أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
MEMAHAMI TAUHID
(1) : ZAT PADA ALLAH
Ketika
semua makhluk belum ada, bumi dan langit belum diciptakan, surga dan
neraka belum ada. Kondisi itu oleh kalangan para ahli tasawuf di dikenal
dengan sebutan “ Alam Sunyi “.
Pada keadaan Alam Sunyi tersebutlah Zat berdiri dengan nur-Nya dan dengan Nur-Nya itu Zat berdiri dengan sendirinya serta dengan Nur-Nya itu Zat terdiri dengan sendirinya, tanpa sebab yang menyebabkannya.
Tahap selanjutnya dari Nur-Nya timbullah sifat Ujud dari Zat yang berarti Ada, Dan mulai saat itu Zat tersebut menjadi ada dengan sifat Ujudnya atau Adanya Zat tersebut dengan sifat ujud-Nya tersebut.
Sehingga tanpa sifat ujud itu, Zat hanyalah Zat semata-mata karena
belum ada sifat yang menyebabkan adanya. Dengan telah adanya sifat Ujud
yang berarti Ada, Ada-Nya Zat itu dimulai dengan terpancarnya Nur dari Zat, sehingga Nur yang terpancar dari Zat adalah sesuatu yang membuktikan Adanya Zat. Tanpa Nur yang memancar dari Zat, sifat Ujud dari Zat tidak boleh dibuktikan.
Ini merupakan pemahaman yang sangat penting, karena sebagai makhluk, kita tidak diberi hak atau kita tidak diberi kuasa ilmu untuk membicarakan tentang Zat Tuhan. Sebagai makhluk, kita hanya diberi wewenang sebatas kajian tentang Perbuatan Tuhan ( Zat ) saja. iaitu sesuatu yang sudah diciptakan dan atau dilahirkan oleh Tuhan ( Zat ) atau sesuatu yang sudah ada dan diadakan, sehingga apabila sesuatu itu telah ada, kita boleh dan diberi hak untuk melakukan kajian dan pembahasan sesuai dengan keterbatasan kemampuan yang dimiliki.
Kembali
kepada pancaran Nur yang menjadi bukti dari Adanya Zat yang sebelumnya
Zat berdiri sendiri dengan Nur-Nya, maka selanjutnya Nur tersebutlah yang melahirkan sifat-sifat dari Zat secara keseluruhan.
Nur yang memancar dari Zat itulah yang kemudian difahami sebagai Nur Muhammad.
Hai
ahli kitab, Sesungguhnya Telah datang kepadamu Rasul kami, menjelaskan
kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (
pula yang ) dibiarkannya. Sesungguhnya Telah datang kepadamu Cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan (n QS : 005. : Al Maa-idah : Ayat : 015 ]
Cahaya Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. dan Kitab Maksudnya: Al Quran.
Jabir ibn `Abd Allah r.a. berkata kepada Rasullullah s.a.w:
“Wahai
Rasullullah, biarkan kedua ibu bapa ku dikorban untuk mu, khabarkan
perkara yang pertama Allah jadikan sebelum semua benda.” Baginda
berkata: “Wahai Jabir, perkara yang pertama yang Allah jadikan ialah
cahaya Rasulmu daripada cahaya-Nya, dan cahaya itu tetap seperti itu di
dalam Kekuasaan-Nya selama Kehendak-Nya, dan tiada apa, pada masa itu ( Hr : al-Tilimsani, Qastallani, Zarqani ) `Abd al-Haqq al-Dihlawi mengatkan bahwa hadist ini sahih
Kemudian dari Nur Muhammad terciptalah Lauh, Arasy , Qalam. Qalam kemudian diperintah untuk menulis ‘la ilaha illa’Allah Muhammadun Rasulullah’ selanjutnya Qalam melanjutkan penulisan penciptaan
seperti bumi dan langit, surga dan neraka, malaikat dan iblis serta
semua makhluk lainnya termasuk manusia dan Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul
serta umatnya yang tunduk dan umat yang durhaka sampai hari kiamat kelak
yang kemudia dikenal dengan Qadha dan Qadar serta dari Nur Muhammad itu jugalah kemudian tercipta Adam AS.
“
Bila Tuhan menjadikan Adam, Dia menurunkan aku dalam dirinya ( Adam ).
Dia meletakkan aku dalam Nuh semasa di dalam bahtera dan mencampakkan
aku ke dalam api dalam diri Ibrahim. Kemudian meletakkan aku dalam diri
yang mulia-mulia dan memasukkan aku ke dalam rahim yang suci sehingga
Dia mengeluarkan aku dari kedua ibu-bapa ku. Tiada pun dari mereka yang
terkeluar “. ( HR : Hakim, Ibn Abi `Umar al-`Adani )
Dari pemahaman yang singkat di atas, dapat kita membuat suatu kesimpulan dengan pemahaman bahwa, sebelum Allah menjadi Tuhan, maka yang ada pada saat itu hanyalah Zat semata-mata yang terdiri dengan sendirinya,
dengan
Nur-Nya dan Allah baru menyatakan dirinya sebagai Tuhan setelah Allah
melahirkan sifat-sifatnya melalui Nurnya tersebut. Nur Allah itu
kemudian dinyatakan sebagai Nur Muhammad, sehingga melalui Nur Muhammad
tersebutlah Allah melahirkan sifat-sifat ketuhanan pada makhluk-Nya.
