أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Dikutip dari :
‘Abd Al-Wahhab Al Sya’rani (Ulama Besar Mesir Abad ke 10)
Dari kitabnya Al Tahaqat Al-Kubra Al Musammat bi Lawaqih Al Anwar fi Thabaqat Al Akhyar.
Al Junaid berkali-kali mengatakan kepada Al-Syibli, "Jangan sekali-kali Anda membuka rahasia Allah Swt. pada mereka yang terhalang oleh tirainya sendiri (al-mahjubin) ." Al Junaid juga mengatakan, "Tidak sepantasnya seorang sufi membacakan buku-buku tauhid yang khusus, kecuali kepada mereka yang membenarkan eksistensi komunitas pelaku tasawuf atau mereka yang mempercayai para pelaku tasawuf. Jika tidak, dikhawatirkan akan ada murka bagi orang-orang yang mendustakan para pelaku tasawuf ini."
Telah disebutkan di atas komentar Abu Turab Al-Nakhsyabi mengenai orang-orang yang terhalang oleh tirainya sendiri, yaitu mereka yang mengingkari komunitas pelaku tasawuf. Berikut komentar Abu Turab itu, "Ketika hati seorang hamba telah berpaling dari Allah Swt., maka ia akan ditemani sifat gemar memfitnah wali-wali Allah."
Ini disebabkan karena jika ia termasuk golongan mereka yang menghadapkan dirinya ke hadirat Allah Swt., tentu ia akan mencium aroma-aroma yang dipancarkan orang-orang yang selalu menghadapkan diri ke hadirat Allah. Ia juga pasti belajar mengenai akhlak mereka, memuji mereka, dan mencintai mereka. Semua itu dilakukannya hingga para pelaku tasawuf itu mau menerima orang itu bergaul bersama mereka dan ia akan menjadi seperti para pelaku tasawuf itu, sebagaimana yang umum terjadi pada seseorang yang ingin mendekatkan dirinya pada penguasa-penguasa dunia.
Kami juga ingin menegaskan bahwa atas alasan inilah, mereka yang telah mencapai tahap kesempurnaan di kalangan para pelaku tasawuf menyembunyikan pembicaraan seputar tingkatan-tingkatan ketauhidan yang khusus. Ini dilakukan karena mereka merasa kasihan pada kaum Muslimin awam, berusaha ramah pada mereka dari kalangan pengingkar yang selama ini selalu mendebat, di samping menjaga etika kepada mereka yang ahli dalam pembicaraan ini, yakni mereka yang telah mencapai tahap makrifat.
Al-Junaid bahkan tidak pernah membicarakan mengenai ilmu tauhid sama sekali, kecuali jika dia berada di bagian dalam rumahnya. Itu pun setelah pintu-pintu rumahnya ditutupnya rapat-rapat dan mengambil kunci pintu-pintu itu untuk kemudian dikuncinya lalu disimpannya di bawah pangkal pinggulnya. Dia lalu berkata, "Apakah kalian menyukai jika orang-orang yang membenci kita mendustakan wali-wali Allah Swt. dan menuduh mereka dengan tuduhan sebagai zindiq (keluar dari Islam) dan kafir."
Asal mula penyebab sikap Al Junaid itu adalah apa yang dikatakan orang-orang pengingkar itu tentangnya. Karenanya, setelah kejadian itu, dia lalu menutup diri dari percaturan fiqih, hingga dia menemui ajalnya.
Ibnu Al-'Arabi suatu saat mengatakan, "Seseorang yang tidak tergerak sedikit pun hatinya untuk membenarkan apa yang didengarnya dari pembicaraan komunitas pelaku tasawuf, maka ia jangan sesekali mendekati majelis komunitas pelaku tasawuf. Karena, mengikuti majelis para pelaku tasawuf tanpa membenarkan apa yang keluar dari mereka, sesungguhnya merupakan racun yang mematikan."
