أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Kondisi
senantiasa bahagia dalam situasi apa pun, inilah. yang senantiasa
dikejar oleh manusia. Manusia ingin hidup bahagia. Hidup tenang,
tenteram, damai, dan sejahtera. Sebagian orang mengejar kebahagiaan
dengan bekerja keras untuk menghimpun harta. Dia menyangka bahwa pada
harta yang berlimpah itu terdapat kebahagaiaan. Ada yang mengejar
kebahagiaan pada tahta, pada kekuasaan. Beragam cara dia lakukan untuk
merebut kekuasaan. Sehab menurtnya kekuasaan identik dengan kebahagiaan
dan kenikmatan dalam kehidupan. Dengan kekuasaan sesrorang dapat
berbuat banyak. Orang sakit menyangka, bahagia terletak pada
kesehatan. Orang miskin menyangka, bahagia terletak pada harta
kekayaan. Rakyat jelata menyangka kebahagiaan terletak pada kekuasaan.
Dan sangkaan-sangkaan lain. Lantas apakah yang disebut"bahagia'
(sa'adah/happiness)?
Selama
ribuan tahun, para pemikir telah sibuk membincangkan tentang
kebahagiaan. Kebahagiaan adalah sesuatu yang ada di luar manusia, dan
bersitat kondisional. Kebahagiaan bersifat sangat temporal. Jika dia
sedang berjaya, maka di situ ada kebahagiaan. Jika sedang jatuh, maka
hilanglah kebahagiaan. Maka. menurut pandangan ini tidak ada
kebahagiaan yang abadi dalam jiwa manusia. Kebahagiaan itu sifatnya
sesaat, tergantung kondisi eksternal manusia. Inilah gambaran kondisi
kejiwaan masyarakat Barat sebagai: "Mereka senantiasa dalam keadaan
mencari dan mengejar kebahagiaan, tanpa merasa puas dan menetap dalam
suatu keadaan.
Islam
menyatakan bahwa "Kesejahteraan' dan "kebahagiaan" itu bukan merujuk
kepada sifat badani dan jasmani insan, bukan kepada diri hayawani
sifat basyari; dan bukan pula dia suatu keadaan hayali insan yang
hanva dapat dinikmati dalam alam fikiran belaka. Keselahteraan dan
kebahagiaan itu merujuk kepada keyakinan diri akan hakikat terakhir
yang mutlak yang dicari-cari itu — yakni: keyakinan akan Hak Ta'ala —
dan penuaian amalan yang dikerjakan oleh diri berdasarkan keyakinan
itu dan menuruti titah batinnya.'
Jadi,
kebahagiaan adalah kondisi hati yang dipenuhi dengan keyakinan (iman)
dan berperilaku sesuai dengan keyakinannya itu. Bilal bin Rabah
merasa bahagia dapat mempertahankan keimanannya meskipun dalam kondisi
disiksa. Imam Abu Hanifah merasa bahagia meskipun harus dijebloskan
ke penjara dan dicambuk setiap hari, karena menolak diangkat menjadi
hakim negara. Para sahabat nabi, rela meninggalkan kampung halamannya
demi mempertahankan iman. Mereka bahagia. Hidup dengan keyakinan dan
menjalankan keyakinan. Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu
adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannva. Sedang apa yang di
sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Apakah kamu tidak
memahaminya?
Menurut
al-Ghazali, puncak kebahagiaan pada manusia adalah jika dia berhasil
mencapai ma'rifatullah", telah mengenal Allah SWT. Selanjutnya,
al-Ghazali menyatakan: "Ketahuilah bahagia tiap-tiap sesuatu bila kita
rasakan nikmat, kesenangan dan kelezatannya mara rasa itu ialah
menurut perasaan masing-masing. Maka kelezatan (mata) ialah melihat
rupa yang indah, kenikmatan telinga mendengar suara yang merdu,
demikian pula segala anggota yang lain dan tubuh manusia.
Ada
pun kelezatan hati ialah ma'rifat kepada Allah, karena hati dijadikan
tidak lain untuk mengingat Tuhan. Seorang rakyat jelata akan sangat
gembira kalau dia dapat herkenalan dengan seorang pajabat tinggi atau
menteri; kegembiraan itu naik berlipat-ganda kalau dia dapat
berkenalan yang lebih tinggi lagi misalnya raja atau presiden.
Maka
tentu saja berkenalan dengan Allah, adalah puncak dari segala macam
kegembiraan. Lebih dari apa yang dapat dibayangkan oleh manusia,
sebab tidak ada yang lebih tinggi dari kemuliaan Allah. Dan oleh sebab
itu tidak ada ma'rifat yang lebih lezat daripada ma'rifatullah.
