أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Bagi
para sufi, pemaknaan ayat—baik takwini maupun tadwini—tidak hanya pada
teks, konteks, semantik, dan hermeneutik, tetapi juga semiotik.
Bagi
para sufi, pemaknaan ayat—baik takwini maupun tadwini—tidak hanya pada
teks, konteks, semantik, dan hermeneutik, tetapi juga semiotik.
Dalam
artikel-artikel terdahulu diungkapkan bahwa betapa para sufi memandang
ayat-ayat tersebut bagaikan gunung es, yang hanya menampilkan puncaknya
yang tidak seberapa, tetapi yang teramat besar ialah substansi yang
berada di bawah laut.
Terlalu naif kita jika hanya mampu memahami puncak gunung es tanpa
menyelam ke dasar laut. Huruf-huruf dan angka-angka serta kombinasi di
antara huruf-huruf dan angka-angka dimaknai secara komprehensif dan
digunakan sebagai alamat (ayat) oleh mereka.
Kalangan sufi sangat yakin bahwa tidak ada ciptaan Allah SWT yang
sia-sia tanpa makna dan pesan, sebagaimana dipahami di dalam ayat,
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau maka peliharalah kami dari siksa neraka’.” (QS Ali Imran: 191).
Bagi kalangan sufi, huruf-huruf abjad Arab yang digunakan Allah
mengungkapkan firman-Nya bukan abjad biasa, tetapi memiliki kedalaman
dan keluasan makna tersendiri. Dengan abjad Arablah Allah mengungkapkan
nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Itulah sebabnya setiap umat Islam
selayaknya, bahkan ada yang mengatakan wajib mengenali huruf-huruf
hijaiyah yang digunakan di dalam Alquran.
Kekuatan abjad ataupun huruf yang kemudian membentuk kalimat, dihubungkan dengan ayat: “Katakanlah:
‘Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat
Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis)
kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu
(pula)’.” (QS Al-Kahfi: 109).
Huruf-huruf dianggap salah satu cadar yang harus disingkap dengan
kekuatan dan kearifan khusus. Selama seseorang masih terpaku hanya pada
teks semata, menurut Niffari sebagaimana dikutip Annemarie Schimmel,
berarti tidak ubahnya memberhalakan teks. Itu juga berarti pengingkaran
terhadap substansi agama dan sudah barang tentu tidak mungkin mencapai
puncak yang tidak berhuruf dan berbentuk itu.
Selain para sufi, para penyair Arab pun sangat concern terhadap
huruf-huruf. Penyair (Arab) yang tidak mendalami makna abjad dan huruf
sulit membuat syair yang lebih mendalam. Sejak pra-Islam sudah gandrung
mendalami abjad atau huruf yang mereka hubungkan dengan bagian-bagian
tubuh manusia.
Menurut Syibli, sebagaimana dikutip Schimmel, tidak ada sebuah huruf pun yang tidak memuji Allah dalam suatu bahasa.
“Ketika Allah menciptakan huruf-huruf itu, Ia menyembunyikan maknanya, dan ketika menciptakan Adam, baru Ia mengungkapkan maknanya. Namun, Ia tidak mengungkapkan hal itu kepada makhluk mana pun, termasuk malaikat,” ujar Syibli.
Hal ini bisa dihubungkan dengan rangkaian firman Allah dalam QS Al-Baqarah: 31- 33, dimana Adam mendemonstrasikan makna “al-kalimah” yang membuat para malaikat takjub kepada Adam.
Tradisi pemaknaan huruf atau abjad sudah berlangsung jauh sebelum Islam. Tradisi Persia, ilmu-ilmu Fengsui Cina, dan tradisi kabalistik (tasawuf Yahudi) sudah mengembangkan ilmu ini, kemudian berlanjut dalam tradisi Islam.
Dalam lintasan sejarah sufisme, dikenal sejumlah nama yang mengamalkan dan mengembangkan tradisi ini, seperti Imam Ja’far Al-Shadiq (Imam Syiah keenam) dan Al-Khallaj.