Di Balik Misteri Kesufian
Ada sebagian wali yang tidak mau membuka pintu pembicaraan mengenai beberapa materi pembicaraan kaum sufi yang sangat misteri. Itu dilakukannya sampai ia menemui ajalnya dengan tetap teguh menempuh jalan tasawuf. Wali ini akan berkata, "Seseorang yang menempuh jalan yang ditempuh para wali Allah Swt., maka ia akan dapat melihat apa yang dilihat oleh wali-wali Allah Swt. itu, merasakan apa yang mereka rasakan, serta tidak merasa terganggu baik dengan pujian maupun celaan orang lain."
Dalam biografi tentang `Abdullah Al-Qurasyi dijelaskan bahwa suatu saat murid-muridnya memintanya untuk menyampaikan secuil tentang ilmu hakikat. Menanggapi permintaan murid-muridnya, dia lalu mengatakan pada murid-muridnya itu, "Berapa jumlah kalian saat ini?" Murid-muridnya menjawab, "Ada enam ratus orang." "Pilih seratus orang yang terbaik di antara kalian," begitu pinta sang guru. Mereka lalu memilih seratus orang terbaik.
"Dari seratus itu, ambil dua puluh orang yang terbaik," sang guru menyaring lagi. Mereka lalu memilih dua puluh orang yang terbaik. "Seleksi lagi empat orang terbaik dari dua puluh itu," kata sang guru meneruskan seleksinya. Lalu mereka memilih empat orang terbaik itu, karena hanya empat orang itulah sesungguhnya yang mempunyai kemampuan kasyf dan makrifat. Tapi menariknya, Muhammad Al- Qurasyi lalu berkata, "Sekiranya aku sampaikan semua pengetahuan tentang hakikat (`ilm al-haqa'iq) dan pengetahuan tentang semua misteri / rahasia ( 'Um al-asrar) itu pada kalian, niscaya orang pertama yang menjatuhkan vonis kafir kepadaku adalah empat orang ini."
Tidak sepatutnya dalam hati seseorang mempunyai suatu keyakinan bahwa para wali Allah Swt. itu sebagai golongan zindiq, hanya lantaran wali-wali Allah Swt. itu menyembunyikan apa yang telah mereka yakini dalam hati mereka mengenai para ulama dan kalangan awam. Sudah seharusnyalah bagi kita mengantarkan mereka ke ruang-ruang yang bercitra baik, lantaran kita tidak mengerti ungkapan-ungkapan teknis yang dipergunakan mereka. Sedang seseorang yang tidak masuk menelusuri kehidupan mereka, ia tidak akan mengerti kondisi yang sesungguhnya tentang mereka.
Komunitas sufi ini tidak pernah menutup diri kepada orang lain, bila orang-orang itu mengakui eksistensi pengetahuan komunitas sufi. Kecuali bila para sufi itu merasa lembah laut pengetahuan ini terasa begitu dalam bagi umumnya kalangan cerdik pandai, apalagi bagi kalangan lain yang status intelegensianya di bawah kalangan cendekiawan itu. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa Imam Ahmad bin Hambal ketika mendapat pertanyaan seputar komunitas sufi, dia menyuruh penanya untuk menanyakan langsung kepada Abu Hamzah Al-Baghdadi. Imam Ahmad setiap kali mendapati pertanyaan yang tidak mampu dijawabnya juga selalu menanyakannya kepada sufi dari Baghdad itu, "Apa pendapat Anda mengenai hal ini?"
Seorang yang telah mencapai tahap makrifat tidak akan mengatakan sesuatu yang dijadikannya sebagai standar penilaian untuk semua orang yang berbeda-beda status dan tingkatannya. Karena mengatakan sesuatu sesuai kadar kemampuan konstituennya juga merupakan kekhasan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad Saw. Beliau pernah bersabda, "Aku diperintahkan untuk menyampaikan materi dakwahku kepada semua orang sesuai tingkat intelektualitas masing-masing orang itu."
