أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Dalam artikel ini akan dijelaskan misteri tanpa penulisan harus inti alif sesudah huruf ba.
Sehingga tertulis bersambung menjadi bismillah, bukan bi ismillah, sebagaimana lazimnya dalam ilmu penulisan bahasa Arab ('ilm rasm), misalnya ayat iqra' bi ismi Rabbik. Terdapat berbagai macam pendapat ulama tentang hal ini.
Dalam kitab Majma' Al-Bayan dijelaskan sebagian dari mukjizat Alquran. Kitab ini menghubungkan jumlah kata ism terulang sebanyak 19 kali dalam Alquran. Kalau ada alif mendahului kata ism, kata ism tidak lagi sesuai dengan angka 19 dan jumlah huruf basmalah tidak lagi 19 melainkan bertambah satu, 20.
Jumlah huruf basmalah (Bismillahirrahmanirrahim) jika ditulis dalam bahasa Arab berjumlah 19 huruf. Setiap kosakata yang digunakan di dalamnya berhubungan dengan angka 19. Kata ism terulang 19 kali, ar-Rahman 57:19=3, ar-Rahim 114:19=6, Allah 2697:19=142.
Ingat teori Rashad Khaifah yang mengatakan Alquran menggunakan rumus 19, sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Muddatsir 74: 30 (Wa 'alaiha tis'ata 'asyar/Di atasnya ada sembilan belas). (Samikh 'Athif Al-Zain, Majma' Al-Bayan Al-Hadits, tafsir Mufradat Alfadh Al-Qurán Al-karim, h 34).
Penjatuhan (hadzf) huruf alif di dalam ayat itu sudah sesuai dengan tradisi bahasa Alquran, seperti tiga kali terulang bentuk kata seperti ini, yakni QS Al-Fatihah: 1, An-Naml: 30, dan Hud: 41.
Penjelasan senada juga disampaikan Abd Allah ibnu Husain Al-Akbary dalam At-Tibyan fi I'rab Al-Qur'an. Al-Razi dalam At-Tafsir Al-Kabir juga berpendapat bahwa pembuangan huruf alif sebelum kata ism hanya urusan teknis bahasa Arab.
Dalam artikel ini akan dijelaskan misteri tanpa penulisan harus inti alif sesudah huruf ba.
Sehingga tertulis bersambung menjadi bismillah, bukan bi ismillah, sebagaimana lazimnya dalam ilmu penulisan bahasa Arab ('ilm rasm), misalnya ayat iqra' bi ismi Rabbik. Terdapat berbagai macam pendapat ulama tentang hal ini.
Dalam kitab Majma' Al-Bayan dijelaskan sebagian dari mukjizat Alquran. Kitab ini menghubungkan jumlah kata ism terulang sebanyak 19 kali dalam Alquran. Kalau ada alif mendahului kata ism, kata ism tidak lagi sesuai dengan angka 19 dan jumlah huruf basmalah tidak lagi 19 melainkan bertambah satu, 20.
Jumlah huruf basmalah (Bismillahirrahmanirrahim) jika ditulis dalam bahasa Arab berjumlah 19 huruf. Setiap kosakata yang digunakan di dalamnya berhubungan dengan angka 19. Kata ism terulang 19 kali, ar-Rahman 57:19=3, ar-Rahim 114:19=6, Allah 2697:19=142.
Ingat teori Rashad Khaifah yang mengatakan Alquran menggunakan rumus 19, sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Muddatsir 74: 30 (Wa 'alaiha tis'ata 'asyar/Di atasnya ada sembilan belas). (Samikh 'Athif Al-Zain, Majma' Al-Bayan Al-Hadits, tafsir Mufradat Alfadh Al-Qurán Al-karim, h 34).
Penjatuhan (hadzf) huruf alif di dalam ayat itu sudah sesuai dengan tradisi bahasa Alquran, seperti tiga kali terulang bentuk kata seperti ini, yakni QS Al-Fatihah: 1, An-Naml: 30, dan Hud: 41.