Bahkan, di Persia pernah berkembang aliran hurufi yang dikembangkan oleh Fadhlullah Astarabadi, yang kemudian dihukum mati karena dianggap mengembangkan paham bid’ah lalu diteruskan oleh muridnya, Nesimi, yang juga dihukum mati pada 1417 M dengan alasan yang sama.
Salah satu contoh ajaran Hurufi ialah dunia merupakan perwujudan tertinggi Allah, wajah manusia tidak lain adalah jelmaan Alquran, dan Adam dianugerahi sembilan huruf, Ibrahim 14 huruf, Muhammad 28 huruf, Fadlullah si pendiri aliran ini mengaku mampu memahami 32 huruf, empat tambahannya dari abjad Arab versi Persia.
Contoh implementasi huruf dalam diri manusia ialah huruf alif membentuk garis khatulistiwa seperti halnya hidung. Mungkin karena ia seorang Syiah maka penafsiran huruf-huruf sangat dipengaruhi oleh ajaran Syiah yang memuji (untuk tidak disebut memuja Ali). Namun, kalangan sufi pengembang hurufi lain lebih netral aliran.
Beberapa ilustrasi huruf yang dihubungkan dengan manusia oleh kalangan mistikus, antara lain, alif (matahati), ba (hidung), ta (bahu kanan), tsa (bahu kiri), jim (kepala), ha (perut), kha (jantung), dal (telinga kanan), dzal (telinga kiri), ra (hati), dzai (rahasia/sirr), sin (siku kanan), syin (siku kiri), shad (paha kanan), dlad (paha kiri), tha (bagian belakang kanan), dha (bagian belakang kiri), ‘ain (hidup), ghuin (nyawa), fa (genggaman kanan), qaf (genggaman kiri), kaf (mulut), lam (isi perut), mim (nadi), nun (pusar), waw (tulang belakang), ha (lidah), la (kedua lutut), dan ya (kedua telapak kaki).
“Ketika Allah menciptakan huruf-huruf itu, Ia menyembunyikan maknanya, dan ketika menciptakan Adam, baru Ia mengungkapkan maknanya. Namun, Ia tidak mengungkapkan hal itu kepada makhluk mana pun, termasuk malaikat,” ujar Syibli.
Hal ini bisa dihubungkan dengan rangkaian firman Allah dalam QS Al-Baqarah: 31- 33, dimana Adam mendemonstrasikan makna “al-kalimah” yang membuat para malaikat takjub kepada Adam.
Tradisi pemaknaan huruf atau abjad sudah berlangsung jauh sebelum Islam. Tradisi Persia, ilmu-ilmu Fengsui Cina, dan tradisi kabalistik (tasawuf Yahudi) sudah mengembangkan ilmu ini, kemudian berlanjut dalam tradisi Islam.
Dalam lintasan sejarah sufisme, dikenal sejumlah nama yang mengamalkan dan mengembangkan tradisi ini, seperti Imam Ja’far Al-Shadiq (Imam Syiah keenam) dan Al-Khallaj.
Bahkan, di Persia pernah berkembang aliran hurufi yang dikembangkan oleh Fadhlullah Astarabadi, yang kemudian dihukum mati karena dianggap mengembangkan paham bid’ah lalu diteruskan oleh muridnya, Nesimi, yang juga dihukum mati pada 1417 M dengan alasan yang sama.
Salah satu contoh ajaran Hurufi ialah dunia merupakan perwujudan tertinggi Allah, wajah manusia tidak lain adalah jelmaan Alquran, dan Adam dianugerahi sembilan huruf, Ibrahim 14 huruf, Muhammad 28 huruf, Fadlullah si pendiri aliran ini mengaku mampu memahami 32 huruf, empat tambahannya dari abjad Arab versi Persia.
Contoh implementasi huruf dalam diri manusia ialah huruf alif membentuk garis khatulistiwa seperti halnya hidung. Mungkin karena ia seorang Syiah maka penafsiran huruf-huruf sangat dipengaruhi oleh ajaran Syiah yang memuji (untuk tidak disebut memuja Ali). Namun, kalangan sufi pengembang hurufi lain lebih netral aliran.