Anugerah Ketuhanan Komunitas Sufi
Ibnu Al-'Arabi sering sekali mengatakan, "Anugerah-anugerah ketuhanan telah berembes di hati mereka yang telah mencapai tahap makrifat. Jika mereka mengatakan sesuatu mengenai anugerah-anugerah itu, maka mereka akan dianggap bodoh oleh orang-orang yang telah mencapai tingkat kemakrifatan lebih tinggi lagi. Di samping anugerah-anugerah ini juga akan ditolak mentah-mentah oleh mereka yang ahli dalam dalil-dalil ilmu zahir. Bagi golongan yang terakhir ini, tidak tampak lagi oleh mereka bahwa Allah Swt.—seperti halnya ketika Allah Swt. memberikan karamah-karamah yang merupakan satu bagian dari mukjizat--sesungguhnya tidak Sedang membuat hal baru untuk disampaikan oleh lisan orang-orang yang telah mencapai tingkat makrifat dengan ungkapan-ungkapan yang tidak mampu dipahami oleh para ulama yang belum mencapai tahap makrifat."
Karenanya, siapa pun yang merasa ragu dengan pernyataan ini, hendaknya ia melihat penjelasan lebih lanjut yang terdapat dalam kitab Al-Masydhid karya Ibnu Al-'Arabi, kitab Al-Sya'd'ir karya Syaikh Muhammad, kitab Khal' Al-Na'lain karya Ibnu Qasa, dan kitab Anqa' Maghrib karya Ibnu Al-'Arabi. Ini sebaiknya memang dilakukan karena hampir saja para pembesar ulama tidak dapat memahami sedikit pun kandungan makna pernyataan yang disampaikan para sufi itu. Bahkan ungkapan itu hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang ikut melebur bersama para sufi itu ke dalam hadirat Allah. Pasalnya, itu merupakan `lisan' suci yang hanya diketahui oleh para malaikat dan orang-orang yang telah melepaskan diri dari struktur kemanusian atau mereka yang telah memperoleh kasyf (penyingkapan) yang benar.
Perubahan Sikap Syaikh 'Izzuddin bin 'Abdussalam
Setelah bertemu dengan Abu Al-Hasan Al- Syadzili, terjadi perubahan sikap pada `Izzuddin yang kemudian mengapresiasi positif komunitas sufi. Suatu waktu Syaikh `Izzuddin bin `Abdussalam mengatakan, "Di antara bukti terkuat bahwa komunitas sufi selalu mengikuti bagian terbesar dari dasar-dasar asasi agama adalah karamah dan kejadian supranatural yang didapat para sufi. Itu semua tidak akan didapat oleh seorang ahli fiqih, selama ia tidak mau mengikuti jalan yang ditempuh para sufi, seperti yang dapat kita saksikan dalam beberapa kejadian."
Sikap ini sungguh sangat luar biasa, karena sebelumnya `Izzuddin bin `Abdussalam dikenal sebagai seorang ulama yang selalu mengingkari eksistensi komunitas sufi. Bahkan beliau pernah mengatakan, "Apakah ada jalan lain yang kita punyai selain Al-Quran dan Al-Hadis." Namun pada saat beliau merasakan apa yang dirasakan para sufi dan mampu memutuskan rantai besi dengan lembaran kertas, beliau langsung berbalik memuji komunitas sufi dengan pujian yang luar biasa.
Ketika berkecamuk peperangan melawan orang-orang Eropa di wilayah Manshurah dekat teluk Dimyat, para wali dan ulama berkumpul. Saat itu Syaikh Izzuddin bin `Abdussalam, Syaikh Makinuddin Al-Asmar, Syaikh Tagiuddin bin Dagiq Al-`Id, dan kawan-kawannya, membuat satu majelis. Di majelis itu terjadi diskusi yang cukup menarik mengenai kitab Al-Risalah Al-Qusyairiyyah karya Al-Imam Al-Qusyairi. Masing-masing memberikan komentarnya tentang materi yang terdapat di kitab itu.