Selanjutnya
melalui risalah yang singkat ini, dapatlah kiranya dipahami sedikit
lebih tentang tentang konsep pemahaman yang menyatakan bahwa “ Zat pada Allah, Sifat Pada Muhammad, Rupa pada Adam dan Rahasia pada Diri Kita “
Sebagai catatan dari risalah ini perlu disampikan bahwa kalimat “ Zat berdiri dengan Nur-Nya “ bukan difahami dengan kosep “ Zat “ dan “ Nur “ yang terpisah. Pemisahan dilakukan hanyalah semata-mata untuk membangun pengertian dan pemahaman tentang Kelahiran Sifat dari Zat.
Terakhir, saya berharap semoga kajian ini boleh menambah konsep
pemahaman kita dan sebagai tambahan bahan dalam diskusi pada majelis
masing-masing.
(2) : KETIKA ALLAH MENJADI TUHAN
Ketika
Allah Menjadi Tuhan. Allah adalah nama yang utama dan sangat terkenal
serta paling luhur dari Tuhan SWT yang Maha Mulia, sehingga tidak ada
satupun manusia di dunia ini baik dari kalangan muslim dan golongan
kafir serta atheis sekalipun yang apabila ditanyakan kepadanya tentang
kata “Allah “ tentunya sudah boleh dipastikan jawabannya adalah
“Allah adalah salah satu nama tuhan “. Tidak ada perbedaan pendapat
tentang itu, sehingga kata Allah sudah mutlak mejadi nama Tuhan SWT dan
tidak satu makhluk yang diizinkan memakai nama dengan kata Allah serta
kata Allah sudah dicabut dari lisan makhluk selain sebutan untuk Tuhan
SWT
Allah
adalah nama yang paling luhur dan paling agung bagi Zat Yang Maha Esa
yang telah disebutkan dalam Al-Quran sebanyak 2697 kali dan hadis
Rasulullah Muhammad SAW tentang keluhuran nama Allah menyatakan sebagai
berikut :
“
Dari Mash’ab bin Sa’din dari bapaknya berkata : Seorang arab Badui
datang kepada Rasulullah SAW lalu berkata, ajarkan saya satu kalimat
yang baik saya ucapkan, Rasulullah berkata : Katakanlah : “ Tidak ada
Tuhan kecuali Allah Yang Maha Esa tidak ada sekutu bangiNya, pujian bagi
Allah sangat banyak, Maha Suci Allah yang menguasai seluruh alam. Dan
tidak ada daya serta kekuatan kecuali atas pertolongan Allah Yang Maha
Mulia lagi Maha Bijaksana. Kemudian beliau berkata, semuanya hanya untuk
Allah “
( HR : Muslim )
Serta
dalam bebarapa ayat Al-Quran, Allah telah menerangkan dan
memperkenalkan diriNya sendiri dengan sangat nyata dan sangat jelas
seperti :
“
Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami
wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku. Sembahlah
olehmu sekalian akan Aku “ (QS : Al-Anbiya 25 )
“
Dan Tuhanmu adalah Allah Yang Maha Esa Tidak ada tuhan lagi kecuali
hanya Dia Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang ( QS : Al-Baqarah ayat
163 )
“
Katakanlah, sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah : Bahwa sanya
Tuhanmu adalah Allah Yang Maha Esa “ ( QS : Al-Anbiya : 108 )
“
Katakanlah: ” Allah adalah Tuhan, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan
yang bergantung kepadaNya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak
pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (
QS : Al Ikhlash ayat 01-04 )
Nama-nama
lain yang yang dimilki oleh Allah apabila disebutkan bersamaan dengan
nama Allah itu, maka kedududukannya hanya sebagai sifat seperti
Ar-Rahman, Ar-Rahim dalam ayat pertama surat Al-Fatihah “ Bismillahi
rrahmani rrahimi “ yang berarti “ Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang “. Rahman dan Rahim menjadi sifat dari Allah yang
Maha Pengasih (Allah Yang Rahman ) dan sifat dari Allah yang Maha
Penyayang (Allah Yang Rahim ).
“
Sesungguhnya Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus
kurang satu. Barangsiapa yang menghitungnya ( menjaganya ) akan masuk
sorga ” ( HR : Bukhari )
“ Dia (Allah ) itu ganjil, yang menyukai hal-hal yang ganjil “ ( HR : Bukhari )
Setiap
nama-nama Tuhan selaian dari kata Allah atau sifat-sifatNya adalah
penjelasan dari namaNya, nama Allah karena itu Ibnu Qayyim mengatakan
bahwa Allah adalah nama yang mencakup sifat-sifat Allah yang maha
sempurna dan maha agung, termasuk dalam seluruh nama yang terkandung
dalam al-asma al-Husna dan sifat-sifatNya yang luhur.
