أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Salafi atau salafiyah adalah kata jadian yang berasal dari kata Salafa, yaslufu, dan salafan yang memiliki arti terdahulu. As-Salaf ini berarti al-mutaqoddimuuna fii as-sair, yakni orang terdahulu. Mereka adalah as-Salaf ash-Sholih, yang berarti orang saleh terdahulu. Yakni kaum muslim generasi sahabat, generasi tabi’in, tabi’it tabi’in, serta generasi atba’ at-tabi’in seperti Imam Syafi’i, Imam Hanbali, Bukhori, Muslim dan penyusun kitab hadits yang enam lainnya.
Orang-orang saleh terdahulu itu menjadi generasi terbaik karena benar-benar menjalankan Islam secara menyeluruh dan utuh. Mereka tidak hanya saleh secara ritual, melainkan juga saleh secara sosial. Jadi selain taat beribadah, juga rendah hati, jujur, penuh toleransi dan cinta damai. Karena itu kalau ada orang yang mengaku salafi, tetapi suka mencela, merasa paling benar, sombong, suka bermusuhan, dan mengkafir-kafirkan orang lain, percayalah dia bukan salafi.
Perilaku Islami yang dipraktekkan oleh kaum salaf dalam segala segi kehidupan sehari-hari memang patut diteladani. Maka tepatlah kiranya jika Ibnu Taimiyah mencetuskan suatu gerakan untuk menghidupkan kembali ajaran kaum salaf, yang kemudian terkenal dengan nama salafiyah. Tujuannya agar umat Islam kembali kepada Al-Qur’an dan hadits.
Gerakan salafiyah dicetuskan oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H/ 1263-1328 -M) seorang ulama dari kalangan Hambaliyah. Lalu gerakan ini diteruskan oleh para pengikutnya, antara lain Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, Jamaluddin al-Afgani, Syekh Muhammad Abduh, dan Syekh Muhammad Rosyid Ridho.
Akhirnya gerakan salafi ini menyebar ke seluruh dunia. Di India mencuatlah nama Sayid Ahmad Khan yang dianggap mempunyai semangat salaf. Di Indonesia sendiri muncul pula oraganisai-organisasi keagamaan yang dilandasi ajaran salaf seperti Thowalib, al-Irsyad, Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan Persatuan Umat Islam.
Wahabi
Gerakan Wahabi muncul di Uyainah, suatu daerah di Nejed, kota terpencil di Saudi Arabiyah yang ketika itu berada dalam kekuasaan Kerajaan Turki Usmani. Pelopornya adalah Muhammad bin Abdul Wahab (1115-1306 H/1702-1786 M), pengikut setia dan penganut Ahmad bin Hambal, pendiri Madzhab Hambali. Gerakan ini tidak mendapat sambutan dari masyarakat, bahkan mendapat tekanan dari penguasa setempat. Lalu pindahlah Muhammad bin Abdul Wahab ke desa Dar’iyah, sebelah timur Riyadh yang dihuni oleh Amir ibnu Su’ud (w. 1179 H/l766 M), pendiri Dinasti Su’ud yang kini berkuasa di Arab Saudi.
Di tempatnya yang baru ini, Wahabi mendapat dukungan dan perlindungan dari Muhammad bin Su’ud. Sebaliknya Muhammad Abdul Wahhab memandang Amir Su’ud memiliki ambisi yang besar untuk menguasai daratan Arabia. Maka pada tahun 1744 M tercapailah kesepakatan di antara keduanya untuk saling mendukung demi tercapainya tujuan masing-masing. Dengan begitu Muhammad Abdul Wahab dapat dengan leluasa mengembangkan ajarannya.
Sebagaimana gerakan Salafiyah, wahabi kala itu juga ingin memurnikan ajaran Islam. Hanya saja mereka tidak menempuh cara-cara persuasif seperti yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah, melainkan mengambil sikap keras dengan menggunakan kekuatan.
