Monday, October 29, 2012

kubur

أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله

Makna kubur

Akal ini melambung dalam serpihan-serpihan nalar lalu membingkainya menjadi sebuah makna akan sebuah keadaan “mencekam, gelap dan menakutkan”.

Adalah makna dari sebuah keadaan kubur, yang oleh sebagian orang adalah gerbang cinta menuju kemerdekaan jiwa ketika dia mencapai sebuah kefanaan dalam hakikat Kebenaran.

Dan ada sebagian lagi menganggap kubur sebagai batas kesudahan (tamat) dari segala ambisi dan mimpi-mimpi kehidupan, olehnya wajar jika banyak yang tidak mau bicara tentang kubur, biarlah ia datang dengan caranya sendiri sementara mereka juga mempunyai cara untuk semaksimal mungkin menciptakan jarak dengan kubur walau itu hanyalah sebuah kesia-siaan dalam lakon hidup mereka.

Kita mengenal kubur adalah sebatas proses kematian jasad yang seterusnya dikreasi untuk dikembalikan ke alam asalnya dengan berbagai cara, namun kubur dalam dimensi ini adalah tingkatan terbawah dari sederet tingkatan kubur selanjutnya. dalam pandangan kami kubur meliputi ;

Kubur alam (kubur pada unumnya / kubur syariat),

kubur jasad yakni jasad adalah kubur dari jiwa (kubur tarikat )

kubur jiwa yakni kesadaran bahwasannya jiwa adalah kubur bagi diri yang sebenarnya (ruh).

Kubur Alam 

Kubur alam adalah gerbang bagi jiwa untuk memahami kalau diri bukanlah jasad adanya, sehingga ketika jiwa masih berjasad, jiwa harus belajar agar tidak dominan dalam merespon segala sesuatu yang bersifat materi (sumber asal dasar dari jasad).

Bila jiwa memahami keadaan ini, maka jiwa memasuki gerbang pemahaman yang ebih tinggi., pemahaman jika jasad sesungguhnya merupakan sebuah perangkap jiwa yang harus dilepas seiring dengan segala ikatan yang selama ini terjalin dalam penyatuan jasad dan jiwa.

Alam kubur adalah gerbang pemahaman pada tingkatan ini dan pertanyaan utama pada dimensi kubur alam ini adalah ” Siapa Tuhanmu..? makna dari pertanyaan ini adalah pertanyaan nalar yang berorientasi materi, dimana seringnya manusia menggambarkan sosok Tuhan dalam bentuk fisik atau sebuah obyek sehingga membutuhkan kesadaran logika bahwa Tuhan bukanlah sosok yang tercipta dari kreasi alam pikir manusia dalam sebuah “bentuk” karena Tuhan lebih dari itu dan tiada terbatas (Maha Besar).

Konsekwensi pada dimensi kubur ini adalah ; jika diri berbuat baik, maka masuk surgalah imbalannya. Dan jika diri berbuat jahat maka Nerakalah tempatnya.

Kubur Jasad 

Ketika jiwa memasuki gerbang kesadaran dan mengerti akan esensinya maka jasad adalah sebuah kubur bagi jiwa, proses selanjutnya memaknai jasad sebagai kubur akan merefleksikan bagaimana jiwa selama ini menjadikan jasad sebagai kerangka dalam dimensi ruang dan waktu untuk mewujudkan segala untaian keinginan dalam terminologi tertentu yang umumnya didominan oleh ego.

Kesadaran jiwa akan jasad sebagai perangkap adalah langkah awal dari perjalanan jiwa dalam menggapai kebenaran dan memahami akan kebodohan jiwa itu sendiri (yang terbelenggu oleh keterpikatan duniawi), akan tetapi jasad juga merupakan media yang sempurna dari sebuah penciptaan untuk mengantar jiwa pada gerbang kesadaran akan Kebenaran.

Terbukanya kesadaran jiwa akan jasad sebagai perangkap adalah seiring kesadaran jiwa itu sendiri kalau dirinya (jiwa) adalah juga perangkap atas ruh dari jiwa itu.

Selanjutnya melahirkan perjuangan untuk menyibak berbagai sekat-sekat jiwa akan resonansi Cahaya Ruh agar jiwa terlebur dengnan Cahaya Ilahi dan menciptakan keseimbangan jiwa dalam menyikapi vibrasi kehendak yang bersifat materi (jasad) melalui inderawi.

Pada dimensi kubur jasad ini, pertanyaannya adalah ; ” Kenal-kah kamu dengan Tuhan-Mu.?” Makna pertanyaan ini merupakan esensi pemahaman ke-Tuhan-an melalui alam bathin, dengan indera bathin, dan lebih khusus lagi dengan mata bathin yang dimulai dengan Cahaya Ruh sedangkan prosesnya dinamakan perjalanan Ruhani.

Kenalkah kamu dengan Tuhan-mu ? adalah sebuah proses peralihan dari vibrasi dan resonansi jasad beserta struktur landasan akan makna pembentukan jiwa secara komperhensif menuju vibrasi Ilahi yang terpancar dari resonansi Cahaya Ruh, sehingga jiwa mengalami loncatan quantum menuju gerbang peleburan.

Jiwa akan selalu bercahaya dan mengenal segala sesuatu melalui cahaya karena segala sesuatu sumbernya adalah Cahaya, meskipun vibrasi itu datang dari alam jasad yang merupakan refleksi inderawi.

namun semua adalah Dia adanya….. Konsekwensi pada dimensi kubur ini berupa kedamaian dan ketenangan dalam kebahagiaan hidup yang dualitasnya adalah kepedihan, penderitaan dan keterpurukan dalam hidup karena jiwa yang gelap dan menjadi belenggu nafsu serta ego.

Kedamaian dan ketenangan yang hakiki sebagaimana yang digambarkan Rasulullah Saw; kubur orang-orang mu’min adalah laksana taman-taman di syurga.

Bukankah makna dari taman adalah kedamaian, kebahagiaan dan ketentraman ? demikianlah jika jasad seorang manusia telah terkonvert menjadi taman surga yang merupakan cerminan dari jiwa yang tercahayakan, jiwa yang kebahagiaanya tidak tergantung pada apapun karena cukuplah Tuhan menjadi sumber kebahagiannnya, lihatlah Sulaiman sang raja yang kaya, arief dan bijaksana, namun Sulaiman tidak menyandarkan kebesaran dan kebahagiannya pada vibrasi inderawi.

Renungkan juga akan ketampanan yusuf dan segala kemilau singgasananya, kemudian pikirkan sejenak bagaimana ketabahan Luth maka tersingkaplah apa yang seharusnya termaknai dalam setiap langkah hidup ini.

Kubur Jiwa 

Ini adalah kubur yang tertinggi dan terberat namun dengan Rahim-Nya serta mujahada, maka Insyaallah kita dapat memahaminya. Makna kesadaran jiwa sebagai kubur akan mengantar jiwa pada dimensi kefanaan lantaran kemutlakan Cinta itu sendiri.

Pada dimensi ini jika tergapai dengan sempurna melalui kekuatan dari-Nya, maka tidak akan ada lagi pertanyaan sebagaimana pertanyaan pada dimensi-dimensi kubur dibawahnya, dan yang ada hanya ucapan selamat datang bagi jiwa-jiwa yang tersucikan ;

“Wahai jiwa yang tenang ! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan di ridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hama-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al Fajr : 27 -30)”.

Ketika malaikat Izrail mengabarkan kematian pada nabi Ibrahim maka Ibrahim berkata

“Izrail, sampaikan pada Tuhanku, adakah kekasih yang mematikan kekasih-Nya.?”

Izrail pun menghadap Tuhan dengan membawa pesan dari Ibrahim.

Tuhan berfirman “Izrail kalau begitu sampaikan pesanku ini pada kekasih-Ku Ibrahim”

Izrail kembali menjumpai Ibrahim dan menyampaikan pesan tersebut ;

“Ibrahim, Tuhan berfirman ; adakah seorang kekasih yang menolak panggilan kekasih-Nya.?”

Ibrahim pun melebur dalam panggilan itu dengan Cinta.

Lebih sederhana lagi, adalah hal yang mustahil ketika seorang Istri mendatangi rumah suaminya (yang telah menjadi rumahnya) lalu ia ditanya oleh penjaga rumah dengan berbagai pertanyaan sebelum ia diperbolehkan masuk dan bertemu dengan suaminya.

Namun demikian satu hal yang menjadi renungan dasar akan berbagai perjalanan dalam dimensi kubur ini, kita tetap melewati kubur alam, walaupun kita di istimewakan untuk tidak dihadapkan dengan berbagai pertanyaan dan konsekwensinya. Dan itu ada pada penyingkapan jiwa dalam gerbang penyatuan menuju kefanaan…

 


Enhanced by Zemanta

Tuhan dan Kemanusiaan

أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله


Makna Tuhan dan Kemanusiaan

Dzat wajibul maulana adalah yang menjadi pemimpin budi yang menuju ke semua kebaikan. Citra manusia hanya ada dalam keinginan yang tunggal. Satu keinginan saja belum tentu dapat melaksanakan dengan tepat, apa lagi dua. Nah, cobalah untuk memisahkan zat wab/jibul maulana dengan budi, agar supaya manusia dapat menerima keinginan yang lain”

Manusia yang mendua adalah manusia yang tidak sampai kepada derajat kemanunggalan.Sementara manusia yang manunggal adalah pemilik jiwa yang iradah dan kodratnya telah pula menyatu dengan Ilahi.

Sehingga akibat terpecahnya jiwa dengan roh Ilahi, maka kehidupannya dikuasai oleh keinginan yang lain, yang dalam al-Qur’an disebut sebagai hawa nafsu.

Maka agar tidak terjadi split personality, dan tidak mengakibatkan kerusakan dalam tatanan kehidupan, harus ada keterpaduan antara Zat Wajibul Maulana dengan budi manusia. Dan sang Zat Wajibul Maulana ini berada di dalam kedirian manusia, bukan di luarnya.