Allah
tidak boleh dipanggil dan diseru baik dalam zikir ataupun dalam doa
dengan nama-nama yang bukan namaNya atau Allah tidak boleh disebut
dengan nama-nama yang diciptakan manusia selain dengan nama-nama yang
sudah diberikan dan diperkenalkan sendiri oleh Allah tentang diriNya
dalam ayat-ayat Al-Quran dan nama-nama yang sudah disampaikan Rasulullah
Muhammad SAW melalui sunnah beliau
“Allah
memiliki Asmaul Husna ( nama-nama yang baik ) maka mohonlah kepadaNya
dengan nama-nama itu, dan tinggalkan orang-orang yang menyimpang dari
menyebut namaNya karena mereka akan mendapat balasan dari apa yang
mereka kerjakan “ ( QS : Al-A’raf : 180 )
Dalam
ayat tersebut Allah memerintahkan agar kita menyeru dan berdoa
kepadaNya dengan nama-nama pilihan yang dimilikinya, sehingga jika ada
yang menisbatkan sebuah nama kepada Allah, hal itu tidak layak dilakukan
dan diikuti.
Khatabi
telah memperingatkan bahwa tidak hanya orang awam yang terjebak dalam
pemahaman yang keliru tentang nama-nama Allah ini tetapi banyak para
ulama yang terjebak dalam ketidak benaran itu seperti memberikan nama
untuk Allah dengan nama-nama yang bersifat ikhbar ( pengkhabaran ) karena menurut Sulaiman Al-Asyqar, ruang kajian ikhbar lebih luas daripada kajian penamaan Allah.
Selain
ikhbar sebagain ulama juga telah memberikan penamaan terhadap Allah
dengan nama-nama yang berkonotasi negatif. Ibnu Hajar mengatakan bahwa,
Para ulama telah sepakat bahwa menamai atau mensyifati Allah dengan
sesuatu yang menimbulkan kesan negatif tidak boleh atau dilarang seperti
nama al-Mukhadi ( Yang Menipu ), al-Muntaqin ( Yang membalaskan dendam
), al-Mahid ( Yang menghamparkan ), az-Zarra ( Yang menumbuhkan ) dan
masih banyak lagi nama-nama yang berkonotasi negatif yang dimaksudkan
dengan Allah secara salah.
Kembali
kepada kajian Allah adalah nama yang utama dan sangat terkenal serta
paling luhur dari Tuhan SWT yang Maha Mulia, Rasulullullah Muhammad SAW
menganjurkan kepada umatnya untuk berdoa dengan nama-nama yang dipunyai
Allah Yang Agung agar doa-doa kebaikan yang disampaikan kepada Allah
hendaknya dengan memakai nama-nama Allah yang mulia seperti kata hadis
beliau :
Rasulullah,
suatau ketika, mendengar para sahabatnya bedoa dengan membaca sejumlah
doa, Beliau menjelaskan kepada mereka bahwa doa yang telah mereka baca
itu adalah doa-doa yang mengandung nama Allah yang agung, yang jika
diseru dengan doa tersebut, maka Allah akan memenuhinya, dan jika
dimohon maka akan memberi
Rasulullah pernah mendengan seorang sahabat berdoa dengan mengatakan
“
Tuhanku, sesungguhnya akau memohon kepadaMu, akau bersaksi bahwa Engkau
adalah Allah tidak ada tuhan selain Engaku, Zat Yang Esa, tempat
bergantung, yang Tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tidak ada
seorangpun yang menyamaiNya ”
Rasulullah SAW kemudian bersabda
“
Demi Zat yang jiwaku berada didalam genggamanNya, dia benar-benar
berdoa dengan menggunakan nama Allah yang Agung, yang jika Dia diseru
maka Dia akan menjawab dan jika diminta Dia akan memberi “ ( HR :
Tirmizi dan Abu Daud )
Jadi
berdasarkan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa dengan berdoa memakai
atau bertawassul dengan nama-nama Allah yang maha mulia akan membuat
atau menjadi salah satu sebab doa yang disampaikan kepada Allah akan
lebih cepat dikabulkan.
(3) :ALLAH TUHAN SEKALIAN ALAM
Pernyataan Allah sebagai tuhan sekalian alam pada kajian ini, mengacu kepada kata Rabb yang biasa digunakan untuk memuji dan menyampaikan memohon dalam bentuk doa-doa kebaikan kepada Allah swt.
Kata Rabb dalam Al-Quran ditemukan sebanyak 900 kali dan pada umumnya berpola kata majemuk tak setara atau pola kata bersandar. Ibnu Mansyur menyatakan bahwa kata Rabb mengacu kepada kepemilikkan atau hak rububiyah atas semua makhluk. Kepemilikan tunggal yang tidak ada sekutu atas kepemilikan itu.