Penjelasan senada juga disampaikan Abd Allah ibnu Husain Al-Akbary dalam At-Tibyan fi I'rab Al-Qur'an. Al-Razi dalam At-Tafsir Al-Kabir juga berpendapat bahwa pembuangan huruf alif sebelum kata ism hanya urusan teknis bahasa Arab.
Pembahasan
rahasia titik di bawah huruf ba mengingatkan kita pada penciptaan awal
yang dikaitkan dengan teori dentuman awal (the big bang) oleh para
filsuf Platonisme.
Para filsuf dan kalangan sufi mempunyai kesamaan logika bahwa asal usul kejadian makrokosmos (dan dengan sendirinya mikrokosmos) berasal dari sebuah titik yang maha padat ciptaan Tuhan.
Karena sedemikian padatnya maka kemudian mengalami ledakan dan partikel-partikel pecahannya kemudian mengalami proses pembesaran (expanding universe) yang dalam bahasa Alquran diistilahkan dengan wa inna lamusi'un (lalu Kami meluaskannya) QS Al-Dzariyat: 47).
Partikel-partikel itu dihubungkan dengan galaksi bimasakti (milky way) dengan seluruh famili planet yang ada di dalam kawasannya. Dalam wacana tasawuf partikel-partikel utama disebut dengan syajaratul baidha', yang menjadi asal-usul dari segala ciptaan. Ibnu Arabi menghubungkannya dengan entitas-entitas luar (external entities/al-a'yan al-kharijiyyah).
Yang membedakan antara filsuf dengan sufi secara mendasar ialah asal-usul penciptaan alam semesta. Kalangan filsuf berpendapat, asal-usul alam semesta (universe) ialah terjadi dengan sendirinya (creatio ex nihilo).
Namun, asumsi ini tidak memuaskan kalangan filsuf lainnya karena memang susah dinalar secara logika murni bagaimana ada sesuatu tanpa ada yang mengadakannya, bagaimana sebuah ciptaan (makhluq/creation) bisa tercipta tanpa ada pencipta (khaliq/creator). Pertanyaan ini masih tetap menjadi misteri di kalangan filsuf.
Para filsuf dan kalangan sufi mempunyai kesamaan logika bahwa asal usul kejadian makrokosmos (dan dengan sendirinya mikrokosmos) berasal dari sebuah titik yang maha padat ciptaan Tuhan.
Karena sedemikian padatnya maka kemudian mengalami ledakan dan partikel-partikel pecahannya kemudian mengalami proses pembesaran (expanding universe) yang dalam bahasa Alquran diistilahkan dengan wa inna lamusi'un (lalu Kami meluaskannya) QS Al-Dzariyat: 47).
Partikel-partikel itu dihubungkan dengan galaksi bimasakti (milky way) dengan seluruh famili planet yang ada di dalam kawasannya. Dalam wacana tasawuf partikel-partikel utama disebut dengan syajaratul baidha', yang menjadi asal-usul dari segala ciptaan. Ibnu Arabi menghubungkannya dengan entitas-entitas luar (external entities/al-a'yan al-kharijiyyah).
Yang membedakan antara filsuf dengan sufi secara mendasar ialah asal-usul penciptaan alam semesta. Kalangan filsuf berpendapat, asal-usul alam semesta (universe) ialah terjadi dengan sendirinya (creatio ex nihilo).
Namun, asumsi ini tidak memuaskan kalangan filsuf lainnya karena memang susah dinalar secara logika murni bagaimana ada sesuatu tanpa ada yang mengadakannya, bagaimana sebuah ciptaan (makhluq/creation) bisa tercipta tanpa ada pencipta (khaliq/creator). Pertanyaan ini masih tetap menjadi misteri di kalangan filsuf.