Ketika sedang seru-serunya acara diskusi berlangsung, datanglah Syaikh Abu Al-Hasan Al-Syadzili. Melihat kedatangan Al-Syadzili, mereka memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan itu untuk bertanya kepada Al-Syadzili. Salah satu dari mereka berkata, "Kami ingin mendengar dari Anda mengenai maksud yang dikandung dari beberapa bagian dalam kitab ini." Al-Syadzili kaget mendengar permintaan itu. Merasa tidak pantas menjawab, Al-Syadzili berkata, "Anda semua adalah orang-orang yang mendapat julukan syaikh al-Islam dan para pembesar ulama zaman ini. Anda semua telah memberikan semua komentar Anda, sungguh sudah tidak ada lagi bagi orang sepertiku ruang untuk mengomentarinya."
Mereka tetap mendesak Al-Syadzili untuk memenuhi permintaan mereka itu. Mereka berkata, "Tidak begitu, justru kami tetap ingin mendengar komentar Anda. Silahkan berikan komentar Anda." Didesak begitu, Al-Syadzili dengan memuji kepada Allah Swt. memulai memberikan komentarnya. Di sela-sela Al-Syadzili memberikan komentarnya, tiba- tiba Syaikh Izzuddin bin `Abdussalam menjerit dari dalam kemah dan kemudian keluar memanggil-manggil dengan suara tertingginya, "Kemarilah!! Kemarilah!! Dengarkan semua apa yang dikatakan Al-Syadzili. Ini adalah suatu perkataan yang begitu dekat dengan Allah."
Tamat.
Nah anakku, Ilmu itu mempunyai nilai harganya. Karenanya, janganlah sampai kalian memberikannya secara Cuma-Cuma sebelum kalian memungut nilai harganya. Lalu apakah itu harganya ? Harganya adalah Engkau memberikannya pada seorang yang akan memanfaatkan dengan baik ilmu itu dan tidak menyia-nyiakannya.
Betapa sedihnya berpisah dengan komunitas ahlullah
Merekalah cahaya dan benteng itu
Merekalah kota, timbangan, dan tiang-tiang itu.
Merekalah kebaikan, keamanan dan ketenangan itu
Seluruh malam tak dapat merubah kita
Sampai mereka dijemput oleh ajal mereka
(Sebuah Syair)
Rahasia-Rahasia Pengetahuan Kaum Sufi | untuk semuanya |
‘Abd Al-Wahhab Al Sya’rani (Ulama Besar Mesir Abad ke 10)
Dari kitabnya Al Tahaqat Al-Kubra Al Musammat bi Lawaqih Al Anwar fi Thabaqat Al Akhyar.
Al Junaid berkali-kali mengatakan kepada Al-Syibli, "Jangan sekali-kali Anda membuka rahasia Allah Swt. pada mereka yang terhalang oleh tirainya sendiri (al-mahjubin) ." Al Junaid juga mengatakan, "Tidak sepantasnya seorang sufi membacakan buku-buku tauhid yang khusus, kecuali kepada mereka yang membenarkan eksistensi komunitas pelaku tasawuf atau mereka yang mempercayai para pelaku tasawuf. Jika tidak, dikhawatirkan akan ada murka bagi orang-orang yang mendustakan para pelaku tasawuf ini."
Telah disebutkan di atas komentar Abu Turab Al-Nakhsyabi mengenai orang-orang yang terhalang oleh tirainya sendiri, yaitu mereka yang mengingkari komunitas pelaku tasawuf. Berikut komentar Abu Turab itu, "Ketika hati seorang hamba telah berpaling dari Allah Swt., maka ia akan ditemani sifat gemar memfitnah wali-wali Allah."
Ini disebabkan karena jika ia termasuk golongan mereka yang menghadapkan dirinya ke hadirat Allah Swt., tentu ia akan mencium aroma-aroma yang dipancarkan orang-orang yang selalu menghadapkan diri ke hadirat Allah. Ia juga pasti belajar mengenai akhlak mereka, memuji mereka, dan mencintai mereka. Semua itu dilakukannya hingga para pelaku tasawuf itu mau menerima orang itu bergaul bersama mereka dan ia akan menjadi seperti para pelaku tasawuf itu, sebagaimana yang umum terjadi pada seseorang yang ingin mendekatkan dirinya pada penguasa-penguasa dunia.