Pemilik dari semua pemilik, Raja dari sekalian raja atas semua kerajaan. Ar-Rabb menurut Ibnu Arabi adalah zat yang memindahkan keadaan dari keadaan yang lain dan menggantikannya dari suatu bentuk dengan bentuk yang lain untuk menumbuhkan dan mengembangkannya sampai mencapai keadaan yang sempurna.
Dari segi bahasa menurut Ibnu Katsir, kata Rabb mengacu kepada arti raja, majikan, pengelola, pengasuh, pemelihara, pengatur dan yang memberi nikmat. Apabila kata Rabb merupakan kata yang berdiri sendiri akan mengacu kepada Allah, sehingga apabila mengacu kepada selain Allah, maka kata Rabb harus merupakan pola kata gabung.
Jadi kata Rabb tidak disebut sendirian kecuali untuk Allah yang menjamin kemaslahatan seluruh makhluk dan apabila ditambahkan kepada kalimat yang lain, maka itu bisa juga untuk Allah seperti Rabb al alamin yang berarti Tuhan semesta alam, Rab as-samawat yang berarti Tuhannya langit, Rabb al- ardh yang berarti tuhannya bumi, Rabb al-mala ikah yang berati tuhannya para malaikat serta Rabb al-arsy yang berarti tuhan pemilik Arsy.
Menurut riwayat yang masyhur atau terkenal bagi para ulama kata atau nama ar-Rabb tidak termasuk dan tidak ditemukan dalam kelompok al-Asma al-Husna walau sesungguhnya kata Rabb tersebut termuat sangat banyak dalam nash Al-Quran dan nash hadis Rasulullah saw.
Dari beberapa kaedah dan beberapa kata yang dengannya Allah memperkenalkan diriNya kepada makhluk ciptaanNya, kata ar-Rabb ini cenderung disertai dengan kalimat pujian, atau dengan kata ar-Rabb ini Allah memuji dirinya sendiri yang sekaligus merupakan perintah kepada setiap makhluk ciptaannya untuk memuji Allah sebagai Tuhan, seperti Rabb al Alamin yang merupakan kata gabung antara kata Rabb dan kata alamin ( kata majemuk atau plurar ) dengan kata dasar alam ( sesuatu yang diciptakan ) yang merupakan kalimat pujian yang utama terhadap Allah
“ Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam “ ( QS : Al-Fatihah ayat 02 ).
“ Maha suci Allah, Tuhan semesta Alam “ ( QS : Al-Araf ayat 54 ) dan beberapa ayat Al-Quran yang menyebutkan sebanyak 900 kali seperti
“ Ibahim menjawab, aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam “ ( QS : Al-Baqarah ayat 131 ),
“ Sesungguhnya aku takut kepada Tuhan seru sekalian alam “ ( QS : al-Maidah : 28 )
Jadi Allah Tuhan seluruh alam atau Rabb al Alamin bukan hanya merupakan sebuah kalimat pengakuan dari makhluk sebagai hamba, terhadap Allah sebagai khalik yang menguasai seluruh alam ciptaan-Nya, tetapi Rabb al Alamin juga merupakan kalimat pujian yang sangat utama terhadap Allah.
Hanya untuk Allah segala ibadah tertuju, karena Dia sebagai sebab ibadah itu didirikan. Hanya Tuhan pemilik seluruh alam ini yang mampu memberikan keputusan dan makna dari setiap ibadah yang didirikan dan dilaksanakan setiap makhluk ciptaanNya.
“ Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam “ ( QS : Al-An am ayat 162 ) dan
“ Katakanlah, apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu “ ( QS : Al-An am ayat 164 )
(4) : ALLAH ZAT YANG MAHA TUNGGAL
Allah tidak suka UrusanNya dicampuri bererti sebagai tuhan, Allah adalah Zat Yang Maha Tunggal
yang tidak mempunyai sekutu dan tidak membutuhkan sekutu dalam
melaksanakan seluruh urusanNya. Seluruh makhluk bergantung kepadaNya. Allah adalah Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Mempunyai Kehendak. Jika Dia berkehendak atas sesuatu, maka jadilah sesuatu itu.
“ Sesungguhnya KeadaanNya, apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya : Jadilah !. maka jadilah ia “ ( QS : Yasiin : ayat 82 )
Jadi dalam segala urusanNya, Allah tidak membutuhkan seorang pun pembantu, sehingga merupakan kezaliman yang teramat besar yang mengganggap dan meyakini bahwa Allah mempunyai anak yang diutus ke muka bumi untuk menebus segala dosa umat manusia. Pernyataan itu telah menggambarkan betapa lemahnya Tuhan dalam proses penciptaan umat manusia, sehingga untuk menebus kesalahanNya, Tuhan harus mengorbankan anakNya sendiri menerima segala siksa dan penyiksaan manusia lain yang juga ciptaanNya.