“Hyang Widi, kalau dikatakan dalam bahasa di dunia ini, baka bersifat abadi, tanpa antara, tiada erat dengan sakit atau pun rasa tidak enak. Ia berada baik di sana, maupun disini, bukan itu bukan ini. Oleh tingkah yang banyak dilakukan dan yang tidak wajar,menuruti raga, adalah sesuatu yang baru.

Segala sesuatu yang berwujud, yang tersebar didunia ini, bertentangan dengan sifat seluruh yang di ciptakan, sebab isi bumi itu angkasa yang hampa.” Tuhan adalah yang maha meliputi. Keberadaannya, tidak dibatasi oleh lingkup ruang dan waktu, ke ghaiban atau kematerian. Hakikat keberadaan segala sesuatu adalah keberadaan-Nya.

Oleh karenanya keberadaan segala sesuatu di hadapan-Nya sama dengan ketidak beradaan segala sesuatu, termasuk kedirian manusia. Maka sikap yang selalu menuruti raga disebut sebagai “sesuatu yang baru” dalam arti tidak mengikuti iradah-Nya. Raga seharusnya tunduk kepada jiwa yang dinaungi roh Ilahi.

Sebab raga hanyalah sebagai tempat wadag bagi keberadaan roh itu. Jangan terjebak hanya menghiasi wadahnya, namun seharusnya yang mendapat prioritas untuk dipenuhi perhiasan dan dicukupi kebutuhannya adalah isi dari wadah.

“Gagasan adanya badan halus itu mematikan kehendak manusia. Dimanakah adanya Hyang Sukma, kecuali hanya diri pribadi. Kelilingilah cakrawala dunia, membumbunglah ke langit yang tinggi, selamilah dalam bumi sampai lapisan ke tujuh, tiada ditemukan wujud yang Mulia.“Ke mana saja sunyi senyap adanya; ke utara, selatan, barat, timur dan tengah, yang adadi sana-sana hanya di sini adanya.

Yang ada di sini bukan wujud saya. Yang adadi dalamku adalah hampa yang sunyi. Isi dalam daging tubuh adalah isi perut yang kotor.Maka bukan jantung bukan otak yang pisah dari tubuh, laju pesat bagaikan anak panah lepas dari busur, menjelajah Mekah dan Madinah.”“Saya ini bukan budi, bukan angan-angan hati, bukan pikiran yang sadar, bukan niat, bukan udara, bukan angin, bukan panas dan bukan kekosongan atau kehampaan.

Wujud saya ini jasad, yang akhirnya menjadi jenazah, busuk bercampur tanah dan debu. Napas saya mengelilingi dunia, tanah, api, air dan udara kembali ke tempat asalnya atau aslinya,sebab semuanya barang baru, bukan asli.”“Maka saya ini Zat yang sejiwa, menyukma dalam Hyang Widi.

Pangeran saya bersifat jalal dan jamal, artinya Maha mulia dan Maha indah. Ia tidak mau shalat atas kehendak sendiri, tidak pula mau memerintahkan untuk shalat kepada siapa pun. Adapun orang shalat, itu budi yang menyuruh, budi yang laknat dan mencelakakan, tidak dapat dipercaya dan diturut, karena perintahnya berubah-ubah.

Perkataannya tidak dapat dipegang, tidak jujur, jika diturut tidak jadi dan selalu mengajak mencuri.” Menurut Syekh Siti Jenar, Allah bukanlah sesuatu yang asing bagi diri manusia. Allah juga bukan yang   ghaib dari manusia. Walaupun Ia penyandang asma al-Ghayb, namun itu hanya dari sudut materi atau raga manusia.

Secara rohiyah, Allah adalah ke-Diri-an manusia itu. Dalam diri manusia terdapat roh al-idhafi yang membimbing manusia untuk mengenal dan menghampirinya. Sebagai sarananya, dalam otak kecil manusia, Allah menaruh God-spot (titik Tuhan) sebagai filter bagi kerja otak, agar tidak terjebak hanya berpikir materialistik dan matematis.

Inilah titik spiritual yang akan menghubungkan jiwa dan raga melalui roh al-idhafi. Dari sistem kerja itulah kemudian terjalin kemanunggalan abadi. Maka kalau ada anggapan bahwa Allah itu ghaib bagi manusia, sesuatu yang  jauh dari manusia, pandangan itu keliru dan sesat.Sekali lagi apa yang terurai di atas, adalah suatu kedaaan dan kesadaran yang sudah tidak ada tingkatan lagi.

Jika masih ada terdapat tingkatan maka sebaiknya disempurnakan lagi.Karena tingkatan itu telah dilebur menjadi satu dengan nama keyakinan, sehingga tidak ada perbedaan atau tingkatan.

Semuanya berpulang kepada Allah, Tuhan sekalian Alam,apa kata Alam ini ialah juga kehendak-Nya yang merupakan wujud ADA dalam kehidupan manusia beserta makhluk lainnya…allahu akbar.

“Syukur kalo saya sampai tiba di alam kehidupan yang sejati.Dalam alam kematian ini saya kaya akan dosa. Siang malam saya berdekatan dengan api neraka. Sakit dan sehat saya temukan di dunia ini. Lain halnya apabila saya sudah lepas dari alam saya kematian ini.

Saya akan hidup sempurna, langgeng tiada ini itu.Dalam prespektif  kemanunggalan, dunia adalah alam kematian yang sesungguhnya,di karenakan roh Ilahinya terpenjara dalam badan wadagnya. Dengan badan wadag yang berhias nafsu itulah, terjadi dosa manusia.

Sehingga keberadaan manusia di dunia penuh dengan api neraka. Ini sangat berbeda kondisinya dengan alam setelah manusia memasuki pintu kematian. Manusia akan manunggal di alam kehidupan sejati setelah mengalami mati. Disanalah ditemukan kesejatian Diri yang tidak parsial. Dirinya yang utuh, sempurna, dengan segala kehidupan yang juga sempurna.

“Menduakan kerja bukan watak saya! Siapa yang mau mati! Dalam alam kematian orang kaya akan dosa! Balik jika saya hidup yang tak kenal ajal, akan langgeng hidup saya,tidak perlu ini itu.

Akan tetapi bila saya disuruh milih hidup atau mati saya tidak sudi, Sekalipun saya hidup, biar saya sendiri yang menentukan ! Tidak usah Wali sanga memulangkan saya ke alam kehidupan ! Macam bukan wali utama saya ini, mau hidup saja minta tolong pada sesamanya.

Nah marilah kamu saksikan! Saya akan pulang sendiri ke alam kehidupan sejati.Karena kematian hanya sebagai pintu bagi kesempurnaan hidup yang  sesungguhnya,maka sebenarnya kematian juga menjadi bagian tidak terpisahkan dari keberadaan manusia sebagai pribadi.

Oleh karena itu, kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan bukan sesuatu yang bisa dipilih orang lain. Kematian adalah hal yang muncul dengan kehendak Pribadi, menyertai keinginan pribadi yang sudah berada dalam kondisi manunggal. Oleh karena itu, dalam sistem teologi Syekh Siti Jenar, sebenarnya tidak ada istilah “dimatikan” atau “dipulangkan”, baik oleh Allah atau oleh siapapun.

Sebab dalam hal mati ini, sebenarnya tidak ada unsur tekan-menekan atau paksaan. Pintu kematian adalah sesuatu hal yang harus dijalani secara sukarela, ikhlas, dan harus di selami pengetahuannya, agar ia mengetahui kapan saatnya ia menghendaki kematiannya itu.

Barulah jika seseorang  memang tidak pernah mempersiapkan diri, dan tidak pernah mau mempelajari ilmu kematian, tanpa tau arahnya ke mana, dan tidak mengerti apa yang  sedang dialami. “Betapa banyak nikmat hidup manfaatnya mati.

Kenikmatan ini dijumpai dalam mati,mati yang sempurna teramat oleklah dia. Manusia sejati-sejatinya yang  sudah meraih puncak ilmu. Tiada dia mati, hidup selamanya.

Menyebutkan mati syirik, lantaran tak tersentuh lahat, hanya beralih tempatlah dia dengan memboyong  kratonnya. Kenikmatan mati tak dapat dihitung…” “…Tersasar, tersesat, lagi terjerumus, menjadikan kecemasan,menyusahkan dalam patinya, justru bagi ilmu orang remeh…

ungkapan mistik itu keluar dari ucapan darah Syekh Siti Jenar, setelah dipenggal kepalanya oleh Dewan Walisanga. Darah yang menyembur, jatuh ke tanah melukis kaligrafi la ilaaha illallah, dan mengeluarkan ucapan-ucapan mistik tersebut.

Para wali dan masyarakat yang menyaksikannya terkejut campur  bingung. Setelah beberapa saat, dari lisan kepala yang sudah dipenggal, keluar ucapan yang memerintahkan agar darah kembali ke jasadnya, demikian pula kepala menyatu dengan tubuh. Jelas bahwa kematian fisik tak mampu menyentuh Syekh Siti Jenar.

Mati ada dalam hidup, hidup ada dalam mati.hidup selamanya tidak mati, kembali ke tujuan,langgeng selamanya. Setelah berpamitan dan mengucapkan salam kepada semua yang menyaksikan, Syekh Siti Jenar dengan diliputi oleh semerbak bau harum terbungkus cahaya gemerlapan yang menyorot ke atas, kemudian lenyap terserap ke dalam al-Ghaib,Dia Yang Sudah Dimuliakan.

Iringan cahaya bersinar cemerlang, berkilau gemilang, berkobar menyala, menyuramkan sinar sang mentari, menyilaukan pandang semua orang yang menyaksikan.

Adapun pelaksanaan hukuman atas dirinya, oleh Syekh Siti Jenar sengaja dibiarkan  terlaksana, guna memenuhi hukum duniawi, sekaligus sebagai monumen kebenaran ajarannya. Tanpa bukti yang dinampak kan secara dzahir, maka kebenaran ajaran Manunggaling Kawula-Gusti tidak akan pernah terwujud.