Beberapa ilustrasi huruf yang dihubungkan dengan manusia oleh kalangan mistikus, antara lain, alif (matahati), ba (hidung), ta (bahu kanan), tsa (bahu kiri), jim (kepala), ha (perut), kha (jantung), dal (telinga kanan), dzal (telinga kiri), ra (hati), dzai (rahasia/sirr), sin (siku kanan), syin (siku kiri), shad (paha kanan), dlad (paha kiri), tha (bagian belakang kanan), dha (bagian belakang kiri), ‘ain (hidup), ghuin (nyawa), fa (genggaman kanan), qaf (genggaman kiri), kaf (mulut), lam (isi perut), mim (nadi), nun (pusar), waw (tulang belakang), ha (lidah), la (kedua lutut), dan ya (kedua telapak kaki).
Banyak lagi pemaknaan lain dari huruf-huruf hijaiyah yang dihubungkan dengan organ tubuh manusia.
Di antaranya lagi ada yang menghubungkan mulut dengan huruf mim, mata dengan shad atau ‘ain (yang memang berarti mata), rambut dihubungkan dengan huruf dal atau jim, dan sebagainya.
Tentu saja kita berhak untuk tidak percaya dengan semuanya itu, tetapi bagi orang-orang yang meyakininya mungkin mereka memperoleh manfaat, walaupun hanya berupa sugesti dan motivasi untuk lebih kuat mencari dan menemukan Tuhannya. Allahua’lam.
Bagi penganut ajaran hurufi, mereka menggambarkan manusia sebagai tiruan sempurna Lauhul Mahfudz, tempat segala sesuatu tersimpul. Agak mirip dengan ahli kosmologi yang menganggap manusia sebagai mikrokosmos, karena manusia mirip sekali dan merupakan miniatur alam raya (makrokosmos).
Seorang penyair Indo-Persia, yang mungkin terpengaruh dengan aliran hurufi ini pernah membuat syair sebagai berikut:
“Wajahmu bagaikan tiruan Alquran, tanpa ralat dan kesalahan, yang telah digoreskan oleh pena nasib khusus dari tinta wewangian. Mata dan mulutmu adalah sajak-sajak yang titik untuk berhenti. Alis matamu adalah maddah (untuk memanjakan alif). Bulu matamu adalah pertanda tasrif, bintik dan huruf bawah dan titik-titik.” (Dikutip dari Syit Qani’ dalam Maqalat Al-Syu’ara’ oleh Schimmel).
Ibnu Arabi ketika memaknai Surah Al-Qalam: 1, terutama arti huruf nun yang diartikan malaikat atau tinta dawat menurut sufi lain, qalam diartikan dengan pena sebagai makhluk pertama, dan wa ma yasthurun dihubungkan dengan Lauhul Mahfudz.
Demikian pula, ketika ia memaknai titik di bawah huruf ba pada basmalah, yang dianggap sebagai tulisan pertama pena itu, yang dari titik ini pecah dan mengalami pengembangan (expanding universe) yang dihubungkan dengan Surah Adz-Dzaariyaat: 47, (“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya”).
Penjelasan-penjelasan tersebut kata Ibnu Arabi memerhatikan secara khusus makna-makna huruf lebih dari sekedar komponen teks. (Penjelasan lebih perinci tentang hal ini, lihat artikel terdahulu: “Rahasia Basmalah”).
Di antaranya lagi ada yang menghubungkan mulut dengan huruf mim, mata dengan shad atau ‘ain (yang memang berarti mata), rambut dihubungkan dengan huruf dal atau jim, dan sebagainya.
Tentu saja kita berhak untuk tidak percaya dengan semuanya itu, tetapi bagi orang-orang yang meyakininya mungkin mereka memperoleh manfaat, walaupun hanya berupa sugesti dan motivasi untuk lebih kuat mencari dan menemukan Tuhannya. Allahua’lam.
