أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Bismillahirrohmaanirrohiim
Dalam
pandangan orang-orang yang dikaruniai ilmu (Ulama) oleh Allah SWT, Al
Quran adalah Firman Ilahi yang terbuka dan tak terbatas. Tiap huruf,
kata dan kalimat yang terkandung di dalamnya memiliki makna yang
bertingkat-tingkat lapis demi lapis. Kitab Al Quran adalah kumpulan
ayat, yakni tanda-tanda yang menggambarkan hakikat yang sesungguhnya.
Kata ayat di dalam Kitab Al Quran bisa pula bermakna tanda-tanda yang
terdapat di alam. Bila di dalam Kitab Al Quran ayat berarti beberapa
kalimat yang mempunyai maksud sebagai bagian dari surat, maka di alam
raya, ayat berarti fenomena yang menjadi tanda tentang Sang Pencipta.
Allah SWT berfirman: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri,
dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai
daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh
sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau
yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Al An’am:59)
Sebagaimana
tiap ciptaan memiliki sisi tampak dan sisi tak tampak, ayat-ayat dalam
Kitab Al Quran juga memiliki sisi yang tampak dan tak tampak (sisi
batin). Bahkan lebih dari itu, sebuah hadis mengatakan bagwa Al Quran
memiliki beberapa lapisan, setiap lapis memiliki pintu menuju cakrawala
yang tak terbatas.
Dalam sebuah hadis dari Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib:
”sesungguhnya Al Quran turun dalam empat bentuk y.i: Ibarat (ungkapan tekstual) untuk orang awam,Isyarat(permisalan) untuk orang khusus (khawas), Latha’if (makna-makna yang lembut) untuk para wali dan Hakikat untuk para Nabi.”
Hal demikian ini karena Al Quran merupakan representasi tekstual dari lauh mahfuzd
yang melambari seluruh penciptaan. Oleh karena itu Ulama (orang-orang
yang berilmu) memandang Al Quran sebagai cakrawala yang luas,
sebagaimana ilmuwan memandang alam ini. Contohnya, para ilmuwan dapat
mengetahui adanya medan magnet sebagai alam yang tak tampak, bahkan
mereka dapat memperkirakannya sebagai struktur yang saling berhubungan
dan saling mempengaruhi.
Merujuk
kepada ayat-ayat Al Quran, para Ulama dengan ilmunya yang mendalam,
melihat Al Quran sebagai sebuah semesta makna yang tidak terbatas tetapi
saling berhubungan. Medan makna yang terkandung dalam Al Quran lebih
luas daripada alam fisik, karena Al Quran juga bicara tentang alam-alam
lain diluar alam fisik. Lebih jauh, Al Quran membuka cakrawala pemahaman
dan pengetahuan yang belum tertampung oleh akal pikiran dan imajinasi
manusia.
Untuk menghindari kerancuan dalam menafsirkan Al Quran, seseorang harus menelisik dengan runtut pesan Al Quran secara
keseluruhan. Dengan perkataan lain, Al Quran harus dipandang sebagai
suatu kesatuan yang utuh. Memahami Al Quran secara sepotong-sepotong
termasuk dalam perkara yang dilarang oleh Al Quran itu sendiri.
Allah SWT berfirman:
“Sebagaimana
(Kami telah memberi peringatan), Kami telah menurunkan (azab) kepada
orang-orang yang membagi-bagi (Kitab Allah), (yaitu) orang-orang yang
telah menjadikan Al Qur’an itu terbagi-bagi.” (Al Hijr :90-91)
SISI BATIN AL-QUR’AN
Dalam
kaitan dengan Al Quran, Rasulullah bersabda: “Al Quran memiliki bentuk
luar yang indah dan makna batin yang kaya” Beliau juga bersabda: “Al
Quran memiliki sisi batin dan sisi batin itu memiliki tujuh lapis sisi
batin.”
Al
Quran merupakan kumpulan ayat, dimana sesuatu yang nyata tidaklah
terpisahkan dari yang tak tampak, sehingga ketika seseorang memahami
yang tampak, maka ia mengetahui bahwa dia mulai memahami bagian yang tak
tampak.
Jadi,
dibalik deretan huruf dan rangkaian kata yang dikandungnya, Al Quran
menyimpan petunjuk-petunjuk dan makna-makna batin yang tak terhingga.
Allah berfirman :
“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur’an (jelas maksudnya) dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat (sarat duga atau multi interpretatif).
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka
mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan
fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya.