Menurut pemahaman syariat islam sebagai agama tauhid terakhir, kebaikan dan keburukan yang dilakukan manusia di muka bumi ini adalah atas kehendak dan berada dibawah kendali Allah SWT
“Demikianlah,
apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka,
tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain “ ( QS : Muhammad : ayat 04 )
Allah sebagai Tuhan yang mengatur segala urusanNya, tidak ada satupun makhluk yang bisa mencampuri urusan Allah, termasuk Saydina Rasulullah Muhammad SAW sebagai makhluk yang paling dekat dengan Allah.
“ Katakanlah. Sesungguhnya aku ini hanya hamba Allah seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Allah Yang Maha Esa “ ( QS : Al-Kahfi : ayat 110 )
“ Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani berlebihan dalam memuji Isa bin Maryam. Aku tak lebih hanyalah seorang hamba, maka katakanlah ( kepadaku ) hamba Allah dan RasulNya “ ( HR : Bukhari )
“ Bila engkau meminta maka mintalah kepada Allah, dan jika engkau memohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah “ ( HR : Tirmizi )
Manusia sebagai makhluk lemah yang diciptakan, tidak selayaknya ikut campur dalam urusan Allah SWT seperti memastikan seseorang itu sudah pasti akan masuk sorga dan atau masuk neraka, karena yang berhak untuk memasukkan atau tidak memasukkan seseorang ke dalam sorga atau neraka adalah hak Allah SWT.
Sebagai manusia, tugas kita hanya berusaha dan berdoa untuk mendapakan
dan meraih simpati Allah SWT agar dimasukkan kedalam sorga dan dijauhkan
dari neraka dunia dan akhirat
” Ada dua orang dari Bani Israil yang berikrar bahwa dirinya telah menjadi saudara. Salah satunya berbuat dosa dan lainnya rajin beribadah. Orang yang rajin (Beribadah) tak henti-hentinya melihat saudaranya selalu berbuat dosa. Kemudia dia (yang rajin beribadah) berkata kepadnya, ‘ Berhentilah berbuat dosa dan bertaubatlah kepada Allah SWT !. Dia menjawab, ‘ Biarkan aku begini dan Tuhanku Maha Pengampun. Kamu diutus kepadaku dalam rangka pendekatan ( kepada Allah ) ?. Dia ( yang rajin beribadah ) berkata, ‘ Demi Allah. Allah tidak akan mengampunimu, atau Allah tidak akan memasukkanmu ke dalam surga.’
Kemudian Allah mematikan keduanya, dan keduanya berkumpul disisi Tuhan
Semesta Alam. Allah berfirman kepada orang yang rajin ( beribadah ), Apakah kamu tahu Aku?. Apakah kamu berkuasa atas sesuatu yang ada dalam kekuasaanKu. Lalu Allah SWT berfirman kepada orang yang suka berbuat dosa. ‘ Pergilah dan masuklah ke surga atas rahmatKu, dan Allah SWT berfirman kepada yang lain, ‘ Pergilah kalian dengan orang ini ke neraka! “ ( HR : Abu Daud )
Hak yang diberikan oleh orang yang rajin beribadah kepada Allah, kepada orang yang berbuat dosa, “ Demi Allah. Allah tidak akan mengampunimu, atau Allah tidak akan memasukkanmu ke dalam surga “. Merupakan suatu akhlak yang buruk dan tercela dari seseorang umat manusia yang telah berusaha mencampuri urusan dan hak Allah dan Allah tidak suka urusanNya dicampuri oleh siapapun.
Sedangkan jawaban dari orang yang berbuat dosa “Biarkan aku begini dan Tuhanku Maha Pengampun “ menunjukkan kepasrahan yang memiliki keyakinan yang sangat kuat bahwa Allah SWT benar-benar Maha Pengampun dan Penyayang. Dirinya yakin bahwa Allah SWT akan mengampuni seluruh dosa yang telah dia perbuat karena kasih sayang Allah SWT sangat luas dan diberikan kepada siapapun yang ada di dunia ini secara merata
“ Barang siapa yang bersumpah atas namaKu bahwa Aku tidak akan mengampuni fulan, padahal sesungguhnya aku telah mengampuni fulan dan Aku menjadikan sia-sia amalanmu ( orang yang bersangkutan ) atau sebagaimana yang dia katakan” ( HR : Muslim )
(5) : ALLAH SEKALIAN YANG DISEMBAH
Tujuan Sekalian Sembah berarti tidak ada yang lebih berhak untuk disembah atau dipertuhankan oleh setiap manusia yang berakal di dunia ini selain dari pada Allah,
karena setiap syariat para nabi dan rasul yang diutus ke dunia ini
sebelum Nabi Muhammad SAW mempunyai inti ajaran tauhid yang sama yaitu
pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.
