أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Di dalam perjalanan Ma’rifatullah/Mengenal akan Allah maka di mulai dengan Mengenal akan Diri sendiri (Diri yang sebenar-benarnya Diri). Sebab diri yang dikatakan sebenar-benarnya diri itu, yang memiliki hubungan langsung dengan Tuhannya. Tentu bagi mereka yang sudah paham tentang Ma’rifat telah mengetahui yang mana sih…., diri yang harus di kenal itu.
“Semuanya akan
binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan
kemuliaan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”. (QS,Ar Rahmaan : 26-28)
Ketika hati
mulai bercahaya, ketika jiwa mulai merasakan, ketika akal silau dengan
pancaran Nur Nya ; saat itu lidah terasa kelu untuk bersuara, perasaan
hati lenyap entah kemana, raga hampir-hampir tak berdaya bahkan jiwa
gaib di dalam kegaiban Tuhannya.
Samudra
Ahadiyah Allah Ta’ala telah menghanyutkan dirinya menghempaskan
batinnya pada karang-karang kerinduan dan membawanya kepada sebuah pulau
keikhlasan tertinggi.
Mereka-mereka
yang telah sampai pada keikhlasan tertinggi itu telah melepaskan segala
sesuatunya, apa saja baik dirinya zahir batin maupun yang diluar
dirinya. Pandangan Syuhudnya hanya lah Allah Swt, di dalam pandangan
yang tiada jarak dan tiada antara.
Telah
dilewatinya Pos-pos jiwa mulai dari Pos Ruhani sanpai kepada Pos Ruh
Idhofi. Disini baginya sesuatu yang berpasangan telah lenyap dari
pengetahuan di dirinya. Tiada lagi kata serba dua apalagi banyak pada
pandangan batinnya. Mursyid yang menyampaikan dirinya kepada Tuhannya
pun sudah tidak terpandang lagi. Baginya mursyid dan murid itu satu!
Yang dikatakan Mursyid, itulah Murid ; dan yang dikatakan Murid, itulah
Mursyid. Batinnya satu dengan Mursyidnya, sehingga dia juga yang disebut
Mursyid dan dia jugalah yang disebut Murid. Jika Mursyid dan Murid
sudah satu dalam pandangan Batinnya, dimanakah Mursyid? Dan dimanakah
Murid?
Tentu!
Jika sudah Satu meliputi maka tidak ada lagi Mursyid dan tidak ada lagi
Murid, yang ada hanyalah Penguasa yang menguasai Mursyid dan Murid,
Dialah Allahu Robbul ‘Alamin.
Itulah
maqom keikhlasan tertinggi dimana pada maqom itu ia tidak terikat oleh
sesuatu lagi, tidak membangga-banggakan akan sesuatu lagi dan tidak
menonjolkan akan sesuatu lagi.
Kemerdekaan
dan kemandirian bersama Tuhannya telah mengisi kekosongan jiwanya,
sehingga kemana saja ia pergi, dimana saja ia berada tidak ada yang ada
hanya Allah Swt meliputi disetiap gerak dan diamnya.
Pada Maqom Keikhlasan tertinggi itu Allah telah mendudukan ia pada posisi “DARKATUL QUDRAT”, karena ia telah berhasil melewati tahapan ke “AKU” an didirinya.
DARKATUL QUDRAT adalah ibarat Halaman Istana Kerajaan Allah Ta’ala.
Jika ke “AKU “an dirinya saja sudah lenyap/Fana dari pandangan, bukankah segala yang di luar dari dirinya juga akan lenyap/Fana?
Apabila
mereka yang mengaku telah benar-benar sampai kepada Tuhannya, tentu
sudah seharusnya ia tidak bersandar lagi kepada sesuatu.
Jika
masih bersandar akan sesuatu sedangkan ia menyatakan telah sampai
kepada Maqom Robbani, maka sesungguhnya ia belumlah sampai dengan
sebenar-benarnya sampai. Pada saat itu ia masih sampai sebatas Ilmu dan
rasa tetapi belum lagi sampai kepada yang punya Ilmu dan rasa.
