أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Beliau dilahirkan di Larnaca, Siprus, pada hari Minggu, tanggal 23 April 1922 – atau 26 Shaban 1340 H. Dari sisi ayah, beliau adalah keturunan Quthubul Gawth Sultanul Aulia Syaikh Abdul Qadir Jailani, pendiri thariqat Qadiriah. Dari sisi ibunya, beliau adalah keturunan Syaikh Maulana Jalaluddin ar-Rumi, pendiri thariqat Mawlawiyyah, yang juga merupakan keturunan Hassan-Hussein (as ) cucu Nabi Muhammad saw. Selama masa kanak-kanak di Siprus, beliau selalu duduk bersama kakeknya, salah seorang syaikh thariqat Qadiriah untuk belajar spiritualitas dan disiplin. Tanda-tanda luar biasa telah nampak pada syaikh Nazim kecil, tingkah lakunya sempurna. Tidak pernah berselisih dengan siapapun, beliau selalu tersenyum dan sabar. Kedua kakek dari pihak ayah dan ibunya melatih beliau pada jalan spiritual tarekat sufi
Ketika remaja, Shaykh Nazim sangat diperhitungkan karena tingkat spiritualnya yang tinggi. Setiap orang di Larnaca mengenal beliau, karena dengan umur yang masih amat muda mampu menasihati orang-orang, meramal masa depan dan dengan spontan membukanya. Sejak umur 5 tahun sering ibundanya mencarinya, dan didapati beliau sedang berada didalam masjid atau di makam Umm Hiram, salah satu sahabat Nabi Muhammad (saw) yang berada di sebelah masjid. Banyak sekali turis mendatangi makam tersebut karena tertarik akan pemandangan sebuah batu yang tergantung diatas makam itu.
Ketika sang ibu mengajaknya pulang, beliau mengatakan : ” Biarkan aku disini dengan Umm Hiram, beliau adalah leluhur kita juga.”
Biasanya terlihat syaikh Nazim sedang berbicara, mendengarkan dan
menjawab seperti berdialog dengan ahli kubur yang berada di makam itu.
Bila ada yang mengusiknya, beliau katakan : “ Biarkan aku berdialog dengan nenekku yang ada di makam ini.”
Pada
th 1971, syaikh Nazim seperti biasa berada di Siprus selama 3 bulan;
rajab, shaban, dan ramadhan. Suatu hari di bulan shaban, kami mendapat
telpon dari bandara di Beirut. Ternyata dari syaikh Nazim yang meminta kami untuk menjemputnya. Kami terkejut karena tidak mengira beliau akan datang. “ Muridku Hisyam, Aku diminta Nabi untuk menemuimu hari ini karena ayahmu akan wafat. Aku yang akan memandikan jenazahnya, mengkafani dan menguburkannya lalu kembali ke Siprus. “ “ Oh, syaikh. Ayah kami dalam keadaan sehat. Tidak ada sesuatu terjadi pada beliau.”“Itulah yang dikatakan padaku.”
Jawab beliau dengan amat yakin. Kamipun menyerah saja karena apapun
yang dikatakan syaikh kami harus menerimanya. Beliau meminta kami
mengumpulkan seluruh keluarga untuk melihat ayah kami terakhir kalinya.
Kami mempercayainya dan melaksanakannya walaupun ada yang terkejut dan
ada yang tidak mempercayainya saat kami memanggilnya. Ada yang hadir dan ada yang tidak. Ayahku tidak mengetahui masalah ini, hanya melihat kunjungan keluarga sebagai hal yang biasa. Jam tujuh kurang seperempat. Kata syaikh Nazim,” Aku harus naik ke apartemen ayahmu untuk membaca surat Ya Sin tepat ketika beliau wafat.” Lalu beliau naik dari flat kami dibawah. Ayahku memberi salam pada syaikh Nazim lalu mengatakan,” Oh syaikh Nazim, sudah lama kami tak mendengar anda membaca qur’an. Maukah anda melakukannya untuk kami ?” Syaikh Nazimpun mulai membaca surat Ya Sin. Ketika beliau selesai membacanya, jarum jam menunjukkan tepat pukul tujuh. Persis ketika ayahku berteriak,” Jantungku, jantungku..!!”
Kami merebahkan beliau, kedua saudaraku yang sama-sama dokter memeriksa
ayah. Jantungnya berdebar keras tak terkontrol dan dalam hitungan
menit, beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Semua orang melihat pada
syaikh Nazim dengan takjub dan keheranan. “ Bagaimana beliau
mengetahuinya ? wali macam apakah beliau ? bagaimana bisa dari Siprus,
beliau datang hanya untuk hal ini ? rahasia seperti apakah yang ada di
hatinya ? “Rahasia yang di simpan beliau adalah berkat sayang Allah swt
pada beliau. Allah memberi wewenang akan kekuatan dan ramalan karena
beliau memelihara keikhlasan, ketaatan, dan kesetiaan pada agama Allah.
Beliau menjaga kewajiban dan ibadahnya. Beliau menghormati Al-Quran.
Beliau sama dengan seluruh awliya naqsybandi sebelumnya, seperti halnya
seluruh awliya thariqat lain dan para leluhurnya, syaikh Abdul Qadir
Jailani dan Jalaluddin Rumi dan Muhyiddin Ibn Arabi yang menaati
tradisi-tradisi Islam selama 1400 tahun. Dengan cinta Ilahi itu beliau
akan dianugerahi pengetahuan Ilahiah, kebijaksanaan, spiritualitas dan
segala hal. Beliau akan menjadi orang yang mengetahui akan masa lalu,
saat ini dan masa depan. Kami merasa terperangkap diantara dua emosi.
Satu, karena tangis kesedihan kami akan wafatnya ayah dan yang kedua
kebahagiaan atas apa yang diperbuat oleh guru kami pada almarhum ayah.
Kedatangan beliau demi ayah kami pada akhir hayatnya tidak akan pernah
kami lupakan. Beliau memandikan jasad dengan tangan beliau yang suci.
Setelah semua tugas dijalankan, beliau kembali lagi ke Siprus tanpa
diundur. Suatu ketika syaikh Nazim mengunjungi Lebanon selama 2 bulan pada musim haji. Gubernur kota Tripoli, Lebanon
yang bernama Ashar ad-Danya merupakan pemimpin resmi suatu kelompok
haji. Beliau menawari syaikh Nazim untuk pergi bersama menunaikan ibadah
haji. Kata syaikh,” Saya tidak bisa pergi dengan anda, tapi insya
Allah, kita akan bertemu disana.” Gubernur tetap memaksa. “ Jika anda
pergi, pergilah dengan saya. Jangan dengan orang lain.” Syaikh Nazim
menjawab,” Saya tidak tahu apakah saya akan pergi atau tidak.”Ketika
musim haji telah usai dan gubernur telah kembali, beliau segera menuju
ke rumah syaikh Nazim. Dihadapan sekitar 100 orang, kami mendengar
beliau mengatakan,” Oh syaikh Nazim, mengapa anda pergi dengan orang
lain dan tidak bersama kami?” Kamipun menjawab,” Syaikh tidak pergi
haji. Beliau bersama kami disini selama 2 bulan berkeliling Lebanon.”Gubernur
berkata,” Tidak ! beliau pergi haji, kami punya saksi-saksi. Waktu itu
saya sedang thawaf dan syaikh Nazim mendatangiku lalu mengatakan’ Oh
Ashur, anda di sini?’ saya mengiyakan dan kami melakukan thawaf
bersama-sama. Beliau menginap di hotel kami di Makkah. Dan menghabiskan
siang hari bersama di tenda kami di Arafat. Beliau juga menginap bersama
saya di Mina selama 3 hari. Lalu beliau mengatakan ‘Aku harus ke
Madinah mengunjungi Nabi saw.’kemudian kami menatap syaikh Nazim yang
menampakkan senyum khasnya dan seakan-akan mengatakan : “ Itulah
kekuatan yang dianugerahkan Allah pada para awliya-Nya. Bila mereka
berada di jalan-Nya, meraih cinta-Nya dan hadirat-Nya, Allah akan
menganugerahi segala hal.’“ Oh syaikh-ku, karamah apa yang engkau
tunjukkan pada kami adalah sangat luar biasa. Tidak pernah aku
melihatnya selama hidupku. Aku ini seorang politikus. Aku percaya pada
akal dan logika. Kini aku harus mengakui bahwa anda bukanlah orang
biasa. Anda mempunyai kekuatan supranatural. Sesuatu yang Allah sendiri
anugerahkan pada anda!” Gubernur itu mencium tangan syaikh Nazim dan
meminta bay’at di dalam Thariqat Naqsybandi. Kapanpun syaikh Nazim
mengunjungi Lebanon, gubernur dan perdana mentri Lebanon akan duduk dalam komunitas syaikh Nazim. Sampai saat ini, keluarga-keluarga beliau dan masyarakat Lebanon menjadi pengikut Syaikh Nazim.
APA ITU MURSHID NAQSHBANDI ?
Empat Tingkatan Murshid
Jika engkau sungguh mencintai Allah, ta’ati (patuhi) aku dan Allah akan mencintaimu. (Qur’an) Para
shaykh Naqshbandi adalah pembimbing kepada Sayedena Muhammad s.a.w. dan
Allah S.W.T.. Apapun yang diberikan Nabi ambillah, dan apapun yang
dilarangnya tinggalkanlah (hentikanlah). Mereka memelihara disiplin
shari‘ah, untuk membangun (meningkatkan) kamu dengan kewajiban harian
dan kepada tingkatan iman dan berlanjut kepada tingkatan ihsan.
Murshid Sejati dalam dunia tarekat sufi ada empat tingkatan :
1) Murshid Tabarruk
: Penunjuk jalan terutama untuk menerima barakah dan biasanya
mernyelesaikan tugasnya dengan memberimu sebuah awrad (wirid) dan
praktek harian.
2) Murshid Tazkiyya : Penunjuk jalan yang mengangkat mu ke atas dengan mengambil amal buruk dan keinginan buruk kamu.
3) Murshid Tasfiyya : Penunjuk jalan yang mengenyahkan semua keinginanmu terhadap dunya.
4) Murshid Tarbiyya : Level tertinggi yang akan membangun mu ke atas dengan disiplin dan membawamu kepada tempat (maqam) kamu di Hadhirat Ilahi.
1) MURSHID AT-TABARRUK
Dia
berada pada tingkat pertama dan diperkenankan untuk mengajarimu dan
menaruh talqin dzikir pada lidahmu. Dia mengajarimu untuk mengingat dan
menyeru Allah, dan bagaimana untuk mengikuti perintah Allah. Dia
memberimu langkah pertama pada jalan tariqat. Seperti anak kecil yang
kata pertamanya adalah “baba,” engkau menyeru (memanggil) pada siapa
yang pertama kali engkau cintai. Jadi dia mengajarimu bagaimana
mengatakan “Allah” dan untuk membangun hubungan itu antara jantungmu dan
Surga. Dengan pembacaan doa, engkau akan melihat (mengenali)
tanda-tanda Allah. Jika engkau tidak melihat mereka, engkau belum
mencapai tahap yang murshid itu mencoba menunjukkan kepadamu. Dia harus
menaruh pada lidahmu sultan dzikir yang digambarkan di dalam al Qur‘an:
Kami mengungkapkan al Qur‘an dan Kami melindunginya. Dia akan menaruh
pembacaan al Qur’an dan asma Allah dan arah kepada Nabi (yaitu,
bagaimana membaca salawat) sesuai dengan kebutuhan pribadimu, untuk
mencapai hadhirat Sayedena Muhammad s.a.w. Pembacaan salawat
berbeda-beda dari seorang kepada orang lainnya. Mereka memberi tahu kamu
mana asma Allah yang dibaca dan bagaimana membaca salawat sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhanmu.
1. Murshid at-Tabarruk harus memiliki pengetahuan dan kuasa dari semua pepujian Allah baik yang terucap ataupun yang dibatin.
2. Dia harus tahu dzikir setiap makhluq yang ada, baik yang hidup maupun yang tidak hidup.
3. Dia juga tahu apa yang dibutuhkan tubuhmu untuk membaca tasbih, karena setiap sel dalam tubuhmu memiliki tasbih tertentu.
4. Murshid
ini mengetahui bahasa apa dan tasbih jenis apa yang dibuat setiap
makhluq, mendengarkannya secara serentak, namun mereka tidak menjadi
tertumpang-tindih atau membingungkan.
5. Dia
tahu semua tasbih untuk Muslim dan non-Muslim, karena tubuh mereka
membuat tasbih tanpa memandang apakah tubuh dan pikirannya menerima
Islam.
6. Dia
menerima dari Nabi s.a.w. ilmu tentang informasi yang tepat (presisi)
tentang apa yang diperbuat oleh setiap makhluq yang hidup dan non-hidup,
baik yang di dunya dan di barzakh.
7. Dia juga tahu benar tentang jinn dan kelebihan yang diberikan kepada mereka dari Allah dan/atau hukumannya.
8. Dia
tahu secara tepat bagaimana setiap insan dan jinn dapat memperoleh
ridho Allah, termasuk amal apa yang membuka pintu untuk mencapai barakah
hadhirat Sayedena Muhammad s.a.w..
9. Dia akan tahu tasbih apa yang diperlukan murid untuk tubuhnya dan untuk jiwanya, secara terpisah.
10. Murshid
at-Tabarruk tahu nama semua manusia sepanjang penciptaan, sebagaimana
diajarkan kepada Adam a.s., dan dicontohkan dalam ayat-ayat al Qur’an,
dimana Allah bertanya kepada Malaikat apakah mereka tahu semua nama
ciptaan, namun mereka tidak mengetahuinya. Ketika Dia bertanya kepada
Adam a.s., dia membaca semua nama ciptaan satu per satu. Ketika
dilakukan (pembacaan) itu, setiap bentuk spiritual mereka muncul di
depan Adam a.s.. Murshid ini tentu telah mewarisi kuasa itu dari Adam
a.s.
11. Dia
harus tahu para malaikat dari setiap makhluq ciptaan, termasuk mereka
yang mencatat amal baik dan burukmu, demikian juga mereka yang memonitor
jumlah makanan yang engkau lahap.
12. Dia harus tahu semua malaikat yang melayani manusia.
13. Dia
harus tahu berbagai giliran malaikat yang turun – mereka yang turun
sepuluh menit sebelum Fajr, sebelum Maghrib, dan antara Maghrib dan
Isya.
(Catatan
: diwaktu dulu, giliran ganti para malaikat pada saat Zuhr, namun dalam
masa Ghawth al-Alam as-syaikh Abdullah, waktu itu diganti menjadi
antara Asyar dan Maghrib). Para malaikat
ini yang datang pada gilirannya mengharapkan murid untuk melaksanakan
awrad (wirid) yang diwajibkan dari Murshid nya ini. Mereka mengharap
melihat murid terlibat dalam praktek ini ketika mereka turun (ke dunia),
agar supaya dapat meneruskan cahaya dan hubungan surgawi yang mereka
miliki. Jika murid itu tidak sedang melaksanakan kewajiban wiridnya itu
dalam masa (waktu) khusus ini, malaikat tidak dapat mencerahkan
(menyalakan) jantungnya. Pada dasarnya, murid yang tidak melakukan
wiridnya adalah seperti keledai. Sebagai balasan dari memelihara
kewajiban hariannya, murid dapat mengandalkan perlindungan Murshid nya
dan mendapat jaminan sambungannya kepada Sayedena Muhammad s.a.w.
Pertalian/kontak ini harus ada agar supaya Murshid menyerahkan murid itu
kepada tahap kedua, kepada Murshid at-Tazkiyya.
14. Tahap pertama ini dimulai dengan membaca sehari-hari
15. Membaca 5,000 kali “Allah, Allah”
16. Membaca 500 kali salawat dalam cara /model yang telah dirumuskan (bagi murid).
17. Tahap
berikutnya adalah membaca sehari-hari 24,000 kali “Allah, Allah” dan
5,000 kali salawat. Ini baru tahap pertama dari tujuh belas tahap yang
berbeda dari Murshid Tabarruk.
Grandshaykh
berhenti sampai di tahap satu ini karena dia berkata bahwa pikiran
(pemikiran) orang-orang tidak dapat membawa lebih dari pada itu. Setelah
semua tujuh belas tahap berikut nya adalah tahap Murshid at-Tazkiyya.
Dalam mata rantai Thariqat Naqshbandi selain Mata Rantai Emas kita,
mungkin terdapat pribadi yang berbeda untuk mengisi masing-masing setiap
posisi dari empat tahapan ini. Dalam banyak kasus, seorang shaykh dapat
memanggul dua sampai tiga tahapan sebelum shaykh lainnya mengambil alih
secara fisik. Namun dalam Matarantai Emas, Shaykh zaman ini memiliki
otoritas dan kuasa untuk mengatur kesemua empat tahapan untuk setiap
murid. Itulah sebabnya sekali seseorang mengambil bay’ at‘ dalam sanad
rantai Emas thariqat Naqshabandi Haqqani yang otoritasnya sekarang
dipegang oleh Syaikh Nazim sebagai mursyid terakhir pada maqom sanad ke
40, mursyid akhir zaman sebelum diserahkan kepada Imam Mahdi
Al-Muntazar, para murid tidak perlu lagi membutuhkan Murshid lainnya.
Dimasa ini Shaykh kita hanya ingin kita menyadari bahwa kita tidak
memiliki kemampuan melakukan sesuatu yang berguna. Makin buruk kita
pikir (anggap) diri kita, makin bahagia mereka dengan kita. Dia ingin
kita mengetahui bahwa amal kita tak akan pernah membawa kita
kemana-mana, dan bahwa satu-satunya kesempatan yang kita miliki adalah
keterlibatan Shaykh kita. Maka, kita harus terus-menerus minta ampunan
dan kasihnya. Grandshaykh Abdullah (semoga Allah mensucikan ruhnya)
sering mengingatkan kita hal berikut ini :“Engkau harus selalu terus
menerus menancapkan tiga kukumu ke dahimu (yaitu ingat tiga hukum ini
setiap saat jika engkau ingin berhasil dalam tariqat). Apakah itu ?, :
§ “Jika
saya (Syaikh Abdullah Fa’iz Dhagestani) memberimu sebuah sekop patah
dan memerintahkan kamu untuk menggali sampai ke dalaman tengah bumi
untuk mendapatkan berlianmu, kamu menggali. Kamu jangan pernah bertanya
mengapa atau mengeluh, kamu hanya terus menggali dan menggali.
