أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
“Sesungguhnya kami telah pengutusmu (muhammad) dengan kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan”. (Al-Baqarah: 119).
Allah turunkan Al-Qur’an untuk menyelesaikan masalah-masalah di antara mereka dan juga untuk mengingatkan mereka akan yaumul mii’aad yaitu hari pembalasan terhadap apa-apa yang telah dilakukan oleh para penghuni alam dunia.
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. (An-Nalh: 44).
Dan dalam sebuah hadits shahih Rasul bersabda:
مَنْ وَجَدْتُمُوْهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُوْلَ بِهِ.
Dan Rasulpun melaknat orang yang menyogok dan yang disogok, sebagaimana hadis shahih yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad.
Berbagai bentuk perjudian pun digelar, pembunuhan yang tanpa memperhitungkan nilai kemanusiaan dan agama pun terus terjadi silih berganti, padahal Rasul Shalallaahu alaihi wasalam telah memperingatkan untuk meninggalkan tujuh hal yang menghancurkan.
اِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ. قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللهِ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِيْ حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَالسِّحْرُ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلِّيْ يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاَتِ الْمُؤْمِنَاتِ.
Segala sesuatunya kini telah terbalik, yang hak dikatakan dan dianggap batil, yang batil dipertahankan, dan tidak malu-malu di hadapan yang hak. Siapakah yang bertanggung jawab akan hal ini?, yang jelas kita semua bertanggung jawab, kita sebagai umara’, ulama maupun pribadi-pribadi muslim.“Jikalau sekiranya penduduk-penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Al-A’raf: 96).
Islam adalah satu-satunya ajaran yang menjamin ketenteraman dan kesejahteraan hidup, tidak saja di dunia, tetapi bahkan di akhirat, sebab ajaran ini adalah ajaran dari Dzat yang maha memberikan jaminan bagi kebutuhan insan.
Untuk menyelamatkan negeri dan umat ini tidak lain adalah kita kembali memurnikan dan menegakkan ajaran Allah pencipta kita, ketika umat semakin jauh dari ajarannya semakin gencar pula azab yang akan diterima dan ditimpahkan, oleh karena itu ada baiknya kita menilik kembali perkataan Syaikh Ali Hasan Al-Atsari bahwa tidak ada jalan lain dalam mengembalikan umat dan memperbaiki umat ini kecuali dengan tashfiyah dan tarbiyah sebagaimana yang disebutkan di dalam kitabnya “At-Tashfiah wat Tarbiyah”, “Bahwa kondisi yang buruk yang menimpa kaum muslimin dewasa ini adalah akibat terlalu jauhnya mereka dari kitab Allah dan sunnah RasulNya “. Kenapa hal itu bisa terjadi, Syaikh Abdurrahman Ibnu Yahya Al-Muallimi Al-Yamani tokoh ulama salaf abad XIV H yang dinukil dalam buku At-Tashfiah wat Tarbiyah hal 19-20 bahwa hal itu terpulang pada tiga persoalan.
1. Tercampurnya ajaran yang bukan dari Islam dengan ajaran Islam.
2. Lemahnya kepercayaan orang akan apa yang menjadi ajaran Islam.
3. Tidak adanya pengamalan (penerapan) terhadap hukum-hukum Islam.
أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ ِليْ وَ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ.
Syaikh Ali Hasan Al-Atsari melanjutkan dalam kitabnya bahwa ada tiga hal pokok yang mendasar dalam mengatur sistem tarbiyah (pembinaan) yang merupakan rangkaian dari tashfiyah.
a. Menitik beratkan pada kebangkitan aqidah tauhid dan pembersihan dari segala bentuk bid’ah dan penyelewengan-penyelewengannya.
b. Barometer semua pembinaan adalah Al-Qur’an dan As-Sunah. Dengan praktek-praktek yang diterapkan para salafus shalih dan ulama-ulama rabbani yang mengakar pemahamannya terhadap Al-Qur’an dan As-Sunah.
c. Bahwa tarbiyah haruslah menyangkut pengarahan umum yang erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari, seperti keyakinan, norma-norma, adat-adat, tradisi, kegiatan kantor, politik, sosial dan seterusnya (At-Tashfiah wat Tarbiyah hal. 101).