Sebab pembuktian itu – sebagaimana sudah terjadi pada Mansur al-Hallaj, al-Syuhrawardi dan ‘Aynul Quddat al-Hamadani sebagai pendahulunya – memang menuntut jasad sang Guru sebagai martir atau syahid bagi kesufiannya.

Dengan kemartirannya dan kesediannya sebagai syuhada’ bagi sufisme di Tanah Jawa itulah ia disebut sebagai Syekh Jatimurni, Guru Pemilik Inti Kesejatian atau Pusar Ilmu Kasampurnan.

Enhanced by Zemanta

Sunday, October 28, 2012

Ringkasan sejarah empat anasir Kejadian Manusia Tanah Air api Angin

أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله

Ringkasan sejarah empat anasir

Nur Muhammad Mengunjungi empat Anasir Alam Yang Nyata

Selepas Allah s.w.t menjadikan Rohani maka Allahpun jadikan empat sumber alam yang nyata yang terdiri dari Tanah Nurani, Air Nurani, Angin Nurani dan Api Nurul 'Adhom, anasir ini seperti yang di nyatakan pada mengenal diri yang ke 72, selepas saja anasir yang empat ini di cipta oleh Allah maka Allah perintahkan kepada Nur Muhammad (Hakikatul Muhammadiyah) pergi melawat ke empat-empat anasir tersebut (ketika ini tiada satu alam nyatapun yang ujud) Ada juga pandangan yang menyatakan bahawa ketika ini manusia jasmani belum lagi di jadikan Allah seperti yang di nyatakan dalam quran Al Insan ayat 1 kemudian di sambung pada ayat Al Baqarah 29 dan pandangan quran Fi Zilalil Quran terjemahan syed Qutub

Kunjungan Nur Muhammad

Kunjungan Nur Muhammad (Jangan kaitkan dengan Muhammad saw) pada peringkat ini, kunjungan pertama kepada anasir angin nurani dan salam di beri, lalu salam di sambut, ketika ini angin nurani memperlihatkan sikap dan sifatnya kepada Nur Muhammad, dia menjangkakan tiupannya yang kecang serta egonya dapat mempersonakan Nur Muhammad, lalu Nur Muhammad berkata " Adakah engkau menyedari akan kelemahanmu ? Jawab angin nurani "Engkau lihat aku kuat, aku hebat dan aku akan di tempatkan di langit dan juga bumi" Jawab Nur Muhammad " Adakah engkau menyedari bahawa engkau akan di pergunakan oleh manusia, jawab angin " jika demikian engkau rupanya lebih baik daripada aku, jawab Nur Muhammad "Aku adalah makhluk Allah yang di jadikan sama seperti kamu hanya Allah sahaja yang terlepas dari serba kekurangan

Selepas Nur Muhammad mengunjungi angin maka dia pergi pula mengunjungi Api Nurul Adhom yang pada ketika ini sedang memperlihatkan sikap dan sifatnya, lalu Nur Muhammad memberikan salam kepadanya lalu Api menyahut salamnya, kemudian dia terus memperlihat sikapnya yang di anggap kuat dan hebat apabila aku di sentuh atau menyentuh nescaya musnahlah sesuatu itu, lalu Nur Muhammad berkata " Adakah engkau menyedari bahawa satu hari nanti manusia akan mempergunakan kamu ? Jawab Api jika demikian engkau lebih baik daripada aku, jawab Nur Muhammad aku adalah hamba yang Tuhan jadikan sama seperti kamu juga, hanya Tuhan saja yang tiada cacat celanya

Selepas mengunjungi Api maka Nur Muhammad pun pergi mengunjungi Air, ketika ini Air sedang memperlihatkan sikap dan sifatnya, lalu Nur Muhammad memberikan salam kepadanya, lalu salam itu di sambut, Air berkata tidakkah engkau melihat kehebatanku ? Aku ganas, aku kuat, Aku pemusnah, tiada siapapun yang menandingi aku, lalu Nur Muhammad berkata " Tidakkah engkau tahu satu hari nanti kamu akan di pergunakan dan di perintah oleh manusia ? Jawab Air " Jika demikian kamu lebih baik daripada aku "jawab Nur Muhammad "Aku adalah hamba Tuhan sama seperti kamu hanya Allah saja yang tiada cacat celanya

Akhirnya Nur Muhammad pergi pula berjumpa dengan Tanah Nurani lalu memberikan salam kepadanya, salam itu di sambut oleh Tanah dengan baiknya, ketika ini tanah sedang memperlihatkan sikap dan sifatnya yang tenang, dia tidak bongkak, sombong, ego, malah dia sentiasa merendahkan dirinya, lalu Nur Muhammad memperkenalkan dirinya yang di perintah Allah untuk mengunjungi Angin, Api, Air dan dia sendiri lalu Nur Muhammad berkata " Engkau sesungguhnya akan menjadi kekasih kepada Allah (Muthmainnah) Jawab Tanah "Engkau rupanya lebih baik daripada Aku, lalu jawab Nur Muhammad " Sesungguhnya aku sama seperti kamu iaitu hamba kepada Tuhan yang menjadikan aku, hanya Tuhan yang tiada cacat dan celanya

Selepas Nur Muhammad mengunjungi le empat-empat anasir tersebut maka Nur Muhammadpun melaporkan kepada Allah hasil selidiknya, lalu Allah berfirman : Sesungguhnya Aku telah memakluminya dari ilmuKu sesungguhnya Aku akan menjadikan manusia (jasmani) dari Empat anasir tersebut kerana Aku tidak mahu bersikap tidak adil terhadap empat anasir yang Aku jadikan serentak (KUN) itu, sejarah anasir ini di padankan dengan firman Allah dalam surah al anbiya ayat 30 dan 32 dan surah al fussilat ayat 9 hingga 12 serta surah qaf ayat 38

Demikianlah rengkasan cerita asal usul alam yang nyata yang Allah jadikan dari empat anasir tersebut yang mempunyai berbagai ragam makhluknya untuk renungan kita bersama dan melihat perangai setip daripada kita dan alam yang lain



.Perangai Manusia Mengikut Sifat Unsur Tanah, Air, Api Dan Angin

 

Asal tanah daripada air, asal air daripada angin dan asal angin daripada api, ke empat-empat anasir ini berasal daripada Nur, tanah yang di sebut oleh Allah asal kejadian manusia (jasad) yang berbagai perangai dan sikap adalah asas ujudnya air, angin dan api sebagai pengimbang ketahanan diri jasmani apabila Rohani di tempatkan padanya

Di dalam sebuah hadis yang di riwayatkan oleh Tarmizi menyebut begini:

Maksudnya:

Sesungguhnya Allah "Azza Wajalla telah menciptakan Adam dari segenggam tanah dari unsur semua zat tanah, maka telah terbentuk keturunan Adam menurut sifat unsur itu, di antaranya berkulit merah,hiam,sawo matang ada yang berkulit halus dan kasar dan ada yang baik dan ada yang jahat

Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud serta sahabat yang lain menyatakan Allah telah memerintahkan kepada Malaikat Jibrail turun ke bumi untuk mengambil tanah pilihan, sesampainya ke bumi tanah tidak mengizinkan ia di ambil kerana menganggap ia suatu perbuatan membuat kerosakan lalu ia berkata "'Auzubillahi minka" jangan engkau merosakan aku, lalu Jibrail naik berjumpa Tuhan dan berkata " Ya Tuhanku tanah tidak membenarkan dan ia berlindung atas namaMu dan tanah takut Adam akan membuat kerosakan, lalu Allah memerintahkan malaikat Mikail turun kebumi untuk mengambil tanah, sampai ke bumi masalah yang sama berlaku yang mana tanah berkata A'uzubillahi minka, kemudian Allah perintahkan kepada malaikat Israfil pula turun ke bumi juga masalah yang sama berlaku yang mana tanah tidak mengizinkan ia di ambil, akhirnya Allah utuskan pula malaikat 'Izroail pula turun ke bumi untuk mengambil tanah pilihan, tanah tetap juga dengan pendiriannya namun malaikat 'Izroil berkata pada bumi sama ada kamu bagi atau tidak aku tetap juga akan mengambilnya kerana ini adalah perintah daripada Allah, jika engkau engkar maka derhakalah engkau kepada Allah

Tanah tiada pilihan lain melainkan membenarkan malaikat 'Izroil mengambil tanah untuk mencipta manusia (Adam yang awal) yang menjadi keturunan manusia, maka sejak dari peristiwa tersebut maka bermulalah malaikat 'Izroil memegang amanah Tuhan untukmengambil nyawa segala makhluk Allah tanpa mengenal belas kasihan atas perintah Allah kepadanya kerana itulah nyawa setiap manusia tidak akan dapat di lambatkan atau di percepatkan walau dalam keadaan apa sekalipun

ROHANI BERKUASA TINGGI

Sifat dan sikap Rohani adalah berkuasa tinggi yang tiada tolak bandingnya kerana itu dia sentiasa beserta Allah dan menjadikannya menjalankan urusan Allah iaitu Ammar Rabbi, andainya kejadian manusia awal (jasad) itu di bentuk oleh Allah hanya dengan satu anasir sahaja maka sudah tentu anasir yang hanya satu itu akan musnah, kerana itulah ketahanan jasad manusia mesti di selaraskan dengan kuasa yang ada pada kuasa Rohani tersebut, bab ini perlu di bincangkan dengan para doktor dalam hal anatomi yang melibatkan istilah ilmu sain dan bab ini juga ada di dalam ilmu sifat 20 pada bab Iftiqar, ertinya ilmu sifat 20 bukan hanya untuk mengenal diri Rohani, jasmani dan Tuhan saja akan tetapi ia juga melibatkan ilmu kedoktoran bagi tamadun manusia


33.Penciptaan Adam Manusia Pertama

Sebelum Allah s.w.t menjadikan Adam sebagai manusia yang pertama, terlebih dahulu Allah s.w.t telah memaklumkan kepada para malaikat bahawa Dia akan menjadikan manusia untuk menjadi pengganti makhluk yang terdahulu daripadanya (Khalifah)

Dalam sebuah firman Allah (Al Baqarah ayat 30) menyatakan yang bermaksud:

Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat "Sesungguhnya Aku akan menjadikan se orang khalifah di muka bumi"

Khalifah di sini bermaksud pengganti, iaitu manusia khalifah yang akan mengantikan bangsa Jin yang terlebih dahulu di tugaskan sebagai khalifah di planet bumi, Jin telah membuat kerosakan di bumi kerana anasirnya tidak sesuai dengan planet bumi, lalu Allah telah mengirim bala tentera dari malaikat yang di ketuai oleh Azazil yang pada ketika itu masih patuh dengan perintah Allah, rujuk juga firman Allah Al An'am ayat 165

Rujuk juga pandangan Ibnu Abbas r.a dalam tafsir quran Ibnu Katsir

Seterusnya saya ceritakan mengikut soal dan jawab untuk kemudahan semua pihak

Soalan:
Apakah reaksi malaikat apabila Tuhan hendak jadikan khalifah ?