Bagi penganut ajaran hurufi, mereka menggambarkan manusia sebagai tiruan sempurna Lauhul Mahfudz, tempat segala sesuatu tersimpul. Agak mirip dengan ahli kosmologi yang menganggap manusia sebagai mikrokosmos, karena manusia mirip sekali dan merupakan miniatur alam raya (makrokosmos).
Seorang penyair Indo-Persia, yang mungkin terpengaruh dengan aliran hurufi ini pernah membuat syair sebagai berikut:
“Wajahmu bagaikan tiruan Alquran, tanpa ralat dan kesalahan, yang telah digoreskan oleh pena nasib khusus dari tinta wewangian. Mata dan mulutmu adalah sajak-sajak yang titik untuk berhenti. Alis matamu adalah maddah (untuk memanjakan alif). Bulu matamu adalah pertanda tasrif, bintik dan huruf bawah dan titik-titik.” (Dikutip dari Syit Qani’ dalam Maqalat Al-Syu’ara’ oleh Schimmel).
Ibnu Arabi ketika memaknai Surah Al-Qalam: 1, terutama arti huruf nun yang diartikan malaikat atau tinta dawat menurut sufi lain, qalam diartikan dengan pena sebagai makhluk pertama, dan wa ma yasthurun dihubungkan dengan Lauhul Mahfudz.
Demikian pula, ketika ia memaknai titik di bawah huruf ba pada basmalah, yang dianggap sebagai tulisan pertama pena itu, yang dari titik ini pecah dan mengalami pengembangan (expanding universe) yang dihubungkan dengan Surah Adz-Dzaariyaat: 47, (“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya”).
Penjelasan-penjelasan tersebut kata Ibnu Arabi memerhatikan secara khusus makna-makna huruf lebih dari sekedar komponen teks. (Penjelasan lebih perinci tentang hal ini, lihat artikel terdahulu: “Rahasia Basmalah”).
Di
kalangan para sufi, ada yang percaya bahwa huruf-huruf dan angka-angka
bukan sekadar huruf biasa yang menjadi simbol bacaan, tetapi lebih dari
itu. Huruf-huruf dan angka-angka juga memiliki makna kompleks dan
komprehensif.
Sebuah hasil studi mendalam tentang makna metafisik di balik huruf dan angka ditulis oleh Franz Carl Endres dalam "Das Mysterium Der Zahl", lalu dikembangkan lebih dalam dan lebih luas oleh Annemarie Shcimmel di dalam "The Mystery of Num bers", yang merangkum misteri di balik huruf alfabet dan nomor pada sejumlah agama dan kepercayaan, seperti mistisisme Semit, pemikiran Pytagoras, Taoisme, Kabbalah (Mistisisme Ya hudi), Kristen, Hindu, Buddha, dan Islam.
Di dalam lintasan sejarah keilmuan sufi juga ditemukan studi mendalam di balik huruf alfabet dan angka-angka Arab. Salah seorang di antaranya ialah Haydar Amuli yang pernah menyatakan sebagaimana dikutip oleh Toshihiko Izutsu, "Huruf-huruf yang ditulis dengan tinta tidak hanya sekedar berwujud sebagai huruf, melainkan huruf-huruf tersebut tidak lain merupakan pelbagai bentuk yang dimaknai dengan kebiasaan tertentu.”
“Yang mewujud benar-benar ialah tinta (yang menuliskannya) itu. Keterwujudan huruf-huruf itu tidak lain adalah keberadaan tinta itu, yang juga merupakan kenyataan tersendiri dan unik yang mengungkapkan diri dalam berbagai bentuk yang berubah-ubah. Pertama kali kita harus melatih mata untuk melihat kenyataan kesamaan tinta pada semua huruf, kemudian melihat-huruf-huruf itu dalam begitu banyak untuk yang berubah-ubah dari tinta.”
Sebagai contoh huruf pertama dalam huruf hijaiyah, abjad Arab, ialah huruf alif. Huruf ini oleh kalangan mistikus sebagai huruf istimewa yang sarat dengan makna. Huruf alif ini menunjuk kepada Allah, Sosok yang menghu bungkan (allafa) segala sesuatu, namun Ia tetap terpisah dengan segala sesuatu itu.