Salafi atau salafiyah adalah kata jadian yang berasal dari kata Salafa, yaslufu, dan salafan yang memiliki arti terdahulu. As-Salaf ini berarti al-mutaqoddimuuna fii as-sair, yakni orang terdahulu. Mereka adalah as-Salaf ash-Sholih, yang berarti orang saleh terdahulu. Yakni kaum muslim generasi sahabat, generasi tabi’in, tabi’it tabi’in, serta generasi atba’ at-tabi’in seperti Imam Syafi’i, Imam Hanbali, Bukhori, Muslim dan penyusun kitab hadits yang enam lainnya.
Orang-orang saleh terdahulu itu menjadi generasi terbaik karena benar-benar menjalankan Islam secara menyeluruh dan utuh. Mereka tidak hanya saleh secara ritual, melainkan juga saleh secara sosial. Jadi selain taat beribadah, juga rendah hati, jujur, penuh toleransi dan cinta damai. Karena itu kalau ada orang yang mengaku salafi, tetapi suka mencela, merasa paling benar, sombong, suka bermusuhan, dan mengkafir-kafirkan orang lain, percayalah dia bukan salafi.
Perilaku Islami yang dipraktekkan oleh kaum salaf dalam segala segi kehidupan sehari-hari memang patut diteladani. Maka tepatlah kiranya jika Ibnu Taimiyah mencetuskan suatu gerakan untuk menghidupkan kembali ajaran kaum salaf, yang kemudian terkenal dengan nama salafiyah. Tujuannya agar umat Islam kembali kepada Al-Qur’an dan hadits.
Gerakan salafiyah dicetuskan oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H/ 1263-1328 -M) seorang ulama dari kalangan Hambaliyah. Lalu gerakan ini diteruskan oleh para pengikutnya, antara lain Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, Jamaluddin al-Afgani, Syekh Muhammad Abduh, dan Syekh Muhammad Rosyid Ridho.
Akhirnya gerakan salafi ini menyebar ke seluruh dunia. Di India mencuatlah nama Sayid Ahmad Khan yang dianggap mempunyai semangat salaf. Di Indonesia sendiri muncul pula oraganisai-organisasi keagamaan yang dilandasi ajaran salaf seperti Thowalib, al-Irsyad, Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan Persatuan Umat Islam.
Wahabi
Gerakan Wahabi muncul di Uyainah, suatu daerah di Nejed, kota terpencil di Saudi Arabiyah yang ketika itu berada dalam kekuasaan Kerajaan Turki Usmani. Pelopornya adalah Muhammad bin Abdul Wahab (1115-1306 H/1702-1786 M), pengikut setia dan penganut Ahmad bin Hambal, pendiri Madzhab Hambali. Gerakan ini tidak mendapat sambutan dari masyarakat, bahkan mendapat tekanan dari penguasa setempat. Lalu pindahlah Muhammad bin Abdul Wahab ke desa Dar’iyah, sebelah timur Riyadh yang dihuni oleh Amir ibnu Su’ud (w. 1179 H/l766 M), pendiri Dinasti Su’ud yang kini berkuasa di Arab Saudi.
Di tempatnya yang baru ini, Wahabi mendapat dukungan dan perlindungan dari Muhammad bin Su’ud. Sebaliknya Muhammad Abdul Wahhab memandang Amir Su’ud memiliki ambisi yang besar untuk menguasai daratan Arabia. Maka pada tahun 1744 M tercapailah kesepakatan di antara keduanya untuk saling mendukung demi tercapainya tujuan masing-masing. Dengan begitu Muhammad Abdul Wahab dapat dengan leluasa mengembangkan ajarannya.
Sebagaimana gerakan Salafiyah, wahabi kala itu juga ingin memurnikan ajaran Islam. Hanya saja mereka tidak menempuh cara-cara persuasif seperti yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah, melainkan mengambil sikap keras dengan menggunakan kekuatan.
No comments:
Post a Comment