Sayyidina Ali bin Abi Tholib r.a Karamallahu Wajhah berkata :
“Tidak Syah Sholat seseorang melainkan dengan Mengenal akan Allah”.
Di dalam perjalanan Ma’rifatullah/Mengenal akan Allah maka di mulai dengan Mengenal akan Diri sendiri (Diri yang sebenar-benarnya Diri). Sebab diri yang dikatakan sebenar-benarnya diri itu, yang memiliki hubungan langsung dengan Tuhannya. Tentu bagi mereka yang sudah paham tentang Ma’rifat telah mengetahui yang mana sih…., diri yang harus di kenal itu.
Akan
tetapi dari mereka-mereka yang telah kenal akan diri banyak yang tidak
menyadari bahwasannya apa yang telah dilaluinya/diketahuinya itu masih
sebatas Kulit dalam pandangan Arifbillah.
Kenapa
demikian..? karena diri yang banyak diketahui oleh sebagian penuntut
Ma’rifatullah itu masih terbatas kepada diri yang ada pada dirinya
sendiri. Dan ada juga yang terbatas pada pandangannya kepada orang yang
diistimewakan dan diagungkannya.
Sedangkan
Ma’rifat yang sebenarnya dan sesempurna-sesempurnanya adalah Ma’rifat
yang Universal, tidak ada batasanya dan tidak terbatasi oleh diri
sendiri saja maupun orang tertentu saja.
Setiap orang yang berada di dalam lingkaran Ma’rifat merujuk kepada Sumber Pengetahuan Allah/Sumber Hakikatullah yang di sebut dengan “Nur Muhammad”,
sebagaimana dalil yang telah dipahami oleh mereka-mereka yang ber paham
Ma’rifat bahwa “Nur Muhammad” itu awal-awal dari segala sesuatu. Dengan
Nur itu maka terciptalah Seluruh sekalian Alam beserta isinya.
Rosulullah Saw bersabda :
“Bahwasannya
Allah Swt telah menjadikan akan Ruh-ku daripada Zat-Nya sedangkan
sekalian Alam beserta isinya terbit dari pada Nur-ku (Nur Muhammad)”.
Sabda Rosulullah Saw yang lain :
“Sesungguhnya Aku adalah Bapak sekalian Ruh sedangkan Adam adalah Bapak dari sekalian batang tubuh (Jasad)”.
Dari
dalil tersebut telah menguraikan bahwa Hakikat Nur Muhammad itu tidak
hanya ada pada satu diri saja melainkan ada pada setiap yang maujud.
Sehingga tak terbatas bagi Nur Muhamad itu, melainkan meliputi sekalian
Alam termasuk pada diri sendiri.
Jika
seseorang mengenal akan Allah melalui Nur-Nya (Nur Muhammad) yang ada
pada dirinya sendiri maka belum lah dikatakan mengenal akan Allah yang
meliputi sekalian Alam. Begitu juga jika seseorang mengenal akan Allah
melalui Nur-Nya (Nur Muhammad) yang ada hanya pada orang-orang tertentu
yang diistimewakannnya dan diagungkannya dari diri Ustadz-ustadznya,
Guru-gurunya, Syaikhnya ataupun Mursyidnya maka sesungguhnya ia masih
terhijab oleh yang sesuatu yang dipandangnya.
Rumus dari pada Ma’rifatulah yang sebenarnya dan Universal itu adalah :
“Syuhudul Wahdah Fil Katsroh, Syuhudul Katsroh Fil Wahdah”.
(Memandang yang Satu (Nur) ada pada yang banyak, memandang yang banyak ada pada yang Satu).
Saya
katakan bahwa seseorang yang mengenal Allah sebatas pandanganya kepada
dirinya sendiri atau orang tertentu yang diistimewakan dan diagungkannya
maka mereka itu mengenal akan Allah masih sebatas Kulit saja dari
pemahaman Marifatullah yang sesungguhnya.
Jika
demikian!, bagaimana mungkin ia akan sampai kepada keikhlasan tertinggi
dan bagaimana mungkin ia mengatakan telah bertemu dengan Allah sedangan
di halaman Istana Allah saja (DARKATUL QUDRAT) ia belum memasukinya, karena masih terdinding/terhijab pandangannya dari sesuatu selain Allah Swt (HAQQUL HAQIQI).