Jawapan:
Reaksi pertama malaikat tidak bersetuju kerana dia tidak mengetahui sebab dia tidak tahu manusia khalifah itu makhluk jenis apa dan adakah nanti manusia khalifah ini sama perangainya dengan jin yang telah di peranginya yang di ketuai oleh Azazil

Soalan:
Mengapa malaikat bimbang tentang manusia khalifah ?

Jawapan:
Kerana sangkaan malaikat nanti manusia akan membuat kerosakan dan bertumpah darah, walaupun manusia khalifah belum terbukti melakukan sebarang kerosakan dan bertumpah darah

Soalan:
Kemudian apa jawapan Allah ?

Jawapan:
Jawapan Allah sesungguhnya Aku lebih mengetahui dari apa yang kamu tidak mengetahuinya

Soalan:
Mengapa Tuhan mengatakan malaikat tidak mengetahi rahsia manusia khalifah ?

Jawapan:
Kerana malaikat hanya di beritahu tentang ilmu bidang tugasnya sahaja, ini bermaksud pengetahuan malaikat adalah terhad tentang rahsia Tuhan jadikan manusia

Soalan:
Apakah akhirnya malaikat bersetuju tentang penciptan Adam ?

Jawapan:
Malaikat akhirnya tidak membantah kerana terbukti Adam telah menerangkan segala benda di syurga (taman) sedangkan malaikat tidak mengetahuinya

Soalan:
Setelah Tuhan mengatakan malaikat tidak mengetahui dari apa yang di rancangkan oleh Nya, Apakah terjadi selepas itu ?

Jawapan:
Selepas itu Allahpun pergi mengunjungi Rohani di alam Roh untuk di ambil kesaksiannya seperti firman Allah dalam surah Al A'araf 172

Soalan:
Kemudian Apakah yang terjadi selepas itu ?

Jawapan:
Selepas Rohani di ambil kesaksian maka Allah perintahkan empat malaikat mengambil Zat tanah dari bumi

Soalan:
Mengapa Allah tugaskan malaikat mengambil Zat tanah daripada bumi ?

Jawapan:
Kerana rahsia tanah bumi sesuai untuk menempatkan Adam menjadi manusia khalifah di planet bumi dan penciptaan bagi persediaan menjadikan Adam ini bukan hanya tanah bumi sahaja bahkan tanah syurga juga sebab manusia bakal akan mendiami di syurga juga

Soalan:
Di manakah manusia khalifah akan di ciptakan oleh Tuhan ?

Jawapan:
Manusia pertama di jadikan oleh Tuhan di jannatul khuldi, bukan di bumi, syurga ataupun jannah adalah juga di kenali sebagai tempat balasan anak cucu Adam yang soleh dan soleha

Soalan:
Adakah semasa Tuhan memaklumkan pada malaikat Rohani telah di cipta ?

Jawapan:
Benar ! Rohani telah di cipta oleh Allah lebih awal daripadanya cuma belum lagi dapat bertugas sebagai manusia khalifah sebab lembaga Adam (jasmai) belum lagi di jadikan Tuhan

Soalan:
Mengapakah Rohani belum boleh bertugas sebagai hamba sehingga manusia pertama di cipta ?

Jawapan:
Rohani tidak boleh bertugas kepada Tuhan tanpa jasmani sebab jasmanilah akan menjadi saksi atas perbuatan Rohani itu dan Rohanilah sebenarnya diri manusia tersebut lihat al qiyamah 14


 

Enhanced by Zemanta

HAKIKAT YANG TERSEMBUNYI

أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله

SYAIKH AL-MUNAJJID, HAKIKAT YANG TERSEMBUNYI

 Sesungguhnya Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid adalah termasuk para ulama ‘amilin (yang mengamalkan ilmunya), yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan kecintaan kepadanya di hati kaum muslimin, di timur dan barat dunia ini. Kitab-kitabnya banyak menyebar di antara para penuntut ilmu. Berbagai kajian dan rekamannya telah sampai ke penjuru dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membukakan hati manusia untuknya pada setiap tempat. Itulah –kira-kira- yang menjadikan iri dan hasad sebagian penuntut ilmu kepadanya. Kami di majalah Qiblati, telah menerbitkan sebagian makalah Syaikh al-Munajjid, kemudian kami menghentikannya setelah sebagian penuntut ilmu merasa gelisah terhadap hal ini tanpa alasan kebenaran yang nyata, atau hanya sekedar ikut-ikutan atau kefanatikan mereka terhadap guru-guru mereka yang telah diliputi oleh kecurigaan, dan buruk sangka terhadap Syaikh al-Munajjid, atau juga mungkin karena hasad dan kedengkian terhadap Syaikh al-Munajjid, wallahu a’lam. Karena itulah kami menghentikan penerbitan makalah-makalah beliau demi persaudaraan dan pendekatan hati, juga karena ingin menjauh dari sebab-sebab fitnah. Akan tetapi, tatkala kibarul ulama (ulama-ulama besar) tidak membid’ahkan beliau, tidak juga menghajr beliau, maka kami, di majalah Qiblati memutuskan untuk kembali menyebarkan makalah-makalah Syaikh al-Munajjid, agar kami tidak menzhalimi Syaikh, dan tidak terhalang dari ilmu beliau, sebagaimana ilmu para masyayikh yang lain. Tidaklah kami melakukan yang demikian kecuali sebagai bentuk obyektifitas kami terhadap kebenaran dan nasihat kami kepada saudara-saudara kami; hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Yunus bin ‘Abdul A’la meriwayatkan, ‘Aku mendengar Ibnu Wahab berkata, ‘Aku mendengar Malik bin Anas Rahimahullah berkata, “Tidak ada di zaman kita ini sesuatu yang lebih sedikit daripada sikap inshaf (obyektif, adil).”
Abu Umar Ibn Abdil Barr berkata, “Termasuk keberkahan ilmu dan adabnya adalah sikap obyektif terhadapnya. Barangsiapa tidak obyektif, maka dia tidak akan paham, dan tidak bisa memahamkan.” (Jami’u Bayanil Ilm Wa Fadhlihi, Pasal Obyektif dalam Ilmu)
Biografi Syaikh:
Syaikh al-Munajjid dilahirkan pada tahun 1380 H.
Beliau menamatkan belajar di tingkat ibtidaiyyah (SD), mutawashshithah (SMP), dan tsanawiyah (SMA) di Riyadh.
Kemudian pindah ke kota Zhahran di Saudi, dan menyelesaikan S1 di Fak. Teknik Minyak dan Penambangan.
Guru-guru beliau:
Beliau menghadiri majelis-majelis Syaikh bin Baz Rahimahullah, Syaikh ibn ‘Utsaimin Rahimahullah, dan Syaikh Ibn Jibrin Rahimahullah. Dan orang yang paling banyak beliau ambil manfaatnya melebihi ketiga masyayikh di atas –dengan membaca di hadapan mereka– adalah Syaikh Dr. ‘Abdurrahman ibn Nashir al-Barrak (Syaikh al-Barrak lahir di al-Bukairiyyah- alQassim, 1352 H, yang mengambil ilmu dari Syaikh Ibn Baz Rahimahullah  lebih dari 50 tahun, dari tahun 1369 hingga wafatnya syaikh tahun 1420 H. Setelah wafatnya syaikh Ibn Baz, beliau diminta menjadi anggota Lajnah Ifta (komisi Fatwa) namun beliau menolak karena ingin mengabdikan diri di Masjidnya).
Kemudian beliau mendapatkan tashhih bacaan al-Qur`an dari Syaikh Sa’id Alu ‘Abdillah.
Di antara para masyayikh yang beliau banyak ambil manfaat dan bermulazamah dengannya adalah Syaikh Shalih al-Fauzan, Syaikh ‘Abdullah al-Ghunaiman, dan Syaikh Muhammad as-Syinqithiy.
Kisah Beliau dengan Syaikh bin Baz Rahimahullah:
Syaikh bin Baz Rahimahullah memilih syaikh untuk menjadi imam, khatib dan mufti dalam sebuah kisah indah yang Syaikh al-Munajjid meriwayatkan rincian kisah tersebut dalam sebuah rekaman kajian dengan tema La tazaalu Kalimaatuhu Fi Udzunayya (Kata-kata beliau masih terngiang-ngiang di kedua telingaku)
Syaikh berkata: “Aku mempunyai seorang Syaikh, yang aku belajar di sisi beliau. Pada suatu hari, aku ingin berangkat untuk belajar di Perguruan tinggi, lalu aku berkata kepada beliau, ‘Berikanlah wasiat kepadaku!”
Beliau menjawab, “Aku wasiatkan kamu terhadap Kitabullah, bacaannya, perenungannya, penafsirannya, dan penghafalannya.”
Kemudian Syaikh melanjutkan kisahnya, dengan berkata, “Sesungguhnya aku mendapati bahwa menyibukkan diri dengan Kitabullah lebih wajib dari apa yang ada. Dan sesungguhnya manusia itu kadang meyesali beberapa macam dari bidang ilmu, kecuali menyibukkan diri dengan tafsir Kitabullah, syarah hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam , ilmu bahasa Arab, dan ushul fiqh. Aku tidak menemukan sesuatu yang lebih lezat, lebih membuatku berhasyrat, dan lebih baik dari semua itu, maka aku pun tidak butuh sesuatu pun setelahnya.”
Setelah Syaikh al-Munajjid mengambil ilmu syar’i dari tangan para masyayikh yang telah disebutkan terdahulu, beliau mengkhususkan diri dalam bidang teknologi minyak dan pertambangan.
Setelah beliau selesai dari perkuliahannya, beliau berkata, “Saat aku lulus, dulu aku merencanakan bahwa langkah selanjutnya adalah bisa diterima bekerja pada suatu perusahaan dari berbagai perusahaan yang sesuai dengan keahlian yang telah aku pelajari. Akan tetapi terjadi suatu perkara aneh yang memalingkanku dari semua itu, dan mengembalikanku ke medan dakwah dan ilmu syar’i untuk kedua kalinya. Dan orang yang memalingkanku dari hal itu adalah guruku, yang aku belajar di sisi beliau selama lima belas tahun, beliau adalah Syaikh bin Baz Rahimahullah.
Selepas lulus sarjana, aku langsung mendatangi beliau. Dan aku sudah terbiasa hadir di sisi beliau pada libur perkuliahan dan mengambil ilmu dari beliau.
Pada saat aku datang kepada beliau, langsung selepas lulus, beliau berkata kepadaku, “Di mana engkau belajar?”
Kukatakan, “Universitas ini, dan ini.”
Beliau bertanya, “Apa yang membuatmu pergi ke sana?” (Seakan-akan beliau masih terheran-heran dengan pilihanku)
Kukatakan, “Ini adalah taqdir Allah, aku diterima di Universitas ini, dan Universitas pertama yang menerima aku adalah Universitas tersebut.”
Kemudian Syaikh berkata, “Wahai Fulan!” Beliau memanggil juru tulis yang ada di sisi beliau, kemudian beliau berkata, “Tulis!”
Aku pun berkata dalam diriku, “Apa yang ingin ditulis oleh Syaikh?!”
Beliau Rahimahullah berkata, “Tulis:

