katakanlah (Muhammad), Terangkanlah kepadaku, jika sumber air kamu menjadi kering, maka siapa yang akan memberimu air yang mengalir ? "
*****************************************
kisah
teladan yang ingin dikongsi bersama pula ialah kisab si penghuni, tidak
terkenal di bumi, tapi di sanjung di langit, kisah saudara Uwais
al-Qarni.
Pada
zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya
merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya
kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat
sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al
Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu
untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang
menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat
terkenal di langit. Dia, jika bersumpah demi Allah pasti terkabul. Pada
hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk
surga, dia justru dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi
syafa’at, ternyata Allah memberi izin dia untuk memberi syafa’at
sejumlah qobilah Robi’ah dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak
ada yang ketinggalan karenanya. Dia adalah “Uwais al-Qarni”. Ia tak
dikenal banyak orang dan juga miskin, banyak orang suka menertawakan,
mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri
serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.
Seorang
fuqoha’ negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya, memberinya hadiah
dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian
tadi diterima lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata : “Aku
khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari mana kamu dapatkan
pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri”. Pemuda dari
Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya
ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang
masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja
sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk
sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia
pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba
kekurangan seperti keadaannya.
Kesibukannya
sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta,
tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di
siang hari dan bermunajat di malam harinya Uwais al-Qarni telah memeluk
Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang
telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha
Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar
berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat
menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri
Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu
merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk
Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW
secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga
mereka dengan cara kehidupan Islam. Alangkah sedihnya hati Uwais setiap
melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah
“bertamu dan bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia
sendiri belum.
Kecintaannya
kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan
sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke
Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi,
tak ada yang merawatnya Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud
Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu
oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera
memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai
bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah
melihatnya.
Hari
berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat
hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan
bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang
wajah beliau dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat
membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya
selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.
Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi
hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi
menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa
terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan
Uwais, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya.
Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”. Dengan rasa
gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan
ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar
dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sambil
menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak
kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas
dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun
pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari,
serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan
dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini
dirindukannya.
Tibalah
Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW,
diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah
sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais
menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak
berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati
sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak
berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu
kedatangan Nabi SAW dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang ?
Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan
sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas
pulang”. Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah
mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan
Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina
‘Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan
salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulangnya
dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang
mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah
anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal
di langit). Mendengar perkataan baginda Rosulullah SAW, sayyidatina
‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina
‘Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang
kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia
tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rosulullah
SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais
al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah
telapak tangannya.” Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada sayyidina
Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan bersabda : “Suatu ketika, apabila
kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah
penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Tahun
terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga
kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan
Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi
SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera
mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama. Sejak
itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu
menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka.
Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya
yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua.
Rombongan
kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan
mereka. Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah
menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari
Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi
mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu
mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta
mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas
pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada,
Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya
Uwais sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais
menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu
berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk
membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais,
sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar ! Dia
penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah
nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua
sahabatpun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah, yakni hamba
Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais kemudian berkata:
“Nama saya Uwais al-Qorni”.
Dalam
pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia.
Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang
saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais
berkenan mendo’akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada
khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar
perkataan Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk mohon do’a
dan istighfar dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais
al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan
istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan
uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera
saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon supaya
hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya,
biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.
Setelah
kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya.
Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais , waktu
itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para
pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang.
Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk
ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami
melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal
yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari
kapal dan melakukan sholat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat
kejadian itu. “Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu
tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi,” Demi Zat yang telah memberimu
kekuatan beribadah, tolonglah kami!”Lelaki itu menoleh kepada kami dan
berkata: “Apa yang terjadi ?” “Tidakkah engkau melihat bahwa kapal
dihembus angin dan dihantam ombak ?”tanya kami. “Dekatkanlah diri kalian
pada Allah ! ”katanya. “Kami telah melakukannya.” “Keluarlah kalian
dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim!” Kami pun keluar
dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah
kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam,
sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut. Lalu orang
itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan
kalian semua selamat”. “Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ?
”Tanya kami. “Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat. Kemudian kami
berkata lagi kepadanya, ”Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut
adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang
Mesir.” “Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan
membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?”
tanyanya.“Ya,”jawab kami. Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat
di atas air, lalu berdo’a. Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam,
tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan
meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan
seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang
tertinggal.
Beberapa
waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke
rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah
banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke
tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang
menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak
menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali
kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar
biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya. Dan Syeikh
Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut mengurusi jenazahnya
hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk
kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya,
akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah
bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais
al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.)
Meninggalnya
Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak
terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang
tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal
Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang. Sejak ia
dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di
situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih
dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya :
“Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? Bukankah Uwais yang
kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang
kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ? Tapi, ketika hari
wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya
manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam
jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di
turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru
saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa “Uwais al-Qorni” ternyata
ia tak terkenal di bumi tapi menjadi terkenal di langit.
No comments:
Post a Comment