§ “Jika saya memberi mu sebuah ember dan berkata ‘kuras samudera itu’,
jangan menanyakan bahwa air tidak akan pernah berkurang, atau mendebat
bahwa tidaklah mungkin menguras samudera dengan sebuah ember : hanya
mulai lah menguras ! Sesaat pikiran itu muncul pada dirimu bahwa tugas
itu adalah tidak mungkin, tidak praktis, atau tiada gunanya, kamu gagal
dalam ujian itu dan akan harus memulai dari awal lagi.
§ “Jika
saya mengatakan (pada) semut makanannya ada di Barat dan dia berada di
Timur, dia akan langsung mulai berjalan. Murid harus seperti semut itu :
jangan menggunakan pikiranmu untuk mengetahui bagaimana kamu akan
mendapat makananmu, hanya berjalanlah ! Jika kamu meninggal dalam upaya
pencapaian itu, engkau meninggal, engkau berserah diri.”
Instruksi
paling penting adalah, jika seseorang melaksanakan (menyelesaikan) tiga
amalan ini secara tekun, Allah akan mengirim malaikat yang bernama Reeha Sibah,
yang akan membawa murid itu ke Hadhirat Ilahi! Dia akan melakukan ini
untuk kita karena kita mematuhi Allah dengan mematuhi Shaykh kita, dan
Rahmat Nya adalah tak terbatas dan Dia melakukan yang Dia kehendaki.
Kita akan mencapai Tahap Ilahiah bukan karena amal, ibadah, atau
pengorbanan kita yang manapun, namun karena tahap kepasrahan kita.
Pernah suatu ketika seorang murid mendengar nasehat ini, ia lalu
bertanya, “Jadi mengapa bersungguh-sungguh dalam ibadah?” jawabnya
adalah seorang Shaykh Naqshabandy akan membawa
setiap pengikutnya ke Hadhirat Ilahi sampai pada satu titik, tetapi
hanya mereka yang bersungguh-sungguh di Jalan Allah yang sesungguhnya
akan melihat dan mendengar dalam Samudera itu. Untuk seseorang khusus
yang memenuhi kewajiban mereka, penampakan dan suara akan terbuka bagi
mereka. Kamu jangan pernah mencoba bangga karena menyelesaikan kewajiban
kamu, jangan. Menyadari itu tidak berharga seperserpun, namun
lakukanlah (persembahan) itu dengan ta’at dan rendah hati, dengan
menyadari bahwa tanpa Shaykh mu engkau adalah seorang pecundang.
2) MURSHID AT-TAZKIYYAH
Sebagaimana
telah dikatakan, terdapat empat kategori Murshid. Pertama adalah
Murshid at-Tabarruk. Murshid ini membimbingmu untuk melaksanakan
beberapa bentuk ibadah seperti dzikir dan pembacaan al Qur’an, untuk
mendapat hadiah dari Allah . Kategori kedua adalah Murshid at-Tazkiyya.
Dia membimbingmu dalam proses pencucian yang disebut tazkiyat an-nafs.
Bagaimana seseorang mencuci / mensucikan diri sendiri ? Perjuangan jenis
apa yang harus dilewati seseorang agar supaya mencapai kendali atas
nafsu/keinginan nya ? Nabi menggambarkan perjuangan ini, al-jihad
an-nafs, sebagai jihad al-akbar dalam hadith ini :"Kami kembali dari
jihad al-asghar kepada jihad al-akbar.” Para
shahabatnya menanyakannya, “Apakah jihad al-akbar?” artinya, “Apa yang
lebih hebat dari memerangi orang kafir, di jalan Allah dan berharap mati
syahid setiap sa’at?” Dia menjawab, “Jihad al-nafs.”Adalah sangat sukar
untuk melawan diri sendiri. Adalah mudah untuk memerangi musuh
seseorang, karena engkau tahu dia musuhmu, namun dirimu tak akan pernah
mengatakan padamu dia adalah musuhmu. Nabi s.a.w. mengatakan : Barang
siapa menjamin (mengekang) apapun di antara kedua rahangnya dan kedua
kakinya, saya menjamin baginya surga. Nafsu/keinginan adalah apapun yang
datang dan pergi dari mulut dan apapun yang berproses dari nafsu
sexual, shahwat al-haraam. Jihad an-nafs memberikan kendali terhadap
keinginan seperti itu.
- Dirimu sendiri tak akan membiarkan kamu mengendalikan itu. Itu akan selalu dalam sebuah perlawanan/perkelahian denganmu.
- Lidah
akan selalu menginginkan makanan paling enak/baik. Dalam berjuang
melawan diri sendiri, pertama tama adalah keinginan akan makanan.
- Engkau menginginkan jenis makanan terbaik, selalu mencari berbagai jenis makanan.
Jika engkau telah memiliki sepuluh, engkau menginginkan duabelas. Mata selalu lapar !
Nabi s.a.w. bersama para sahabat, sering sekali makan sisa kuah daging, tanpa daging sedikitpun. Mereka mencelupkan roti ke dalam saus/kuah, menganggapnya satu makanan lezat, dan mereka berbahagia, alhamdulillah. Hari ini, oh! Kita menginginkan begitu banyak makanan, dikapalkan dari negeri lain, untuk membuat berbagai macam makan exotic ! Jadi, pada tataran ini, melarang lidahmu makan barang haram dan bahkan kekenyangan, adalah sangat penting. Bergosip, bohong, menyebarkan kekacauan dan merencanakan pemberontakan – semua ini melewati lidah dan harus dihindarkan karena itu berasal dari shaytan. Seseorang yang menggemari praktek tersebut menjadi seperti seekor burung merak sombong. Fir’aun menjadi begitu sombong, berkata, “Akulah Pangeran (Rabb) mu Yang Maha Tinggi.” Dia tidak (mau) melihat siapapun lebih tinggi darinya. Murshid at-Tazkiyya menghancurkan keinginan seperti ini. Bagaimana ? Dengan menunjukkan dan bagaimana mengikuti jejak Nabi s.a.w. melawan diri sendiri atas empat musuh: nafs, dunya, hawa, dan Shaytan. Setiap orang memiliki empat musuh ini melekat pada dirinya, tanpa kecuali. Murshid ini mengajarimu untuk berjuang terhadap musuh ini dengan mengikuti sunnah Nabi Muhammad s.a.w. Sebagai tambahan, Murshid at-Tazkiyya memiliki pengetahuan lengkap tentang empat mazhab pikiran dalam Islam. Dia harus tahu riwayat hidup dan semua hukum fiqh, pendapat jumhur ulama dan ajaran agama dari Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Shafi‘i, dan Imam Ahmad. Agar supaya membimbing murid, Murshid tahap ini (harus) memiliki akses spiritual lengkap yang dibawa ke-empat imam legendaris ini, dan dia dapat mengikuti mereka tanpa salah sedikitpun, atau kalau tidak begitu dia tidak akan dapat membimbingmu.
Nabi s.a.w. bersama para sahabat, sering sekali makan sisa kuah daging, tanpa daging sedikitpun. Mereka mencelupkan roti ke dalam saus/kuah, menganggapnya satu makanan lezat, dan mereka berbahagia, alhamdulillah. Hari ini, oh! Kita menginginkan begitu banyak makanan, dikapalkan dari negeri lain, untuk membuat berbagai macam makan exotic ! Jadi, pada tataran ini, melarang lidahmu makan barang haram dan bahkan kekenyangan, adalah sangat penting. Bergosip, bohong, menyebarkan kekacauan dan merencanakan pemberontakan – semua ini melewati lidah dan harus dihindarkan karena itu berasal dari shaytan. Seseorang yang menggemari praktek tersebut menjadi seperti seekor burung merak sombong. Fir’aun menjadi begitu sombong, berkata, “Akulah Pangeran (Rabb) mu Yang Maha Tinggi.” Dia tidak (mau) melihat siapapun lebih tinggi darinya. Murshid at-Tazkiyya menghancurkan keinginan seperti ini. Bagaimana ? Dengan menunjukkan dan bagaimana mengikuti jejak Nabi s.a.w. melawan diri sendiri atas empat musuh: nafs, dunya, hawa, dan Shaytan. Setiap orang memiliki empat musuh ini melekat pada dirinya, tanpa kecuali. Murshid ini mengajarimu untuk berjuang terhadap musuh ini dengan mengikuti sunnah Nabi Muhammad s.a.w. Sebagai tambahan, Murshid at-Tazkiyya memiliki pengetahuan lengkap tentang empat mazhab pikiran dalam Islam. Dia harus tahu riwayat hidup dan semua hukum fiqh, pendapat jumhur ulama dan ajaran agama dari Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Shafi‘i, dan Imam Ahmad. Agar supaya membimbing murid, Murshid tahap ini (harus) memiliki akses spiritual lengkap yang dibawa ke-empat imam legendaris ini, dan dia dapat mengikuti mereka tanpa salah sedikitpun, atau kalau tidak begitu dia tidak akan dapat membimbingmu.
Semua
qualitas seorang Murshid at-Tabarruk harus dipegang oleh seorang
Murshid at-Tazkiyya dan di atas itu dia harus memiliki ilmu dari empat
mazhab, dan dia harus memiliki ijazahnya. Lembaga masa kini mengabaikan
tradisi ini dengan memberikan PhD. Dari awal Islam sampai dengan tiga
puluh sampai empat puluh tahun lalu, tidak terdapat PhD, hanya ada
ijazah-izin. Shaykh mengakui muridnya telah menyelesaikan pelajaran
mereka dibawah bimbingannya, dan memberi wewenang mereka untuk mengajar.
Shaykh harus menerima ijazahnya dari shaykh sebelumnya, mengikuti jejak
matarantai ke belakang yang berujung pada salah satu dari empat imam.
Sistem ini telah dimusnahkan habis dalam jangka waktu lima
puluh tahun terakhir ini. Kini Islam dipelajari dalam sistem
universitas yang tiada hubungannya dengan bagaimana Islam diajarkan
selama empat belas abad. Itulah sebabnya ulama Islam masa kini tidak
memiliki cahaya, tetapi hanya perhatian kepada kekayaan dan titel dimana
ulama masa lalu sama sekali tidak memiliki perhatian. Ulama masa lalu
duduk di sudut-sudut masjid, mengajari murid mereka cinta, toleransi,
dan barakah Islam. Ulama masa kini mengajari bagaimana puasa, bagaimana
untuk menimbulkan kekacauan, menukil dan menempelkan dari al Qur’an dan
Hadith, mengajari murid mereka untuk menyebarkan kebingungan. Mengapa
Muslim tidak berhasil ? Karena mereka sangat jauh dari agama mereka.
Orang seperti kita, kami bukan pemimpin, dan kami bukan presiden. Kami
tak dapat membuat perubahan. Mereka yang dapat melakukan perubahan jauh
dari Islam; mereka adalah Muslim dalam nama saja.
Murshid at-Tazkiyya memulai dengan La ilaha ill-Allah.
Apa yang pertama kali dibawa Nabi s.a.w. : La ilaha ill-Allah. Ketika
kalimat itu terbentuk dalam diri, bagaimana empat musuh itu dapat
menyerangmu ? Bila kamu percaya akan itu, dan memegang teguh percaya
akan akhira, kamu tidak dapat terlibat kesalahan apapun. Kami katakan
(kalimat) itu hanya dengan lidah, namun tidak dengan perbuatan. Jika
kita katakan itu dalam kebenaran dengan lidah dan perbuatan, Allah dan
Nabi Nya akan mendukung (menolong) kita. Jangan mengira kita tidak akan
menghadapi kesukaran. Apakah Nabi s.a.w. menderita oleh ummatnya ? Dia
berkata : "Tiada seorang Nabipun dilukai/diciderai ummatnya sebagaimana
saya dilukai/diciderai oleh ummat saya. Dia adalah Utusan (Rasul) paling
baik, namun Allah mengiriminya dengan kesukaran untuk melihat
pondasinya dan ta’at azasnya. Maka la ilaha ill-Allah hanya terbentuk
dalam diri Nabi s.a.w., karena dia adalah pembawa kalimat tersebut yang
paling sempurna. Jika seorang dari ulama masa kini mengangkat satu
kakinya dari bumi dan terbang, dia akan begitu sombong, dan ummat akan
mulai menyembahnya. Nabi s.a.w. pergi Isra dan Mi’raj. Dalam sebuah
tubuh fisik yang dibuat sesuai dengan hukum alam (dunia) ini, dia
bergerak (dalam ruang) melawan hukum alam ini, ke Surga dan kembali, dan
dia tidak pernah sombong. Dia adalah sosok pribadi paling sederhana.
Dia tidak pernah mengangkat kepalanya. Kini jika seseorang terangkat
bahkan bukan terangkat dari bumi, namun hanya terangkat ke sebuah kursi,
dia menjadi begitu sombong sehingga dia bahkan tidak mau menerima tamu
yang mengetuk pintunya. Janganlah menolak untuk membuka pintumu !
Murshid
at-Tazkiyya adalah seseorang yang berlari mengejar Allah. Allah
mengiriminya abdi yang jujur (bersungguh), berlari menyertainya. Hal
pertama yang diajarkan kepadanya adalah la ilaha ill-Allah, untuk
membentuk tauwhid sempurna dalam pengikutnya. Ketika itu sudah
terbentuk, maka mereka dapat mengucapkan “Allah, Allah”. Pada saat itu
mereka melihat tanda-tanda Allah dimana-mana. Kemudian mereka dapat
bersaksi: ash-hadu alla ilaha ill-Allah wa ash-hadu anna Muhammadan
Abduhu wa Rasuluh. Pada saat itulah mereka melakukan shahada yang benar.
Tugasnya adalah menaruh asma al-jalala, “Allah, Allah” pada lidahmu
paling sedikit 24,000 kali. Orang mungkin mengatakan bahwa itu akan
mengambil waktu seharian. Cobalah itu esok, dan katakan padaku berapa
lama itu mengambil waktu. Itu tidak akan lebih lama dari satu jam,
tetapi lebih dekat kepada setengah jam. Dan setelah itu membaca 5000
salawat Nabi s.a.w.. Itu akan memakan waktu setengah jam. Jadi jumlah
keduanya adalah satu jam ! Pada tahun 1996 shaykh saya, Shaykh Nazim
Adil al-Haqqani (semoga Allah mensucikan ruhnya) memerintahkan saya
ber-khalwat untuk empat puluh hari dalam sebuah masjid di Turki. Dia
berkata, “Setiap hari katakan paling sedikit 48,000 “Allah, Allah” dan
24,000 salawat dan sepuluh juz al Qur’an. Jika kamu menyelesaikan itu,
kamu dapat melanjutkan sampai kepada 124,000 kali “Allah, Allah” dan
48,000 salawat dan dua puluh juz. Jika kamu menyelesaikan itu, baca
seluruh al Qur’an dan 700,000 “Allah, Allah” dan 240,000 salawat.”Itu
sangat melelahkan. Meskipun saya tidak pernah memenuhi bacaan harian
tiga puluh juz al Qur’an, saya mencapai 700,000 “Allah, Allah”, 48,000
salawat dan lima
belas juz. Ini adalah tambahan dari semua awrad lainnya. Itu adalah
Murshid at-Tazkiyya. Ketika mereka mengatakan, “Lakukan itu”, mereka
mengirimkan dukungan. Bila engkau berjalan pada Jalan Nya, Dia mendekati
mu. Itu adalah sebuah hadith Qudsi, “Jika engkau datang kepada Allah
sejarak satu hasta, Dia datang kepadamu sejarak sepuluh hasta, dan jika
kamu datang kepada Nya berjalan, Dia datangi kepadamu berlari.” Itu
artinya Allah mengirim bantuan Nya, Kuasa Nya, selama engkau
memperlihatkan kemajuan. Jika kita memperlihatkan kemajuan, Allah akan
mengirim bantuan Nya. Semoga Allah mengirimi kita bantuan Nya. Seorang
Murshid at-Tazkiyya telah memiliki semua karakteristik dari seorang
Murshid at-Tabarruk. Dia memiliki methodeanya, jalannya, dan telah
mewarisi rahasia dari Nabi s.a.w. untuk melakukan proses pensucian
kepada pengikutnya melalui perjuangan murid di dalam diri mereka.
Murshid
at-Tazkiyya harus menjadi seorang yang selalu melakukan sunnah dan
shari’ah Nabi s.a.w. dalam tingkatan yang tertinggi, memelihara
al-‘adheema. Dia sadar terhadap pemikiran apapun yang mendatangi
pikirannya yang tidak sejalan dengan empat madzhab, dan dia menolaknya,
karena dia telah dinaikkan pada tataran (tahap) dimana seluruh jantung
dan pikirannya diarahkan oleh empat madzhab, mengikuti sunnah Nabi
s.a.w. Dia telah mendapat izin untuk memberi instruksi dan membimbing
pengikutnya untuk memanggil Rabb mereka dalam tahlil dua puluh empat
ribu kali dan dengan mengatakan dua puluh empat ribu “Allah, Allah” dan
mengatakan salawat lima ribu kali. Ketika mereka mengatakan “Allah”,
jantung dan lidah bekerja bersama, seperti kombinasi raga dan ruh,
kombinasi ruh dan pikiran, menggunakan bentuk fisik dan bentuk ruhaniah,
menggabungkan dua elemen ini untuk membuat mereka menjadi pencari
(pejalan) pada jalan ilahiah. Setiap kali seoranmg murid berkata “Allah”
jantungnya berirama dan lidahnya berirama secara bersamaan, terbang
kepada Hadhirat Ilahiah. Hingga kini, murid tariqat Naqshbandi berada
pada tahap awal, jadi mereka masih pada tataran pertama. Pada tataran
itu mereka tidak dapat melihat pencerahan jenis itu yang terkuak di
hadapan mereka. Hanya di bawah asuhan Murshid at-Tazkiyya, seorang
mubtadi‘ bergerak ke tataran musta‘i, dimana Shaykh akan menaruh pada
lidahnya dzikir yang akan mengangkatnya ke Hadhirat Ilahiah. Murshid
at-Tazkiyya dapat memanggil Shaykh Naqshbandi dimanapun, hidup atau
mati.