Yang terakhir. Apakah keadaan dan kenyataan yang menimpa kita selama ini tidak menjadikan kita berfikir dan berbenah diri untuk hidup yang akan datang, kehidupan abadi yang menentukan sengsara atau bahagia.
“Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur”.
(Al-A’raf: 97).
“Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidaklah merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi”. (Al-A’raf: 99).
Taqwa adalah bekal seorang hamba
ketika ia menghadap kepada Sang Pencipta, bekal yang kelak menjadi hujah
baginya di hadapan Tuhannya, bahwa kehidupannya dialam dunia telah
dipergunakan sebaik-baiknya. Untuk itulah wahai kaum Muslimin sekalian,
marilah kita perbaiki dan satukan niat serta tekad, untuk meraih
predikat golongan mahluk Allah yang muttaqin yang selalu meninggalkan
apa-apa yang dilarang oleh Allah dan RasulNya, untuk dapat mengambil
apa-apa yang telah dijanjikan, berupa kehidupan yang baik di dunia dan
Surga yang abadi kelak di akhirat.
“Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa”. (Al-baqarah: 197).
“Sesungguhnya
orang-orang bertaqwa itu berada dalam Surga (taman-taman) dan (didekat)
mata air-mata air yang mengalir”. (Al-Hijr: 45).
Allah
ciptakan mahluk dan Allah sertakan bersama mereka nabi-nabi dan
rasul-rasul sebagai utusan yang menerangkan dan menjelaskan konsep
tatanan hidup selama berada di alam yang serba cepat dan fana ini, Allah
turunkan pula kitab-kitab-Nyabersama para utusan-utusan itu, sebagai
aturan main di dalam dunia, baik hubungan sesama mahluk, lebih-lebih
hubungan mahluk dengan penciptanya. Di antara kitab-kitab yang Allah
turunkan ialah Al-Qur'an, mu’jizat nabi mulia yang menjelaskan tuntunan
Allah, aturan terakhir penutup para nabi dan rasul.
“Sesungguhnya kami telah pengutusmu (muhammad) dengan kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan”. (Al-Baqarah: 119).
Allah turunkan Al-Qur’an untuk menyelesaikan masalah-masalah di antara mereka dan juga untuk mengingatkan mereka akan yaumul mii’aad yaitu hari pembalasan terhadap apa-apa yang telah dilakukan oleh para penghuni alam dunia.
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. (An-Nalh: 44).
Akan
tetapi di balik semua itu, realita yang terjadi, kita sering dan
teramat sering dikejutkan dan dibuat prihatin dengan musibah yang acap
kali menimpa negeri ini. Masih terngiang ditelinga kita peristiwa gempa
bumi yang terjadi beberapa waktu yang lalu, yang memakan korban manusia
dan memaksa mengungsi dari tempat-tempat mereka, banjir yang berulang
kali terjadi di beberapa tempat, padahal baru kemarin kita merasakan
beratnya kemarau panjang, gunung di beberapa tempat sudah mulai aktif
dan memuntahkan isi kandungannya, huru-hara terjadi diberbagai kota
diiringi hancurnya tempat-tempat tinggal dan pusat-pusat keramaian
dengan kobaran api yang melalap baik materi maupun sosok-sosok jiwa
sebagai pelengkapnya, pembantaian yang telah dan terus berlangsung
secara biadab terjadi di beberapa tempat dan entah berapa tempat lagi
yang akan terjadi di belahan negeri ini, busung lapar anak manusia
negeri ini sering kita dengar meskipun katanya kita berada di negeri
subur nan tropis, dengan disusul jatuhnya nilai rupiah yang
mengakibatkan krisis moneter yang berdampak kemiskinan, pengangguran dan
kelaparan masih saja kita rasakan, penyakit-pernyakit aneh dan kotor
mulai merebak dan meng-gerogoti penduduk negeri ini dan berbagai musibah
yang telah menghadang di hadapan mata, termasuk di dalam hancurnya
generasi-generasi muda penerus bangsa ini disebabkan terha-nyut dan
tenggelam bersama obat-obat setan yang terlarang.