Menurut Muhasibi, ketika Allah menciptakan huruf-huruf, Ia memerintahkan semua huruf untuk menurut, namun hanya huruf alif yang tidak menurut, tetap mempertahankan wujud pertamanya berdiri tegak.
Niffari menyebut semua huruf sakit kecuali huruf alif. Muhasibi mengomentari huruf alif ini dengan mengutip hadis Nabi, "Allah menciptakan Adam sesuai dengan gambar/citra-Nya ('ala shuratihi)". Huruf alif sebagai huruf Allah dan juga huruf pertamanya Adam, satu-satunya huruf yang bertahan dengan keutuhannya, selainnya semuanya kehilangan wujud aslinya.
Sebuah hasil studi mendalam tentang makna metafisik di balik huruf dan angka ditulis oleh Franz Carl Endres dalam "Das Mysterium Der Zahl", lalu dikembangkan lebih dalam dan lebih luas oleh Annemarie Shcimmel di dalam "The Mystery of Num bers", yang merangkum misteri di balik huruf alfabet dan nomor pada sejumlah agama dan kepercayaan, seperti mistisisme Semit, pemikiran Pytagoras, Taoisme, Kabbalah (Mistisisme Ya hudi), Kristen, Hindu, Buddha, dan Islam.
Di dalam lintasan sejarah keilmuan sufi juga ditemukan studi mendalam di balik huruf alfabet dan angka-angka Arab. Salah seorang di antaranya ialah Haydar Amuli yang pernah menyatakan sebagaimana dikutip oleh Toshihiko Izutsu, "Huruf-huruf yang ditulis dengan tinta tidak hanya sekedar berwujud sebagai huruf, melainkan huruf-huruf tersebut tidak lain merupakan pelbagai bentuk yang dimaknai dengan kebiasaan tertentu.”
“Yang mewujud benar-benar ialah tinta (yang menuliskannya) itu. Keterwujudan huruf-huruf itu tidak lain adalah keberadaan tinta itu, yang juga merupakan kenyataan tersendiri dan unik yang mengungkapkan diri dalam berbagai bentuk yang berubah-ubah. Pertama kali kita harus melatih mata untuk melihat kenyataan kesamaan tinta pada semua huruf, kemudian melihat-huruf-huruf itu dalam begitu banyak untuk yang berubah-ubah dari tinta.”
Sebagai contoh huruf pertama dalam huruf hijaiyah, abjad Arab, ialah huruf alif. Huruf ini oleh kalangan mistikus sebagai huruf istimewa yang sarat dengan makna. Huruf alif ini menunjuk kepada Allah, Sosok yang menghu bungkan (allafa) segala sesuatu, namun Ia tetap terpisah dengan segala sesuatu itu.
Menurut Muhasibi, ketika Allah menciptakan huruf-huruf, Ia memerintahkan semua huruf untuk menurut, namun hanya huruf alif yang tidak menurut, tetap mempertahankan wujud pertamanya berdiri tegak.
Niffari menyebut semua huruf sakit kecuali huruf alif. Muhasibi mengomentari huruf alif ini dengan mengutip hadis Nabi, "Allah menciptakan Adam sesuai dengan gambar/citra-Nya ('ala shuratihi)". Huruf alif sebagai huruf Allah dan juga huruf pertamanya Adam, satu-satunya huruf yang bertahan dengan keutuhannya, selainnya semuanya kehilangan wujud aslinya.
Masih
misteri huruf alif, menurut Attar, sebagaimana dikutip dari Annimarie
Schimmel, ikut mengomentari kelebihan huruf ini dengan mengatakan, jika
huruf alif dibengkokkan maka bisa lahir huruf dal, dzal, ra, zai.
Jika dilipat dua ujungnya bisa membentuk huruf ba, nun, ta, tsa. Bahkan, semua huruf lain juga bisa terbentuk dari huruf alif. Itulah sebabnya huruf alif dikatakan huruf ahadiyyah, huruf kesatuan dan kebersatuan, huruf tau hid, sekaligus sebagai huruf transendens.