Mereka berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat,
semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran
melainkan orang-orang yang berakal.” (Ali Imran: 7)
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini (ayat-ayat mutasyabihat) Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (Al Ankabut: 43)
“Sebenarnya, Al Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata (terang maknanya) di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu.(ulama) Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim”.(Al Ankabut:49)
“Sesungguhnya
Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih
rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin
bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang ingkar
mengatakan: “Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?” Dengan
perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan
perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik,” (Al Baqarah: 26)
Ayat-ayat mutasyabihat dalam Al Quran memiliki ta’wil yang samar atau sarat-duga.
Kalimat : Bismillahirrohmaanirrohiim…..
“Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang”
Kalimat ini dapat ditangkap sebagai kalimat pernyataan tentang suatu tindakan yang sedang dilakukannya. Kata “dengan” pada kalimat tersebut menunjukkan bahwa orang itu melakukan sesuatu “dengan” Nama Allah sebagaimana halnya dengan pernyataan: “Dengan kacamata “ maka kacamata adalah sesuatu yang digunakan untuk dapat membaca.
Dengan
interpretasi yang lain, ada juga penterjemah yang menambahkan kata
”menyebut” diantara Bis dan Mi sehingga bismillah diterjemahkan menjadi
“Dengan Menyebut Nama Allah” bahkan ada yang menterjemahkannya menjadi “Atas Nama Allah”. Beberapa terjemahan tadi menunjukkan bahwa“Bismillah” juga tergolong mutasyabihat.
Demikian juga dengan ayat :
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan (Al Alaq: 1)
Ini
menunjukkan bahwa Al Quran memiliki kemungkinan untuk dipahami secara
luas dan dalam . Bahkan mengapa surat yang pertamakali turun yakni Al
Alaq ditempatkan pada urutan ke 96 tentunya menjadikan urutan
surat-surat dalam Al Quran juga menjadi mutasyabihat. Kenyataannyalah bahwa sebagian besar ayat-ayat Al Quran, bahkan urutan suratnya adalah mutasyabihat (sarat duga).
Firman
Allah terekam di Al Quran dalam bentuk huruf dan kata, sementara
tindakannya terungkap di alam semesta dalam kejadian yang faktual.
Antara kata dan kejadian ini terdapat jalinan yang jelas bagi
orang-orang yang berilmu.
Itulah mengapa seorang hamba tidak
akan pernah menemukan pertentangan pada saat mencari pengetahuan
tentang alam melalui metedologi saintifik dan menerima pengetahuan
tentang alam gaib dari wahyu Al Quran. Bahkan dengan penuh keyakinan ia
akan menyadari bahwa dibalik tanda-tanda fisik terdapat makna-makna
batin yang luas dan dalam, sehingga ia akan senantiasa mencari
petunjuk-petunjuk dari Al Quran dan Hadis mengenai makna-makna itu.
Kitab
Al Quran adalah kitab yang menghimpun atau merangkum seluruh
pengetahuan, keinginan, kekuasaan dan perbuatan Allah. Perintah untuk
membaca (iqra) merupakan ajakan untuk memahami Al
Quran, bukan sekedar melafalkannya. Allah berulang-ulang menyebutkannya
dalam Kitab Al Quran, dan salah satu ayat-Firman-Nya :
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Al Qamar: 17)
Lalu,
bagaimana kita bisa memahami Al Quran secara mendalam dengan baik dan
benar sehingga tidak terkena ancaman Allah yang dinyatakan dalam
firman-Nya : “Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya,” (Al Imran 7). Pada ayat tersebut Allah memberikan rambu pada kalimat: “dalam hatinya condong kepada kesesatan,” dan “tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya.” Kata-kata kunci pada dua kalimat di atas adalah : hati, cenderung sesat dan ilmu yang mendalam.
Dengan
tidak mengesampingkan pentingnya ilmu pengetahuan (obyektif-empiris)
yang kita bina di dalam otak dengan cara belajar di sekolah, di
universitas agama dsb, yang sangat penting dalam memahami ayat-ayat
Allah sampai ke sisi batinnya, adalah ilmu hati yang terletak di dalam
dada. Hati dan otak adalah dua unsur materi sangat berbeda baik dari
segi materi, wilayah persepsi, fungsi dan dayanya.
Penting
untuk kita sadari, bahwa kemampuan akal (otak) untuk memahami secara
obyektif-empiris, ada batasnya. Contohnya, untuk memahami dimana ujung
batas dari alam semesta ini saja akal tidak dapat menjangkaunya. Apalagi
untuk secara langsung memahami sesuatu yang batin.