Bagi para sufi, terjadinya al-a'yan al-kharijiyyah adalah kelanjutan dari ta'ayyun awwal,
yaitu proses dari Ahadiyah ke Wahidiyyah¸ yakni dari sisi Tuhan sebagai
Sirr al-Asrar/the Secret of the Secred/ kemudian ingin mengenal
diri-Nya lalu memperkenalkan diri-Nya melalui Sifat-sifat dan
Nama-nama-Nya.
Sisi Tuhan yang pertama disebut Ahadiyyah dan sisi yang terakhir disebut Wahidiyyah (supaya tidak bingung lihat artikel terdahulu tentang Ahadiyyah dan Wahidiyyah dan al-A'yan al-Tsabitah).
Sifat-sifat dan nama-nama Allah SWT yang ada di dalam al-A'yan al-Tsabitah menuntut konsekuensi, maka proses entitas terus berlanjut dan tidak hanya berhenti di al-A'yan al-Tsabitah.
Sulit memahami Allah sebagai Rabb dan Ilah tanpa marbub dan ma'luh yang menyembahnya. Sulit dipahami Tuhan sebagai Maha Pencipta (al-Khalik) tanpa makhluk.
Sisi Tuhan yang pertama disebut Ahadiyyah dan sisi yang terakhir disebut Wahidiyyah (supaya tidak bingung lihat artikel terdahulu tentang Ahadiyyah dan Wahidiyyah dan al-A'yan al-Tsabitah).
Sifat-sifat dan nama-nama Allah SWT yang ada di dalam al-A'yan al-Tsabitah menuntut konsekuensi, maka proses entitas terus berlanjut dan tidak hanya berhenti di al-A'yan al-Tsabitah.
Sulit memahami Allah sebagai Rabb dan Ilah tanpa marbub dan ma'luh yang menyembahnya. Sulit dipahami Tuhan sebagai Maha Pencipta (al-Khalik) tanpa makhluk.
Sulit
memahami Allah Maha Pemberi (al-Wahhab) tanpa objek yang diberi
(mauhub) dan seterusnya. Konsekuensi inilah yang melahirkan alam semesta
yang merupakan kelanjutan proses dari al-A'yan al-Tsabitah.
Beda antara keduanya ialah al-A'yan al-Tsabitah, entitasnya permanen atau biasa disebut wajib al-wujud. Sedangkan alam semesta, termasuk manusia, adalah entitas baharu (al-a'yan al-hawadits) atau biasa disebut dengan mumkin al-wujud.
Beda antara keduanya ialah al-A'yan al-Tsabitah, entitasnya permanen atau biasa disebut wajib al-wujud. Sedangkan alam semesta, termasuk manusia, adalah entitas baharu (al-a'yan al-hawadits) atau biasa disebut dengan mumkin al-wujud.
Baik
yang pertama maupun yang kedua, asal-usulnya terlacak dan jelas,
semuanya dari Allah. Allah disebut Ibnu Arabi sebagai al-Haqq dan
makhluk-Nya disebut al-khalq.
Dalam kitab tafsir Isyari, penciptaan alam raya dihubungkan dengan sumpah pertama Allah dalam Alquran yaitu, Nun wa al-Qalam wa ma yasthurun (Demi Pena dan apa yang dituliskannya). Di antara mereka ada yang memahami secara semiotik, bahwa nun adalah botol tinta dan al-qalam adalah pena penciptaan.
Dalam kitab tafsir Isyari, penciptaan alam raya dihubungkan dengan sumpah pertama Allah dalam Alquran yaitu, Nun wa al-Qalam wa ma yasthurun (Demi Pena dan apa yang dituliskannya). Di antara mereka ada yang memahami secara semiotik, bahwa nun adalah botol tinta dan al-qalam adalah pena penciptaan.