“
Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami
wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku. Sembahlah
olehmu sekalian akan Aku “ (QS : Al-Anbiya 25 )
Dari ayat Al-Quran diatas Allah SWT telah dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada lagi Tuhan dari zaman dahulu sampai sekarang dan sampai akhir zaman nantinya selain Allah dan sekaligus Allah
memerintahkan untuk menyembahnya sebagaimana yang juga telah
disampaikan oleh rasul-rasul yang terlebih dahulu diturunkan dari nabi
Muhammad SAW.
Orang–orang
kafir yang mengingkari nilai-nilai ketuhanan dan ketundukan serta
kepatuhan terhadap Allah swt pada dasarnya hanya disebabkan oleh
beberapa faktor saja yaitu :
1. Semata-mata keras kepala tidak mau tunduk padahal ia yakin bahwa yang ia ingkari itu adalah haq dan benar
2. dan adakalanya karena tidak mengetahui kebenaran juga tidak mengetahui bahwa yang diingkarinya adalah kebenaran itu
3. Selain itu, ada juga orang kafir itu karena dia berpenyakit jiwa dan tidak memilki akal budi
dan rasa yang bagus, sehingga dia tidak merasakan kelezatan dari suatu
kebenaran. Tidak memiliki kecendrungan atas kebenaran tapi terus
berpaling karena hatinya sudah terlanjur cinta kepada kesesatan.
Selain itu Allah juga telah menyatakan kemandirian diriNya sebagai Tuhan dalam beberapa ayat Al-Quran sebagai berikut :
“ Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu. Tidak ada Tuhan selain Dia “ ( QS : Al-An’am ayat 106 )
“ Ketahuilah, sesungguhnya Al-Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah dan bahwa sanya tidak ada Tuhan selain Dia “ ( QS : Hud ayat 14 )
“ Dan Tuhanmu adalah Allah Yang Maha Esa Tidak ada tuhan lagi kecuali hanya Dia Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang ( QS : Al-Baqarah ayat 163 )
“ Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan ( yang haq ) selian Aku maka sembahlah Aku “ ( QS : Thaha : ayat 14 )
Pengertian bahwa “ tidak ada Tuhan selain Dia “ menyatakan dan sekaligus penegasan bahwa Allah adalah tempat tertujunya sekalian sembah dari seluruh makhluk ciptaannya. Penegasan bahwa hanya Allah yang pantas untuk disembah berarti bahwa ada pada zaman dahulu sebagian manusia yang melakukan penyembahan selain Allah seperti penyembahan terhadap berhala, matahari, bulan, binatang, pohon dan batu
Sedangkan pada zaman sekarang masih ada bahkan mungkin semakin banyak orang-orang yang mempertuhankan dunia sebagai sembahan. Walau lidahnya mengatakan untuk Allah tapi hatinya mengatakan untuk sesuatu selian Allah
seperti untuk melapangkan rizki, mempercepat naik pangkat, untuk
menambah kesaktian, supaya mendapat pujian dari orang lain atau supaya
dianggap sebagai orang taat dan orang baik serta lain-lain sebagainya
Mempersandingkan sebab dari suatu peribadatan karena Allah dan untuk selain Allah ibadahnya ditolak dan termasuk sebagai syirik atau mempersekutukan Allah dengan selain Allah dan itu termasuk dosa besar.
“
Barang siapa berharap perjumpaan dengan Tuhannnya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seseorang pun
dalam beribadah kepada Tuhannya “ ( QS : Al-Kahfi ayat 100 )
“ Sesungguhnya Allah
tidak mengampuni dosa mempersekutukan ( sesuatu ) dengan Dia, dan Dia
mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang
dikehendakiNya. Barang siapa yang mempersekutukan ( sesuatu ) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya “ ( QS : An-Nisaa ayat 116 )
“ Jika kamu mempersekutukan Allah, niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi “ ( Az-Zumar : ayat 65 )
Semoga Allah
melindungi kita semua dari dosa syirik dan dosa besar lainnya dengan
rahmat dan hidayahNya yang melimpah, sebagaimana Dia telah memberikan
rahmat dan hidayahNya kepada makhluk-makhluk yang dicintaiNya sebelum
kita.
(6) : ALLAH BERSIFAT WUJUD ERTINYA ADA
Allah Bersifat WUjud, ertinya Ada, mustahil Allah SWT tidak ada.
Alam semesta raya ini dan segenap isinya sudah cukup sebagai bukti
keberadaan Allah SWT. Keberadaan alam semesta raya ini beserta segenap
isinya tidak mungkin secara akal tercipta dengan sendirinya. Pembuktian
dari dalil-dalil yang ada terhadap suatu perbuatan atas sesuatu yang
diciptakan sekaligus merupakan jejak yang meninggalkan bekas. Sesungguhnya pada jejak yang tidak membekas atau meninggalkan bekas adalah suatu kemustahilan. Adanya jejak-jejak manusia yang tertinggal merupakan pembuktian adanya orang yang berlalu-lalang.