Ketika dia memanggil mereka itu, shaykh itu akan segera datang melalui kekuatan spiritual Murshid at-Tazkiyya. Berapa banyak shaykhs telah mencapai tahap wali melalui tariqat Naqshbandi? Murshid at-Tazkiyya manapun yang memanggil, hidup maupun tidak, mereka harus datang dan memenuhi kebutuhannya. Dari kuasa yang diberikan Allah kepada Nabi s.a.w. , dia selanjutnya memberikan kepada Murshid at-Tazkiyya, untuk Murshid itu mengetahui semua awliya-ullah di setiap abad, dengan namanya maupun ruhaniahnya. Lagi pula, dia memiliki hubungan dengan mereka, karena dia memerlukan mereka dan mereka memerlukan dia. Dia harus tahu keluasan ilmu mereka, dan dari pancuran (mata air) ilmu yang mana mereka melepaskan dahaga mereka. Pada setiap waktu khusus, dia harus tahu ilmu apa yang sedang diterima wali itu, dan untuk hikmat dan tujuan apa mereka menerima (ilmu) itu. Sebagai tambahan, dia harus tahu setiap wali diantara mereka, dan dari Nabi yang mana dia memperoleh (mewarisi) ilmu rahasia itu, karena setiap wali berada dalam tapak tilas satu di antara seratus dua puluh empat ribu anbiya, menurut hadith al-‘ulama warith at-al anbiya.
Kekhususan Murshid at-Tazkiyya lainnya adalah bahwa dia selalu sadar akan serangan dari empat musuh kepada setiap muridnya. Allah mengkaruniakan kepada mereka sebuah kekuatan untuk bersama setiap muridnya, untuk menjamin/memastikan empat musuh yang mana yang sedang menyerang dan memperdaya mereka. Pada saat demikian itu, dia akan menangkap musuh itu dan menghindarkan mereka dari menyerang muridnya. Dalam kawalannya, muridnya akan mencapai tahap zahid dalam hidup ini. Mereka menjadi seseorang yang mempersembahkan seluruh perhatiannya semata-mata untuk membangun masyarakat yang sempurna dan ideal, kelompok dalam masyarakat dan bangsa, dimana tidak seorang pun membeda-bedakan terhadap ciptaan Allah. Bilamana seorang dari muridnya merasakan kemalasan, kelelahan, penyesalan, depresi atau perasaaan negatif lainnya, (hanya) dengan satu kata Murshid at-Tazkiyya dapat mengusir perasaan negatif itu dan membuat murid itu merasa lega, santai. Itulah sebabnya jika duduk bersama Mawlana Shaykh Nazim, itu membuang semua beban karena daya tarik itu yang datang dari matanya. Murshid at-Tazkiyya harus membentuk muridnya untuk berpegang teguh pada tahap tertinggi dari shari’ah dan sunnah Nabi s.a.w. Itu berarti disamping semua kewajiban (fardhu), Shaykh akan mendorong murid nya untuk mengangkat (menjalani) banyak ibadah sunnah. Sebuah contoh adalah tentang sebuah rukhsa – engkau punya wudu dan mempertahankan itu sampai shalat berikutnya. Engkau tidak memperbaharui wudu itu pada saat itu. Namun tahap kedua dari adheema adalah membuat wudu pada setiap waktu shalat; tahap tertinggi adalah untuk membuat ghusl(?) pada setiap waktu shalat.
Ketika dia memanggil mereka itu, shaykh itu akan segera datang melalui kekuatan spiritual Murshid at-Tazkiyya. Berapa banyak shaykhs telah mencapai tahap wali melalui tariqat Naqshbandi? Murshid at-Tazkiyya manapun yang memanggil, hidup maupun tidak, mereka harus datang dan memenuhi kebutuhannya. Dari kuasa yang diberikan Allah kepada Nabi s.a.w. , dia selanjutnya memberikan kepada Murshid at-Tazkiyya, untuk Murshid itu mengetahui semua awliya-ullah di setiap abad, dengan namanya maupun ruhaniahnya. Lagi pula, dia memiliki hubungan dengan mereka, karena dia memerlukan mereka dan mereka memerlukan dia. Dia harus tahu keluasan ilmu mereka, dan dari pancuran (mata air) ilmu yang mana mereka melepaskan dahaga mereka. Pada setiap waktu khusus, dia harus tahu ilmu apa yang sedang diterima wali itu, dan untuk hikmat dan tujuan apa mereka menerima (ilmu) itu. Sebagai tambahan, dia harus tahu setiap wali diantara mereka, dan dari Nabi yang mana dia memperoleh (mewarisi) ilmu rahasia itu, karena setiap wali berada dalam tapak tilas satu di antara seratus dua puluh empat ribu anbiya, menurut hadith al-‘ulama warith at-al anbiya.
Kekhususan Murshid at-Tazkiyya lainnya adalah bahwa dia selalu sadar akan serangan dari empat musuh kepada setiap muridnya. Allah mengkaruniakan kepada mereka sebuah kekuatan untuk bersama setiap muridnya, untuk menjamin/memastikan empat musuh yang mana yang sedang menyerang dan memperdaya mereka. Pada saat demikian itu, dia akan menangkap musuh itu dan menghindarkan mereka dari menyerang muridnya. Dalam kawalannya, muridnya akan mencapai tahap zahid dalam hidup ini. Mereka menjadi seseorang yang mempersembahkan seluruh perhatiannya semata-mata untuk membangun masyarakat yang sempurna dan ideal, kelompok dalam masyarakat dan bangsa, dimana tidak seorang pun membeda-bedakan terhadap ciptaan Allah. Bilamana seorang dari muridnya merasakan kemalasan, kelelahan, penyesalan, depresi atau perasaaan negatif lainnya, (hanya) dengan satu kata Murshid at-Tazkiyya dapat mengusir perasaan negatif itu dan membuat murid itu merasa lega, santai. Itulah sebabnya jika duduk bersama Mawlana Shaykh Nazim, itu membuang semua beban karena daya tarik itu yang datang dari matanya. Murshid at-Tazkiyya harus membentuk muridnya untuk berpegang teguh pada tahap tertinggi dari shari’ah dan sunnah Nabi s.a.w. Itu berarti disamping semua kewajiban (fardhu), Shaykh akan mendorong murid nya untuk mengangkat (menjalani) banyak ibadah sunnah. Sebuah contoh adalah tentang sebuah rukhsa – engkau punya wudu dan mempertahankan itu sampai shalat berikutnya. Engkau tidak memperbaharui wudu itu pada saat itu. Namun tahap kedua dari adheema adalah membuat wudu pada setiap waktu shalat; tahap tertinggi adalah untuk membuat ghusl(?) pada setiap waktu shalat.
Murshid
at-Tazkiyya harus memegang kuasa (kekuatan) untuk memberi mimpi benar
kepada murid. Dalam pengalaman saya, banyak orang datang dan mengatakan,
“Saya melihat seorang Shaykh dalam mimpi saya.” Dia tampak seperti ini
(menggambarkan mimpinya) dan memberikan saya sebuah barang (cindera
mata) dari Sayedena Muhammad .” Kemudian, mereka mengecek kepada Shaykh
secara berhadapan , atau mereka melihat fotonya di Internet, atau mereka
melihat seorang murid Shaykh itu dalam sebuah mimpi padahal dia tidak
mengenalnya. Kemudian mereka bertemu dengan Shaykh itu, dan menyadari
mereka melihatnya sebelum ini dalam sebuah mimpi . Murshid dapat
mencapai (menghubungi) siapapun di dunia ini melalui mimpi dan
penampakan. Orang dapat menjadi pengikut melalui mimpi dan penampakan,
membaktikan diri untuk mengikuti jalan ahl as-sunnah wal-jama‘at pada
tahap (level) tertinggi, bahkan menerima perintah dari Shaykh melalui
mimpi dan penampakan. Begitulah kekuatan (kuasa) seorang Murshid
at-Tazkiyya. Pada waktu itu, Murshid at-Tazkiyya akan memberikan
muridnya yaqaza, dan memelihara napasnya, kedua nya – apakah meniup atau
menghirup – harus dilakukan dengan pengamatan bahwa pada setiap saat,
Allah dapat menghentikan murid itu dari meniup atau menghirup. Itu
artinya bahwa pada setiap detik, dengan barakah Murshid, yang diambilnya
dari Nabi s.a.w., murid akan mengingat Rabb nya dengan setiap napasnya.
Kini untuk banyak di antara kita, bernapas adalah sesuatu yang
dilakukan tubuh secara otomatis tanpa kesadaran kita. Kita bercakap dan
kita bernapas, tanpa sadar. Kita tidak mengingatnya. Ketika kita
menyelam dalam laut, barulah kita menyadari, untuk pergi ke permukaan
dan mengambil sehirup udara.
Murshid
at-Tazkiyya akan membuat murid nya menyadari bahwa pada setiap saat dia
diselamkan dalam sebuah samudera, bahwa energy yang mereka serap atau
keluarkan, adalah melalui Bahrul Qudra-nya Allah. Maka mereka akan ingat
pada setiap napas untuk mengatakan “Allah, Allah” ketika meniup dan
menghirup, dan mengingat Allah melalui sifat Nya, “Hu, Hu, Hu” atau
melalui asma Nya yang lain, tergantung pada waktu hari dan kondisi.
Setiap hirupan dan setiap tiupan adalah dengan satu asma Allah. Dengan
setiap hirupan terdapat sepuluh malaikat menyertai napas itu, dan
sepuluh lagi dengan setiap tiupan. Setiap malaikat diciptakan dengan
cahaya yang berbeda dari Nur Allah. Grandshaykh mengatakan bahwa
sembilan per sepuluh dari cahaya itu adalah dari Sayedena Muhammad
s.a.w. dan sepersepuluhnya adalah dari Nur Ciptaan. Kita tidak dapat
berasal dari Nur Allah; itu tidak mungkin. Kita adalah abdi Allah dan
tidak dapat berbagi Nur Nya. Setiap hirupan dan tiupan adalah dengan
sembilan per sepuluh Nur Muhammad dan sepersepuluhnya dari bahr
al-qudra. Awliya mengatakan bahwa manusia memiliki 24,000 napas dalam 24
jam. Setiap hirupan dan tiupan harus dengan dzikir-ullah. Hanya Murshid
at-Tazkiyya yang dapat meletakkan itu pada lidahmu. Setiap napas adalah
dengan dzikir-ullah, namun kamu lalai (cuek) akan hal itu. Jika kamu
mencapai tahap lebih tinggi, kamu akan memiliki kesadaran untuk setiap
napas. Sekali kamu mencapai keasadaran tentang 24,000 napas, Murshid
akan menambah kesadaran itu menjad 700,000 kali per hari. Itu disebut
sebagai kekuatan ta’i al-lisan. Mereka
memekarkan waktu untuk membuatmu memanggil Rabb mu 700,000 kali, dengan
memperpanjang waktu, tanpa membuat waktu itu lebih besar, tetapi dengan
menambah nya dengan kekuatan lidah, sebagaimana Allah dapat membuat
seluruh dunia melalui lubang jarum tanpa membuat dunia lebih kecil atau
lubang jarum lebih besar. Itu adalah dari haqiqat at-ta’i – salah satu
dari tujuh kenyataan (haqq) dalam diri manusia. Kenyataan (hakikat)
mengkerutkan jarak adalah dalam jantung manusia. Bagi seseorang yang
telah mencapai tahap ini, mereka hanya memerlukan berkata “bismillah ir-rahman ir-raheem”
dan dapat berada di sebarang lokasi di bumi dalam sesaat. Bagaimana
mereka melakukan hal itu ? Kini kamu bergerak dengan raga fisik kamu.
Raga dibatasi oleh hukum fisika dunia, gaya
berat, dsb. Ketika kamu bergerak, kamu bergerak dengan kemampuan itu.
Kamu menggunakan sebuah kendaraan, seperti sebuah mobil, yang memiliki
kekuatan fisik untuk membawamu. Untuk bergerak dengan lebih cepat kamu
menggunakan sebuah pesawat terbang. Itu memiliki mesin yang lebih kuat
yang akan membawamu. Jadi mengapa kita terheran-heran, ketika kita dapat
menerbangi sebuah jarak yang, sebagai contoh, satu abad yang lalu akan
memakan waktu tiga tahun untuk mencapainya, katakan dari China ke Mecca? Jika pada waktu itu kamu mengatakan, “Sesuatu
akan membawamu lewat udara satu hari nanti,” orang akan mentertawakan
kamu. Jadi awliya-ullah menemukan energy yang lebih kuat yang dapat
membawamu : energy ruhaniah. Mobil dan pesawat menggunakan bahan bakar
yang berasal dari kedalaman bumi. Itu (sesuatu) dipisahkan (di-isolasi -
retret) dari sekeliling dengan dirinya sendiri dan itu menjadi energy,
sedang sebelumnya itu adalah sesuatu yang lain, dan Allah tahu apa itu.
Ruh terkait dengan surgawi. Jadi Allah tahu energy apa yang ada di
dalamnya. Jika seorang awliya mau bergerak, mereka membawa raga dan
menaruhnya di dalam ruh dan kemudian bergerak dengan kecepatan ruh.
Kemudian ketika mereka sampai di tujuan, mereka mengeluarkan raga dari
ruh dan ruh memasuki kembali raga itu. Mengapa kita dapat menerima
kenyataan dengan sebuah pesawat, tetapi tidak menerimanya pada kasus
raga dan ruh ? Itu memerlukan pondasan/landasan iman kepada hal yang
gaib (tak nampak). Awliya menggunakan kekuatan yang sama untuk
mengkerutkan jarak. Energy dapat membawa apapun. Untuk mengangkat sebuah
blok besi dua – ton , engkau membawa sebuah crane, dan dengan sebuah
mesin kecil, itu dapat mengangkatnya. Mengapa kita memandang bahwa
kekuatan ruh sebagai tidak berfungsi ? Kamu dapat memanfa’atkannya,
dengan menggunakan kekuatan yang dikembang kan
oleh para wali. Ta’i al-lisan adalah mirip dengan ta’i al-makan. Jika
kamu mau membuat dzikir 24,000 kali, kamu dapat dengan mengulang-ulang
“Allah, Allah” dengan setiap hirup dan tiup. Jika kamu mau membuat
dzikir dengan biji tasbih, kamu dapat mencapai, sebagai contoh, 200,000
dengan lidah normal. Tapi untuk mencapai 700,000 kali kamu memerlukan
ta’i al-lisan. Dengan kekuataan Murshid at-Tazkiyya, yang mendapatkannya
dari Nabi s.a.w. dia dapat membuatmu mengatakan “Allah, Allah” 700,000
kali dalam satu jam; bagi beberapa murid dalam setengah jam; untuk
beberapa lainnya dalam 15 menit, dan untuk beberapa lagi dalam satu
menit . Bagaimana itu mungkin? Bagaimana dapat lidah mencapai itu ? Di
bawah lidah, Allah menciptakan urat darah (artery) yang langsung
menyambung kepada jantung. Jika kegelapan dihapuskan dari lidah dan
jantung, dengan jalan murid berlanjut dalam mengikuti perintah murshid,
kamu menjadi nurani, dan pada saat itu kamu bukan lagi raga, atau lidah,
namun kamu menggunakan Cahaya, yang terkait dengan Surgawi. Segala
sesuatu yang menyangkut surgawi dapat melakukan apapun; tiada sesuatu
yang tak-mungkin, tiada lagi batasan. Pikiran manusia terkait dengan
bumi keduniawian. Tetapi ketika orang menjadi nuriyaaniyoon, itu adalah
makna dari hadith Qudsi :
Tidak surga tidak pula bumi dapat menampung Aku, kecuali jantung abdi Ku yang beriman. Jantung dalam situasi seperti itu dapat melaksanakan keajaiban (mu’jizat). Jantung (seperti) itu dapat mencapai 7 juta kali “Allah, Allah”, bahkan 70 juta kali. Itu semua diperkenankan bagi setiap manusia, jika dia mau mengikuti awliya-ullah. Allah bersabda : Awliya Ku berada di bawah cungkup (dome) Ku; tiada seorangpun tahu tentang mereka kecuali Aku”.
Tidak surga tidak pula bumi dapat menampung Aku, kecuali jantung abdi Ku yang beriman. Jantung dalam situasi seperti itu dapat melaksanakan keajaiban (mu’jizat). Jantung (seperti) itu dapat mencapai 7 juta kali “Allah, Allah”, bahkan 70 juta kali. Itu semua diperkenankan bagi setiap manusia, jika dia mau mengikuti awliya-ullah. Allah bersabda : Awliya Ku berada di bawah cungkup (dome) Ku; tiada seorangpun tahu tentang mereka kecuali Aku”.
