أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Yazid al Busthomi yang nama lengkapnya Thaifur ibn ‘Isa ibn Sarusyan, Beliau berasal dari Bustham. Meninggal pada tahun 261 H (riwayat lain 264 H ). Beberapa Kitab yang mengisahkan tentang al Busthomi diantaranya: Thabaqat al-Shufiyyah karya dari al-Sulami, al-Luma’ karya dari al-Thusi, al-Risalah al-Qusyairiyyah karya al-Qusyairi.
Yazid al Busthomi yang nama lengkapnya Thaifur ibn ‘Isa ibn Sarusyan, Beliau berasal dari Bustham. Meninggal pada tahun 261 H (riwayat lain 264 H ). Beberapa Kitab yang mengisahkan tentang al Busthomi diantaranya: Thabaqat al-Shufiyyah karya dari al-Sulami, al-Luma’ karya dari al-Thusi, al-Risalah al-Qusyairiyyah karya al-Qusyairi.
al Busthomi begitu diliputi keadaan Fana’, tercermin dari banyak ungkapannya yang diriwayatkan berasal darinya dia berkata : ” Mahluk mempunyai berbagai keadaan. Tapi Seorang arif tidak mempunyai keadaan. Sebab ia mengabaikan
aturan-aturannya sendiri. Identitasnya sirna pada identitas yang lainnya, dan bekas-bekasnya gaib pada bekas-bekas lainnya.” Hal ini mustahil terjadi kecuali dengan ketertarikan penuh seorang arif kepada Allah, sehingga dia tidak menyaksikan selain-Nya. Seorang arif, menurut Abu Yazid al al Busthomi , “dalam tidurnya tidak melihat selain Allah, dan dalam jaganya pun tidak melihat selain Allah. Dia tidak seiring dengan yang selain Allah, dan tidak menelaah selain Allah.
aturan-aturannya sendiri. Identitasnya sirna pada identitas yang lainnya, dan bekas-bekasnya gaib pada bekas-bekas lainnya.” Hal ini mustahil terjadi kecuali dengan ketertarikan penuh seorang arif kepada Allah, sehingga dia tidak menyaksikan selain-Nya. Seorang arif, menurut Abu Yazid al al Busthomi , “dalam tidurnya tidak melihat selain Allah, dan dalam jaganya pun tidak melihat selain Allah. Dia tidak seiring dengan yang selain Allah, dan tidak menelaah selain Allah.
Ibn ‘Atha’illah al-Syakandari: ” Ketahuilah! Sebagian orang berkata bahwa Abu Yazid ( al Busthomi
) ingin tidak berkeinginan, karena Allah mengingininya. Semua orang
sepakat bahwa dia tidak mempunyai keinginan. Bersama-Nya , dia tidak
menginginkan apa pun dan tidak mengingininya. Dalam kehendaknya, dia
tidak ingin, seiring dengan kehendak Allah”.
Tentang Penyatuan al Busthomi mengungkapkan: “ Akupun keluar
dari Yang Maha Benar menuju Yang Maha Benar dan akupun berseru: duh,
Engkau yang aku! Telah kuraih kini peringkat kefanaan.” Dan katanya yang lain, “Sejak tiga puluh tahun yang silam, Yang Maha Benar adalah cermin diriku. sebab kini aku tidak berasal dari diriku yang dahulu.”
Ungkapan al Busthomi tentang kefanaan dan penyatuan dengan Kekasihnya yang terlalu berlebihan dan agak Ganjil : ” Aku ini Allah, tidak ada Tuhan kecuali aku, maka sembahlah aku.” Katanya pula :” Betapa sucinya Aku, betapa besarnya Aku.” Dan katanya: “Aku
keluar dari Abu Yazidku, seperti halnya ular keluar dari kulitnya, dan
pandangankupun terbuka, dan ternyata sang pecinta, Yang dicinta, dan
cinta adalah satu. Sebab manusia dalam alam penyatuan adalah satu.”
Ungkapan-ungkapan yang begini diucapkan
dalam kondisi psikis yang tidak normal, yang diakibatkan suatu derita.
Sebab ucapan itu, menurut para sufi, adalah gerakan-gerakan rahasia
orang yang dominan intuisinya. Andaikan intuisi itu sedang kuat-kuatnya,
maka merekapun mengungkapkan intuisinya dengan ucapan yang dipandang
ganjil oleh pendengarnya. Begitu juga dengan al Busthomi.
No comments:
Post a Comment