Kitab Al Quran ada menjelaskan bahwa dengan berpikir saja tidak cukup untuk memahami Al Quran.
Firman Allah :
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali dengan persangkaan (pikirannya)
saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk
mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
kerjakan.” (Yunus:36)
Bahkan
yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya
dengan ilmunya dan belum datang kepada mereka takwilnya
(penjelasannya).
“Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu.” (Yunus: 39)
Kedua ayat di atas Allah menujukkan sesuatu yang batin harus dipahami dengan ilmu batin(hati)
Karenanya, untuk memahami Al Quran pada sisi batinnya, perlu masuk ketingkat persepsi yang lebih tinggi.
Bila alat yang bernama akal itu sudah tidak berdaya, maka selain akal, alat apa lagi yang dapat kita pakai untuk memahami?
Rasulullah bersabda: “Di dalam dada, ada segumpal daging, yang bila baik itu daging maka baiklah semua amal perbuatannya, bila buruk, maka buruklah amal perbuatannya itulah kalbu.” (segumpal daging yang dimaksud = jantung/heart).”
Allah menjelaskan melalui Firman²-Nya :
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Al Hajj: 46)
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak digunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai (hatinya lalai dari ingat Allah).” (Al Araaf :179)
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta
(mata hatinya) dari kesesatannya. Dan kamu tidak dapat memperdengarkan
melainkan kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat/tanda-tanda
Kami, mereka itulah orang-orang yang berserah diri (kepada Kami).” (Ar Ruum: 53)
Dari firman Allah di atas dapat kita simpulkan bahwa Hati yang terletak di dalam dada memiliki sesuatu untuk memahami sisi batin Al Quran. Sesuatu itu diterangkan Allah sebagai mata hati.
Pada ayat-ayat di atas Allah telah menunjuk hati sebagai pusat kesadaran manusia, bukan pikirannya. Jadi Islam mendahulukan hati yang aktif, sebagai pusat kesadaran, menghasilkan ilham, kemudian dilanjutkan dengan berpikir dengan akalnya.
Nah, ilmu hati inilah yang harus dipelajari dari sumber yang benar sehingga dapat melepaskan kita dari kesesatan dalam memahami pesan-pesan Allah yang terekam dalam Kitab Al Quran.
Tentang Al Quran yang batin di terangkan Allah melalui ayat-ayat dalam Kitab Quran :
“Tidaklah Al Qur’an ini dibuat oleh selain Allah; yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan dan menerangkan Kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya (Kitab Al Quran) dari Tuhan semesta alam.” (Yunus : 37)
“Sebenarnya, Al Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata (terang maknanya) di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu.(ulama) Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim”.(Al Ankabut:49)
Al Quran yang batin ini menjadi furqan membedakan (menunjukkan) yang haq (kebenaran) dan yang batil (salah).
“Sebelum (Kitab Al Qur’an), menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al Furqaan.
Sesungguhnya orang-orang yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah akan
memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai
balasan (siksa).”
“Hai orang-orang yang beriman (tanda2 orang beriman: Al Anfal ayat:2), jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan
dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu (dalam proses memahami)
dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Al Anfaal : 29)
“Sesungguhnya Al Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, (tertulis) pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh), tidak (dapat) menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan.”
(Al Waqiah : 77-79)
“Dan sesungguhnya Al Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.”
(baca juga Al Baqarah 97) (Asy Syu’araa :192–195)
“Dan sekiranya ada suatu bacaan yang
dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi
terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat
berbicara, (tentu Al Qur’an itulah dia). Sebenarnya segala itu
adalah kepunyaan Allah. Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu
mengetahui bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman),
tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya. Dan orang-orang
yang ingkar senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan
mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka,
sehingga datanglah janji Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji. ( Ar Ra’d : 31)
Selain ilmu, Allah
mengisyaratkan juga ada syarat-syarat lainnya agar Hamba-Nya mendapat
rahmat dan petunjuk. Karenanya, sihamba haruslah berupaya (berjihad di
jalan Allah) untuk memenuhi syarat-syarat tersebut.
Pada surat yang pertama Allah berfirman :
“Dengan nama Allah. Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,(Harus bagaimana kita dengan nama-Nya agar Allah kasih dan sayang kepada kita)
‘
Segala puji bagi Allah, Tuhannya semesta alam,
‘
Yang menguasai hari pembalasan.(Lebih dari sekedar percaya, kita harus meyakini Akhirat dalam segala aspeknya)
‘
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.