Kami juga ingin menegaskan bahwa atas alasan inilah, mereka yang telah mencapai tahap kesempurnaan di kalangan para pelaku tasawuf menyembunyikan pembicaraan seputar tingkatan-tingkatan ketauhidan yang khusus. Ini dilakukan karena mereka merasa kasihan pada kaum Muslimin awam, berusaha ramah pada mereka dari kalangan pengingkar yang selama ini selalu mendebat, di samping menjaga etika kepada mereka yang ahli dalam pembicaraan ini, yakni mereka yang telah mencapai tahap makrifat.
Al-Junaid bahkan tidak pernah membicarakan mengenai ilmu tauhid sama sekali, kecuali jika dia berada di bagian dalam rumahnya. Itu pun setelah pintu-pintu rumahnya ditutupnya rapat-rapat dan mengambil kunci pintu-pintu itu untuk kemudian dikuncinya lalu disimpannya di bawah pangkal pinggulnya. Dia lalu berkata, "Apakah kalian menyukai jika orang-orang yang membenci kita mendustakan wali-wali Allah Swt. dan menuduh mereka dengan tuduhan sebagai zindiq (keluar dari Islam) dan kafir."
Asal mula penyebab sikap Al Junaid itu adalah apa yang dikatakan orang-orang pengingkar itu tentangnya. Karenanya, setelah kejadian itu, dia lalu menutup diri dari percaturan fiqih, hingga dia menemui ajalnya.
Ibnu Al-'Arabi suatu saat mengatakan, "Seseorang yang tidak tergerak sedikit pun hatinya untuk membenarkan apa yang didengarnya dari pembicaraan komunitas pelaku tasawuf, maka ia jangan sesekali mendekati majelis komunitas pelaku tasawuf. Karena, mengikuti majelis para pelaku tasawuf tanpa membenarkan apa yang keluar dari mereka, sesungguhnya merupakan racun yang mematikan."
Di Balik Misteri Kesufian
Ada sebagian wali yang tidak mau membuka pintu pembicaraan mengenai beberapa materi pembicaraan kaum sufi yang sangat misteri. Itu dilakukannya sampai ia menemui ajalnya dengan tetap teguh menempuh jalan tasawuf. Wali ini akan berkata, "Seseorang yang menempuh jalan yang ditempuh para wali Allah Swt., maka ia akan dapat melihat apa yang dilihat oleh wali-wali Allah Swt. itu, merasakan apa yang mereka rasakan, serta tidak merasa terganggu baik dengan pujian maupun celaan orang lain."
Dalam biografi tentang `Abdullah Al-Qurasyi dijelaskan bahwa suatu saat murid-muridnya memintanya untuk menyampaikan secuil tentang ilmu hakikat. Menanggapi permintaan murid-muridnya, dia lalu mengatakan pada murid-muridnya itu, "Berapa jumlah kalian saat ini?" Murid-muridnya menjawab, "Ada enam ratus orang." "Pilih seratus orang yang terbaik di antara kalian," begitu pinta sang guru. Mereka lalu memilih seratus orang terbaik.
"Dari seratus itu, ambil dua puluh orang yang terbaik," sang guru menyaring lagi. Mereka lalu memilih dua puluh orang yang terbaik. "Seleksi lagi empat orang terbaik dari dua puluh itu," kata sang guru meneruskan seleksinya. Lalu mereka memilih empat orang terbaik itu, karena hanya empat orang itulah sesungguhnya yang mempunyai kemampuan kasyf dan makrifat. Tapi menariknya, Muhammad Al- Qurasyi lalu berkata, "Sekiranya aku sampaikan semua pengetahuan tentang hakikat (`ilm al-haqa'iq) dan pengetahuan tentang semua misteri / rahasia ( 'Um al-asrar) itu pada kalian, niscaya orang pertama yang menjatuhkan vonis kafir kepadaku adalah empat orang ini."