3) MURSHID AT-TASFIYYA
Murshid
at-Tasfiyya adalah murshid tahap ketiga, di atas tahap Murshid
at-Tazkiyyat dan Murshid at-Tabarruk. Murshid at-Tabarruk adalah
keaulia-an tahap pertama dalam Thariqat Naqshbandi. Tahap kedua adalah,
Murshid at-Tazkiyyat, harus mencakup semua aspects Murshid at-Tabarruk
dan begitu pula Murshid at-Tasfiyya membawa semua yang dibawa Murshid
at-Tazkiyyat dan Murshid at-Tabarruk. Semua karakteristik tahap
sebelumnya terpantul pada Murshid at-Tasfiyya ini. Murshid at-Tabarruk
dan Murshid at-Tasfiyya tidak memiliki perhatian kepada dunya ini:
Mereka itu zahid. Cukup bagi mereka makan sedikit, minum sedikit, dan
hidupnya terdiri dari ibadah dan membimbing orang. Murshid at-Tasfiyya
adalah zahid fid-dunya maupun zahid fil-akhira. Itu artinya surga bagi
mereka bukanlah tujuannya. Banyak orang memohon surga abadi, jannat
al-khuld. Namun surga bukanlah tujuan seorang awliya-ullah; mereka harus
sederhana (ascetic). Sasaran mereka hanyalah Al Khaliqu. Apapun selain
Allah tiada artinya buat mereka - maa siwallah. Semua yang diciptakan
Allah adalah maa siwahu. Allah adalah Sang Pencipta dan semua lainnya
adalah ciptaan Nya. Awliya-ullah pada tahap itu tidak tertarik untuk
mendapatkan apapun yang diciptakan Allah. Kecintaan mereka hanya kepada
Nya, dan bagi mereka akhira tidak berbeda dari dunya. Untuk kita, akhira
adalah harapan kita dan sasaran kita. Untuk mereka Allah adalah harapan
mereka dan sasaran mereka. Nabi berkata saw : "Setelah orang-orang
diadili dan dikirimkan ke surga dan neraka, Allah akan muncul bagi
beberapa orang di surga [Dia akan menampakkan Diri, turun]. Harapan
awliya ini hanyalah Allah – tiada lainnya. Seluruh perhatian (focus)
melalui jantungnya tidak dapat kepada selain Allah S.W.T.. Jika
sesaatpun Cahaya mereka tertuju kepada selain Allah, mereka akan
disingkirkan sepenuhnya dari Hadhirat Ilahi. Dan jika Allah S.W.T.
mengungkapkan kepada wali itu apapun dari gaib tahap tinggi, derajat,
keadaan dan pengetahuan, dia tidak boleh melihatnya. Dia harus tetap
mempertahankan konsentrasinya untuk mencapai pintu Rabb nya. Salah
seorang dari murshids demikian itu, Bayazid al-Bistami, yang lebih
tinggi dari tahap itu, selalu melihat ke depan tidak pernah melihat ke
belakang, ke kanan atau ke kiri. Dia mencapai tahap di mana dia
mendengar suara dari arah Hadhirat Ilahi. Dia berkata, “Ya Rabbi,
bukalah untukku pintu Mu. Ini adalah harapan ku, ‘ishq – ku . Bukalah
untukku pintu Mu.” Dan dia mendengar sebuah suara : “Ya Bayazid. Pintu
Ku tidak dapat dibuka sampai kamu menjadi abdi dari abdi Ku, mazballatan
lil‘ibad untuk ciptaan lainnya – sebuah tong untuk sampah mereka.
Barulah Aku akan membuka untukmu pintu Ku.” Grandshaykh
tidak diminta untuk menjadi tong sampah bagi dirinya, namun menjadi
tong sampah orang yang paling hina yang ditemuinya. Engkau dapat menjadi
tong sampah bagi ayahmu, ibumu, isterimu, saudaramu atau temanmu,
tetapi untuk seorang asing yang tak kamu kenal ? Dan saya yakin bahwa
tidak seorangpun menerima menjadi tong sampah bagi ayah atau ibunya. Dia
bahkan tidak setuju bahwa dia adalah sampah. Dia berpikir dia memiliki
pikiran paling cemerlang dan semua lainnya adalah dungu, idiot. Bahkan
anak-anak sekarang ini sibuk kesana kesini
berpikir bahwa mereka lebih tinggi pikiran (intelligence) mereka dari
orang dewasa. Mereka ingin mendidik kita ! Kita tidak akan masuk ke
dalam cerita begitu, tetapi apa artinya “memikul beban abdi Ku”. Mengapa
Sayyidina Muhammad datang sebagai seorang “rahmat bagi ummat manusia”?
Karena dia memikul beban ummatnya. Wa innaka la‘ala khuluqin ‘adheem.
“Engkau adalah (seorang) dengan karakter lebih tinggi.” Itu adalah
karakter (akhlaq) terbaik. Ketika Nabi Muhammad s.a.w.dilukai dia tidak
membalas, padahal dia memiliki kekuatan untuk membalas dan dia tidak
lakukan dan bahkan dia mema’afkan, wa innaka la‘ala khuluqin ‘adheema,
dia adalah seorang yang paling rendah hati (most humble). Dia adalah
tertinggi, tetapi dia memperlihatkan dirinya sebagai yang paling rendah.
Sekarang orang zaman ini secara salah mengatakan, ana basharan mithlukum, bahwa Nabi s.a.w. hanyalah raga, daging dan ruh.
Faktanya adalah, Allah membuatnya paling tinggi, namun Nabi membuat
dirinya pada tahap yang sama dengan semua orang. Ketika menjadi manusia
terhebat, dia menundukkan kepalanya, dan dia tidak menengadahkannya.
Apakah kamu saling memikul beban? Tidak. Jadi mengikuti jalan
awliya-ullah, ketika dia melewati semua beban itu, Shaykh Bayazid
al-Bistami meminta kepada Allah S.W.T., “Jadikanlah tubuhku sebesar
neraka, sehingga tidak seorangpun yang masuk neraka kecuali aku.” Dan
dia sangat tulus dalam du’a-nya itu. Dia seratus persen jujur dalam
permohonannya itu. Sasaran Murshid at-Tasfiyya hanyalah Allah : ilahi
anta maqsoodi wa rida’ ka matlubi. Ketika pintu itu terbuka bagi Murshid
at-Tasfiyya, pada saat itu Allah akan mengungkapkan kepadanya segala
sesuatu yang tertulis di lawh al-mahfoudh. Ketika al Qur’an diungkapkan
kepada Nabi s.a.w., itu dipindahkan dari lawh al-mahfoudh ke bayt
al‘izza. Ketika seorang murshid mencapai tahap itu, dia akan dapat
mengetahui rahasia al Qur’an yang diungkapkan kepada Nabi. “Tasfiyya”
berarti meninggalkan segala sesuatunya. Sebuah contoh, jika sebuah toko
melelang barangnya karena mau tutup usaha, dan semua butir barang dalam
toko itu diuangkan. Ketika seorang abdi sejati Allah mencapai tahap itu,
Allah S.W.T. akan membuka segala sesuatunya kepadanya. Dia memberikan
abdi begitu itu kuasa untuk menarik para pengikutnya tanpa mengatakan
sepatah katapun – hanya melalui jazbat, daya tarik melalui mata.
Terdapat banyak awliya masa kini dan banyak yang telah meninggal dunia.
Orang mengunjungi kuburan mereka dan merasakan jazbat mereka . Hal sama
dapat terjadi kepada awliya yang masih hidup, yang dapat menarik mu
kepada mereka tanpa melakukan apapun, karena kuasa itu dikaruniakan
Allah melalui Nabi s.a.w., dan berada dalam jantung mereka. Allah S.W.T.
memberikan murshid itu sebuah kekhususan untuk melihat kepada
pengikutnya. Setiap abdi telah dibentuk (molded), ketika dia dilahirkan
ke dunia ini dan orang tua nya membesarkannya. Mereka dibentuk dengan
800,000 kebiasaan (adab) buruk yang berbeda-beda, yang tak dapat
dihitung! Kamu tak dapat menghitung 800,000 adab buruk kan? Tentu saja tidak dapat.
Terdapat 800,000 titik spiritual diletakkan pada selebar tubuh fisik, masing-masingnya memiliki karakteristik buruknya sendiri, nafsu buruk dari ego. Masa kini, praktisi pengobatan tradisional dan alternative mengenali bahwa raga fiisik memiliki tiga ratus enam puluh titik penyembuhan. Tetapi dalam realitas, terdapat 800,000 titik tekan spiritual melalui mana awliya-ullah membersihkan karakteristik buruk kita.
Tanpa membersihkan dulu 800,000 titik ini, tidak dapat seseorang dihadapkan kepada dan mengalami spiritualitas Sayyidina Muhammad s.a.w. atau berkomunikasi dengan Rasulullah dengan atau melalui jantungnya, bahkan tasbih al-malaikat pun tidak dapat kita dengar. Murshid at-Tasfiyya dikaruniai kuasa untuk membersihkan 800,000 karakter buruk itu. Tujuh ratus amal terlarang akan membawa kamu kepada 800,000 karakter buruk, dan awliya-ullah dapat menarik / menolong mereka dari keburukan itu.
Dengan lidah kamu tidak dapat membuat klasifikasi karakter buruk ini (vokabulari tidak cukup). Murshid at-Tasfiyya mencabuti karakter buruk itu seperti sebuah saringan, mengayak biji-bijian sampai tinggal karakter baik saja. Lagipula, Allah membuat Murshid at-Tasfiyya untuk selalu hadir dengan para wali yang telah meninggalkan dunia fisik ini, begitu juga mereka yang masih tinggal di dunia ini. Semua wali terhubung dengannya setiap saat, memberinya masukan apa yang mereka miliki dan apa yang mereka kerjakan, karena dia adalah seorang yang tertinggi. Dia dapat memantau muridnya 12,000 kali sehari. Setiap kali dia memandang murid nya dia mengiriminya kebijaksanaan, nasihat untuk mengerjakan kebaikan. Jangan mengira itu terlalu banyak ! Mereka itu langka, seperti sebuah berlian. Beberapa Muslim, khususnya yang dibesarkan di U.S., tidak mengetahui apapun tentang awliya-ullah atau tentang karamat. Sungguh disayangkan, sebagian besar Muslim di seluruh dunia telah dicuci otak dari warisan Islam sejati dan ajaran tradisi dan praktek Islam oleh doktrin Wahhabi. Semoga Allah melindungi kita dari ideologi atau mentalitas yang demikian itu !
Begitulah kuasa dan jangkauan ilmu Murshid at-Tasfiyya, bahwa dari setiap kata dalam al Qur’an, sedikitnya dia dapat memungut sembilan belas makna. Sa-usleehi saqar. La-wahatan lilbashr. ‘Alayha tis‘at ‘ashr. “Segera kami akan melemparkan dia ke neraka. Diatasnya adalah sembilan belas. Dan kami tidak menempatkan kecuali malaikat yang menjaga neraka.” Sembilan belas ini adalah malaikat khusus, penjaga neraka. Mereka (malaikat) itu besar sekali dan sangatlah kuat. Murshid at-Tasfiyya juga memegang kunci bagi mujizat (miracle) pribadi ujntuk setiap murid. Untuk setiap murid terdapat sebuah rahasia dalam al Qur’an, disebutkan sebagai : as wa laa yaabis wa laa ratbin illa fee kitabin mubeen. Murshid tahu mana dari kalimat al Qur’an yang didisain untuk menghentikan kamu dari jatuh kedalam kegelapan dan dilemparkan ke dalam neraka, yang dijaga oleh sembilan belas malaikat. Dia akan memberimu awrad (wirid) itu untuk dibaca setiap hari.
Terdapat 800,000 titik spiritual diletakkan pada selebar tubuh fisik, masing-masingnya memiliki karakteristik buruknya sendiri, nafsu buruk dari ego. Masa kini, praktisi pengobatan tradisional dan alternative mengenali bahwa raga fiisik memiliki tiga ratus enam puluh titik penyembuhan. Tetapi dalam realitas, terdapat 800,000 titik tekan spiritual melalui mana awliya-ullah membersihkan karakteristik buruk kita.
Tanpa membersihkan dulu 800,000 titik ini, tidak dapat seseorang dihadapkan kepada dan mengalami spiritualitas Sayyidina Muhammad s.a.w. atau berkomunikasi dengan Rasulullah dengan atau melalui jantungnya, bahkan tasbih al-malaikat pun tidak dapat kita dengar. Murshid at-Tasfiyya dikaruniai kuasa untuk membersihkan 800,000 karakter buruk itu. Tujuh ratus amal terlarang akan membawa kamu kepada 800,000 karakter buruk, dan awliya-ullah dapat menarik / menolong mereka dari keburukan itu.
Dengan lidah kamu tidak dapat membuat klasifikasi karakter buruk ini (vokabulari tidak cukup). Murshid at-Tasfiyya mencabuti karakter buruk itu seperti sebuah saringan, mengayak biji-bijian sampai tinggal karakter baik saja. Lagipula, Allah membuat Murshid at-Tasfiyya untuk selalu hadir dengan para wali yang telah meninggalkan dunia fisik ini, begitu juga mereka yang masih tinggal di dunia ini. Semua wali terhubung dengannya setiap saat, memberinya masukan apa yang mereka miliki dan apa yang mereka kerjakan, karena dia adalah seorang yang tertinggi. Dia dapat memantau muridnya 12,000 kali sehari. Setiap kali dia memandang murid nya dia mengiriminya kebijaksanaan, nasihat untuk mengerjakan kebaikan. Jangan mengira itu terlalu banyak ! Mereka itu langka, seperti sebuah berlian. Beberapa Muslim, khususnya yang dibesarkan di U.S., tidak mengetahui apapun tentang awliya-ullah atau tentang karamat. Sungguh disayangkan, sebagian besar Muslim di seluruh dunia telah dicuci otak dari warisan Islam sejati dan ajaran tradisi dan praktek Islam oleh doktrin Wahhabi. Semoga Allah melindungi kita dari ideologi atau mentalitas yang demikian itu !
Begitulah kuasa dan jangkauan ilmu Murshid at-Tasfiyya, bahwa dari setiap kata dalam al Qur’an, sedikitnya dia dapat memungut sembilan belas makna. Sa-usleehi saqar. La-wahatan lilbashr. ‘Alayha tis‘at ‘ashr. “Segera kami akan melemparkan dia ke neraka. Diatasnya adalah sembilan belas. Dan kami tidak menempatkan kecuali malaikat yang menjaga neraka.” Sembilan belas ini adalah malaikat khusus, penjaga neraka. Mereka (malaikat) itu besar sekali dan sangatlah kuat. Murshid at-Tasfiyya juga memegang kunci bagi mujizat (miracle) pribadi ujntuk setiap murid. Untuk setiap murid terdapat sebuah rahasia dalam al Qur’an, disebutkan sebagai : as wa laa yaabis wa laa ratbin illa fee kitabin mubeen. Murshid tahu mana dari kalimat al Qur’an yang didisain untuk menghentikan kamu dari jatuh kedalam kegelapan dan dilemparkan ke dalam neraka, yang dijaga oleh sembilan belas malaikat. Dia akan memberimu awrad (wirid) itu untuk dibaca setiap hari.
Murshid
at-Tasfiyya mengetahui awrad yang dibuat khas untuk dirimu; untuk
alasan inilah kamu memerlukan seorang wali. Jika seseorang merangkai
sebuah kalimat dibuat dari kode yang salah, itu tidak akan efektif
(memberi hasil).
Murshid
at-Tasfiyya dapat merangkai dari al Qur’ an dan hadith an-nabi bacaan
untuk membersihkan kamu dari karakter buruk pribadimu yang akan
membawamu ke neraka, jika mereka tidak dibuang. Terdapat lima ratus ma‘muraat dan delapan ratus perbuatan terlarang.
Murshid at-Tasfiyya akan membimbingmu kepada lima ratus perintah itu dan membimbingmu untuk mencegah kamu jatuh kepada delapan ratus perbuatan terlarang, kesemuanya dengan satu kata tunggal yang ditugaskan bagimu untuk membacanya dari al Qur’an; untuk setiap pribadi sebuah kata yang berbeda.
Karakter lain yang diberikan Allah kepada Murshid at-Tasfiyya : dengan pengamatannya kepada alam semesta dia akan menarik / mencabut dari setiap planet tiga puluh lima tanda yang berbeda-beda tentang Hu Ahad Allah S.W.T. Dari setiap sebarang planet dia memandang dengan pandangan spiritualnya, dia akan menurunkan / menyadap tigapuluh lima tanda spiritual dari Hu Ahad Allah. Lebih jauh, dia dapat menanam tanda-tanda yang berbeda-beda ini ke dalam lima tingkatan jantung - qalb, sirr, sirr-as-sirr, khafa, dan akhfa. Ketika kamu mengatakan la ilaha ill-Allah – bacaan itu akan mengambilmu lewat lidah dan jantung, qawlan wa fi‘lan, dimana kamu akan dibuat mengamati HU Ahad Allah S.W.T. Allah memberikan Murshid at-Tasfiyya kuasa mujizat penampakan spiritual ini yang lebih kuat dari penampakan mata fisiknya. Qutb zaman itu akan berada di bawah authoritas nya.
Murshid at-Tasfiyya akan membimbingmu kepada lima ratus perintah itu dan membimbingmu untuk mencegah kamu jatuh kepada delapan ratus perbuatan terlarang, kesemuanya dengan satu kata tunggal yang ditugaskan bagimu untuk membacanya dari al Qur’an; untuk setiap pribadi sebuah kata yang berbeda.
Karakter lain yang diberikan Allah kepada Murshid at-Tasfiyya : dengan pengamatannya kepada alam semesta dia akan menarik / mencabut dari setiap planet tiga puluh lima tanda yang berbeda-beda tentang Hu Ahad Allah S.W.T. Dari setiap sebarang planet dia memandang dengan pandangan spiritualnya, dia akan menurunkan / menyadap tigapuluh lima tanda spiritual dari Hu Ahad Allah. Lebih jauh, dia dapat menanam tanda-tanda yang berbeda-beda ini ke dalam lima tingkatan jantung - qalb, sirr, sirr-as-sirr, khafa, dan akhfa. Ketika kamu mengatakan la ilaha ill-Allah – bacaan itu akan mengambilmu lewat lidah dan jantung, qawlan wa fi‘lan, dimana kamu akan dibuat mengamati HU Ahad Allah S.W.T. Allah memberikan Murshid at-Tasfiyya kuasa mujizat penampakan spiritual ini yang lebih kuat dari penampakan mata fisiknya. Qutb zaman itu akan berada di bawah authoritas nya.