Dari ‘Abdul ‘Aziz bin Baz,
Kepada mudir (direktur) Kantor Riset ilmiah, Fatwa, Dakwah dan Penerangan di Wilayah Timur, Fulan al-Fulaniy:
Syaikh Muhammad al-Munajjid akan bekerja sama bersama kalian dalam pemberian kuliah, dan kajian di wilayah (kalian).”
Aku berkata (berkilah), “Aku belum pernah menyampaikan satu kajian pun sepanjang hidupku, walau sesaat.”
Ternyata Syaikh bin Baz tidak menghiraukan alasanku, kemudian menyuruh juru tulis untuk menulis surat kedua, “Tulis:

Dari Abdul Aziz bin Baz,
Kepada mudir Kantor Waqaf dan Masjid –Cabang kementerian di wilayah timur- agar mengutus Syaikh al-Munajjid ke masjid yang sesuai untuk menjadi imam dan berkhutbah.”
Syaikh al-Munajjid tersenyum, memberikan komentar dan keheranan, “Khutbah…?! Bagaimana…?! Khutbah apa…?! Tadinya aku mau pergi ke perusahaan… kok malah akan ada kajian dan khutbah…?!”
Syaikh bin Baz Rahimahullah pun tidak menghiraukan komentarku, kemudian memerintahkan juru tulis untuk menulis surat ketiga, “Tulis:

Kepada mudir Universitas, agar Syaikh al-Munajjid mengajarkan ilmu syar’i di dalamnya.
Maka kukatakan, “Ini sangat sulit, karena aku tidak mengemban ijazah syari’ah! Bagaimana ini?!”
Maka berkatalah syaikh bin Baz Rahimahullah:, “Ambillah surat-surat ini, kemudian mintalah pertolongan kepada Allah, dan wajib atas kamu untuk ikhlash!” Kemudian beliau meninggalkan aku, dan pergi dengan mobil, dan membiarkanku di jalan bersama dengan rekomendasi-rekomendasi tersebut.
Aku pun terheran-heran, “Kajian-kajian… khutbah-khutbah… bagaimana hal itu akan terjadi? Dan di mana?!”
Kemudian aku pun mengambil rekomendasi-rekomendasi tersebut dan kukatakan, “Sudahlah… selagi Syaikh yang menyuruhku, maka ini mengharuskanku untuk taat.”
Maka pergilah aku ke Mudir Pusat Dakwah pada waktu itu, lalu aku serahkan kepadanya rekomendasi tersebut. Kemudian dia memerintah seseorang untuk membacakan rekomendasi tersebut kepadanya –dia adalah seorang buta-. Ternyata di dalamnya ‘penyampaian muhadharah dan kajian-kajian di masjid-masjid… di wilayah timur.
Lantas mudir itu bertanya, “Di mana Anda belajar?”
Kujawab, “Di Universitas ini.”
Dia berkata, “Lalu bagaimana Syaikh Ibn Baz menulis ini?!”
Lalu kukatakan kepadanya, “Aku membawa rekomendasi ini kepada Anda, sementara aku sendiri juga merasa terheran-heran seperti Anda.”
Lalu dia duduk berfikir, kemudian berbalik seraya bertanya, “Anda tidak punya ijazah syari’ah?” Kujawab, “Tidak punya.”
Karena Syaikh bin Baz adalah Ketua Umum Kantor Riset ilmiah, Fatwa, Dakwah dan Penerangan maka ucapannya harus dilaksanakan, dia adalah mudirnya. Lalu dia berkata, “Di mana Anda ingin menyampaikan muhadharah (ceramah) Anda?!”
Kujawab, “Demi Allah, aku tidak tahu.”
Dia pun berkata, “Aku akan menjadikanmu untuk meyampaikan muhadharah dan kajian-kajian di madrasah-madrasah dan kantor-kantor pemerintah.”
Kemudian dia berkata kepada sekretarisnya: “Berikan kepadaku jadwal madrasah dan perkantoran, kemudian letakkan nama (Syaikh al-Munajjid) pada jadwal muhadarah dan kajian-kajian tersebut.”
Aku pun mengambil rekomendasi, dan jadwal kajian, lalu keluar. Aku pun berpikir, “Apa ini..?!”
Lalu aku pergi ke Mudir Wakaf dan Masjid, kemudian kuberikan kepadanya rekomendasi Syaikh. Dia membuka rekomendasi tersebut, kemudian memerintahkan untuk menunjukku di salah satu masjid, dan aku terus di sana hingga hari ini.
Agar aku terbiasa (terlatih) berkhutbah, aku pergi ke masjid lain di pasar untuk berkhutbah di tengah-tengah mereka. Mayoritas mereka adalah orang-orang ‘ajam (non Arab), masjidnya paling banyak tiangnya, dan mimbarnya tertutup. Lalu aku pun menutup diriku dengan tembok sebelah yang ada di sisi kanan dan kiri mimbar. Dulu aku mengangkat kertas di tengah khutbah untuk menutupi wajahku dengannya.
Kemudian, Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan taufik untukku dengan karunia Allah kemudian berkat do’a Syaikh bin Baz dan perhatian beliau kepadaku. Demikianlah aku beralih dari bidang kuliahku secara total.
Setiap kali aku bertanya kepada diriku sendiri, “Siapakah penyebabnya, dan bagaimana bisa terjadi?” Maka aku pun menghadapkan do’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberikan rahmat-Nya kepada Syaikh bin Baz, serta mengangkat derajat dan kedudukan beliau serta mengampuni beliau, dan menjadikan beliau di atas banyak makhluk-Nya pada hari kiamat.”
Inilah dia Syaikh Muhammad al-Munajjid, dan inilah kehidupan beliau yang penuh dengan ilmu. Sesungguhnya aku yakin, bahwa banyak di antara manusia tidak mengetahui rincian indah yang itu merupakan rekomendasi terbesar yang diraih oleh seorang penuntut ilmu dari gurunya ini.
Kami mengingatkan bahwa Syaikh al-Munajjid –mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaganya- mendapatkan banyak pujian dari anggota Haiah Kibaril Ulama pada kajian-kajian mereka dan jawaban-jawaban mereka. Karena itu aku menantang siapa saja yang bisa mendatangkan catatan miring atas beliau –apalagi tahdziran- dari anggota Haiat Kibaril Ulama manapun, atau dari Lajnah Daimah, atau juga para imam Masjidil Haram.
Bahkan, sesungguhnya Syaikh Shalih Fauzan Rahimahullah telah memuji kitab Syaikh al-Munajjid yang baru, beliau berkata dalam pujiannya, ‘Aku telah membaca sebuah kitab bernilai dan penuh faidah milik Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid, sebuah kitab yang setiap penuntut ilmu membutuhkannya; yaitu kitab Bid’atu I’adati Fahmin Nashsh[1] (Bid’ah Menafsir ulang (rethinking) teks)[2]. Maka saya mendapatinya -walhamdulillah- sebagai sebuah kitab penuh faidah lagi bermanfaat; dimana kita membutuhkannya pada waktu ini yang orang-orang ruwaibidhah (orang kerdil tanpa ilmu sok punya ilmu); dan murid-murid Barat serta orang-orang kebatinan banyak berbicara tentang hukum-hukum syariat demi menghancurkan bangunan-bangunannya, dan menggantinya dengan pendapat-pendapat orang-orang sesat. Maka segala puji bagi Allah yang pada setiap waktu telah menjadikan seorang penolong bagi kebenaran, serta menjadikan pembantah dan pemberantas kebatilan. Sesungguhnya kitab ini, dengan sebenarnya, telah menutup satu celah besar yang dibuat oleh para penyamun itu yang berusaha untuk mencabik-cabik penjagaan syariat, dan berusaha untuk memarjinalkan para pelindung  dan para pengemban Syariat…. Maka mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas Syaikh Muhammad dengan sebaik-baik balasan atas apa yang telah dia tulis, dia jelaskan, dia tunjukkan dan dia komentari. Hingga dia jelaskan aib mereka, dan mengoyak topeng-topeng mereka. Mudah-mudahan Allah menjadikannya sebagai bagian dari para penolong agama-Nya, serta penjaga syari’at-Nya, serta menambahnya dengan ilmu dan amal. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kepada keluarga dan para sahabat beliau.’
Mengambil ilmu dari seorang insinyur minyak dan tambang?
Sungguh mengherankan saat kita mendengar orang yang lancang, buruk adabnya terhadap seorang alim Syaikh Muhammad al-Munajjid, kemudian dia berkata dengan segenap kedengkian dan hasad: “Apakah kita akan mengambil agama kita dari seorang Insinyur?!” Thalabul ilmi kerdil lagi miskin ini tidak mengetahui bahwa dia tidak sampai pada tingkatan murid Syaikh yang paling rendah sekalipun! Dia tidak mengetahui biografi syaikh yang penuh dengan ilmu dan dakwah! Dia tidak mengetahui bahwa Insinyur hanyalah gelar ilmiah tambahan. Dia adalah satu profesi yang dengannya manusia mencari kehidupan sebagaimana para Nabi, para sahabat, dan ulama Salaf.
Nabi Nuh ‘Alaihi Sallam adalah tukang kayu, Nabi Idris ‘Alaihi Sallam adalah penjahit, Nabi Ibrahim ‘Alaihi Sallam adalah pedagang pakaian, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dulu adalah seorang penggembala, Abu Bakar, Utsman, dan ‘Abdurrahman bin ‘Auf Radhiallahu ‘Anhu adalah para saudagar (pedagang), ‘Amr bin al-’Ash adalah seorang jagal hewan, az-Zubair bin al-’Awwam seorang penjahit. Banyak di antara para ulama salaf yang mencari nafkah dengan profesi-profesi dunia yang bermacam-macam. Di antara mereka –bukan untuk membatasi– adalah:
Al-Ajuri: nisbat kepada pekerjaan pembuatan bata dan penjualannya. Yang terkenal dengan profesi ini adalah Abu Bakar al-Ajuri.
Al-Iskafi: nisbat kepada orang yang membuat sandal dan memperbaikinya (tukang sepatu dan sandal). Yang terkenal dengan profesi ini adalah Ahmad al-Iskafi.
Al-Baqillani: nisbat kepada penjual (bakul) kacang. Yang terkenal dengan profesi ini adalah Abu Bakar al-Baqillani.
Al-Bazzaz; nisbat kepada penjualan pakaian. Yang terkenal dengan profesi ini adalah Abu Bakar al-Bazzaz.
At-Tauhidiy: nisbat kepada penjualan tauhid (satu jenis korma), Yang terkenal dengan profesi ini adalah Abu Hayyan at-Tahidiy.
Al-Jauziy; nisbat kepada kelapa dan penjualannya, lalu terkenal dengan profesi ini, Abu Ishaq al-Jauziy.
Di antara para ulama kontemporer, beliau adalah Syaikh Shalih Alus Syaikh, dulu beliau belajar di Fakultas Teknik selama 4 tahun, demikian pula Syaikh Musthafa al-’Adawiy dulu beliau adalah seorang Insinyur, juga Syaikh al-Faqih Muhammad Yasri Ibrahim, doktor bidang Teknik Kimia. Dan banyak lagi selain mereka yang berprofesi sebagai dokter dan profesi-profesi lain. Kita juga tidak melupakan bahwa Syaikh al-Albani Rahimahullah dulunya adalah tukang jam. Mereka semua dan selain mereka mengambil petunjuk dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ

“… Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah…” (QS. Al-Jumu’ah: 10) maka dulu mereka merupakan sebab kemakmuran dunia.
Hingga orang-orang kafir dan musyrik yang sombong tidak memandang rendah pengikut para Nabi yang mereka mengambil agama mereka dari (orang yang dulunya) para penggembala kambing, atau penjahit, atau tukang kayu!!! Maka mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan hidayah kepada kondisi orang-orang yang tidak obyektif.
Pembelaan Syaikh al-Munajjid terhadap syaikh al-Albani Rahimahullah:
Beliau menjawab di website beliau atas seorang penanya yang bertanya tentang keadaan Syaikh al-Albani Rahimahullah, maka beliau pun memujinya, menyebut rekomendasi ahlul ilmi kepadanya, memberikan nasihat untuk membaca kitab-kitabnya, dan mendengarkan kaset-kasetnya. Lalu beliau menutup dengan ucapannya: “Aku memohon kepada Allah, agar merahmati syaikh kami, al-Albani, serta menempatkan beliau pada Firdaus yang tertinggi. Jawaban tersebut ada pada link: http://www.islam-qa.com/ar/ref/110667.
Sejak kecil, Syaikh al-Munajjid telah banyak mengambil manfaat dari kitab-kitab Syaikh al-Albani Rahimahullah. Beliau juga menghubungi Syaikh al-Albani melalui telpon setiap kali beliau membutuhkannya. Di dalam Silsilah Asyrithatul Huda Wan Nur, kaset (10/206) Syaikh al-Munajjid bertanya kepada Syaikh al-Albani Rahimahullah, dengan banyak pertanyaan. Pada saat al-Munajjid bertanya, ‘Apakah Anda mengizinkan saya untuk menyampaikan pertanyaan terakhir? Syaikh al-Albani menjawab, ‘Sayang kalau ini adalah pertanyaan terakhir.’ Maksudnya, ‘Aku ingin agar engkau memanjangkan perbincangan dan bertanya sekehendakmu.’ Pada akhir pembicaraan via telpon itu, al-Munajjid memperkenalkan dirinya dan bahwa beliau –yaitu Syaikh al-Albani- mengenal ayah istrinya. Setelah al-Albani mengenal ayah istri al-Munajjid (mertua syaikh al-Munajjid), maka syaikh al-Albani pun mendoakannya agar diberi rahmat oleh Allah. Demikianlah adab Syaikh al-albani dan ketawadhuannya Rahimahullah. Inilah link pembicaraan itu:
http://www.ansarallah.com/play_audio.php?audio=162.
Aktifitas dakwah beliau:
Sulit bagi kami untuk merinci aktifitas dakwa beliau, hanya saja kami ringkas yang terpenting sebagai berikut:

  • memiliki lebih dari 15 karya tulis
  • memiliki kajian di televisi lebih dari 5600 jam siaran selama 23 tahun
  • memiliki silsilah kajian di siaran radio al-Qur`an al-Karim
  • penasihat umum sekumpulan website islami, yang terdiri dari 8 web.
  • Imam dan khatib Masjid Jami’ Umar bin Abdil Aziz
Memiliki kajian-kajian ilmiah tentang:

  • Tafsir Ibnu Katsir
  • Syarah Shahih al-Bukhari
  • Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
  • Syarah Sunan at-Turmudzi
  • Syarah Kitabut Tauhid Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab
  • Syarah Umdatul Ahkam fil Fiqh, al-Hafizh ‘Abdul Ghaniy al-Maqdisiy
  • Syarah Kitab Minhajus Salikin fil Fiqh, Syaikh as-Sa’diy
Inilah Syaikh Muhammad al-Munajjid, dan inilah kenyataan beliau yang tersembunyi. Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menetapkan bagiku dan bagi saudara-saudaraku di Majalah Qiblati segala kebaikan, karena pembelaan kami kepada semua ulama para pewaris Nabi. (AR)*


[2] Yang dimaksud oleh Syaikh adalah pikiran dan upaya bid’ah kaum Liberal, sebagaimana yang yang digembar-gemborkan oleh “intelektual” Liberal dari pelbagai penjuru dunia: Muhammad Abed Al-Jabiri (proyek Kritik Nalar Arab), Muhammed Arkoun (Kritik Nalar Islam), Farid Essack (Hermeneutika Pembebasan), Hasan Hanafi (Kiri Islam), Nasr Hamid Abu Zayd, (Peradaban teks) dan seterusnya. Yang akhirnya berbondong-bondong aktifis JIL Indonesia mengekor di belakang mereka.
Enhanced by Zemanta

Ubun-ubun

أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله

Rahasia Ubun-ubun Animated Pictures Myspace Comments

 Mukjizat ayat :
نَاصِـيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ ٍ
Syekh Abdul Majid az-Zindany, berkata, “Dahulu aku membaca firman Allah,