Sehingga
dengan keindahan dan keteraturan alam yang bergerak dan beredar sesuai
dengan jalurnya masing-masing dan tidak berbenturan antara satu dengan
lainnya, sudah cukup bagi orang yang berakal sebagai bukti sifat keindahan dan ketelitian pencipta keindahan dan keteraturan tersebut,
sehingga memperdebatkan keberadaan Allah sebagai Tuhan SWT pencipta
seluruh alam ini merupakan suatu hal yang sudah bukan pada tempatnya
lagi terutama pada era kemajuan tekhnologi dan ilmu pengetahuan yang
berkembang sangat pesat saat ini.
Pada kajian sebelumnya telah disampaikan bahwa kata “ Allah “ adalah nama Zat yang kepada-Nya tertuju sekalian sembah dalam artian tidak ada tuhan selain Allah SWT yang berhak untuk disembah. Sesembahan manusia selain dari pada Allah SWT adalah palsu karena selain Allah SWT tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya Allah SWT yang berkehendak dan menghendaki, dengan hanya mengatakan “ jadi “ ( Kun ) maka jadilah sesuatu itu.
Dalam Kajian Hakikat Tauhid kali ini kita akan membahas kajian secara lebih terang tentang hakikat keberadaan Allah SWT dalam ritual penyembahan makhluk terhadap Sang Khalik,
baik dalam ritual ibadah wajib yang sudah ditetapkan oleh agama atau
pun dalam ritual ibadah sunah sebagai bukti kecintaan dan ketaatan
seorang hamba terhadap penciptanya.
Islam
mengajarkan kepada umatnya bahwa dalam ritual penyembahan terhadap
Allah SWT sebagai Tuhan berbeda dengan ritual penyembahan yang dilakukan
oleh manusia dalam ritual penyembahan berhala atau patung dan
benda-benda pada zaman jahiliyah sebelum Islam diturunkan.
Dalam ritual penyembahan berhala atau patung
secara sederhana dapat digambarkan bahwa manusia dalam satu sisi dari
suatu tempat tertentu menyembah dan atau memohon kepada berhala atau
patung yang dipertuhankan yang juga berada pada suatu tempat tertentu. Ajaran Islam menyatakan bahwa hakikat dari ritual ini dengan sebutan ritual syirik
karena ( salah satu sebabnya ) adanya proses penyetaraan antara makhluk
dengan Tuhan. Penyetaraan itu sekurang-kurangnya terdapat pada “ tempat “ antara manusia sebagai penyembah dan Tuhan yang digambarkan melalui berhala atau patung yang disembah. Keduanya sama-sama menempati dan berada pada suatu tempat.
Sehingga
apabila dalam hakikat ritual ibadah penyembahan kita terhadap Allah SWT
memakrifati dan atau menyatakan dan atau menzahirkan dan atau
memposisikan dan atau memahami bahwa Tuhan itu berada di hadapan kita
sebagai tujuan dari proses penyembahan, maka ritual peribadatan itu akan
sama saja dengan ritual ibadah syirik yang dilakukan kaum jahiliyah
sebelum ajaran Islam diturunkan.
Apabila sujud kepada Allah SWT dalam ritual ibadah shalat ataupun dalam penyampaian doa dengan keyakinan bahwa
Allah SWT berada di depan atau di hadapan kita termasuk memposisikan
Allah SWT pada suatu tempat yang lebih tinggi dari kita seperti memahami
dan meyakini bahwa Allah SWT itu berada di langit atau lain sebagainya,
hukumnya adalah syirik karena menyamakan diri kita dengan Tuhan yaitu sama-sama mempunyai tempat dan sama-sama berada disuatu tempat pada saat itu.
Pemahaman hakikat keberadaan Tuhan dalam ajaran agama Islam sebagai agama tauhid terakhir yang bersendikan kepada Al-Quran dan Hadist memahami bahwa keberadaan Allah SWT sebagai Tuhan tidak bisa disetarakan dengan sesuatu pun jua telah dengan tegas menyatakan kosep pemahaman tersebut.
“ Tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia “ ( QS : 112 : al-Ikhlas : Ayat : 04 ) “
Pengertian
dan pemahaman bahwa Allah SWT bersifat Ujud yang berarti Ada dan
mustahil Allah SWT itu Tidak Ada, adalah sifat dari Zat yang telah
memperkenalkan dirinya dengan nama “ Allah “. Sebagai sifat.
Ujud atau Ada adalah sifat yang utama bagi Tuhan.
Tanpa sifat Ujud ini, maka sifat-sifat yang lain pada Tuhan akan
menjadi batal karenanya. Seluruh sifat yang dimiliki Allah SWT adalah
sifat yang sempurna yang tidak dimiliki oleh selain Allah SWT, sehingga ketika
kita menyatakan bahwa diri kita ada, maka ketika itu Allah SWT menjadi
tidak ada dan ketika kita menyatakan bahwa Allah SWT itu ada, maka
ketika itu diri kita menjadi tidak ada. Ketika hanya Allah SWT yang ada,
maka yang berlaku hanyalah kehendak Allah SWT semata.
