Dua Kalimat Shadat / Syahadatain
Dua Kalimat Shadat / Syahadatain
” Fa’lam Annahu Laa ikaha Illaa Allahu “
[Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah….. (QS. Muhammad: 19)]
Ayat
di atas, menjelaskan bahwa umat Islam tidak dibenarkan hanya sekadar
mengucapkan atau melafalkan dua kalimat syahadah, tetapi seharusnya
betul-betul memahaminya. Kata fa’lam berarti “maka ketahuilah,
ilmuilah….” Artinya Allah memerintahkan untuk mengilmui atau memahami
kalimat Laa Ilaaha Illallah bukan sekadar mengucapkannya, tetapi dengan
yang pada gilirannya akan membentuk keyakinan (i’tiqad) dalam hati.
Pentingnya Syahadatain
Kalimat syahadah sangat penting dipahami karena beberapa hal:
1. Pintu gerbang masuk ke dalam Islam (madkholu ilal Islam)
Qs 2:108
Islam
ibarat rumah atau bangunan atau sistem hidup yang menyeluruh, dan
Allah memerintahkan setiap muslim untuk masuk secara kaaffah. Untuk
memasukinya akan melalui sebuah pintu gerbang, yaitu syahadatain. Hal
ini berlaku baik bagi kaum muslimin atau non muslim. Artinya, pemahaman
Islam yang benar dimulai dari pemahaman kalimat itu. Pemahaman yang
benar atas kedua kalimat ini mengantarkan manusia ke pemahaman akan
hakikat ketuhanan (rububiyah) yang benar juga. Mengimani bahwa Allah-lah
Robb semesta alam.
2. Intisari doktrin Islam (Khulashah ta’aliimil Islam)
Intisari
ajaran Islam terdapat dalam dua kalimat syahadah. Asyhadu allaa ilaaha
illallah (Aku bersaksi: sesungguhnya tidak ada Ilaah selain Allah) dan
asyhadu anna muhammadan rasulullah (Aku bersaksi: sesungguhnya
Muhammad Rasul Allah). Pertama, kalimat syahadatain merupakan
pernyataan proklamasi kemerdekaan seorang hamba bahwa ibadah itu hanya
milik dan untuk Allah semata (Laa ma’buda illallah), baik secara
pribadi maupun kolektif (berjamaah). Kemerdekaan yang bermakna
membebaskan dari segala bentuk kemusyrikan, kekafiran dan api neraka.
Kita tidak mengabdi kepada bangsa, negara, wanita, harta, perut,
melainkan Allah-lah yang disembah (al-ma’bud). Para ulama menyimpulkan
kalimat ini dengan istilah Laa ilaaha illallah ‘alaiha nahnu; “di atas
prinsip kalimat laa ilaaha illallah itulah kita hidup, kita mati dan
akan dibangkitkan”. Rasulullah juga bersabda “Sebaik-baik perkataan, aku
dan Nabi-nabi sebelumku adalah Laa ilaaha illallah” (Hadist).
Maka
sering mengulang kalimat ini sebagai dzikir yang diresapi dengan
pemahaman yang benar ¾ bukan hanya melisankan ¾ adalah sebuah keutamaan
yang dapat meningkatkan keimanan. Keimanan yang kuat, membuat hamba
menyikapi semua perintah Allah dengan mudah. Sebaliknya, perintah Allah
akan selalu terasa berat di saat iman kita melemah. Kalimat syahadatain
juga akan membuat keimanan menjadi bersih dan murni, ibarat air yang
suci.
Allah
akan memberikan dua keuntungan bagi mereka yang beriman dengan bersih,
yaitu hidup aman atau tenteram dan mendapat petunjuk dari Allah.
Sebagaimana Dia berfirman dalam Al-Qur’an:
“Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman
(syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan
mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk” (Al-An’am: 82).