Huruf pertama yang ditulis pena itu ialah satu titik yang kemudian disimbolkan di bawah huruf ba pada lafaz bi ism Allah. Titik itu menjadi starting point terhadap tulisan pena itu. "Tidak gugur sehelai daun melainkan sudah tercatat di dalam Lauh Mahfudz.”
Hadis ini dihubungkan dengan pena suci itu. Kumpulan-kumpulan tulisan pena menjadi al-kitab dan menjadi hukum kauniyyah.
Pena suci itu terus berjalan. Tulisan-tulisannya mustahil akan bisa dipahami semua oleh manusia, sebagaimana diisyaratkan dalam Alquran, "Katakanlah: Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)." (QS. Al-Kahfi: 109).
Lebih dipertegas lagi di dalam ayat lain, "Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah." (QS. Luqman: 27).
Ada sejumlah ayat yang saling terkait dijadikan ulama tasawuf sebagai entry point untuk memahami rahasia penciptaan alam. Di antaranya ialah ayat yang pertama diturunkan Allah ialah Iqra'bi ism Rabbik (bacalah dengan menyebut nama atau atas nama Tuhanmu) dan ayat keempatnya, "Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam." (QS. Al-'Alaq: 4).
Dan sumpah Tuhan pertama turun ialah Nun wa al-Qalam wa ma yasthurun (QS. Al-Qalam: 1) serta ayat, "Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya." (QS. Al-Baqarah: 31).
Ayat-ayat tersebut di atas oleh ulama tasawuf dihubungkan dengan basmalah untuk memahami rahasia penciptaan alam, baik al-'alam al-kabir (makrokosmos) maupun al-'alam al-shagir (mikrokosmos). Metodologi pemahaman mereka sangat berbeda dengan metode ulama tafsir pada umumnya, khususnya ulama fikih. Namun, antara satu sama lain tidak ditemukan pertentangan.
Bahkan, antara satu sama lain saling menghargai dan penuh pengertian bahwa memang Alquran ibarat intan, masing-masing sudutnya bisa memantulkan cahaya yang berbeda-beda. Itulah keistimewaan Alquran. Wallahua'lam.
Hadis ini dihubungkan dengan pena suci itu. Kumpulan-kumpulan tulisan pena menjadi al-kitab dan menjadi hukum kauniyyah.
Pena suci itu terus berjalan. Tulisan-tulisannya mustahil akan bisa dipahami semua oleh manusia, sebagaimana diisyaratkan dalam Alquran, "Katakanlah: Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)." (QS. Al-Kahfi: 109).
Lebih dipertegas lagi di dalam ayat lain, "Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah." (QS. Luqman: 27).
Ada sejumlah ayat yang saling terkait dijadikan ulama tasawuf sebagai entry point untuk memahami rahasia penciptaan alam. Di antaranya ialah ayat yang pertama diturunkan Allah ialah Iqra'bi ism Rabbik (bacalah dengan menyebut nama atau atas nama Tuhanmu) dan ayat keempatnya, "Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam." (QS. Al-'Alaq: 4).
Dan sumpah Tuhan pertama turun ialah Nun wa al-Qalam wa ma yasthurun (QS. Al-Qalam: 1) serta ayat, "Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya." (QS. Al-Baqarah: 31).
Ayat-ayat tersebut di atas oleh ulama tasawuf dihubungkan dengan basmalah untuk memahami rahasia penciptaan alam, baik al-'alam al-kabir (makrokosmos) maupun al-'alam al-shagir (mikrokosmos). Metodologi pemahaman mereka sangat berbeda dengan metode ulama tafsir pada umumnya, khususnya ulama fikih. Namun, antara satu sama lain tidak ditemukan pertentangan.
Bahkan, antara satu sama lain saling menghargai dan penuh pengertian bahwa memang Alquran ibarat intan, masing-masing sudutnya bisa memantulkan cahaya yang berbeda-beda. Itulah keistimewaan Alquran. Wallahua'lam.
No comments:
Post a Comment