Jika anda benar-benar ingin menjumpai Allah dan bertemu dengan Allah (LIQO’) maka lepaskanlah pandangan hatimu dari sesuatu apapun. Jangan berhenti pada pandangan JAMALULLAH/ KEINDAHAN ALLAH maka niscaya engkau akan mabuk dan takjub di dalamnya.
Pandanganmu akan Hakikat Nur
yang ada hanya pada dirimu saja atau yang ada hanya pada orang yang
engkau kagumi dan istemawakan saja membuktikan bahwa tanpa engkau sadari
engkau telah tenggelam dan mabuk di dalam sifat JAMALULLAH/KEINDAHAN ALLAH.
Ketahuilah! Bahwa untuk sampai kepada Allah Swt dengan melalui EMPAT tahapan, yaitu :
JALALULLAH (Kebesaran dan Keagungan Allah)
JAMALULLAH (Keindahan Allah)
QOHARULLAH (Kekerasan/Kepastian Allah)
KAMALULLAH (Kesempurna’an Allah)
Untuk bisa menaiki tahapan-tahapan tsb agar sampai kepada KAMALULLAH (KESEMPURNAAN ALLAH), maka
wajib baginya Satu Pandangan yaitu Allah Swt tanpa melalui perantara
selain Nur Muhammad. Sedangkan Nur Muhammad itu meliputi setiap yang
Maujud termasuk pada diri sendiri.
Sehingga yang dikatakan sebenar-benarnya Guru/Mursyid Murobbi adalah Nur Muhammad Rosulullah Saw sebagai pemegang Kunci Pintu Surga/MIFTAHUL JANNAH.
Siapapun
mereka itu, jika Satu yang di pandang yaitu Allah Swt, melalui Hakikat
Nur Muhammad yang meliputi sekalian Alam maka tidak ada sebutan yang
pantas baginya selain “ARIFBILLAH”.
Jika
masih ada pandangan yang terbatas atau dibatasi tentang Hakikat Nur
Muhammad itu pada beberapa diri saja maka belumlah pantas baginya
menyandang sebutan “ARIFBILLAH” melainkan mereka itu masih di sebut dengan orang yang berada pada “TARIKAT/Perjalanan” menuju kepada Allah.
Mursyid Murobbi tidak hanya ada pada satu diri
Melainkan Meliputi setiap “Kaun Maujudi”
Siapa yang sanggup mematikan Diri
Itulah Langkah Awal menuju Diri Sejati
Jangan tertipu dengan apa yang dipandang
Karena semuanya hanyalah bayang-bayang
Tidak terpisah Al-Haq dengan selayang pandang
Tujulah kepada satu yang ada di dalam pandang
Belumlah dikatakan sebenar-benarnya mengenal
Sebelum engkau mengerti JALAL, JAMAL, QOHAR DAN KAMAL
Empat sifat yang maujud dan Nyata pada Nur-Nya
Alif itu menunjukkan akan Zat-Nya
Lam Awal adalah ketetapan Sifat-Nya
Lam Akhir kenyataan Asma’Nya
Sedangkan Ha adalah bukti dari Af’al-Nya
Kesempurnaan Allah dalam keserba meliputannya
Pada Muhammad Rosulullah segala rahasianya
Sebagai inti dasar dari sekalian alam
Menjadi saksi kemaujudannya
Alif adalah jati diri Muhammad
Kaf itu adalah Ilmu Muhammad
Ba’ adalah Kelakuan Muhammad
Ro’ itu kehendak pada diri Muhammad
Dari situlah Maha Agung Allah Ta’ala
Dalam keserba meliputan sekalian Alam
Allah dan Muhammad satu Rahasia
Menjadi Kalimah ALLAH dan AKBAR
Karena itulah Rosulullah bersabda
“Agungkanlah dan besarkanlah Kalimah Allah : Allahu Akbar…. Allahu Akbar…… Allahu Akbar Walillahil hamd”.
No comments:
Post a Comment