Kedua,
kita bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, berarti kita
seharusnya meneladani Rasulullah dalam beribadah kepada Allah. Karena
beliau adalah orang yang paling mengerti cara (kaifiyat) beribadah
kepada-Nya. Sebagaimana disabdakan Nabi SAW:
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat…”.
Selanjutnya hal ini berlaku untuk semua aspek ibadah di dalam Islam.
3. Dasar-dasar Perubahan (Asasul inqilaab)
Perubahan
yang dimaksud adalah perubahan mendasar dalam kehidupan manusia, yaitu
perubahan dari kegelapan (jahiliyah) menuju cahaya (Islam); minazh
zhuluumati ilan nuur. Perubahan yang dimaksud mencakup aspek keyakinan,
pemikiran, dan hidupnya secara keseluruhan, baik secara individu maupun
masyarakat.
Secara
individu, berubah dari ahli maksiat menjadi ahli ibadah yang taqwa;
dari bodoh menjadi pandai; dari kufur menjadi beriman, dan seterusnya.
Secara masyarakat, di bidang ibadah, merubah penyembahan komunal
berbagai berhala menjadi menyembah kepada Allah saja. Dalam bidang
ekonomi, merubah perekonomian riba menjadi sistem Islam tanpa riba, dan
begitu seterusnya di semua bidang.
Syahadatain
mampu merubah manusia, sebagaimana ia telah merubah masyarakat di masa
Rasulullah dan para sahabat terdahulu. Diawali dengan memahami
syahadatain dengan benar dan mengajak manusia meninggalkan kejahiliyahan
dalam semua aspeknya kepada nilai-nilai Islam yang utuh.
4. Hakikat Dakwah para Rasul (Haqiqatud Da’watir Rasul)
Para
nabi, sejak Adam a.s sampai Muhammad saw, berdakwah dengan misi yang
sama, mengajak manusia pada doktrin dan ajaran yang sama yaitu untuk
beribadah kepada Allah saja dan meninggalkan Thogut. Itu merupakan inti
yang sama dengan kalimat syahadatain, bahwa tiada Ilaah selain Allah
semata. Seperti difirmankan Allah SWT:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja) dan jauhi thagut itu” (QS 16:36)
5. Keutamaan yang Besar (Fadhaailul ‘Azhim)
Kalimat
syahadatain, jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari,
menjanjikan keutamaan yang besar. Keutamaan itu dapat berupa moral
maupun material; kebahagiaan di dunia juga di akhirat; mendapatkan
jaminan surga serta dihindarkan dari panasnya neraka.
Makna “Asyhadu”
Kata “asyahdu” yang terdapat dalam syahadatain memiliki beberapa arti, antara lain:
1. Pernyataan atau Ikrar (al-I’laan atau al-Iqraar)
Seorang
yang bersyahadah berarti dia berikrar atau menyatakan ¾ bukan hanya
mengucapkan ¾ kesaksian yang tumbuh dari dalam hati bahwa Tidak Ada
Ilaah Selain Allah.
2. Sumpah (al-Qassam)
Seseorang
yang bersyahadah berarti juga bersumpah ¾ suatu kesediaan yang siap
menerima akibat dan resiko apapun ¾ bahwa tiada Ilaah selain Allah saja
dan Muhammad adalah utusan Allah.
3. Janji (al-Wa’du atau al-‘Ahdu)
Yaitu
janji setia akan keesaan Allah sebagai Zat yang dipertuhan. Janji
tersebut kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah (QS ?).
Syahadah
muslim yang dinyatakan dengan kesungguhan, yang merupakan janji suci,
sekaligus sumpah kepada Allah SWT; merupakan ruh keimanan. Iman adalah
keyakinan tanpa keraguan, penerimaan tanpa keberatan, kepercayaan
terhadap semua keputusan Allah (QS 49:15).