Namun, ada juga yang mengomentari sebaliknya, huruf alif adalah huruf iblis, karena satu-satunya huruf yang tidak mau membungkuk, seperti syair Jalaluddin Rumi: "Jangan menjadi alif yang keras kepala, jangan menjadi huruf ba yang kepalanya dua, tetapi jadilah huruf jim.”
Dalam kitab ini diulas tentang berbagai makna mistik dari huruf alif. Di antaranya menjelaskan kata alif itu sendiri tersusun dari tiga huruf, yaitu alif, lam, dan fa, yang mengisyaratkan kesatuan dari tiga hal, yaitu pencinta, kekasih, dan cinta, atau merenung, bahan renungan, dan perenungan.
Syah Abd Al-Lathif menjelaskan, alif menunjukkan nama Allah dan mim menunjukkan nama Muhammad SAW. Ia melihat urgensi kedua huruf ini di dalam pembahasannya dengan mengutip hadis Qudsi, "Ana Ahmad bila mim" (Aku Ahmad tanpa huruf mim), berarti Ahad (Esa), yakni Allah Yang Maha Esa.
Jika dilipat dua ujungnya bisa membentuk huruf ba, nun, ta, tsa. Bahkan, semua huruf lain juga bisa terbentuk dari huruf alif. Itulah sebabnya huruf alif dikatakan huruf ahadiyyah, huruf kesatuan dan kebersatuan, huruf tau hid, sekaligus sebagai huruf transendens.
Namun, ada juga yang mengomentari sebaliknya, huruf alif adalah huruf iblis, karena satu-satunya huruf yang tidak mau membungkuk, seperti syair Jalaluddin Rumi: "Jangan menjadi alif yang keras kepala, jangan menjadi huruf ba yang kepalanya dua, tetapi jadilah huruf jim.”
Dalam kitab ini diulas tentang berbagai makna mistik dari huruf alif. Di antaranya menjelaskan kata alif itu sendiri tersusun dari tiga huruf, yaitu alif, lam, dan fa, yang mengisyaratkan kesatuan dari tiga hal, yaitu pencinta, kekasih, dan cinta, atau merenung, bahan renungan, dan perenungan.
Syah Abd Al-Lathif menjelaskan, alif menunjukkan nama Allah dan mim menunjukkan nama Muhammad SAW. Ia melihat urgensi kedua huruf ini di dalam pembahasannya dengan mengutip hadis Qudsi, "Ana Ahmad bila mim" (Aku Ahmad tanpa huruf mim), berarti Ahad (Esa), yakni Allah Yang Maha Esa.
Huruf
mim merupakan satu-satunya penghalang antara Allah dan Muhammad. Ini
mengingatkan kita pada riwayat- riwayat Ahlul Bait (Syiah) yang banyak
mengomentari hadis titik di bawah huruf ba pada kata basmalah.
Ibnu Arabi dan kalangan sufi Syiah menghubungkan huruf alif dengan kalam (pena) di dalam Surah Al-Qalam ayat 1: Nun wa al- Qalam wa ma yasthurun. (Nun, demi pena dan apa yang dituliskannya). Nun dihubungkan dengan botol tinta dawak, kalam dihubungkan dengan alif yang menulis, dan buku dihubungkan dengan Lauh Al-Mahfudz.
Ibnu Arabi dan kalangan sufi Syiah menghubungkan huruf alif dengan kalam (pena) di dalam Surah Al-Qalam ayat 1: Nun wa al- Qalam wa ma yasthurun. (Nun, demi pena dan apa yang dituliskannya). Nun dihubungkan dengan botol tinta dawak, kalam dihubungkan dengan alif yang menulis, dan buku dihubungkan dengan Lauh Al-Mahfudz.
Tulisan alif mewujudkan kehendak Allah dalam bentuk alam dan kenyataan. Dalam hadis diistilahkan: "Tidak jatuh sehelai daun dari tangkainya melainkan sudah tertulis di dalam lauh al-mahfudz.”