Allah
memberikan Murshid at-Tasfiyya kuasa untuk membaca pada setiap tiupan
napas dan setiap hirupan napas 700,000 kali “Allah, Allah”. Dia memiliki
‘ilm al-yaqeen, ‘ayn al-yaqeen, haqq al-yaqeen, dan la rayba feeh.
Kesemua yang telah kita gambarkan tentang Murshid at-Tasfiyya tadi
hanyalah sekedar pandangan selintas saja dari maqam dan kuasanya.
4) MURSHID AT-TARBIYYAH
Tahap
tertinggi dari irshad bagi ulama dalam membimbing ummah adalah Murshid
at-Tarbiyya, “al-‘ulama warithat al-anbiya.” Semua ilmu awliya hanyalah
setetes saja dari Samudera Ilmu Nabi s.a.w., yang dibukanya untuk semua
awliya. Dari awal hingga akhir itu hanyalah setetes dari Samudera, jadi
bayangkan saja apa yang diberikan Allah S.W.T. kepada Nabi s.a.w.
Tulisan ini adalah tentang awliya Thariqat Naqshbandi. Mereka yang
mendapat kesempatan untuk berjama’ah dengan mereka memiliki kesempatan
untuk mendapat manfa’at dari mereka. Mereka yang tidak memiliki
kesempatan itu atau belum mengambil bay’at‘ dengan salah satu mursid
demikian itu telah kehilangan kesempatannya.
Suatu kali Grandshaykh Sharafuddin Ad-Dhagestani membahas apa yang dikirimkan awliya. Pada majelis itu terdapat ribuan, kadang-kadang ratusan ribu murids dalam jema’ahnya. Satu malam mereka duduk dan seorang asing datang. Shaykh Sharafuddin memandang kepada jantungnya dan mengamati bahwa orang itu tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh manfa’at ajaran luhur yang umumnya datang dalam majelis yang demikian itu. Untuk mencegah majelis itu jangan sampai turun tahap (maqam)nya dan agar supaya mempertahankan maqom pengajian itu pada tahap yang tinggi, dia berkata, “Wahai anakku. Aku sedang memikirkan kamu.” Dia tidak mau menyia-nyiakan waktu murid dengan berbicara pada tahap (maqam) rendah atau dengan mendapat pertanyaan (dari orang yang baru datang itu), dst. Yang akan mengganggu aliran informasi. Shaykh Sharafuddin memiliki sebuah jubba sebagai hadiah kepadanya dari Sultan Abdul Hamid. Jubbah itu didekorasi dengan tujuh ratus ribu keping emas, penuh dengan rajutan benang, dsb. Dia ingin menunjukkan kepada murid nya bahwa dia tidak memiliki ikatan kepada jubah itu dibanding dengan nilai dari majelis itu, dan dia berikan jubba itu kepada orang asing itu. Orang asing itu sangat bergembira, dan pada saat yang sama khawatir bahwa shaykh itu akan mengambil (jubba) itu kembali, maka dia pamit secepatnya. Itulah sebabnya suhbat seperti itu hanyalah bagi pengikut ahl as-sunnah wal-jama‘at yang berpegang teguh pada setiap sunnah dan pemahaman hakikat spiritual. Kita menjelaskan sebelum ini tiga macam murshid : tabarruk, tazkiyya, dan tasfiyya. Tiga tahap yang berbeda ini dapat saja terjadi di tariqat manapun. Murshid tariqat manapun dapat mencapai tiga tahap ini.
Namun tahap Murshid at-Tarbiyya hanya terdapat di tariqat Naqshbandi, tidak di tarekat lain.
Suatu kali Grandshaykh Sharafuddin Ad-Dhagestani membahas apa yang dikirimkan awliya. Pada majelis itu terdapat ribuan, kadang-kadang ratusan ribu murids dalam jema’ahnya. Satu malam mereka duduk dan seorang asing datang. Shaykh Sharafuddin memandang kepada jantungnya dan mengamati bahwa orang itu tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh manfa’at ajaran luhur yang umumnya datang dalam majelis yang demikian itu. Untuk mencegah majelis itu jangan sampai turun tahap (maqam)nya dan agar supaya mempertahankan maqom pengajian itu pada tahap yang tinggi, dia berkata, “Wahai anakku. Aku sedang memikirkan kamu.” Dia tidak mau menyia-nyiakan waktu murid dengan berbicara pada tahap (maqam) rendah atau dengan mendapat pertanyaan (dari orang yang baru datang itu), dst. Yang akan mengganggu aliran informasi. Shaykh Sharafuddin memiliki sebuah jubba sebagai hadiah kepadanya dari Sultan Abdul Hamid. Jubbah itu didekorasi dengan tujuh ratus ribu keping emas, penuh dengan rajutan benang, dsb. Dia ingin menunjukkan kepada murid nya bahwa dia tidak memiliki ikatan kepada jubah itu dibanding dengan nilai dari majelis itu, dan dia berikan jubba itu kepada orang asing itu. Orang asing itu sangat bergembira, dan pada saat yang sama khawatir bahwa shaykh itu akan mengambil (jubba) itu kembali, maka dia pamit secepatnya. Itulah sebabnya suhbat seperti itu hanyalah bagi pengikut ahl as-sunnah wal-jama‘at yang berpegang teguh pada setiap sunnah dan pemahaman hakikat spiritual. Kita menjelaskan sebelum ini tiga macam murshid : tabarruk, tazkiyya, dan tasfiyya. Tiga tahap yang berbeda ini dapat saja terjadi di tariqat manapun. Murshid tariqat manapun dapat mencapai tiga tahap ini.
Namun tahap Murshid at-Tarbiyya hanya terdapat di tariqat Naqshbandi, tidak di tarekat lain.
- Allah telah menganugerahkan (tahap) itu kepada tariqat Naqshbandi. Tahap apapun yang dicapai para mashaykh tariqats lainnya itu, mereka hanya mencapai tahap Murshid at-Tasfiyya. Namun mereka yang Naqshbandi dan telah mencapai tahap tarbiyya telah melewati tiga tahap yang digambarkan sebelumnya itu.
- Murshid
at-Tarbiyya, pembimbing yang menaikkan murid, agar supaya mencapai
tahap itu dia harus mencapai tahap ijtihad, al-ijtihad al-mutlaq
(absolute).
Bukan hanya dalam shari’ah, tetapi juga dalam haqiqat. Dalam bahasa Arab hal itu adalah sama dengan, tawkeel al-shamila, kuasa mewakili (the power of attorney).
Terdapat power of attorney umum (general) dengan kuasa khusus, dan kuasa yang lebih luas, terdapat pula power of attorney lengkap (complete). Dan di atas itu, dalam tradisi Arab kita, terdapat wakalat shamila kamilat mutlaqa: power of attorney umum, lengkap dan tak-berakhir. - Dalam Islam, Hukum Ilahiah yang kita ikuti, shari‘ah, ditujukan kepada situasi kehidupan secara luas, pikiran terbuka. Kita dapat berpisah dan kemudian bercerai tanpa kembali kepada pasangan kita, tanpa berbicara kepadanya. Kita dapat mengawini seseorang yang tidak hadir (in absentia), dan berkumpul dengan pasangan itu pada waktu kemudian.
Jadi
Murshid at-Tarbiyya ini diberikan kuasa umum, lengkap dan tak-berakhir
dalam membuat putusan juristik shari‘ah, maupun putusan dalam hal
hakikat. Ini adalah murshids yang dimaksud Allah dalam sabda Nya, rijaalun sadaqu ma ‘ahadallahu ‘alayh; mereka mendapat kepercayaan penuh Allah.
Grandshaykh Abdullah Fa’iz Dhagestani, semoga Allah mensucikan ruhnya,
berkata terdapat sembilan awliya yang doa-nya akan diterima Allah dan ia
dapat merubah apapun yang mereka minta dari (yang tercantum dalam) lawh
al-mahfoudh. Mujtahid mutlaq in shari‘ah and haqiqat.
Ketika Grandshaykh Abdullah Fa’iz Ad-Dhagestani ditanya oleh Grandshaykh-nya yaitu Shaykh Sharafuddin, untuk menerima tahap irshad, dia berkata, “Jika engkau bertanya wahai syaikhku, maka saya menjawab tidak.” Kemudian Shaykh Sharafuddin berkata, “Ini adalah perintah langsung dari Nabi s.a.w..” Grandshaykh Abdullah kemudian berkata, “Jika itu adalah perintah, ala raasee wal-ayn. Tetapi kalau itu hadiah (pemberian), maka saya tidak menerima tanggung jawab seperti itu. Saya tidak menerima, kecuali dengan satu syarat….saya minta satu syarat kepada Nabi” Malam itu dalam pertemuan awliya dalam majlis nabi-nabi, Grandshaykh Sharafuddin mendiskusikan situasi itu dengan Nabi Muhammad s.a.w.. “Ya Rasulullah, Dia muridku Abdullah Fa’iz Dhagestani tidak menerima irsyad, kecuali dengan satu syarat.” Nabi berkata, “Tanyakan apa syaratnya.” Hari berikutnya Syaikh Sharafudin mendatangi murid-nya syaikh Abdullah untuk mengikuti perintah Nabi s.a.w., Shaykh Sharafuddin bertanya kepada Shaykh Abdullah apa syaratnya anakku, karena Nabi memerintahkan aku untuk menanyakan syarat yang kau ajukan…!. Shaykh Abdullah menjawab, “wahai syaikhku, saya berfikir,….dalam masa kini terdapat begitu banyak kegelapan, kebodohan (ketidak-pedulian), kebohongan, penghianatan, racun, dan penipuan. Dalam kegelapan seperti itu yang hadir pada masa kini, tidaklah cukup setahun atau limabelas tahun atau seratus tahun untuk mencapai keberhasilan spiritual tahap manapun. Mereka bahagia dalam majlis saya ketika saya memberikan siraman ruhani. Tetapi begitu mereka berjalan keluar pintu majelis, nafsu buruk akan menyeret mereka ke bawah lagi. Jadi mengapa membuang waktu saya, jika lebih baik membaca awrad saya sendirian.” Shaykh Sharafuddin berkata, “Jadi apa yang kamu kehendaki ?” Shaykh Abdullah berkata, “Saya menginginkan sebuah hadiah dari Nabi s.a.w., hadiah itu adalah bahwa barang siapa duduk dalam majlis saya, mendengarkan pembicaraan saya, tanpa melakukan apapun atas prakarsanya sendiri, saya mohon izin untuk mengangkat dia kepada tahap saya. Namun tidak hanya itu, jika saya berbicara tentang wali yang manapun dalam majlis saya, wali manapun yang saya sebutkan namanya, saya menghendaki murid-murid saya diberi perkenan mendapatkan tahap spiritual wali itu. Jika tidak dikabulkan, saya tidak memerlukan (jabatan – tahap) itu.”
Ketika Grandshaykh Abdullah Fa’iz Ad-Dhagestani ditanya oleh Grandshaykh-nya yaitu Shaykh Sharafuddin, untuk menerima tahap irshad, dia berkata, “Jika engkau bertanya wahai syaikhku, maka saya menjawab tidak.” Kemudian Shaykh Sharafuddin berkata, “Ini adalah perintah langsung dari Nabi s.a.w..” Grandshaykh Abdullah kemudian berkata, “Jika itu adalah perintah, ala raasee wal-ayn. Tetapi kalau itu hadiah (pemberian), maka saya tidak menerima tanggung jawab seperti itu. Saya tidak menerima, kecuali dengan satu syarat….saya minta satu syarat kepada Nabi” Malam itu dalam pertemuan awliya dalam majlis nabi-nabi, Grandshaykh Sharafuddin mendiskusikan situasi itu dengan Nabi Muhammad s.a.w.. “Ya Rasulullah, Dia muridku Abdullah Fa’iz Dhagestani tidak menerima irsyad, kecuali dengan satu syarat.” Nabi berkata, “Tanyakan apa syaratnya.” Hari berikutnya Syaikh Sharafudin mendatangi murid-nya syaikh Abdullah untuk mengikuti perintah Nabi s.a.w., Shaykh Sharafuddin bertanya kepada Shaykh Abdullah apa syaratnya anakku, karena Nabi memerintahkan aku untuk menanyakan syarat yang kau ajukan…!. Shaykh Abdullah menjawab, “wahai syaikhku, saya berfikir,….dalam masa kini terdapat begitu banyak kegelapan, kebodohan (ketidak-pedulian), kebohongan, penghianatan, racun, dan penipuan. Dalam kegelapan seperti itu yang hadir pada masa kini, tidaklah cukup setahun atau limabelas tahun atau seratus tahun untuk mencapai keberhasilan spiritual tahap manapun. Mereka bahagia dalam majlis saya ketika saya memberikan siraman ruhani. Tetapi begitu mereka berjalan keluar pintu majelis, nafsu buruk akan menyeret mereka ke bawah lagi. Jadi mengapa membuang waktu saya, jika lebih baik membaca awrad saya sendirian.” Shaykh Sharafuddin berkata, “Jadi apa yang kamu kehendaki ?” Shaykh Abdullah berkata, “Saya menginginkan sebuah hadiah dari Nabi s.a.w., hadiah itu adalah bahwa barang siapa duduk dalam majlis saya, mendengarkan pembicaraan saya, tanpa melakukan apapun atas prakarsanya sendiri, saya mohon izin untuk mengangkat dia kepada tahap saya. Namun tidak hanya itu, jika saya berbicara tentang wali yang manapun dalam majlis saya, wali manapun yang saya sebutkan namanya, saya menghendaki murid-murid saya diberi perkenan mendapatkan tahap spiritual wali itu. Jika tidak dikabulkan, saya tidak memerlukan (jabatan – tahap) itu.”
Kamu
lihat tahap Murshid at-Tarbiyya? Dia tahu bahwa kita tidak akan
mendapatkan apapun dengan upaya kita sendiri, upaya murid sendiri.
Seorang mursyid Tarbiyya itu umpama seorang ayah dengan anaknya, dia
menanggung seluruh tanggung-jawab. Bahkan ketika mereka telah dewasa dan
hilir mudik di jalanan, orang tua akan berbuat terbaik untuk anak
mereka. Grandshaykh Sharafuddin berkata, “baik, akan Saya sampaikan
nanti kepada Rasulullah.” Dalam diwan al-awliya Shaykh Sharafuddin
berkata, “Ya Rasulullah, Abdullah Effendi muridku menyampaikan bahwa ia
berfikir,….dalam masa kini terdapat begitu banyak kegelapan, kebodohan
(ketidak-pedulian), kebohongan, penghianatan, racun, dan penipuan. Dalam
kegelapan seperti itu yang hadir pada masa kini, tidaklah cukup setahun
atau limabelas tahun atau seratus tahun untuk mencapai keberhasilan
spiritual tahap manapun. Ketika mereka bahagia dalam majlis Abdullah
ketika ia memberikan siraman ruhani. Tetapi begitu mereka berjalan
keluar pintu majelis, nafsu buruk akan menyeret mereka ke bawah lagi.
Jadi Abdullah bertanya kepada saya mengapa
membuang waktu saja, jika lebih baik membaca awrad sendirian. Kemudian
ia menginginkan bahwa menginginkan sebuah hadiah dari Mu Ya Rasulullah.
Hadiah itu adalah bahwa barang siapa duduk dalam majlisnya, mendengarkan
pembicaraannya, tanpa melakukan apapun atas prakarsanya sendiri,
Abdullah Effendi mohon izin untuk mengangkat dia kepada tahap spiritual
yang ia miliki. Namun tidak hanya itu, ia menginginkan juga bahwa ketika
ia berbicara tentang wali yang manapun dalam majlisnya, wali manapun
yang ia sebutkan namanya, ia menghendaki murid-muridnya kelak diberi
perkenan mendapatkan tahap spiritual wali itu. Jika tidak dikabulkan, ia
tidak memerlukan (jabatan – tahap) itu.”
Lalu
apa jawab Rasulullah, “ ana raadi, anaa raadi, ana raadi - “Saya
terima! Saya terima! Saya terima!” dengan tangannya diletakkan di dada
(jantung)nya. Dan dia menambahkan perkataannya kepada Syaikh Sharafuddin
demikian, “ Ketahuilah,..tak seorang walipun sebelum ini yang memohon
kepada saya seperti itu untuk murid-murid nya.”. Itu
berarti Nabi s.a.w.tidak menunggu kita untuk maju (progress) dalam
tariqat, karena dia tahu kita tak dapat berbuat apa-apa pada waktu ini,
pada abad akhir zaman ini. Kita adalah mujtahidin mutlaq, yang berarti
tidak seorangpun dapat membuat sebuah deduksi (kesimpulan khusus)
ketetapan juristic dari shari‘ah atau haqiqat kecuali Murshid
at-Tarbiyya; dia adalah yang tertinggi dalam maqom spiritual. Di atas
kuasa itu, dia harus jauh mendalami dan mendapatkan hakikat dan
kepastian (certainties), dan mendapatkan pengakuan kebenaran
(authenticated) bagi semua ilmunya dan mendapatkan konfirmasi/pembuktian
dari semua ilmunya yang berada dalam kawasan ‘ilm al-yaqiin, ‘ayn
al-yaqiin and haqq al-yaqiin. Tahap murshid ini mirip dengan saluran
digital yang kini kita miliki (dalam bidang komunikasi), multiplexed
dari satu satellite, signals yang dapat dilihat dan didengar serentak,
dan bukan maya namun sangat nyata, dengan kepastian lengkap.
Murshid
at-Tarbiyya itu tidak sedang mengalami imaginasi atau illusi, namun
sesungguhnya hidup dalam waktu atau tempat itu, dengan memiliki
kapasitas pendengaran dan penglihatan mutlak (paling tinggi yang dapat
dimiliki manusia).