Tidak sepatutnya dalam hati seseorang mempunyai suatu keyakinan bahwa para wali Allah Swt. itu sebagai golongan zindiq, hanya lantaran wali-wali Allah Swt. itu menyembunyikan apa yang telah mereka yakini dalam hati mereka mengenai para ulama dan kalangan awam. Sudah seharusnyalah bagi kita mengantarkan mereka ke ruang-ruang yang bercitra baik, lantaran kita tidak mengerti ungkapan-ungkapan teknis yang dipergunakan mereka. Sedang seseorang yang tidak masuk menelusuri kehidupan mereka, ia tidak akan mengerti kondisi yang sesungguhnya tentang mereka.
Komunitas sufi ini tidak pernah menutup diri kepada orang lain, bila orang-orang itu mengakui eksistensi pengetahuan komunitas sufi. Kecuali bila para sufi itu merasa lembah laut pengetahuan ini terasa begitu dalam bagi umumnya kalangan cerdik pandai, apalagi bagi kalangan lain yang status intelegensianya di bawah kalangan cendekiawan itu. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa Imam Ahmad bin Hambal ketika mendapat pertanyaan seputar komunitas sufi, dia menyuruh penanya untuk menanyakan langsung kepada Abu Hamzah Al-Baghdadi. Imam Ahmad setiap kali mendapati pertanyaan yang tidak mampu dijawabnya juga selalu menanyakannya kepada sufi dari Baghdad itu, "Apa pendapat Anda mengenai hal ini?"
Seorang yang telah mencapai tahap makrifat tidak akan mengatakan sesuatu yang dijadikannya sebagai standar penilaian untuk semua orang yang berbeda-beda status dan tingkatannya. Karena mengatakan sesuatu sesuai kadar kemampuan konstituennya juga merupakan kekhasan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad Saw. Beliau pernah bersabda, "Aku diperintahkan untuk menyampaikan materi dakwahku kepada semua orang sesuai tingkat intelektualitas masing-masing orang itu."
Anugerah Ketuhanan Komunitas Sufi
Ibnu Al-'Arabi sering sekali mengatakan, "Anugerah-anugerah ketuhanan telah berembes di hati mereka yang telah mencapai tahap makrifat. Jika mereka mengatakan sesuatu mengenai anugerah-anugerah itu, maka mereka akan dianggap bodoh oleh orang-orang yang telah mencapai tingkat kemakrifatan lebih tinggi lagi. Di samping anugerah-anugerah ini juga akan ditolak mentah-mentah oleh mereka yang ahli dalam dalil-dalil ilmu zahir. Bagi golongan yang terakhir ini, tidak tampak lagi oleh mereka bahwa Allah Swt.—seperti halnya ketika Allah Swt. memberikan karamah-karamah yang merupakan satu bagian dari mukjizat--sesungguhnya tidak Sedang membuat hal baru untuk disampaikan oleh lisan orang-orang yang telah mencapai tingkat makrifat dengan ungkapan-ungkapan yang tidak mampu dipahami oleh para ulama yang belum mencapai tahap makrifat."
Karenanya, siapa pun yang merasa ragu dengan pernyataan ini, hendaknya ia melihat penjelasan lebih lanjut yang terdapat dalam kitab Al-Masydhid karya Ibnu Al-'Arabi, kitab Al-Sya'd'ir karya Syaikh Muhammad, kitab Khal' Al-Na'lain karya Ibnu Qasa, dan kitab Anqa' Maghrib karya Ibnu Al-'Arabi. Ini sebaiknya memang dilakukan karena hampir saja para pembesar ulama tidak dapat memahami sedikit pun kandungan makna pernyataan yang disampaikan para sufi itu. Bahkan ungkapan itu hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang ikut melebur bersama para sufi itu ke dalam hadirat Allah. Pasalnya, itu merupakan `lisan' suci yang hanya diketahui oleh para malaikat dan orang-orang yang telah melepaskan diri dari struktur kemanusian atau mereka yang telah memperoleh kasyf (penyingkapan) yang benar.