كَلاَّلَئِن لَمْ يَنتَهِ لَنَسْفَعًا بِالنَّاصِيَةِ، نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ
“Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya kami tarik ubun-ubunnya (yaitu) ubun-ubun yang dusta lagi salah. (QS al-‘Alaq:15-16)”
An-Nashiyah adalah ubun-ubun. Aku bertanya-tanya pada diri sendiri, dan berkata, “Ya Allah, jelaskan untuku artinya ini!
Mengapa Engkau katakan Nasiyah Kadzibah (Ubun-ubun yang mendustakan lagi salah)?”
Aku berpikir tentang hal itu selama lebih dari sepuluh tahun. Dalam kebingunganku ini, aku merujuk pada kitab-kitab tafsir dan mendapatkan jawaban, bahwa salah seorang ahli tafsir berkata, “Maksudnya bukan berarti ubun-ubun yang dusta, akan tetapi itu adalah makna majaz (kiasan) bukan makna yang sebenarnya. Arti ‘ubun-ubun yang berdusta lagi bersalah’, adalah orang yang memilikinya. Demikianlah mereka mengatakannya, jadi bukan ubun-ubun yang berdusta.
Pada akhirnya Allah memudahkanku untuk mencari tahu tentang rahasia ubun-ubun ini. Salah seorang ahli ilmu dari Kanada dan orang-orang terkenal dalam ilmu otak, anatomi dan janin telah memaparkan rahasia ubun-ubun ini. Kami mengetahuinya dalam sebuah konggres para dokter dunia yang dilaksanakan di Cairo.
Di konggres tersebut hadir para dokter bersama istrinya. Salah seorang istri dokter, tatkala mendengar kata, Nashiyathin Kadzibah (ubun-ubun yang dusta) ini bertanya, ”huruf ha’ (ta’ marbuthah dalam Kadzibah, yang berarti menunjukkan sifat dari Nashiyah kemana perginya?”
(Dijawab) para ahli tafsir berkata, “Makna Nashiyathin Kadzibatin Khathi’ah, adalah Ubun-ubun orang yang berdusta lagi bersalah, bukan ubun-ubunnya yang dusta, atau dengan menghilangkan huruf ha’ nya).” Dia kembali bertanya, “Lha terus kemana perginya huruf ha’ ?”
Aku berkata pada diri sendiri, “Inilah huruf ha’ yang membuat aku bingung selama 10 tahun. Allah yang Maha Tinggi telah berfirman kepada kami, “Nashiyah Kadzibah Khati-ah. Akhirnya kami merujuk kepada pemaparan seorang ilmuwan Kanada, yang dikemukakan semenjak 50 tahun lalu, dia menjelaskan bahwa otak itu terletak di bawah kening yang langsung berhubungan dengan ubun-ubun itulah bagian terpenting dari kedustaan dan kesalahan. Dari situlah tempat yang keluar kedustaan dan kesalahan. Mata akan melihat dengannya, dan telinga akan mendengar darinya. Demikian pula, dari tempat itu yang dapat mengeluarkan keputusan.
Jika bagian itu dipotong, maka pemiliknya tidak akan mempunyai keinginan sendiri, dia tidak dapat memilih untuk duduk, berdiri dan berjalan. Dia tidak mampu mengendalikan dirinya, seperti seseorang yang dicabut matanya, maka dia tak akan bisa melihat. Kemudian sang ilmuwan melanjutkan, bahwa bagian ini adalah penanggung jawab dari sumber segala keputusan…
Dengan demikian, siapakah yang mengambil keputusan? Kita mengetahui dia adalah jiwa, dialah pemilik keputusan, jiwalah yang melihat, akan tetapi mata adalah yang mengindera. Jiwa mendengar akan tetapi telinga yang mengindera, demikian juga otak adalah mengindera. Akan tetapi pada akhirnya tempat itulah penghasil keputusan. Itulah Nashiyathin Kadzibathin Khati’atin. Oleh karenanya Allah berfirman, yang artinya, “…..sungguh, jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya kami tarik ubun-ubunnya,” yang bermakna, “Akan Kami ambil dan Kami runtuhkan.”
Maha Suci Allah, apa yang ada di dalam kitab-Nya.
Huruf ha’, manusia akhirnya mengetahui rahasianya setelah ilmu pengetahuan maju setapak demi setapak. Kemudian mereka menemukan bahwa bagian kecil dari Nashiyah (ubun-ubun) ini berada juga dalam setiap binatang yang berbentuk kecil lagi lemah. Karena memang binatang tempat pengendalian dan gerakan badannya juga bersumber dari tempat ini. Oleh karena ini Allah mengisyaratkan dengan firman-Nya,

مَّامِن دَابَّةٍ إِلاَّهُوَ ءَاخِذٌ بِنَاصِيَتِهَآ
“Tidak ada sutu pun binatang yang melata melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya.” (QS Huud:56)
Tempat pengendalian terdapat di ubun-ubun, siapakah yang mengetahui semua ini? Kapan para ilmuwan mengetahuinya? Adalah ketika mereka mengoperasi binatang-binatang…
Al-Quran telah menyebutkan fakta fenomena ini bersamaan datangnya ilmu Allah yang memberitahukan segala sesuatu dari ilmu pengetahuan. Dalam hadits yang mulia pun juga disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ، اِبْنُ عَبْدِك،َ اِبْنُ أمَتِكَ نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ
“Ya Allah sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, putra hamba-Mu laki-laki dan putra hamba-Mu perempuan, ubun-ubunku ada di tangan-Mu.”
Ubun-ubun adalah tempat kendali, dan dengan membaca hikmah dari syariat Allah, ubun-ubun ini bersujud dan taat merendahkan diri kepada Allah. Mungkin sekali disana juga ada kaitan antara ubun-ubun yang sujud khusyuk dengan akhlaq tingkah laku yang istiqamah di jalan-Nya.

إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ
“Sesungguhnya shalat mencegah dari yang keji dan yang mungkar.” (QS. Al-‘Ankabut ayat 45)
(Diambil dari Kitab Wa Ghadan ‘Ashrul Iman)

Enhanced by Zemanta

Saturday, October 27, 2012

TAWASSUL

أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله


BERTAWASUL DENGAN NABI MUHAMMAD

 

Bermunajad atau berdoa kepada Allah bisa dengan atau tidak dengan perantara, Akan tetapi sesungguhnya, ketika kita berdoa selalu ada beberapa perantara yang dilibatkan, yaitu; mencakup keadaan pribadi orang,tingkat kepatuhan,amal perbuatan , ketulusan dan keikhlasan seseorang .Jadi menurut Syeikh Muhammad Hisyam Kabbani berdoa atau bermunajad kepada Allah dengan melalui perantara tidak Syirik.Disebutkan dalam eksiklopedia of islamic doctrine voume 4,Nabi Muhammad saw menjelaskan kepada para sahabat dan semua umat,Beliau berkata kepada Abu Bakr al Shidiq : “Pertolongan tidak diperoleh karena aku.Pertolongan diperoleh (hanya) karena Allah”.Beliau tidak mengatakan kepada Abu Bakr : “Haram meminta pertolongan kepadaku, karena hal itu sama saja menyekutukan kepada Allah” (al suyuthi, jami’ al hadits 496,no2694) Maksud Nabi saw adalah ia bukanlah sumber pertolongan,melainkan hanya pemberi syafaat paling utama untuk mendapatkan pertolongan Allah.
Makna hadist itu didukung ayat qur’an :”…… engkau tidaklah melempar ketika melempar,tetapi Allahl lah yang melempar……”.(QS al Anfal[8] :17), dan “Bahwa orang yang berjanji setia kepadamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah………..”.(al Fath[48]:10).Bahkan nabi bersabda :Aku tidak membuatmu bosan,tetapi Allah lah yang membuatmu bosan ‘(bukhari Muslim).Jadi hadis : “….pertolongan tidak diperoleh karena aku berarti bahwa meskipun akulah yang diminnta pertolongan pada hakikatnya bukan aku yang diminntai pertolongan,melainkan Allahh
Ibnu katsir ra,menyebutkan bahwa syi’ar (slogan) umat islam pada peristiwa perang Yamamah adalah :” Ya Muhamadah ( Wahai nabi Muhammad,tolonglah)”.Ia berkata :Khalid bin walid membawa (bendera) dan menyerang sampai melewati musuh untuk mencari Musailamah (al Kadzdzab,Sang pembohong).Setelah berhasil membunuhnya,dia kembali dan berhenti di dekat Shiffin seraya berkata: “Saya adalah putra Walid bin ‘Ud serta putra ‘Amir dan Zaid “.Kemudian dia berseru dengan slogan ummat islam.Slogan mereka ketika itu adalah :Ya Muhammadah ( wahai Muhammad,tolonglah ) (Al Bidayah wa Al Nihayah VI :324)
 Diriwiyatkan dari Haitsam bin khunus dia berkata :”Kami pernah berada dekat Abdullah bin Umar r.a.Kaki terasa bergetar (panas dingin) seseorang berkata kepadanya:”Coba sebutkan orang yang kau cintai.Dia berkata :Ya Muhammadah;(Wahai Muhammad,tolonglah).Tiba tiba dia sembuh seperti terlepas dari suatu ikatan.
Ada juga riwayat dari Mujahid r.a:”seorang yang kakinya tampak panas dingin berada dihadapan ibnu abbas r.a beliau berkata padanya: ” Coba anda sebutkan orang yang paling anda cintai,orang itu menjawab : ” Muhammad saw”.Maka hilanglah penyakitnya itu; Riwayat ini disebutkan oleh syeikh Ibnu Tamiyah dalam kitab AL KALIM AL THAYYIB pada pasal ke 47 hal 165,Itulah contoh tawasul dalam bentuk panggilan, demikian ditulis oleh DR.Muhhammad Al maliki al Hasani
Dalam enciclopedia of islamic doctrine Syeikh Muhammad Hisyam kabbani menulis ;diriwayatkan bahwa seorang buta datang kepada nabi Muhammad saw dan berkata:”Mohonkan kepada Allah agar DIA menolongku”.Beliau menjawab :”Jika kau kehendaki,aku akan menunda ini, dan jika lebih baik bagimu,aku akan berdoa kepada Allah Yang Maha suci”.Orang buta itu berkata:”Berdoalah kepadanNYA nabi Muhammad berkata kepada orang buta itu:”IDZAB FA TAWADHDHA’ WA SHALLI RA’ATAIN TSUMMA QUL ( Pergilah berwudlu,dan shalatlah dua rakaat lalu katakan ): Ya Allah, aku memohon kepada MU ( as’aluka) dan menghadap kepadaMU (atawajjahu ilayka) melalui NabiMU (bi nabiyyika Muhammad),nabi pembawa rahmat;Hai Muhammad ( ya Muhammad),aku menghadap kepadamu kepada Tuhanku menyampaikan kebutuhanku ini ( inni attawajjahhu bika ila rabbi fi hajati hadzihi – versi lain menyebutkan :(inni astsfi’u bika ala rabbi fi raddi bashari – akumeminta kepada Tuhanku dengan syafatmu untuk mengembalikan penglihatanku, Ya Allah..izinkan ia memberi syafaat untuku : Allahumma…Syaffi’hu fiyya. (diriwyatkan: Ahmad (4:138no 17246-17247;Tirmidzi;Hasan sahih garib,Da’awat,bab119;Ibn Majjah:kitab Iqamah al shalat wal sunnah,bab tentang shalat al Hajat no 1385,dengan tegas dinyatakan sahih oleh lima belas ulama hadis termasuk ibn Hajar,al Dzahabi,al Syaukani,dan Ibn Tamiyah).’
Selanjutnya syeikh menjelaskan :Perintah hadis ini berlaku umum untuk semua umat islam,tidak dibatasi untuk ,orang,tempat, atau waktu tertentu.ia berlaku bagi semua generasi hingga akhir yaman kecuali ada dalil lain dari nabi
Nabi tidak hadir secara fisik ketika doa itu dibacakan, karena beliau berkata kepada orang buta itu ” pergilah dan berwudlu……tanpa menambahkan :”lalu kembali kepadaku “seorang yang tidak hadir dihadapan anda. berarti ia tidak ada,sama saja apakah ia masih hidup atau siudah neninnggal dunia.
Abu said al khudri r.a meriwayatkan bahwa rosulullah saw bersabda:”Barang siapa meningalkan rumahnya untuk shalat dan berkata:”Ya Allah aku memohon kepadaMU,dengan kebenaran orang yang meminta kepadaMU dan aku memohon kedaMU dengan kebenaran orang yang berada di jalanMU yang tengah ku tempuh tanpa sikap ceroboh,sombong apalagi besar kepala dan tanpa mengharapkan pujian.Aku melangkah untuk menjauhi diri dari murkaMU dan untuk mencari ridlamu.Karena itu aku memohon perlindunganMU dari api neraka dan agar engkau mengampuni dosaa dosaku,sebab tak ada yang mengampuni dosa dosa selain KAU”. Niscaya Allah akan menerimaya dan tujuh puluh ribu malaikat akan memohon ampunan NYA
Dari anas ibn malik bahwa nabi saw berkata:”Ya Allah,berikan ampunanMU kepada ibuku,fatimah binti asad luaskan tempat yang akan dimasukinya(kuburnya) dengan kebenaran nabiMU dan kebenaran nabi nabi yang dtang sebelunku.
Hadis diatas menurut syeikh Muhammad Hisyam kabbani,menunjukankan bukti bahwa tidak ada perbedaan orang yang hidup maupun orang yang sudah meninggal dalam konteks tawasul,dan inilah contoh tawasul melalui para nabi.Sedang hadist abu said kurdhi:”Ya Allah aku meminta kepadaMU dengan kebenaran orang orang yang meminta kepadaMU,merupakan tawasul melalui kaum muslim secara umum.baik yang hidup maupun yang sudah meninggal.