‘
Tunjukilah kami jalan yang lurus,(inilah
permintaan yang harus kita mohon pertolongan Allah dengan
sungguh-sungguh agar dibimbing-Nya menemukan jalan yang lurus agar dapat
menyembah-Nya dengan benar)
‘
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni`mat kepada mereka (para Nabi-nabi dan orang-orang saleh);
‘
bukan (jalan) mereka yang dimurkai (orang kafir dan munafiq)
‘
dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.(tidak paham atau salah memahami karena buta mata hatinya)
(Al Fatihah:1-7)
“Allah menganugrahkan al hikmah
(kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an) kepada siapa yang Dia
kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar
telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran.”
(Al Baqarah : 269)
Siapa yang Allah maksudkan dengan”orang yang berakal” itu?
Dijelaskan-Nya dalam surat Ali Imran :190-191
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring (setiap saat) dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.” (Ali Imran : 190-191)
Dari
kedua ayat Ali Imran 190-191 di atas dapat kita tangkap bahwa seseorang
disebut berakal bila pada saat yang sama dia dapat melakukan dua jenis
pekerjaan sekaligus yaitu berzikir dengan hatinya secara kontinyu (tak
lepas sedetikpun) dan berpikir dengan akalnya (otak) tentang
ciptaan-Nya. Hatinya aktif berzikir sehingga mampu menerima ilham yang
dikaruniakan Allah kepadanya dan ditransfer ke akalnya untuk
dipikirkannya kemudian menjadi hikmah. Bila hatinya hidup (aktif
berzikir), maka ia terjaga dari hati yang condong kepada kesesatan dan Hati yang sesat (tidak berzikir) tidak akan terilhami dengan kebenaran yang hakiki.
“(Al Qur’an) ini adalah keterangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran :138)
“Dan Al Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat,“ (Al An’aam :155)
“Dan
sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Qur’an) kepada
mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami;
menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. “ (Al A’raaf :52)
“Dan apabila dibacakan Al Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (Al A’raaf :204)
“(Al
Qur’an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya
mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui
bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.” (Ibrahim : 52)
“(Dan
ingatlah) akan hari (ketika) Kami, bangkitkan pada tiap-tiap umat
seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu
(Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan
kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (Al Nahl :89)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah maka gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal,” (Al Anfaal: 2)
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk khusyuk hati mereka mengingat Allah
dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah
mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab
kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras (tidak dapat ingat Allah). Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik”. (Al Hadiid:16)
(d.p.l: Belumlah dikatakan seseorang itu beriman (dengan benar) bila hatinya belum dapat khusyu’ mengingat Allah)
Ketidak
mampuan sebagian orang untuk menangkap makna dan petunjuk yang
terkandung dalam Al Quran berasal dari hijab-hijab kegelapan / penyakit
hati yang menutupi hati mereka. Berulang-ulang Al Quran mengungkapkan
mengenai penutup atau dinding yang menyekat hati manusia untuk dapat
memahami.
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (Al Baqarah : 10)
“Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkanmu, padahal Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka
(sehingga mereka tidak) memahaminya dan (Kami letakkan) sumbatan di
telinganya. Dan jikapun mereka melihat segala tanda (kebenaran), mereka
tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang
kepadamu untuk membantahmu, orang-orang ingkar itu berkata: “Al Qur’an
ini tidak lain hanyalah dongengan (cerita tentang / sejarah) orang-orang dahulu”.
(Al An’am: 25)
“Dan apabila kamu membaca Al Qur’an niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup.” (Al Isra’: 45)
“dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka
dan sumbatan di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya.
Dan apabila kamu menyebut Tuhanmu saja dalam Al Qur’an, niscaya mereka
berpaling ke belakang karena bencinya.” (Al Israa’:46)
“Dan demikianlah Kami telah menurunkan Al Qur’an yang merupakan ayat-ayat yang nyata; dan bahwasanya Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.” (Al Hajj : 16)
Bagi
orang yang tidak berilmu dan tidak beriman, ayat-ayat Al Quran terutama
yang mustasyabihat akan terhijab baginya, sehingga hanya berupa teks
yang mati dan bisu, sehingga tertutup untuk mereka pahami.
Selain
itu, Allah juga mewajibkan agar pada saat mulai membaca Al Quran kita
lebih dulu berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk.