Murshid
itu hadir di semua kenyataan sebagaimana dia hidup d masa lalu, masa
kini dan bahkan masa datang, sampai saat Hari Pengadilan. Allah S.W.T.
mengkaruniakan kepadanya lima elemen yang berbeda dari Irshad:
- Asuhan Allah (inayatullah)
- Asuhan Nabi, penampakan dan dukungan (inayat an-nabi)
- Asuhan para pembimbing terdahulu dan penampakan (vision) (inayatan min al-murshideen al-‘idham)
- Asuhan grandshaykh nya (inayat al-murshid)
- Asuhan dan penampakan dari dua malaikat di pundak/bahu kanan dan kiri (inayat Kiraman Katabeen)
Murshid
ini diperkenankan mengetahui semua rincian dari Hari Perjanjian, ketika
ruh ditanya, “Bukankah Aku Rabb-mu?” Mereka berkata, “Ya.” Allah
bertanya kepada ruh “Siapa Aku dan siapa kamu?” Ruh menjawab, “Engkau
adalah Rabb kami dan kami adalah abdi Mu.” Pada saat itu Allah
merencanakan semua hal yang semua orang harus lakukan dalam hidupnya
sebagai tanggung jawabnya. Itu adalah ‘alam al-meethaq – Dunia
Perjanjian. Pada saat itu, Murshid at-Tarbiyya berada di sana dan mengetahui nya secara rinci dan ketika dia datang ke dunia dia masih ingat saat itu dan rinciannya.
Berapa orang Murshid at-Tarbiyya datang sejak masa Nabi s.a.w. hingga sekarang?
Allah memberinya ilmu dari semua awliya-ullah, dari sejak saat Sayyidina Adam sampai kepada Hari Pengadilan, dengan nama dan ilmu mereka. Ini adalah kunci khusus seorang Murshid at-Tarbiyya. Para shaykh adalah pewaris para Nabi. Bukan ulama masa kini – mereka itu juhala – ignoramuses (cuek – dungu). ‘Ulama adalah salih dan bersungguh, memiliki kedua-dua ilmu : ‘ilm ash-shari‘ah (hukum) dan ‘ilm al-haqiqat (spiritualitas). Karakteristik lain yang diberikan kepada Murshid at-Tarbiyya oleh Allah adalah perubahan apapun yang terjadi pada Preserved Tablet (lawh al-mahfoudh), dia tahu tentang itu. Sedang untuk 24,000 napas setiap murid, murshid itu akan tahu status muridnya dan tahap (maqam) dari setiap napas ini. Metabolism, pernapasan, tahap kimiawi, reaksi syaraf, dan buluh capillaries terkecil, dia menyadari setiap dan masing-masing perubahan di dalamnya. Jika kamu menaruh capillaries (yang lebih kecil dari sehelai rambut) dalam satu garis, mereka mencapai jarak dari bumi ke bulan. Terdapat tiga trilliun sell dalam tubuh. Murshid at-Tarbiyya itu menyadari kesemuanya. Semua keterangan ini, kemampuan dan kuasa datang dari setetes Samudera Nabi s.a.w.
Orang masa kini bermain-main di dunya ini. Itulah sebabnya ketika mereka mulai menyadari hakikat ini mereka meninggalkan perhatian mereka terhadap dunya ini. Hanya satu kali menyelam kedalam Samudera Hakikat ini telah mendatangkan kebahagiaan cukup bagi mereka, dalam hidup ini dan di Kehidupan Abadi.
Murshid at-Tarbiyya harus tahu sumber kehidupan murid-nya, ilmu murid-nya di dunya, dan kondisi tubuh murid itu dari sejak diciptakan hingga pada Hari Pengadilan.
Dia harus mengetahui setiap huruf Arab, yang berada di lawh al-mahfoudh, karena itu adalah lughat ahl al-jannat. Apapun yang tertulis di sana, dia harus tahu berapa huruf dituliskan dari awal hingga akhir. Bukan (hanya) dua puluh tujuh huruf dari alphabet, namun setiap huruf sebagaimana muncul di lawh al-mahfoudh, satu demi satu, dianggap sebagai sebuah huruf tunggal (individual).
Berapa orang Murshid at-Tarbiyya datang sejak masa Nabi s.a.w. hingga sekarang?
Allah memberinya ilmu dari semua awliya-ullah, dari sejak saat Sayyidina Adam sampai kepada Hari Pengadilan, dengan nama dan ilmu mereka. Ini adalah kunci khusus seorang Murshid at-Tarbiyya. Para shaykh adalah pewaris para Nabi. Bukan ulama masa kini – mereka itu juhala – ignoramuses (cuek – dungu). ‘Ulama adalah salih dan bersungguh, memiliki kedua-dua ilmu : ‘ilm ash-shari‘ah (hukum) dan ‘ilm al-haqiqat (spiritualitas). Karakteristik lain yang diberikan kepada Murshid at-Tarbiyya oleh Allah adalah perubahan apapun yang terjadi pada Preserved Tablet (lawh al-mahfoudh), dia tahu tentang itu. Sedang untuk 24,000 napas setiap murid, murshid itu akan tahu status muridnya dan tahap (maqam) dari setiap napas ini. Metabolism, pernapasan, tahap kimiawi, reaksi syaraf, dan buluh capillaries terkecil, dia menyadari setiap dan masing-masing perubahan di dalamnya. Jika kamu menaruh capillaries (yang lebih kecil dari sehelai rambut) dalam satu garis, mereka mencapai jarak dari bumi ke bulan. Terdapat tiga trilliun sell dalam tubuh. Murshid at-Tarbiyya itu menyadari kesemuanya. Semua keterangan ini, kemampuan dan kuasa datang dari setetes Samudera Nabi s.a.w.
Orang masa kini bermain-main di dunya ini. Itulah sebabnya ketika mereka mulai menyadari hakikat ini mereka meninggalkan perhatian mereka terhadap dunya ini. Hanya satu kali menyelam kedalam Samudera Hakikat ini telah mendatangkan kebahagiaan cukup bagi mereka, dalam hidup ini dan di Kehidupan Abadi.
Murshid at-Tarbiyya harus tahu sumber kehidupan murid-nya, ilmu murid-nya di dunya, dan kondisi tubuh murid itu dari sejak diciptakan hingga pada Hari Pengadilan.
Dia harus mengetahui setiap huruf Arab, yang berada di lawh al-mahfoudh, karena itu adalah lughat ahl al-jannat. Apapun yang tertulis di sana, dia harus tahu berapa huruf dituliskan dari awal hingga akhir. Bukan (hanya) dua puluh tujuh huruf dari alphabet, namun setiap huruf sebagaimana muncul di lawh al-mahfoudh, satu demi satu, dianggap sebagai sebuah huruf tunggal (individual).
Bihurmat al habeeb wa bi hurmat al-Fatiha.
Sultanul Aulia Syaikh Muhammad Nazim Adil haqqani Al-Hasani
Perjalanan Spiritual Mawlana Shaykh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani
BismillahirRahmanirRahim
Dari buku : The Naqshbandi Sufi Way, History
Oleh : Syaikh Muhammad Hisham Kabbani, 1995
Dari buku : The Naqshbandi Sufi Way, History
Oleh : Syaikh Muhammad Hisham Kabbani, 1995
Beliau dilahirkan di Larnaca, Siprus, pada hari Minggu, tanggal 23 April 1922 – atau 26 Shaban 1340 H. Dari sisi ayah, beliau adalah keturunan Quthubul Gawth Sultanul Aulia Syaikh Abdul Qadir Jailani, pendiri thariqat Qadiriah. Dari sisi ibunya, beliau adalah keturunan Syaikh Maulana Jalaluddin ar-Rumi, pendiri thariqat Mawlawiyyah, yang juga merupakan keturunan Hassan-Hussein (as ) cucu Nabi Muhammad saw. Selama masa kanak-kanak di Siprus, beliau selalu duduk bersama kakeknya, salah seorang syaikh thariqat Qadiriah untuk belajar spiritualitas dan disiplin. Tanda-tanda luar biasa telah nampak pada syaikh Nazim kecil, tingkah lakunya sempurna. Tidak pernah berselisih dengan siapapun, beliau selalu tersenyum dan sabar. Kedua kakek dari pihak ayah dan ibunya melatih beliau pada jalan spiritual tarekat sufi
Ketika remaja, Shaykh Nazim sangat diperhitungkan karena tingkat spiritualnya yang tinggi. Setiap orang di Larnaca mengenal beliau, karena dengan umur yang masih amat muda mampu menasihati orang-orang, meramal masa depan dan dengan spontan membukanya. Sejak umur 5 tahun sering ibundanya mencarinya, dan didapati beliau sedang berada didalam masjid atau di makam Umm Hiram, salah satu sahabat Nabi Muhammad (saw) yang berada di sebelah masjid. Banyak sekali turis mendatangi makam tersebut karena tertarik akan pemandangan sebuah batu yang tergantung diatas makam itu.
Ayahnya
mengirim beliau ke sekolah umum pada siang hari dan sorenya belajar
ilmu-ilmu agama. Beliau seorang yang jenius diantara teman-temannya.
Setelah tamat sekolah ( setara SMU ) syaikh Nazim menghabiskan malam
harinya untuk mempelajari thariqat Mawlawiyyah dan Qadiriah. Beliau
mempelajari ilmu Shariah, Fiqih, ilmu tradisi, ilmu logika dan Tafsir
Qur’an. Beliau mampu memberikan penjelasan hukum tentang masalah-masalah
Islam secara luas. Beliau juga mampu berbicara bagi orang-orang dari
segala tingkatan spiritual. Beliau di beri kemampuan untuk menjelaskan
masalah-masalah yang sulit dalam bahasa yang jelas dan mudah.
Setelah
tamat SMA di Siprus, syaikh Nazim pindah ke Istambul pada tahun 1359 H /
1940, dimana kedua saudara laki-laki dan seorang saudara perempuannya
tinggal. Beliau belajar tehnik kimia di Universitas Istambul, di daerah
Bayazid. Pada saat yang sama beliau memperdalam hukum Islam dan bahasa
Arab pada guru beliau, syaikh Jamaluddin al-Lasuni, yang meninggal pada
th 1375 H / 1955 M. Shaykh Nazim meraih gelar sarjana pada tehnik kimia
dengan hasil memuaskan dibanding teman-temannya. Ketika Professor di
universitasnya memberi saran agar melakukan penelitian, beliau katakan,”
Saya tidak tertarik dengan ilmu modern. Hati saya selalu tertarik pada
ilmu-ilmu spiritual.”
Selama
tahun pertama di Istambul, beliau bertemu dengan guru spiritual
pertamanya, Shaykh Sulayman Arzurumi, seorang syaikh dari thariqat
Naqsybandi yang meninggal pada th. 1368 H / 1948 M. Sambil kuliah syaikh
Nazim belajar pada beliau sebagai tambahan dari ilmu thariqat yang
telah dimilikinya yaitu Mawlawiyyah dan Qadiriah. Biasanya beliau akan
terlihat di masjid Sultan Ahmad, bertafakur sepanjang malam. Syaikh
Nazim menuturkan : “Disana aku menerima barakah dan kedamaian hati yang
luar biasa. Aku shalat subuh bersama kedua guruku, Shaykh Sulayman
Arzurumi dan shaykh Jamaluddin al-Lasuni. Mereka mengajariku dan
meletakkan ilmu spiritual dalam hatiku. Aku mendapat banyak penglihatan
spiritual agar pergi menuju Damaskus, tapi hal itu belum diizinkan.
Sering aku melihat Nabi Muhammad memanggilku menuju ke hadapannya. Ada hasrat yang mendalam agar aku meninggalkan segalanya dan untuk pindah menuju kota
suci Nabi. Suatu hari ketika hasrat hati ini semakin kuat, aku diberi
“penglihatan” itu. Guruku , Shaykh Sulayman Arzurumi datang dan menepuk
pundakku sambil mengatakan,’Sekarang sudah turun izin. Rahasia-rahasia,
amanat, dan ajaran spiritualmu bukan ada padaku. Aku menahanmu karena
amanat sampai engkau siap bertemu dengan guru sejatimu yang juga guruku
sendiri yaitu Sultanul Aulia Quthubul Qawth Syaikh Abdullah Fa’iz
ad-Daghestani. Beliau pemegang kunci-kuncimu. Temui beliau di Damaskus.
Izin ini datang dariku dan berasal dari Nabi.’ ( Shaykh Sulayman
Arzurumi adalah salah satu dari 313 awliya thariqat Naqsybandi yang
mewakili 313 utusan. )
Bayangan itupun berakhir. Aku mencari guruku untuk menceritakan pengalaman itu. Dua jam kemudian
aku melihat syaikh menuju masjid, aku berlari menghampirinya. Beliau
membuka kedua tangannya dan berkata,” Anakku, bahagiakah engkau dengan
penglihatan itu ?” Aku sadar bahwa beliau juga telah mengetahui
segalanya. “Jangan tunggu lagi, segera berangkat ke Damaskus.” Beliau
bahkan tidak memberiku alamat atau informasi lain, kecuali sebuah nama :
Syaikh Abdullah ad-Daghestani di Damaskus. Dari Istambul ke Aleppo
aku naik kereta. Selama perjalanan aku masuk dari satu masjid ke masjid
lain, shalat, duduk dengan para ulama dan menghabiskan waktu untuk
ibadah dan tafakur. Kemudian aku menuju Hama, kota kuno mirip Aleppo.
Aku berusaha untuk langsung menuju Damaskus, namun mustahil. Perancis
yang saat itu menduduki Damaskus sedang mempersiapkan diri akan serangan
pihak Inggris. Jadi aku pergi ke Homs
dimana ada makam Khalid bin walid, sahabat Nabi. Ketika aku memasuki
masjid untuk shalat, seorang pelayan mendatangiku dan mengatakan : ‘ Aku
bermimpi tadi malam, Nabi mendatangiku. Beliau mengatakan : “Salah satu
cucuku akan datang esok hari. Jagalah dia demi aku.” Beliau memberi
petunjuk bagaimana ciri-ciri cucu beliau yang sekarang aku lihat
semuanya ada pada dirimu. Dia memberiku sebuah kamar didalam masjid itu
dimana aku menetap selama setahun. Aku tidak pernah keluar kecuali untuk
shalat dan duduk ditemani 2 ulama Homs
yang mumpuni, mereka mengajar bacaan Al-Qur’an, tafsir, fiqih dan
tradisi-tradisi Islam. Mereka adalah Shaykh Muhammad Ali Uyun as-Sud dan
shaykh Abdul Aziz Uyun as-Sud. Disana, aku juga mengikuti
pelajaran-pelajaran dari dua syaikh Naqsybandi, Shaykh Abdul Jalil Murad
dan Shaykh Said as-Suba’i. Hatiku semakin menggebu untuk segera tiba di
Damaskus, namun karena perang masih berkecamuk maka kuputuskan untuk
menuju Tripoli di Lebanon, dari sana menuju Beirut lalu ke Damaskus
lewat jalur yang lebih aman. Pada tahun 1364 AH / 1944 M, Syaikh Nazim
pergi ke Tripoli
dengan bis. Bis ini membawa beliau sampai ke pelabuhan yang masih
asing, dan tidak seorangpun dikenalnya. Ketika berjalan mengelilingi
pelabuhan, beliau melihat seseorang dari arah berlawanan. Orang itu
adalah Mufti Tripoli yang bernama Shaykh Munir al-Malek. Beliau juga
merupakan shaykh atas semua thariqat sufi di kota itu. “ Apakah kamu shaykh Nazim ? aku bermimpi dimana Nabi mengatakan, ‘Salah satu cucuku tiba di Tripoli.’
Beliau tunjukkan gambaran sosokmu dan menyuruhku mencarimu di kawasan
ini. Nabi menyuruhku agar menjagamu. “ Syaikh Nazim memaparkan hal ini :
Aku tinggal dengan syaikh Munir al-Malek selama sebulan. Beliau
mengatur perjalananku menuju Homs
untuk kemudian dilanjutkan ke Damaskus. Aku tiba di Damaskus pada hari
Jum’at th. 1365 H / 1945 awal tahun Hijriah. Aku tahu bahwa Syaikh
Abdullah ad-Daghestani tinggal di wilayah Hayy al-Maidan, dekat dengan
makam Bilal al-Habashi dan banyak keturunan dari keluarga Nabi. Sebuah
daerah kuno yang penuh dengan monumen-monumen bersejarah.. Akupun tidak
tahu yang mana rumah syaikh Abdullah. Sebuah penglihatan datang ketika
aku berdiri di pinggir jalan; syaikh keluar dari rumahnya dan
memanggilku untuk masuk. Penglihatan itu segera lenyap, dan tetap tak
kulihat siapapun di jalanan. Keadaan tampak senyap akibat invasi
orang-orang Perancis dan Inggris. Penduduk ketakutan dan bersembunyi
didalam rumah masing-masing. Aku sendirian dan mulai berkontemplasi
didalam hati untuk mengetahui yang mana rumah syaikh Abdullah. Sekilas
gambaran itu muncul, sebuah rumah dengan sebuah pintu yang spesifik. Aku
berusaha mencari sampai akhirnya ketemu. Ketika akan kuketuk, syaikh
membuka pintu rumah menyambutku, ” Selamat datang anakku, Nazim
Effendi.”
Penampilannya
yang tidak biasa segera menarik hatiku. Tidak pernah aku bertemu dengan
syaikh yang seperti itu sebelumnya. Cahaya terpancar dari wajah dan
keningnya. Kehangatan yang berasal dari dalam hatinya dan dari senyuman
di wajahnya. Beliau mengajakku ke lantai atas dengan menaiki tangga
didalam kamar beliau , “ Kami sudah menunggumu.” Didalam hati, aku
sangat bahagia bersamanya, namun masih ada hasrat untuk mengunjungi kota
Nabi. Aku bertanya pada beliau,” Apa yang harus kulakukan ?” Beliau
menjawab,” Besok akan aku beri jawaban, sekarang waktumu untuk istirahat
!” Beliau menawari makan malam lalu kami shalat Isya berjamaah,
kemudian tidur. Pagi-pagi sekali beliau membangunkan aku untuk melakukan
shalat. Tidak pernah aku merasakan kekuatan luar biasa seperti cara
beliau beribadah. Aku merasa sedang berada dihadapan Ilahi dan hatiku
semakin tertarik akan beliau. Kembali sebuah ‘penglihatan’ terlintas.