BERTAWASUL DENGAN PARA WALI 

 

Syeikh Ja’far Subhani menulis dalam Wahabiyyah fii al Mizan : bahwa kaum Muslimin pada masa nabi dan masa sesudahnya,senantiyasa bertawasul dengan Auliya dan dengan maqam serta kedudukan mereka disisi Tuhan.Beliau mencontohkan beberapa hadits dan riwayat :
  • Ibn Atsir Izzudin Ali bin Muhammad, wafat tahun 630 dalam bukunya “USUD AL GHABAH FI MA’RIFA ASH SHABAH” menulis: Umar bin Khatab meminta hujan dikala paceklik memuncak,maka Allah memberi mereka hujan sehingga suburlah bumi.Umar menghadap kepada orang banyak dan berkata:”Demi Allah. Abbas adalah perantara kita kepada Allah dan ia mempunyai kedudukan di sisiNYA.
    Hasan bin Tsabit kemudian berkata:

    Di kala paceklik sudah merata disemua tempat,sang imam memohan hujan

    Maka segarlah orang orang dengan cahaya Abbas,paman nabi serta sejawat ayah beliauYang telah mewarisi maqam dan keudukan darinya Allah menghidupkan bumi

    Maka hijaulah bumi setelah keputussaan.
Dan ketika air hujan merata diseluruh tempat,orang orang bertabaruk(meminta berkah) dengan mengusap badan Abbas, seraya berkata: ” Selamat bagimu,wahai pemberi minum Haramain
Dengan memperhatikan riwayat diatas,sebagian darinya juga terdapat dalam Shahih Bukhari,kita dapat memahami bahwa salah satu dari sunstansi Tawasul adalah menjadikan orang orang yang terhormat yang memiliki kedudukan disisi Allah sebagai perantara,agar dapat membuat orang yang berdoa dan orang yang bertawasul itu dekat dengan Allah.
Allah menegaskan dalam frimanYA untuk senantiasa menemani para wali:”Hai orang orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang orang yang benar (QS al taubah [9]:119).Dan DIA menganjurkan kepada kita untuk mengikuti kepada orang orang yang kembali kepada NYA dengan tobat (QS Luqman [31]:15).Nabi saw besabda kea pada al farasi,tentang meminta minta,:”Jika kau memang harus meminta minta,mintalah kepada orang yang baik”( IN kunta la budda sa’ila fas’al al shalihin ).Dengan demikian mendatangi orang saleh untuk bertawasul hukumnya sunah dalam islam.
Selajutnya syeikh Muhammad Hisyam kabbani menjelaskan;sebagian orang mengira bahwa doa seorang wali hanya akan dikabulakn saat ia masih hidup dan ia tidak akan dapat menolongmu jika sudah mati.Mereka beranggapan bahwa orang suci,syeikh atau wali adalah sumber pertolongan,padahal,hanya Allah yang menjadi sumber keberkahan,bukan manusia.Karena itu meyakini bahwa Allah hanya akan memberi saat wali masih hidup dan tidak memberi jika ia sudah meninggal sama saja dengan mengatakan bahwa sumber tertinggi adalah manusia,bukan Allah.Sebenarnya hanya Allah yang memberi pertolongan baik ketika wali itu masih hidup ataupun sudah wafat.

Telah menjadi bagian keyakinan umat islam bahwa abdal,atau para wali pengganti disebut karena nabi bersabda:”Tak seorangpun dari mereka mati kecuali Allah menggantinya dengan yang lain”.Syeikh Muhammad Hisyam Kabbani mengutip tulisan Ibn Taimiyah dalam kitabnya: AQIDAH WASITIYYAH.:
  • Penganut islam sejati adalah kaum sunni.diantara mereka terdapat para wali yang benar (shidiqqin),syuhada dan orang saleh.Diantara mereka orang yang dapat petunjuk dan cahaya,yang integritasnya kuat dan kebaikanya nyata.Para pengganti (abdal) dan pemimpin agama terdapat ditengah tengah mereka dan kaum muslimin berada di bawah bimbingan mereka.inilah kelompok yang beruntung yang mengenai mereka nabi saw bersabda:”Ada satu kelompok dalam umatku yang kukuh dalam kebenaran.Mereka tak akan dimudlaratkan oleh orang orang yang menentang maupun yang mengabaikan mereka sejak kini hingga hari kiamat”.*)Ibn Taimiyyah,’Aqidah Wasithiyyah,(edisi salfiyah ),h 36.
Imam syaukani berkata dalam makalah al Durr al Nadid fi Ikhlash Kalimah al tawhid :

  • Taka ada ruginya bertawasul melalui nabi, wali atau ulama……….. Sesorang yang datang ke kuburan sebagi peziarah (za’ira ) dan meminta kepada Allah semata dengan berwasilah kepada orang yang yang berada dalam kuburitu, adalah laksana orang yang mengatakan :”YA Allah aku memohon Engkau menyembuhkanku dari ini itu, dan aku berwasilah kepadamu dengan apa yang dimiliki hambaMU yang saleh ini,seperti ibadah kepadaMU,berjuang karenaMU,dan belajar serta mengakjardengan niat yang tulus karenaMU”. Jadi tak diragukan lagi tawasul seperti itu diperbolehkan
Syeikh Ja’far Subhani menambahkan firman Allah untuk penjelasan mengenai tawasul dengan parawali yaitu surat al Maidah ayat 35 :

  • “Wahai orang orang yang beriman,bertkwalah kepada Allah,dan carilah wasilah ( jalan ) yang mendekatkan diri keapadaNYA,dan berjihatlah pada jalanYA supaya kamu mendapat keberuntungan “.(QS al Maidah :35)
Ayat tersebut secara umum mengatakan agar orang mencari perantara,namun tidak dijelaskan perantara macam apa.Kita yakin, bahwa melaksanakan tugas tugas agama merupakan suatu perantara untuk mencapai keberuntungan.Akan tetapi hal itu sebenarnya tidak terbatas pada yang disebut diatas saja.Dengan memperhatikan sejarah dan riwayat riwayat,dapat dikatakan bahwa Tawasul juga merupakan salah satu perantara.Hal ini nampak jelas melalui riwayat permintaan hujan Khalifah kedua dengan pernatara ‘Abbas paman nabi:
  • Ya Allah,kami memohon hujan dariMU dengan pernataraan paman nabiMU dan akmi menjadikan kebaikan kebaikan sebagai syafi’.Ketika itu turunlah rahmat Allah di semua tempat.
  • Berhubung dengan itu ‘Abbas bin ‘Utbah bin Abi lahab berkata:”Dengan berkat pamanku.Allah telah menurunkan hujan bagi tanah Hijaz dan penghuninya,yatiu dikala senja,ketika ‘Umar bertawasul dengan kebaikan kebaikannya”.
  • Hasan bin Tsabit juga mengatakan :menurunkan hujannya dengan cahaya ‘Abbas,
Dari serangkaian riwayat dan hadis dapat dipahami bahwa para sahabat nabi memohon Syafaat dari beliau ,bahkan setelah wafat nabi ,simak peristiwa berikut :
  • Ibn ‘Abbas berkata :”Ketika Amirul mukmini, Ali bin Ahalib,selesai dari memandikan dan mengkafani Rosulullah ia membuka wajah beliau dan berkata:’Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu,sungguh engkau harum,baik ketika hidup maupun setelah wafatmu….. Ingatlah kami disisi Tuhanmu.(Nahjl al Balaghah ,kuthbah ke 230 )
  • Pada waktu rosul meninggal dunia,Abu bakar membuka wajah beliau dan berkata :’Ayah dan ibuku kujadikan tebusanmu, engkau harum pada masa hidup dan setelah wafatmu,ingatlah kami disisi Tuhanmu (kasyf al irtiyab,hlm 265,nukilan dari Khulashah al kalam )
    Riwayat riwayat tersebut menerangkan memohon syafaat adalah boleh,baik pada masa hidup si pemberi syafaat atau setelah meninggal


Enhanced by Zemanta