“Apabila kamu membaca Al Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (An Nahl: 98)
Tentu saja kita tidak boleh membatasi makna ayat ini sekedar sebagai perintah untuk ber-isti’adzah, karena ber-isti’adzah secara batin jauh lebih penting untuk mendapatkan perlindungan Allah daripada hanya sekedar secara lahiriah.
“bismillah” dan “ísti’adzah” merupakan
dua titik kecil yang menunjukkan adanya sisi batin dalam Al Quran yang
tanpa ilmu yang tepat yaitu ilmu hati (batin) maka akan sangat pelik
untuk memahami dan mengamalkannya, bahkan dapat tersesat.
Firman Allah :
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Al Hajj: 46)
“Dan Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Qur’an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat” (Al An’aam:110)
”Sesungguhnya
Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih
rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin
bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang ingkar
mengatakan: “Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan? Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik,(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Al Baqarah: 26-27)
Allah berfirman :
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Al Hajj: 46)
Pada frase “hati yang dengan itu mereka dapat memahami”dan “hati yang di dalam dada” Secara jelas Allah memberi petunjuk bahwa segumpal daging (jantung / heart) yang di dalam dada itu adalah alat untuk memahami.
“padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya”(Ali Imran: 7)
Sebagai contoh, orang yang memiliki ilmu yang mendalam
dalam hal ilmu pengetahuan dan ilmu hati adalah Imam Al Gazali yang
tentunya tidak dapat kita bandingkan dengan kedalaman ilmu Rasulullah
saw.
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta tanggung jawabnya.” (Al Israa’:36)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Al Maa-idah : 35)
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada Ahli zikir (zikir=mengingat) jika kamu tidak mengetahui,” (An Nahl: 43)
Pada ayat 43 An Nahl ini, Allah tidak mengatakan untuk bertanya kepada ahli pikir tetapi Allah menyuruh kita bertanya kepada ahli zikir (d.p.l : ahli dalam hal mengingat Allah).
“Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya
Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu ni`mat yang telah
dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang
ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,” (Al Anfaal: 53)
Pada
ayat Al Anfaal: 53 di atas jelas bahwa Allah tidak akan memberi begitu
saja tanpa hamba-Nya berusaha terlebih dahulu untuk mendapatkan suatu
nikmat. Karenanya manusia wajib mencari jalan dan berusaha keras
dijalan-Nya (Al Maidah:35)
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan
dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu(dalam proses memahami)
dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Al Anfaal:29)
Kata-kata kunci pada ayat-ayat yang tertulis di atas adalah sebagai berikut:
“janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya” (Al Israa’:36)
‘
carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, (Al Maa-idah:35)
‘
bertanyalah kepada Ahli zikir (An Nahl:43)
‘
berjihadlah pada jalan-Nya (Al Maa-idah:35)
‘
sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu ni`mat yang telah dianugerahkan-Nya
kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri
‘
jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan
“orang-orang yang mendalam ilmunya”(Ali Imran: 7)
Pada ke enam frase di atas dapat kita lihat bahwa Allah telah mewajibkan manusia untuk menuntut ilmu hati agar furqaan dalam hatinya menjadi aktif hingga ilmunya jadi mendalam.
Akhirul
kalam, dalam usaha memenuhi perintah Allah untuk memahami Al Quran,
kita perlu dukungan kedua ilmu utama yaitu ilmu akal dan ilmu hati yang
harus dipelajari dari masing-masing sumbernya. Semoga kita tidak
terperangkap dalam keadaan “tidak tahu bahwa kita tidak tahu”
sehingga tanpa sadar telah tersesat dan berlaku fasik. Siapakah kiranya
yang dapat menolong kita bila Allah itu sendiri yang telah menyesatkan
karena telah kita zalimi diri sendiri. Audzubillahminzalik.
Firman Allah:
“Sesungguhnya binatang yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang tuli dan bisu, mereka tidak mengerti apa-apa.” (Al Anfaal: 22)
Tiada gading yang tak retak, bila ada pendapat yang kurang dan salah, mohon petunjuk dan pendapat.
“Hamba Allah yang Fakir”
di Medan, 17 Maret 2005
Catatan :
o Orang berakal : hatinya terus menerus berzikir dalam segala situasi, dan pada saat yang sama
akalnya berpikir (Ali Imran 190-191)
o Orang beriman: – Bila disebut Nama Allah maka bergetar hatinya.
- Hatinya dapat khusyu’ mengingat Allah.
o Furqaan : membedakan yang hak (benar) dan yang bathil(salah)
No comments:
Post a Comment