Perubahan Sikap Syaikh 'Izzuddin bin 'Abdussalam
Setelah bertemu dengan Abu Al-Hasan Al- Syadzili, terjadi perubahan sikap pada `Izzuddin yang kemudian mengapresiasi positif komunitas sufi. Suatu waktu Syaikh `Izzuddin bin `Abdussalam mengatakan, "Di antara bukti terkuat bahwa komunitas sufi selalu mengikuti bagian terbesar dari dasar-dasar asasi agama adalah karamah dan kejadian supranatural yang didapat para sufi. Itu semua tidak akan didapat oleh seorang ahli fiqih, selama ia tidak mau mengikuti jalan yang ditempuh para sufi, seperti yang dapat kita saksikan dalam beberapa kejadian."
Sikap ini sungguh sangat luar biasa, karena sebelumnya `Izzuddin bin `Abdussalam dikenal sebagai seorang ulama yang selalu mengingkari eksistensi komunitas sufi. Bahkan beliau pernah mengatakan, "Apakah ada jalan lain yang kita punyai selain Al-Quran dan Al-Hadis." Namun pada saat beliau merasakan apa yang dirasakan para sufi dan mampu memutuskan rantai besi dengan lembaran kertas, beliau langsung berbalik memuji komunitas sufi dengan pujian yang luar biasa.
Ketika berkecamuk peperangan melawan orang-orang Eropa di wilayah Manshurah dekat teluk Dimyat, para wali dan ulama berkumpul. Saat itu Syaikh Izzuddin bin `Abdussalam, Syaikh Makinuddin Al-Asmar, Syaikh Tagiuddin bin Dagiq Al-`Id, dan kawan-kawannya, membuat satu majelis. Di majelis itu terjadi diskusi yang cukup menarik mengenai kitab Al-Risalah Al-Qusyairiyyah karya Al-Imam Al-Qusyairi. Masing-masing memberikan komentarnya tentang materi yang terdapat di kitab itu.
Ketika sedang seru-serunya acara diskusi berlangsung, datanglah Syaikh Abu Al-Hasan Al-Syadzili. Melihat kedatangan Al-Syadzili, mereka memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan itu untuk bertanya kepada Al-Syadzili. Salah satu dari mereka berkata, "Kami ingin mendengar dari Anda mengenai maksud yang dikandung dari beberapa bagian dalam kitab ini." Al-Syadzili kaget mendengar permintaan itu. Merasa tidak pantas menjawab, Al-Syadzili berkata, "Anda semua adalah orang-orang yang mendapat julukan syaikh al-Islam dan para pembesar ulama zaman ini. Anda semua telah memberikan semua komentar Anda, sungguh sudah tidak ada lagi bagi orang sepertiku ruang untuk mengomentarinya."
Mereka tetap mendesak Al-Syadzili untuk memenuhi permintaan mereka itu. Mereka berkata, "Tidak begitu, justru kami tetap ingin mendengar komentar Anda. Silahkan berikan komentar Anda." Didesak begitu, Al-Syadzili dengan memuji kepada Allah Swt. memulai memberikan komentarnya. Di sela-sela Al-Syadzili memberikan komentarnya, tiba- tiba Syaikh Izzuddin bin `Abdussalam menjerit dari dalam kemah dan kemudian keluar memanggil-manggil dengan suara tertingginya, "Kemarilah!! Kemarilah!! Dengarkan semua apa yang dikatakan Al-Syadzili. Ini adalah suatu perkataan yang begitu dekat dengan Allah."
Tamat.
Nah anakku, Ilmu itu mempunyai nilai harganya. Karenanya, janganlah sampai kalian memberikannya secara Cuma-Cuma sebelum kalian memungut nilai harganya. Lalu apakah itu harganya ? Harganya adalah Engkau memberikannya pada seorang yang akan memanfaatkan dengan baik ilmu itu dan tidak menyia-nyiakannya.
Betapa sedihnya berpisah dengan komunitas ahlullah
Merekalah cahaya dan benteng itu
Merekalah kota, timbangan, dan tiang-tiang itu.
Merekalah kebaikan, keamanan dan ketenangan itu
Seluruh malam tak dapat merubah kita
Sampai mereka dijemput oleh ajal mereka
(Sebuah Syair)
No comments:
Post a Comment