Apakah
adzab telah mengintai negeri ini, sebagaimana yang tersurat di dalam
Al-Qur’an surat Ash-Shaffat ayat 25, kaum Nuh yang Allah tenggelamkan
dikarenakan mendustakan seorang rasul, atau kaum Tsamud yang disebabkan
tak beriman, membusungkan dada dan menantang datangnya adzab, Allah
jadikan mereka mayat-mayat yang bergelimpangan dengan gempa yang
mengguncang mereka, atau seperti kaum Luth yang dikarenakan perzinaan
sesama jenis, homosexsual, Allah hujani mereka dengan batu, atau seperti
kaum Madyan yang Allah jadikan mereka mayat-mayat yang bergelimpangan
disebabkan curang dalam takaran dan timbangan serta membuat kerusakan
dimuka bumi dan menghalangi orang untuk beriman, atau seperti kaum ‘Aad
yang disebabkan tidak memurnikan tauhid dan bersujud kepadaNya, Allah
kirim kepada mereka angin yang sangat panas yang memusnahkan mereka.
Kaum-kaum
terdahulu Allah hancurkan dan luluh lantahkan disebabkan satu dua
kemungkaran yang dikepalai kesyirikan, sekarang bagaiman dengan kita,
apa yang kita saksikan dan alami sekarang ini, apa yang terjadi ditempat
kita, lingkungan kita, dikota kita, dan bahkan di seantero negeri
kita?, maksiat terjadi dimana-mana, pergaulan lawan jenis dan perzinaan
yang keluar dari norma-norma agama semakin menggila, ditambah lagi
media-media masa visual dan non-visual ikut melengkapi ajang syaitan ini
dengan dalih seni dan hak-hak manusia, padahal Allah dan RasulNya telah
jelas-jelas mengharamkan hal tersebut. Firman Allah.
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk” (Al-Isra’: 32).Dan dalam sebuah hadits shahih Rasul bersabda:
مَنْ وَجَدْتُمُوْهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُوْلَ بِهِ.
“Barangsiapa
di antara kalian yang menemui mereka yang melakukan perbuatan kaum Luth
(homosexsual) maka bunuhlah kedua pelakunya”. (riwayat Abu dawud dan
At-Tirmidzi).
Kemana
hak Allah dan RasulNya?. Kecurangan dalam perniagaan yang terjadi pada
kaum Madyan pun terjadi sekarang, kecurangan bukan hanya curang dalam
timbangan secara zhahir, tetapi penindasan, tipu muslihat, sampai kepada
sogok menyogok dan riba pun seakan suatu yang harus dilakukan, kemana
firman Allah:
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang”. (Al-Muthaffifin:1).Dan Rasulpun melaknat orang yang menyogok dan yang disogok, sebagaimana hadis shahih yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad.
Berbagai bentuk perjudian pun digelar, pembunuhan yang tanpa memperhitungkan nilai kemanusiaan dan agama pun terus terjadi silih berganti, padahal Rasul Shalallaahu alaihi wasalam telah memperingatkan untuk meninggalkan tujuh hal yang menghancurkan.
اِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ. قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللهِ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِيْ حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَالسِّحْرُ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلِّيْ يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاَتِ الْمُؤْمِنَاتِ.
Yang
artinya: “Jauhilah tujuh hal yang menghancurkan (membina-sakan)”.
Bertanya para sahabat, apa itu yang Rasulullah?, bersabda beliau:
“Syirik (menyekutukan Allah), membunuh jiwa yang Allah haramkan, kecuali
yang dibenarkan syari’at, sihir (tenung dan santet), memakan riba,
memakan (menyelewengkan) harta anak yatim, lari dari pertempuran (karena
takut), menuduh wanita baik-baik berzina”. (Ash-Shahihain).