Aku melihat diriku sendiri menaiki sebuah tangga dari tempat kami shalat
menuju ke Bayt al-Ma’mur, Ka’bah surgawi, setingkat demi setingkat.
Setiap tingkat yang kulalui adalah maqam yang diberikan syaikh kepadaku.
Di setiap maqam aku menerima pengetahuan didalam hatiku yang sebelumnya
tidak pernah aku dengar ataupun aku pelajari. Kata-kata, frase, kalimat
diletakkan sekaligus dalam cara yang indah, di alirkan menuju ke dalam
hatiku, dari maqam ke maqam sampai terangkat menuju Bayt al-Makmur.
Disana aku melihat 124.000 (seratus dua puluh empat ribu) Nabi-nabi
berbaris melakukan shalat, dan Nabi Muhammad sebagai imamnya.
Aku
melihat 124.000 ( seratus dua puluh empat ribu ) sahabat Nabi yang
berbaris dibelakang beliau. Aku melihat 7007 ( tujuh ribu tujuh ) awliya
thariqat Naqsybandi berdiri dibelakang mereka sedang shalat. Aku juga
melihat 124.000 ( seratus dua puluh empat ribu ) awliya thariqat lain
berbaris melaksanakan shalat. Sebuah tempat sengaja disisakan untuk dua
orang tepat disebelah Abu Bakr as-Siddiq. Grandsyaikh mengajakku menuju
tempat itu dan kamipun shalat subuh. Suatu pengalaman beribadah yang
sangat indah. Ketika Nabi memimpin shalat itu, bacaan yang
dikumandangkan beliau sungguh syahdu. Tidak ada kata-kata yang mampu
melukiskan pengalaman itu, sesuatu yang Ilahiah. Begitu shalat selesai,
penglihatan itupun berakhir, tepat ketika syaikh menyuruhku untuk
melakukan adzan subuh. Beliau shalat didepan dan aku dibelakangnya. Dari
arah luar aku mendengar suara peperangan antar 2 pihak pasukan tentara.
Grandsyaikh segera mem-baiat-ku didalam thariqat Naqsybandi, kata beliau : ‘Anakku, kami punya kekuatan untuk bisa membuat seorang murid mencapai maqamnya dalam waktu sedetik saja.’
Sambil melihat ke arah hatiku, kedua mata beliau berubah dari kuning
menjadi merah, lalu berubah putih, kemudian hijau dan akhirnya hitam.
Perubahan warna itu berhubungan dengan ilmu-ilmu yang di pancarkan pada
hatiku. Pertama adalah warna kuning yang menunjukkan maqam ‘qalbu’.
Beliau alirkan segala jenis pengetahuan eksternal yang diperlukan untuk
melaksanakan kehidupan manusia sehari-hari. Yang kedua adalah maqam
‘rahasia/Sirr’, pengetahuan dari seluruh 40 thariqat yang berasal dari
Ali bin Abi Talib. Aku rasakan diriku menjadi pakar dalam seluruh
thariqat-thariqat ini. Mata beliau berubah warna menjadi merah saat hal
ini terjadi. Tahap yang ketiga adalah tingkatan ‘Sirr as Sirr’ yang
hanya diizinkan bagi para syaikh Naqsybandi dengan imamnya Abu Bakr.
Saat itu mata grandsyaikh Abdullah telah berubah menjadi putih. Maqam
keempat yaitu ‘pengetahuan spiritual tersembunyi / khafa’ dimana saat
itu mata beliau berubah warna menjadi hijau. Terakhir adalah tahap
akhfa, maqam yang paling rahasia dimana tak ada apapun yang nampak
disana. Mata beliau berubah menjadi hitam, dan disinilah beliau
mengantarku menuju Hadirat Allah. Kemudian grandsyaikh mengembalikan aku
lagi pada eksistensiku semula. Rasa cintaku pada grandsyaikh begitu
meluap, sehingga tidak terbayangkan bila harus berjauhan dengannya. Aku
tak menginginkan apapun kecuali agar bisa berdekatan dan melayani beliau
selamanya. Namun perasaan damai itu terasa disambar oleh petir, badai
dan tornado. Ujian yang sungguh luar biasa dan membuatku putus asa
ketika kemudian beliau mengatakan : ‘Anakku, orang-orangmu membutuhkanmu. Aku telah cukup memberimu untuk saat ini. Pergilah ke Siprus hari ini juga.’
Aku
jalani satu setengah tahun agar bisa bertemu dengan beliau Sultanul
Aulia Syaikh Abdullah Fa’iz Dhagestani, namun cuma satu malam aku
lewatkan dan lalui kehidupan spiritualku bersama beliau . Kini beliau
memintaku untuk kembali ke Siprus, sebuah tempat yang telah kutinggalkan
selama 5 tahun. Perintah yang amat mengerikan bagiku, namun dalam
thariqat sufi, seorang murid
harus menyerah pada kehendak syaikh-nya. Setelah mencium tangan dan kaki
beliau sambil meminta izin, aku mencoba menemukan jalan menuju Siprus.
Perang Dunia II akan segera berakhir dan sama sekali tidak ada sarana
transportasi. Ketika aku sedang memikirkan jalan keluarnya, seseorang
menghampiriku, ‘Syaikh, anda butuh tumpangan ?’‘Ya ! kemana tujuan anda
?’ aku balik bertanya. ‘Ke Tripoli.’ jawabnya. Kemudian dengan truknya,
setelah 2 hari perjalanan, kamipun sampai di Tripoli.
‘Antarkan aku sampai pelabuhan.’ Kataku. ‘Buat apa ?’ ‘Agar bisa naik
kapal ke Siprus.’ ‘Bagaimana bisa ? tak ada yang bepergian lewat laut
saat perang seperti ini.’ ‘Tidak apa-apa. Antarkan aku kesana.’Ketika
dia menurunkanku di pelabuhan, aku kembali terkejut ketika syaikh Munir
al-Malek menghampiriku. Kata beliau : ‘ Cinta macam apakah yang dimiliki
kakekmu Rasulullah Muhammad SAW padamu Naziim Effendi ? Nabi datang lagi lewat mimpiku tadi malam dan mengatakan – ‘ Cucuku, si Nazim akan segera tiba, jagalah dia.’
Aku tinggal bersama syaikh Munir selama 3 hari. Aku memintanya untuk
mengatur perjalananku sampai ke Siprus. Beliau telah berusaha, namun
karena keadaan perang dan minimnya bahan bakar maka hal itu sangat
mustahil. Akhirnya hanya ada sebuah perahu. ‘Kamu bisa pergi, tapi amat
berbahaya !’ kata syaikh Munir. ‘Tapi aku harus pergi, ini adalah
perintah syaikh-ku.’ Syaikh Munir membayar sejumlah besar uang pada
pemilik perahu untuk membawaku. Kami berlayar selama 7 hari agar sampai
ke Siprus, yang normalnya hanya memakan waktu 2 hari saja dengan perahu
motor. Segera setelah sampai di daratan Siprus, penglihatan spiritual
terlintas dalam hatiku. Aku merasa Grandsyaikh Abdullah ad-Daghestani
mengatakan padaku,‘Oh anakku, tidak seorangpun mampu menahanmu
membawa amanatku. Engkau telah banyak mendengar dan menerima. Mulai
detik ini aku akan selalu dapat terlihat olehmu. Setiap engkau arahkan
hatimu padaku, aku akan selalu berada disana. Segala pertanyaan yang
engkau ajukan akan dijawab langsung, berasal dari hadirat Ilahi. Segala
tingkatan spiritual yang ingin engkau capai, akan dianugerahkan kepadamu
karena penyerahan totalmu. Semua awliya puas denganmu, Nabipun bahagia
akan dirimu.’
Ketika
hal itu terjadi, aku merasakan syaikh ada disisiku dan sejak saat itu
beliau tidak pernah meninggalkanku. Beliau selalu berada di sampingku.
Syaikh
Nazim mulai menyebarkan bimbingan spiritual dan mengajar agama Islam di
Siprus. Banyak murid-murid yang mendatangi beliau dan menerima thariqat
Naqsybandi. Namun sayang, waktu itu semua agama dilarang di Turki dan
karena beliau berada di dalam komunitas orang-orang Turki di Siprus,
agamapun juga dilarang disana. Bahkan mengumandangkan adzanpun tidak
diperbolehkan. Langkah beliau yang pertama adalah
menuju masjid di tempat kelahirannya dan mengumandangkan adzan disana,
segera beliau dimasukkan penjara selama seminggu. Begitu dibebaskan,
syaikh Nazim pergi menuju masjid besar di Nicosia
dan melakukan adhan di menaranya. Hal itu membuat para pejabat marah
dan beliau dituntut atas pelanggaran hukum. Sambil menunggu sidang,
syaikh Nazim terus mengumandangkan adhan di menara-menara masjid seluruh
Nicosia.
Sehingga tuntutan pun terus bertambah, ada 114 kasus yang menunggu
beliau. Pengacara menasihati beliau agar berhenti melakukan adhan, namun
syaikh Nazim mengatakan : “ Tidak, aku tidak bisa. Orang-orang harus
mendengar panggilan untuk shalat.” Hari
persidangan tiba. Jika tuntutan 114 kasus itu terbukti, beliau bisa
dihukum 100 tahun penjara. Pada hari yang sama hasil pemilu diumumkan di
Turki. Seorang laki-laki bernama Adnan Menderes dicalonkan untuk
berkuasa. Langkah pertama dia ketika terpilih menjadi Presiden adalah
membuka seluruh masjid-masjid dan mengijinkan adzan dalam bahasa Arab.
Itulah keajaiban syaikh kita. Allah selalu bersama walinya, dimanapun ia
berada, kemenangan pasti bersama-Nya. Selama bertahun-tahun disana,
beliau mengadakan perjalanan ke seluruh penjuru Siprus. Beliau juga
mengunjungi Lebanon, Mesir, Saudi Arabia
dan tempat-tempat lain untuk mengajar thariqat Sufi. Syaikh Nazim
kembali ke Damaskus pada th. 1952 ketika beliau menikahi salah satu
murid grandsyaikh Abdullah yaitu Hajjah Amina Adil. Sejak saat itu
beliau tinggal di Damaskus dan mengunjungi Siprus setiap tahunnya, yaitu
selama 3 bulan pada bulan Rajab, Shaban, dan Ramadhan. Syaikh Nazim dan
keluarganya tinggal di Damaskus, dan keluarganya selalu menyertai bila
syaikh Nazim pergi ke Siprus. Syaikh Nazim mempunyai dua anak perempuan
dan dua anak laki-laki.
Perjalanan DAKWAH Syaikh Nazim
Syaikh
Nazim pergi haji setiap tahunnya untuk memimpin kelompok orang-orang
Siprus. Beliau melaksanakan ibadah haji sebanyak 27 kali. Beliau menjaga
murid-muridnya dan sebagai pengikut grandsyaikh Abdullah. Suatu saat
grandsyaikh mengatakan padanya agar pergi ke Aleppo
dari Damaskus dengan berjalan kaki, dan berhenti di setiap desa untuk
menyebarkan thariqat Naqsybandi, ajaran sufisme dan ajaran Islam. Jarak
antara Damaskus menuju Aleppo
sekitar 400 kilometer. Butuh waktu lebih dari satu tahun untuk
perjalanan pergi dan kembali. Syaikh Nazim berjalan kaki selama satu
atau dua hari. Ketika sampai di sebuah desa, beliau tinggal disana
selama seminggu untuk menyebarkan thariqat Naqsybandi, memimpin dzikir,
melatih penduduk dan melanjutkan perjalanan beliau sampai ke desa
selanjutnya. Nama beliaupun mulai terdengar di setiap lidah orang-orang,
mulai dari perbatasan Yordania sampai perbatasan Turki dekat Aleppo.
Hal yang sama diperintahkan dan dijalankan oleh syaikh Nazim agar
berjalan kaki ke Siprus. Dari desa satu menuju desa lainnya, menyeru
orang agar kembali pada Tuhannya dan meninggalkan segala materialisme,
sekularisme dan atheisme. Beliau amat dicintai diseluruh Siprus, dan
masyur dengan sebutan ‘Syaikh Nazim berturban hijau / Syaikh Nazim
Yesilbas’ karena turban dan jubahnya yang berwarna hijau.
Beliau sering mengunjungi Lebanon, dimana kami mengenal beliau. Pada th. 1955, aku berada di kantor pamanku, yang menjabat sebagai sekjen urusan agama di Lebanon,
sebuah jabatan yang tinggi dalam Pemerintahan. Ketika itu tiba waktunya
shalat Ashar dan pamanku, Syaikh Mukhtar Alayli sering shalat di masjid
al-Umari al-Kabir di Beirut.
Disana ada juga gereja pada masa Umar bin al-Khattab, yang telah
berubah menjadi masjid pada masa beliau. Di bawah tanah masjid masih
terdapat fondasi gereja. Pamanku menjadi imam dan aku beserta dua
saudaraku shalat dibelakang beliau. Seorang syaikh datang dan shalat
disebelah kami. Kemudian orang itu melihat kedua kakakku dan menyebut
nama-nama mereka, selanjutnya menoleh ke arahku dan menyebutkan namaku.
Kami amat terkejut, karena kami tidak saling mengenal sebelumnya.
Pamanku juga tertarik pada beliau. Itulah pertama kali kami bertemu Wali
Quthub Sultan Aulia Syaikh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani An
Naqshabandi. Kakak tertuaku berkeras untuk mengajak syaikh Nazim dan
paman untuk menginap di rumah kami. Syaikh Nazim mengatakan : “ Saya
dikirim oleh syaikh Abdullah. Beliau yang mengatakan ‘Setelah shalat
ashar nanti, yang ada disebelah kananmu bernama ini dan yang lain
bernama ini. Ajaklah mereka masuk thariqat Naqsybandi. Mereka akan
menjadi pengikut kita.’ “ Kami masih amat muda dan kagum akan cara
beliau mengetahui nama-nama kami. Sejak saat itu beliau mengunjungi Beirut
secara rutin. Kami pergi ke Damaskus setiap Minggunya, dengan cara
memohon pada ayah kami agar diizinkan mengunjungi grandsyaikh. Aku dan
kakakku menerima banyak pengetahuan spiritual dan menyaksikan
kekuatan-kekuatan ajaib yang dialirkan pada hati kami, para pencari.
Rumah Syaikh Nazim tidak pernah sepi dari pengunjung. Sedikitnya seratus
orang silih berganti mengunjungi rumah beliau setiap harinya dan
dilayani dengan baik. Rumah beliau dekat dengan rumah grandsyaikh di
Jabal Qasiyun, sebuah pegunungan yang tampak dari kotanya, disebelah
tenggara Damaskus. Rumah semen beliau yang sederhana dengan segala
perabot dibuat dari tangan dengan bahan kayu atau bahan-bahan alami
lain. Mulai tahun 1974, beliau mengunjungi Eropa. Dari Siprus menuju London
dengan pesawat dan kembalinya mengendarai mobil lewat jalan darat.
Beliau melanjutkan pertemuan dengan setiap kalangan masyarakat dari
berbagai daerah, bahasa, adat sampai keyakinan yang berbeda-beda.
Orang-orang mulai mengucap kalimat Tauhid dan bergabung dengan thariqat
sufi dan belajar tentang rahasia-rahasia spiritual dari beliau. Senyum
dan wajahnya yang bersinar amat dikenal di seluruh benua Eropa dan
disayangi karena membawa cita rasa spiritualitas yang sebenarnya dalam
kehidupan masyarakat. Tahun-tahun selanjutnya, beliau melakukan
perjalanan kaki di wilayah negara Turki. Sejak tahun 1978, beliau
habiskan tiga sampai empat bulan disetiap daerah di Turki. Dalam setahun
beliau bepergian di daerah Istambul, Yalova, Bursa, Eskisehir dan Ankara. Di lain kesempatan beliau mengunjungi Konya, Isparta dan Kirsehir. Tahun berikutnya mengunjungi pesisir selatan dari Adana menuju Mersin, Alanya, Izmir dan Antalya. Kemudian ditahun berikutnya beliau bepergian ke sisi timur, Diyarbakir,
Erzurm sampai perbatasan Irak. Kemudian kunjungan selanjutnya adalah di
laut hitam, bergerak dari satu wilayah ke wilayah lainnya, dari kota menuju kota
lain, dari masjid ke masjid men-syiarkan firman-firman Allah dan
spiritualitas dimanapun beliau berada. Dimanapun syaikh Nazim pergi,
beliau disambut oleh kerumunan massa dari yang sederhana sampai pejabat pemerintahan. Beliau masyur dengan sebutan ‘Al-Qubrusi’
di seluruh Turki. Syaikh Nazim merupakan syaikh guru dari Presiden
Turki terakhir, Turgut Ozal yang amat menghormati beliau. Akhir-akhir
ini syaikh Nazim terkenal karena pemberitaan yang luas dari media dan
pers. Beliau di wawancarai hampir tiap minggu oleh berbagai stasiun TV
dan reporter yang menanyakan tentang berbagai kejadian serta masa depan
Turki. Beliau mampu menjembatani antara pemerintahan yang sekuler dan
kelompok Islam fundamental, seperti yang diajarkan oleh Nabi ( saw )
sehingga tercipta kedamaian disetiap hati dan pikiran dari kedua belah
pihak, baik kalangan awam maupun yang cerdas sekalipun. Tahun 1986,
beliau terpanggil untuk mengadakan perjalanan menuju Timur jauh; Brunei, Malaysia, Singapore, India, Pakistan, Sri Lanka.
Beliau di terima baik oleh para Sultan, Presiden, anggota parlemen,
pejabat pemerintah dan tentu saja rakyat pada umumnya. Beliau di sebut
sebagai orang suci zaman ini di Brunei.
Beliau disambut dengan kemurahan rakyat dan khususnya oleh Sultan Hajji
Hasan al-Bolkiah. Beliau digolongkan sebagai salah satu syaikh terbesar
thariqat Naqsybandi di Malaysia. Di Pakistan, beliau dikenal sebagai
penyegar akan thariqat sufi dan beliau mempunyai ribuan murid. Di
Srilanka, di antara pemerintahan dan rakyat biasa, beliau mempunyai
lebih dari 20.000 ( dua puluh ribu ) murid. Di antara muslim Singapore, beliau juga amat dihormati.