Keistimewaan alif yang membentuk huruf lafdh al-jalalah, yang terdiri atas huruf lam lam ha, tidak ada sebuah kata yang digugurkan satu persatu hurufnya namun tetap menunjuk makna yang sama. Jika huruf alif di bagian awal dibuang maka tinggal huruf lam lam ha, masih bisa terbaca "lillah" berarti "untuk Allah".
Jika digugurkan lagi huruf lam pertamanya sehinggal tinggal dua huruf yaitu lam dan ha masih bisa terbaca "lahu" berarti "kepunyaan Allah". Jika digugurkan lam keduanya sehingga tinggal satu huruf yaitu huruf ha, masih bisa terbaca dan mempunyai arti sebagai kata ganti (dlamir) berarti "Dia", sebagai kata ganti untuk Allah. Dlamir atau kata hu sebagai singkatan kata huwa, sering dijadikan lafaz wirid oleh sejumlah tarekat de ngan cara meng ambil napas lalu membuang napas dengan membaca panjang: Huu… yakni Allah SWT.
Keistimewaan alif yang membentuk huruf lafdh al-jalalah, yang terdiri atas huruf lam lam ha, tidak ada sebuah kata yang digugurkan satu persatu hurufnya namun tetap menunjuk makna yang sama. Jika huruf alif di bagian awal dibuang maka tinggal huruf lam lam ha, masih bisa terbaca "lillah" berarti "untuk Allah".
Jika digugurkan lagi huruf lam pertamanya sehinggal tinggal dua huruf yaitu lam dan ha masih bisa terbaca "lahu" berarti "kepunyaan Allah". Jika digugurkan lam keduanya sehingga tinggal satu huruf yaitu huruf ha, masih bisa terbaca dan mempunyai arti sebagai kata ganti (dlamir) berarti "Dia", sebagai kata ganti untuk Allah. Dlamir atau kata hu sebagai singkatan kata huwa, sering dijadikan lafaz wirid oleh sejumlah tarekat de ngan cara meng ambil napas lalu membuang napas dengan membaca panjang: Huu… yakni Allah SWT.
Tak hanya Islam
Pembahasan makna simbolik huruf dan angka ternyata tidak hanya dikenal di kalangan teosofi Muslim, tetapi juga di dalam agama-agama lain.
Makna alfabet Cina dan Jepang lebih kental lagi dengan nuansa mistisnya, karena huruf-hurufnya disusun berdasarkan perenungan simbolik dari pertarungan kearifan dan kezaliman atau antara kebaikan dan keburukan.
Kebaikan dilambangkan dengan huruf-huruf lurus, baik secara vertikal maupun horizontal. Sedangkan keburukan disimbol kan dengan huruf-huruf yang bengkok atau berliku.
Dalam tradisi mistisisme Cina (Feng Sui) makna metafisik di balik setiap wujud dimaknai sedemikian rupa, termasuk simbol huruf dan bilangan. Ini mengingatkan kita pada hermeneutisme Syiah bahwa ungkapan benda-benda (ism 'alam) dalam Alquran semuanya mutasyabihat, yang mengisyaratkan makna lahir (eksoterik) dan makna batin (esoterik).
Di dalam tradisi Kabbalah juga sangat kental dengan pemaknaan simbol-simbol huruf. Huruf-huruf alfabet Hebrew berjumlah 27 buah yang terdiri atas 22 harus ditambah lima akhiran.
Huruf-huruf tersebut ialah: alef, beth, gimel, daleth, he, vau, zayin, cheth, teth, yod, aph, lamed, mem, nun, samekh, ayin, pe, tzaddi, qoph, resh, shin, tav, akhiran caph, akhiran mem, akhiran, nun, akhiran pe, dan akhiran tzaddi. Kalangan Kabbalis memaknai secara metafisik (baca: mistik) huruf-huruf tersebut. Setiap huruf-huruf tersebut dihubungkan dengan fenomena alam dan fenomena batin.