Akan
tetapi semua ini berlaku, perbuatan syirik yang merupakan biang
malapetaka dunia dan akhirat kini seolah telah menjadi sesuatu
kebutuhan, berapa banyak kita dapati media masa yang menjajakan
kesyirikan, ulama-ulama sesat menyeru umat kepada perbuatan syirik
dengan membungkus sedemikian rupa untuk menipu umat, dan kini mereka
telah menancapkan kaki-kaki mereka.Segala sesuatunya kini telah terbalik, yang hak dikatakan dan dianggap batil, yang batil dipertahankan, dan tidak malu-malu di hadapan yang hak. Siapakah yang bertanggung jawab akan hal ini?, yang jelas kita semua bertanggung jawab, kita sebagai umara’, ulama maupun pribadi-pribadi muslim.“Jikalau sekiranya penduduk-penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Al-A’raf: 96).
Islam adalah satu-satunya ajaran yang menjamin ketenteraman dan kesejahteraan hidup, tidak saja di dunia, tetapi bahkan di akhirat, sebab ajaran ini adalah ajaran dari Dzat yang maha memberikan jaminan bagi kebutuhan insan.
Untuk menyelamatkan negeri dan umat ini tidak lain adalah kita kembali memurnikan dan menegakkan ajaran Allah pencipta kita, ketika umat semakin jauh dari ajarannya semakin gencar pula azab yang akan diterima dan ditimpahkan, oleh karena itu ada baiknya kita menilik kembali perkataan Syaikh Ali Hasan Al-Atsari bahwa tidak ada jalan lain dalam mengembalikan umat dan memperbaiki umat ini kecuali dengan tashfiyah dan tarbiyah sebagaimana yang disebutkan di dalam kitabnya “At-Tashfiah wat Tarbiyah”, “Bahwa kondisi yang buruk yang menimpa kaum muslimin dewasa ini adalah akibat terlalu jauhnya mereka dari kitab Allah dan sunnah RasulNya “. Kenapa hal itu bisa terjadi, Syaikh Abdurrahman Ibnu Yahya Al-Muallimi Al-Yamani tokoh ulama salaf abad XIV H yang dinukil dalam buku At-Tashfiah wat Tarbiyah hal 19-20 bahwa hal itu terpulang pada tiga persoalan.
1. Tercampurnya ajaran yang bukan dari Islam dengan ajaran Islam.
2. Lemahnya kepercayaan orang akan apa yang menjadi ajaran Islam.
3. Tidak adanya pengamalan (penerapan) terhadap hukum-hukum Islam.
أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ ِليْ وَ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ.
Syaikh Ali Hasan Al-Atsari melanjutkan dalam kitabnya bahwa ada tiga hal pokok yang mendasar dalam mengatur sistem tarbiyah (pembinaan) yang merupakan rangkaian dari tashfiyah.
a. Menitik beratkan pada kebangkitan aqidah tauhid dan pembersihan dari segala bentuk bid’ah dan penyelewengan-penyelewengannya.
b. Barometer semua pembinaan adalah Al-Qur’an dan As-Sunah. Dengan praktek-praktek yang diterapkan para salafus shalih dan ulama-ulama rabbani yang mengakar pemahamannya terhadap Al-Qur’an dan As-Sunah.
c. Bahwa tarbiyah haruslah menyangkut pengarahan umum yang erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari, seperti keyakinan, norma-norma, adat-adat, tradisi, kegiatan kantor, politik, sosial dan seterusnya (At-Tashfiah wat Tarbiyah hal. 101).
Yang terakhir. Apakah keadaan dan kenyataan yang menimpa kita selama ini tidak menjadikan kita berfikir dan berbenah diri untuk hidup yang akan datang, kehidupan abadi yang menentukan sengsara atau bahagia.
“Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur”.
(Al-A’raf: 97).
“Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidaklah merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi”. (Al-A’raf: 99).
No comments:
Post a Comment