Pada
tahun 1991, untuk pertama kalinya beliau mengunjungi Amerika. Lebih
dari 15 negara bagian beliau kunjungi. Beliau bertemu dengan banyak
kalangan masyarakat dari berbagai aliran dan agama-agama : Muslim,
Kristen, Yahudi, Sikh, Buddha, Hindu, New age, dan lain-lain. Hal ini
membuahkan berdirinya lebih dari 13 pusat-pusat thariqat Naqsybandi di
Amerika Utara. Kunjungan kedua th. 1993, beliau mendatangi berbagai
daerah dan kota-kota, masjid-masjid, gereja, sinagog, dan candi-candi.
Melalui beliau, lebih dari 10.000 ( sepuluh ribu ) rakyat Amerika Utara
telah masuk Islam dan ber-baiat dalam thariqat Naqsybandi.Pada bulan
Oktober 1993, beliau menghadiri peresmian kembali masjid dan sekolah
Imam Bukhari di Bukhara, Uzbekistan. Beliau adalah orang pertama diantara banyak generasi Imam Bukhari yang mampu mengembalikan daerah pusat para awliya di Asia
tengah yang sangat kuat mengabadikan nama dan ajarannya dalam thariqat
ini. Sebagaimana Shah Naqsyband sebagai pelopor di daerah Bukhara dan
Asia Tengah, juga Ahmad as-Sirhindi al-Mujaddidi pelopor di milenium ke
2, dan Khalid al-Baghdadi pelopor kebangkitan Islam, shariah, dan
thariqat di Timur Tengah; maka Syaikh Nazim Adil al-Haqqani adalah
pelopor , pembaharu dan penyeru umat agar kembali pada Tuhan-nya di abad
ini, abad perkembangan tekhnologi dan materialisme.
Khalwat Syaikh Nazim
Khalwat
pertama beliau atas perintah Syaikh Abdullah ad-Daghestani di tahun
1955 di Sueileh, Yordania. Beliau berkhalwat selama 6 bulan. Kekuatan
dan kemurnian dalam setiap kehadiran beliau mampu menarik ribuan murid
di Sueileh dan desa-desa sekitarnya, Ramta dan Amman
menjadi penuh oleh murid-muridnya. Ulama, pejabat resmi dan banyak
kalangan tertarik akan pencerahan dan kepribadian beliau. Ketika baru
mempunyai 2 orang anak, satu perempuan dan satu laki-laki, syaikh Nazim
dipanggil oleh grandsyaikh Abdullah. “ Aku menerima perintah dari Nabi
untukmu agar melakukan khalwat di masjid Abdul Qadir Jailani di Baghdad.
Pergilah kesana dan lakukan khalwat selama 6 bulan.” Syaikh Nazim
bercerita mengenai peristiwa ini : Aku tidak bertanya apapun pada
grandsyaikh. Aku bahkan tidak pulang ke rumah. Aku langsung melangkahkan
kakiku menuju Marja, di dalam kotanya. Tidak pernah terlintas dalam
benakku ‘aku butuh pakaian, uang atau makanan’ . Ketika beliau berkata
Pergilah!’ maka aku segera pergi. Aku memang ingin melakukan khalwat
bersama syaikh Abdul Qadir Jailani Al-Baghdadi. Ketika sampai di kota
, aku melihat seorang laki-laki yang sedang menatapku. Dia mengenalku.
“Syaikh Nazim, anda mau kemana ? “ “Ke Baghdad.” jawabku. Ternyata dia
murid grandsyaikh. “ Saya juga mau kesana.” Kamipun berangkat dengan
naik truk yang penuh dengan muatan barang untuk dikirim ke Baghdad.
Ketika memasuki masjid Syaikh Abdul Qadir Jailani, ada seorang
laki-laki tinggi besar yang berdiri di pintu. Dia memanggilku,” Syaikh
Nazim !” “Ya,” jawabku. “ Saya ditunjuk untuk melayani anda selama
tinggal disini. Mari ikut saya.” Sebenarnya aku terkejut akan hal ini,
namun dalam thariqat segala hal telah diatur dalam Kehendak Ilahi. Aku
mengikutinya sampai ke makam sang Ghawth. Aku mengucapkan salam pada
kakek buyutku, Syaikh Abdul Qadir Jailani Al-Baghdadi. Sambil
menunjukkan kamarku, orang itu mengatakan, ‘‘Setiap hari aku akan
memberimu semangkuk sup dan sepotong roti.’’ Aku keluar dari kamar hanya
untuk menunaikan shalat 5 waktu saja. Aku mencapai sebuah maqam dimana
aku mampu khatam Al Qur’an dalam waktu 9 jam. Setiap harinya aku membaca
Laa ilaha ill-Allah 124.000 kali dan shalawat 124.000 kali ditambah
membaca seluruh Dalail al-khayrat, dan membaca 313.000 kali Allah,
Allah, dan seluruh ibadah yang dibebankan padaku.
‘Penglihatan-penglihatan spiritual’ mulai bermunculan mengantarku dari
satu maqam ke maqam lain sampai akhirnya aku menjadi fana’ dalam hadirat
Allah. Suatu hari aku mendapat penglihatan bahwa
syaikh Abdul Qadir Jailani memanggilku menuju makamnya. Kata beliau, ‘
Oh, cucuku, aku sedang menunggumu di makamku, datanglah !” Aku bergegas
mandi, shalat 2 rekaat dan berjalan menuju makam beliau yang hanya
beberapa langkah dari kamarku. Sesampai disana, aku mulai bermuraqabah. “
as-salam alayka ya jaddi’ ( semoga kedamaian tercurah padamu, kakekku )
“Segera aku melihat beliau keluar dari makam dan berdiri disampingku.
Dibelakang beliau ada sebuah singgasana indah yang dihiasi batu-batu
mulia. Kata beliau “ Mendekat dan duduklah bersamaku di singgasana itu.”
Kami duduk layaknya seorang kakek dan cucunya. Beliau tersenyum dan
mengatakan :“Aku bahagia denganmu, Nazim Effendi. Maqam syaikh kamu, Maulana Syaikh Abdullah al-Faiz ad-Daghestani amat tinggi dalam thariqat Naqsybandi. Aku
ini kakekmu. Sekarang aku turunkan padamu, langsung dariku, kekuatan
yang dipegang oleh seorang Ghawth seperti aku. Aku bay’at kamu juga
dalam thariqat Qadiriah sekarang.” Kemudian grandsyaikh nampak
dihadapanku, Nabi (saw ) pun hadir, juga Shah Naqsyband. Syaikh Abdul
Qadir Jailani berdiri memberi hormat pada Nabi beserta para syaikh yang
hadir, akupun melakukannya. Kata beliau : ‘ Ya Nabi, Ya Rasulullah, aku
kakek dari cucuku ini. Aku bahagia dengan kemajuannya dalam thariqat
Naqsybandi dan aku ingin menambahkan thariqat Naqsybandi pada maqamku.
‘Nabi tersenyum dan melihat pada Shah Naqsyband, selanjutnya Shah
Naqsyband melihat pada Grandsyaikh Abdullah. Inilah adab pimpinan yang
baik, karena Syaikh Abdullah yang masih hidup pada saat itu. Grandsyaikh
menerima rahasia thariqat Naqsybandi yang diterima beliau dari Shah
Naqsyband melalui silsilah Nabi, dari Abu Bakr as-Siddiq, agar
ditambahkan pada maqam syaikh Abdul Qadir Jailani. Ketika syaikh Nazim
merampungkan khalwatnya, dan akan segera meninggalkan makam kakeknya dan
mengucapkan salam perpisahan. Syaikh Abdul Qadir Jailani muncul dan
memperbarui bay’at syaikh Nazim dalam thariqat Qadiriah. Kata Kakeknya, “
Cucuku, aku akan memberimu kenang-kenangan karena telah berkunjung ke
sini.” Beliau memeluk syaikh Nazim dan memberinya 10 buah koin yang
merupakan mata uang di jaman beliau dulu hidup. Koin itu masih disimpan
syaikh Nazim sampai hari ini. Sebelum pergi,
syaikh Nazim memberi tanda kenangan jubah pada syaikh yang telah
melayani beliau selama khalwat disana. “ Aku memakai jubah ini selama
masa khalwat, sebagai alas tidurku, bahkan juga saat shalat dan dzikir.
Simpanlah, Allah beserta Nabi akan memberkahimu.” Syaikh itu mengambil
jubah, menciumnya dan memakainya. Syaikh Nazim meninggalkan Baghdad dan kembali ke Damaskus, Syria. Pada th. 1992, ketika syaikh Nazim mengunjungi Lahore, Pakistan,
beliau berziarah ke makam syaikh Ali Hujwiri. Salah seorang syaikh dari
thariqat Qadiriah mengundang beliau ke rumahnya. Syaikh Nazim menginap
disana. Setelah shalat subuh, tuan rumah itu mengatakan ‘Ya syaikh, aku
memintamu menginap malam ini untuk menunjukkan padamu sebuah jubah
berharga yang kami warisi selama 27 tahun yang lalu. Diwariskan dari
seorang syaikh hebat dari thariqat Qadiriah dari Baqhdad sampai akhirnya
berada di tangan kami. Semua syaikh kami menyimpan dan menjaganya
karena dulunya ini jubah pribadi dari ‘Ghawth’ pada masa itu. Seorang
syaikh Turki dari thariqat Naqsybandi berkhalwat di masjid-makam syaikh
Abdul Qadir Jailani. Setelah selesai, beliau berikan jubah ini sebagai
hadiah karena sudah melayaninya selama khalwat. Syaikh Qadiriah pemegang
jubah ini mengatakan pada penerusnya ketika akan meninggal agar
menjaganya, karena siapapun yang mengenakan jubah itu, segala
penyakitnya akan sembuh. Setiap murid yang mengenakan jubah ini dalam
perjalanannya menuju hadirat Ilahi akan mudah terangkat dalam tingkat
kashf.’Beliau membuka almari dan memperlihatkan sebuah jubah yang
disimpan di kotak kaca. Dia keluarkan jubah itu. Syaikh Nazim tersenyum
melihatnya. Syaikh Qadiriah itu bertanya pada syaikh Nazim,” Apakah
sebenarnya ini, syaikh ? “ Syaikh Nazim menjawab : “ Hal ini membuat aku
bahagia. Jubah ini aku berikan pada Syaikh thariqat Qadiriah saat aku
selesai khalwat.” Ketika mendengar hal ini syaikh tersebut mencium
tangan syaikh Nazim dan meminta bay’at di dalam thariqat Naqsybandi.
Khalwat ke – 2 SULTANUL AULIA MAULANA Syekh Nazim di Madinah
Sering
kali syaikh Nazim diperintahkan melakukan khalwat dengan kurun waktu
antara 40 hari sampai setahun. Tingkatan khalwatnya juga berbeda, mulai
diisolasi dari kontak dunia luar, shalat, atau hanya diperkenankan
adanya kontak saat melaksanakan dzikir atau pertemuan karena memberi
kajian. Beliau sering melaksanakan khalwat di kota
Nabi. Kata beliau : Tidak seorangpun diberi kehormatan melakukan
khalwat bersama syaikh mereka. Aku mendapatkan kesempatan ini berada
dalam satu ruangan dengan mursyidku Sultanul Aulia syaikh Abdullah Fa’iz
Dhagestani di Madinah. Sebuah ruangan kuno dekat masjid suci Nabi
Muhammad saw. Disana terdapat satu pintu dan satu buah jendela. Segera
setelah kami memasuki ruangan itu, syaikh menutup jendela rapat-rapat
dan beliau mengijinkan aku keluar hanya pada saat menunaikan shalat 5
waktu di Masjid Nabi. Beliau mengingatkan aku agar ‘mengawasi langkah /
nazar bar qadam ’ ketika dalam perjalanan menuju tempat shalat. Dengan
disiplin dan mengontrol penglihatan kita berarti memutuskan diri dari
segala hal kecuali pada Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Besar beserta
Nabi-Nya. Syaikh Abdullah tidak pernah tidur selama khalwat berlangsung.
Selama satu tahun aku tidak pernah melihat beliau tidur dan menyentuh
makanan. Hanya semangkuk sup dan sepotong roti disediakan untuk kami
setiap harinya. Beliau selalu memberikan bagiannya kepadaku. Beliau
hanya minum air dan tidak pernah meninggalkan ruangan itu. Malam demi
malam, hari demi hari, grandsyaikh duduk membaca Qur’an hanya dengan
penerangan lilin, berdzikir dan mengangkat tangannya dalam do’a. Kadang
aku tidak mengerti apa yang beliau ucapkan karena beliau menggunakan
bahasa-bahasa surgawi. Aku hanya mampu memahaminya lewat ilham dan
penglihatan yang datang pada hatiku. Aku tidak tahu kapan saatnya malam
ataupun siang kecuali saat shalat. Grandsyaikh tidak pernah melihat
sinar matahari selama setahun penuh, kecuali cahaya dari lilin. Dan aku
melihat cahaya matahari hanya ketika pergi untuk shalat. Melalui khalwat
tersebut, spiritualitasku meningkat ke tingkatan yang berbeda-beda.
Suatu hari aku mendengar beliau mengatakan : ‘Ya Allah, beri aku
kekuatan “Ghawth” / perantara / penolong, dari kekuatan yang Engkau
berikan pada Nabi-Mu. untuk meminta ampunanMu bagi seluruh umat manusia
saat kiamat nanti dan mengangkat mereka menuju Hadirat-Mu.’ Ketika
beliau mengatakan hal ini, aku mengalami ‘penglihatan’ keadaan disaat
hari kiamat. Allah swt turun dari Arsy-Nya dan mengadili umat manusia..
Nabi berada di samping kanan-Nya. Grandsyaikh berada di sebelah kanan
Nabi, dan aku berada di sebelah kanan grandsyaikh. Setelah Allah
mengadili umat manusia, Dia memberi wewenang Nabi untuk menjadi
perantara ampunan-Nya. Ketika Nabi selesai melakukannya, beliau meminta
grandsyaikh untuk memberi barakahnya dan mengangkat mereka dengan
kekuatan spiritual yang telah diberikan. Penglihatan itu berakhir dan
aku mendengar grandsyaikh mengatakan, ‘ al-hamdulillah, al-hamdulillah,
Nazim effendi, aku sudah mendapat jawabannya.’Suatu hari selesai shalat
subuh grandsyaikh mengatakan, ‘ Nazim Effendi, lihat !’ Kemana harus
kulihat, atas, bawah, kanan atau kiri ? Ternyata ada di bagian hati
beliau. Sebuah penglihatan muncul. Aku melihat syaikh Abdul Khaliq al
Ghujdawani muncul dengan tubuh fisiknya dan mengatakan padaku,’ Oh anakku, syaikh-mu Abdullah Fa’iz Dhagestani memang unik. Tidak ada Wali yang seperti dia sebelum-sebelumnya. ‘
Kemudian kami diajak beliau di tempat lain di bumi ini. ‘ Allah swt
memintaku untuk pergi ke batu itu dan memukulnya’ sambil menunjuk sebuah
batu. Ketika beliau memukulnya, sebuah semburan air memancar deras
keluar dari batu itu. Kata beliau, ‘ Air itu akan terus memancar seperti
ini sampai kiamat nanti, dan Allah swt mengatakan padaku bahwa pada
setiap tetes air ini Dia ciptakan satu malaikat bercahaya yang akan
selalu memuji-Nya sampai kiamat nanti.’ Kata Allah : ‘ Oh hamba-Ku Abdul
Khaliq al-Ghujdawani, tugasmu adalah memberi nama para malaikat ini
dengan nama yang berbeda dan tidak boleh ada pengulangan. Hitung pula
berapa kali pujian-pujian mereka, kemudian “bagikan pada seluruh pengikut thariqat Naqsybandi”. Itulah tanggung jawabmu.” Aku takjub akan beliau beserta tugas luar biasa yang diembannya.
Penglihatan
itu terus berlanjut serasa menghujaniku. Pada hari terakhir khalwat
kami setelah shalat subuh aku mendengar suara-suara dari arah luar
ruangan kami. Suara orang dewasa dan suara anak-anak menangis. Tangisan
itu semakin menjadi-jadi dan berlangsung berjam-jam. Aku tidak tahu
siapa yang menangis karena tidak diizinkan untuk melihatnya. Grandsyaikh
bertanya, “ Nazim Effendi, tahukah kamu siapa yang sedang menangis ?”
Walaupun aku tahu bahwa itu bukan tangisan manusia, namun aku menjawab,”
Oh syaikh, engkaulah yang lebih mengetahuinya.” “Setan mengumumkan pada
komunitasnya bahwa sekarang hanya ada 2 manusia di bumi ini telah lolos
dari kendalinya. Orang itu adalah Syaikh Abdullah dan Syaikh Nazim".
Kemudian aku melihat setan dan bala tentaranya telah dirantai dengan
rantai surgawi untuk mencegah mereka mendekati Grandsyaikh Abdullah dan
aku. Penglihatan itu berakhir. Grandsyaikh meletakkan tangannya di
dadaku sambil mengata.kan, ” Alhamdulillah, Nabi bahagia akan aku dan
kamu.” Lalu aku melihat Nabi Muhammad beserta 124.000 nabi-nabi lain,
124.000 sahabat-sahabatnya, 7007 awliya-awliya Naqsybandi, 313 awliya
agung, 5 Qutb dan Ghawth. Semuanya memberi selamat kepadaku. Mereka
mengalirkan dalam hatiku ilmu spiritual mereka. Aku mewarisi dari mereka
rahasia-rahasia thariqat Naqsybandi dan 40 thariqat-thariqat lainnya.
KARAMAH SYAIKH NAZIM
Diceritakan oleh Syaikh Hisyam Al-Kabbani.
No comments:
Post a Comment