Sebagai contoh huruf pertamanya, aleph (dibaca 'alif', sama dengan alfabet Arab) dimaknai sebagai prinsip ganda (dual principle) yang merepresentasikan keseluruhan wujud dan keseluruhan yang tidak berwujud.
Di dalam Kabbalah dikenal puncak segala rahasia (the secred of the secred) yaitu Ain Sof, yaitu sisi yang paling rahasia dari Tuhan, yang dalam Islam dapat disepadankan dengan Ahadiyyah, yaitu sir al-asrar. Pembahasan alef di dalam Kabbalah sama rumitnya pembahasan alif di dalam mistisisme tasawuf. (Lihat artikel terdahulu tentang: "Antara Ahadiyyah, Ain Sof, dan Atma").
Di dalam Alquran ternyata banyak angka dan huruf hijaiyah yang masih misteri, khususnya yang mengambil bentuk pembuka surah (fawatih al-shuwar). Di dalam kitab-kitab tafsir jarang sekali diungkapkan makna dan kandungan esoteriknya, terutama dalam literatur yang berbahasa Indonesia
Pembahasan makna simbolik huruf dan angka ternyata tidak hanya dikenal di kalangan teosofi Muslim, tetapi juga di dalam agama-agama lain.
Makna alfabet Cina dan Jepang lebih kental lagi dengan nuansa mistisnya, karena huruf-hurufnya disusun berdasarkan perenungan simbolik dari pertarungan kearifan dan kezaliman atau antara kebaikan dan keburukan.
Kebaikan dilambangkan dengan huruf-huruf lurus, baik secara vertikal maupun horizontal. Sedangkan keburukan disimbol kan dengan huruf-huruf yang bengkok atau berliku.
Dalam tradisi mistisisme Cina (Feng Sui) makna metafisik di balik setiap wujud dimaknai sedemikian rupa, termasuk simbol huruf dan bilangan. Ini mengingatkan kita pada hermeneutisme Syiah bahwa ungkapan benda-benda (ism 'alam) dalam Alquran semuanya mutasyabihat, yang mengisyaratkan makna lahir (eksoterik) dan makna batin (esoterik).
Di dalam tradisi Kabbalah juga sangat kental dengan pemaknaan simbol-simbol huruf. Huruf-huruf alfabet Hebrew berjumlah 27 buah yang terdiri atas 22 harus ditambah lima akhiran.
Huruf-huruf tersebut ialah: alef, beth, gimel, daleth, he, vau, zayin, cheth, teth, yod, aph, lamed, mem, nun, samekh, ayin, pe, tzaddi, qoph, resh, shin, tav, akhiran caph, akhiran mem, akhiran, nun, akhiran pe, dan akhiran tzaddi. Kalangan Kabbalis memaknai secara metafisik (baca: mistik) huruf-huruf tersebut. Setiap huruf-huruf tersebut dihubungkan dengan fenomena alam dan fenomena batin.
Sebagai contoh huruf pertamanya, aleph (dibaca 'alif', sama dengan alfabet Arab) dimaknai sebagai prinsip ganda (dual principle) yang merepresentasikan keseluruhan wujud dan keseluruhan yang tidak berwujud.
Di dalam Kabbalah dikenal puncak segala rahasia (the secred of the secred) yaitu Ain Sof, yaitu sisi yang paling rahasia dari Tuhan, yang dalam Islam dapat disepadankan dengan Ahadiyyah, yaitu sir al-asrar. Pembahasan alef di dalam Kabbalah sama rumitnya pembahasan alif di dalam mistisisme tasawuf. (Lihat artikel terdahulu tentang: "Antara Ahadiyyah, Ain Sof, dan Atma").
Di dalam Alquran ternyata banyak angka dan huruf hijaiyah yang masih misteri, khususnya yang mengambil bentuk pembuka surah (fawatih al-shuwar). Di dalam kitab-kitab tafsir jarang sekali diungkapkan makna dan kandungan esoteriknya, terutama dalam literatur yang berbahasa Indonesia
No comments:
Post a Comment