Ma'rifalullah
adalah buah dari ilmu. Ilmu yang mampu mengantarkan manusia kepada
keyakinan. bahwa tiada Tuhan selain Allah" (Laa ilaaha illallah).
Untuk itulah, untuk dapat meraih kebahagiaan yang abadi, manusia wajib
mengenal Allah. Caranya, dengan mengenal ayat-ayat-Nya, baik ayat
kauniyah maupun ayat qauliyah. Banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang
memerintahkan manusia memperhatikan dan memikirkan tentang fenomana
alam semesta, termasuk memikirkan dirinya sendiri.
Disamping
ayat-ayat kauniyah. Allah SWT juga menurunkan ayat-ayat qauliyah,
berupa wahyu verbal kepada utusan-Nya yang terakhir, yaitu Nabi
Muhammad saw. Karena itu, dalam QS Ali Imran 18-19, disebutkan, bahwa
orang-orang yang berilmu adalah orang-orang yang bersaksi bahwa "Tiada
tuhan selain Allah", dan bersakssi bahwa "Sesungguhnya ad-Din dalam
pandangan Allah SWT adalah Islam."
Inilah
yang disebut ilmu yang mengantarkan kepada peradaban dan kebahagiaan.
Setiap lembaga pendidikan. khususnya lembaga pendidikan Islam. harus
mampu mengantarkan sivitas akademika-nya menuju kepada tangga
kebahagiaan yang hakiki dan abadi. Kebahagiaan yang sejati adalah yang
terkait antara dunia dan akhirat.
Kriteria
inilah yang harusnya dijadikan indikator utama, apakah suatu program
pendidikan (ta'dib) berhasil atau tidak. Keberhasilan pendidikan dalam
Islam bukan diukur dari berapa mahalnya uang hayaran sekolah; berapa
banyak yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri dan sebagainya. Tetapi
apakah pendidikan itu mampu melahirkan manusia-manusia yang beradab
yang mengenal Tuhannya dan beribadah kepada Penciptanya.
Manusia-manusia
yang berilmu seperti inilah yang hidupnya hahagia dalam keimanan dan
keyakinan: yang hidupnya tidak terombang-ambing oleh keadaan. Dalam
kondisi apa pun hidupnya bahagia, karena dia mengenal Allah, ridha
dengan keputusanNya dan berusaha menyelaraskan hidupnya dengan segala
macam peraturan Allah yang diturunkan melalui utusan-Nya.
Karena
itu kita paham, betapa berbahayanya paham relativisme kebenaran yang
ditaburkan oleh kaum liberal. Sebab, paham ini menggerus keyakinan
seseorang akan kebenaran. Keyakinan dan iman adalah harta yang sangat
mahal dalam hidup. Dengan keyakinan itulah, kata Igbal, seorang
Ibrahim a.s. rela menceburkan dirinya ke dalam api. Penyair besar
Pakistan ini lalu bertutur hilangnya keyakinan dalam diri seseorang.
lebih buruk dari suatu perbudakan.
Sebagai
orang Muslim, kita tentu mendambakan hidup bahagia semacarn itu;
hidup dalam keyakinan: mulai dengan mengenal Allah dan ridha, menerima
keputusan-keputusan-Nya, serta ikhlas menjalankan aturan-aturan-Nya.
Kita mendambakan diri kita merasa bahagia dalam menjalankan shalat,
kita bahagia menunaikan zakat, kita bahagia bersedekah, kita bahagia
menolong orang lain, dan kita pun bahagia menjalankan tugas amar
ma'ruf nahi munkar. Dalam kondisi apa pun. maka "senangkanlah hatimu!"
Jangan pernah bersedih. "Kalau engkau kaya. senangkanlah hatimu!
Karena di hadapanmu terbentang kesempatan untuk mengerjakan yang
sulit-sulit melalui hartamu. "Dan jika engkau fakir miskin, senangkan
pulalah hatimu! Karena engkau telah terlepas dari suatu penyakit jiwa,
penyakit kesombongan yang sering menimpa orang-orang kaya.
Senangkanlah hatimu karena tak ada orang yang akan hasad dan dengki
kepadamu lagi, lantaran kemiskinanmu..."
"Kalau
engkau dilupakan orang, kurang masyhur, senangkan pulalah hatimu!
Karena lidah tidak banyak yang mencelamu, mulut tak banyak
mencacimu..."
Mudah-mudahan.
Allah mengaruniai kita ilmu yang mengantarkan kita pada sebuah
keyakinan dan kebahagiaan abadi, dunia dan akhirat. Amin
No comments:
Post a Comment