Hakikat Iman
Keimanan itu bukanlah angan-angan, tetapi mencakup 3 hal:
1. Dikatakan dengan lisan (al-Qaul)
Syahadah
diucapkan dengan lisan dengan penuh keyakinan. Semua perkataan yang
keluar dari lisan mukmin senantiasa baik dan mengandung hikmah.
2. Dibenarkan dengan hati (at-tashdiiq)
Hati
adalah lahan menyemai benih-benih keimanan. Semua yang keluar dari
lisan digerakkan oleh hati. Apa yang ada dalam hati akan dicerminkan
dalam perkataan dan perbuatan. Dalam hadits Bukhari digambar oleh Nabi
SAW bahwa:
“Ilmu
(hidayah) yang Aku bawa ibarat air hujan, ada jenis tanah yang subur
menumbuhkan tanaman, ada tanah yang tidak menumbuhkan hanya menampung
air, ada jenis tanah yang gersang, tidak menumbuhkan juga tidak
menampung”.
Allah,
dalam al-Qur’an, membagi hati manusia menjadi tiga, yaitu hati orang
mukmin (QS 26: 89), hati orang kafir (QS 2: 7) dan hati orang munafik
(QS 2: 10). Hati orang kafir yang tertutup dan hati munafik yang
berpenyakit takkan mampu membenarkan keimanan (at-tashdiiqu bil qalb).
Sedangkan hati orang mukmin itulah yang dimaksud Rasulullah SAW sebagai
tanah yang subur yang dapat menumbuhkan pohon keimanan yang baik. Akar
keyakinannya menjulang kuat ke tanah, serta buah nilai-nilai ihsannya
dapat bermanfaat untuk manusia yang lain.
3. Perbuatan (al-‘Amal)
Perbuatan
(amal) digerakkan atau termotivasi dari hati yang ikhlas dan
pembenaran iman dalam hati. Seseorang yang hanya bisa mengucapkan dan
mengamalkan tanpa membenarkan di hati, tidak akan diterima amalnya.
Sifat seperti itu dikategorikan sebagai orang munafik, yang selalu
bicara dengan lisannya bukan dengan hatinya. Karena munafik memiliki
tiga tanda: bila berbicara ia berdusta, bila berjanji ia ingkar, bila
diberi amanah ia berkhianat.
Perkataan,
pembenaran di hati dan amal perbuatan adalah satu kesatuan yang utuh.
Ketiganya akan melahirkan sifat istiqamah, tetap, teguh dan konsisten.
Sebagaimana dijelaskan dalam QS 41:30, sikap istiqamah merupakan proses
yang terus berjalan bersama keimanan. Mukmin mustaqim akan mendapatkan
karunia dari Allah berupa:
- Keberanian (asy-Syajaa’ah), yang lahir dari keyakinan kepada Allah. Berani menghadapi resiko tantangan hidup, siap berjuang meskipun akan mendapatkan siksaan. Lawan keberanian adalah sifat pengecut.
- Ketenangan (al-Ithmi’naan), yang lahir dari keyakinan bahwa Allah akan selalu membela hamba-Nya yang mustaqim secara lahir batin. Lawannya adalah sifat bersedih hati.
- Optimis (at-Tafaa’ul), lahir dari keyakinan terhadap perlindungan Allah dan ganjaran Allah yang Maha sempurna. Orang yang optimis akan tenteram akan kemenangan hakiki, yaitu mendapatkan keridhaan Allah (mardhatillah).
Ketiga
karunia Allah kepada orang mustaqim akan dilengkapi Allah dengan
anugerah kebahagiaan hidup (as-Sa’aadah), baik di dunia dan akhirat.
Inilah
pemahaman terhadap konsep syahadah. Tidak mudah dalam pelaksanaannya,
karena kita berharap agar Allah memberikan kesabaran dalam memahaminya.
Bacaan 2 (dua) kalimat Syahadat
” Asshadu Al-laa Ilaaha Illa Allaahu WaAsshadu Anna Muhammadar Rosuulu Allahu “
[Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah]
No comments:
Post a Comment