Itulah tauhid yang lurus lagi benar,
yang barang siapa bersandar dan berpegang teguh kepadanya, insya Allah
akan terbebas dan selamat dari dari tipu daya nafsu dunia dan syetan.
Dunia ini hanyalah fatamorgana palsu dan penuh dengan tipuan yang
menyesatkan. Beruntunglah orang-orang yang telah diberi hidayah yang ikhlas memurnikan aqidahnya dari kesyirikan
Demikian,
semoga kajian yang singkat mengenai sifat Allah yang bernama Ujud ini
bisa menambah wawasan dan bahan kajian dalam diskusi di majelis
masing-masing.
Dan perlu diingat, jangan pernah mencoba mendiskusikan tentang Kajian Hakikat Tauhid tentang Zat dan Sifat Allah tanpa didampingi oleh sorang guru atau mursyid
yang akan membantu meluruskan pemahaman yang timbul apabila iblis
menyususupkan kedalam hati kita pemahaman-pemahaman yang akan menggiring
hati menuju kesyirikan yang dosanya tidak akan pernah diampuni Allah. Terakhir, jangan lupa, mohon sampaikan salam dan penghormatan kami sekeluarga kepada para guru yang mulia dan mohon titipkan doa kepada Allah SWT semoga Rahmat dan Hidayah-Nya selalu menaungi kami dunia dan akhirat.
(7) : ALLAH BERSIFAT BAQA’, ERTINYA KEKAL
Kekal bererti Abadi dan mustahil Allah itu bersifat Fana yang bererti lenyap atau binasa, karena apabila Allah bersifat fana, binasa atau lenyap, maka siapa lagi yang akan menjadi Tuhan lagi apabila Allah itu telah lenyap nantinya.
Jadi “ Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. bagi-Nyalah segala penentuan, dan Hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” ( QS : 028. : Al Qashash : Ayat )
Dalam memahami sifat Baqa bagi Allah ada baiknya kita terlebih dahulu memahami hakikat dari kekal atau kekekalan itu secara benar agar tidak terjebak dalam logika sempit yang akan menjebak pemikiran kita dalam kesesatan yang menghancurkan iman dan keyakinan
Ketahuilah bahwa sesungguhnya, hakikat dari kekal itu dapat dikelompokkkan atas dua pemahaman iaitu :
1. Kekal Haqiqi atau Kekal Mutlak
Kekal haqiqi ini melekat pada hanya Allah semata sebagai Tuhan yaitu kekal Zat-Nya, Kekal Sifat-Nya dan Kekal Perbuatan-Nya, Tidak ada satu pun kesetaraan yang bisa disandingkan atau disetarakan dengan kekalan Allah yaitu kekekalan mutlak yang abadi yang tidak bermula dan tiada berakhir
2. Kekal Ardy atau Kekalan Yang Dikekalkan.
Kekalan Ardy ini melekat pada semua ciptaan Allah seperti kekekalan akhirat, kekekalan surga dan neraka, kekekalan ruh, arasy, kursi, kalam, lauh mahfudh, bidadari dan kekekalan telaga al kautsar yang difahami sebagai telaga nabi Muhammad SAW dan lain – lain sebagainya
“ Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal “. ( QS : 087 : Al A´laa : Ayat : 017 )
“ (Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari kegelapan kepada cahaya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezki yang baik kepadanya “. ( QS : 065 : Ath Thalaaq : Ayat : 011 )
“ Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah mela’nati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal “ ( QS : 009 : At Taubah : Ayat : 068 )
Dalam Konteks ini, perlu difahami bahwa kekekalan dari ciptaan – ciptaan Allah tersebut sangat terkait dengan keterbatasan kemampuan yang dianugrahkan Allah kepada manusia dalam memahami kekekalan tersebut.
Sehingga hanya Allah yang tahu apa yang akan terjadi setelah dunia berakhir dengan kiamat besar, seluruh makhluk yang sekarang ada telah menerima taqdirnya baik surga ataupun neraka. Apakah Tuhan akan membangun kembali kehidupan dunia yang baru setelah dunia yang sekarang dimusnahkan ?. atau kehidupan surga dan neraka apabila sampai waktunya akan berakhir ?. Hanya Allah Yang Tahu, Semua tersembunyi dalam Ilmunya Allah
Jadi, hakikat Baqa’ itu bagi Allah adalah meniadakan kesudahan atau tiada kebinasaan bagi Ujud Allah setelah adanya, sehingga wajib bagi Allah bersifat Baqa setelah sifat Qidam-Nya. Sehingga Qidam atau Dahulu-Nya Allah itu tidak bermula atau tidak ada permulaannya dan Baqa atau Kekal-Nya tidak berkesudahan.
Demikian secara singkat pengertian dari hakikat sifat Baqa’ bagi Allah, semoga bermanfaat bagi kita semua. Dan terakhir. Saya sampaikan, Selamat Idul Fitri Lebaran minal aidin wal faizin mohon Maaf lahir dan Batin. Amin
No comments:
Post a Comment