Kisah Takhayul Dibalik Munculnya Shalawat Nariyah
Siapa yang tak kenal dengan shalawat Nariyah? Mayoritas kita mungkin
mengenalnya, atau bahkan telah menghafalnya, atau setidaknya pernah
mendengar nama tersebut. Tepat sekali, nama ini begitu masyhur di
kalangan masyarakat kita sehingga banyak orang yang mengetahuinya.
Bahkan saya sendiri dulu pernah menghafal dan sering membacanya dalam
kehidupan sehari-hari. Namun sekarang saya meninggalkannya.
Alhamdulillah.
Konon
kabarnya shalawat Nariyah ini adalah gubahan shalawat dari seorang
sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Begitulah cerita yang saya
dengar dari kaum Nahdhiyin. Untuk mengetahui kisah itu selengkapnya,
bacalah nukilan artikel yang saya dapatkan dari sebuah website berikut
ini:
Shalawat Nariyah adalah
sebuah shalawat yang disusun oleh Syaikh Nariyah. Syaikh yang satu ini
hidup pada zaman Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam sehingga
termasuk salah satu sahabat nabi. Beliau lebih menekuni bidang
ketauhidan. Syaikh Nariyah selalu melihat kerja keras Nabi dalam
menyampaikan wahyu Allah, mengajarkan tentang Islam, amal saleh dan
akhlaqul karimah sehingga Syaikh selalu berdoa kepada Allah memohon
keselamatan dan kesejahteraan untuk nabi. Doa-doa yang menyertakan nabi
biasa disebut shalawat dan Syaikh Nariyah adalah salah satu penyusun
shalawat Nabi yang disebut shalawat Nariyah.
Suatu malam Syaikh Nariyah membaca shalawatnya sebanyak 4444 kali.
Setelah membacanya, beliau mendapat karomah dari Allah. Maka dalam suatu
majelis beliau mendekati Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam
dan minta dimasukan surga pertama kali bersama nabi. Dan Nabi pun
mengiyakan. Ada seseorang sahabat yang cemburu dan lantas minta didoakan
yang sama seperti Syaikh Nariyah. Namun Nabi mengatakan tidak bisa
karena Syaikh Nariyah sudah minta terlebih dahulu.
Mengapa sahabat itu ditolak Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam? dan
justru Syaikh Nariyah yang bisa? Para sahabat itu tidak mengetahui
mengenai amalan yang setiap malam diamalkan oleh Syaikh Nariyah yaitu
mendoakan keselamatan dan kesejahteraan nabinya. Orang yang mendoakan
Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam pada hakekatnya adalah
mendoakan untuk dirinya sendiri karena Allah sudah menjamin nabi-nabiNya
sehingga doa itu akan berbalik kepada si pengamalnya dengan keberkahan
yang sangat kuat.
Jadi Nabi
berperan sebagai wasilah yang bisa melancarkan doa umat yang bershalawat
kepadanya. Inilah salah satu rahasia doa/shalawat yang tidak banyak
orang tahu sehingga banyak yang bertanya kenapa nabi malah didoakan
umatnya? untuk itulah jika kita berdoa kepada Allah jangan lupa terlebih
dahulu bershalawat kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam karena doa
kita akan lebih terkabul daripada tidak berwasilah melalui bershalawat.
Inilah riwayat singkat shalawat Nariyah. Hingga kini banyak orang yang
mengamalkan shalawat ini, tak lain karena meniru yang dilakukan Syaikh
Nariyah. Dan ada baiknya shalawat ini dibaca 4444 kali karena Syaikh
Nariyah memperoleh karomah setelah membaca 4444 kali. Jadi jumlah amalan
itu tak lebih dari itba’ (mengikuti) ajaran Syaikh.
Agar bermanfaat, membacanya harus disertai keyakinan yang kuat, sebab
Allah itu berada dalam prasangka hambanya. Inilah pentingnya punya
pemikiran yang positif agar doa kita pun terkabul. Meski kita berdoa
tapi tidak yakin (pikiran negatif) maka bisa dipastikan doanya tertolak.
Dari tulisan dalam website itu, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa
pengarang shalawat Nariyah adalah Syaikh Nariyah yang merupakan sahabat
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang telah dijamin oleh Allah
dengan surga-Nya. Bagaimana tindakan kita dalam menyikapi cerita ini dan
yang semisalnya? Apakah kita langsung mempercayainya tanpa melakukan
tabayyun?
Seorang muslim
hendaknya tidak langsung percaya begitu saja dengan cerita atau kisah
yang disampaikan kepadanya tanpa meneliti terlebih dahulu kebenaran
cerita atau kisah yang disampaikan kepadanya tersebut. Inilah tabayyun,
yakni meneliti kebenaran sebuah cerita yang didisampaikan kepada kita
sebelum kita menentukan benar tidaknya cerita tersebut. Terlebih lagi
hal ini merupakan permasalahan agama, maka hendaknya kita lebih waspada
lagi dalam menerima cerita yang disampaikan kepada kita.
Janggal dan Tidak Lazim
Dari
cerita tersebut di atas, ada beberapa hal yang hendaknya kita
perhatikan dengan seksama, yang pertama yakni: Benarkah ada sahabat
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang bernama Syaikh Nariyah?
Para sahabat Nabi adalah orang-orang yang telah dimuliakan oleh Allah
dan dipuji oleh Allah dan Rasul-Nya dengan pujian Khairun Naas (Manusia
Terbaik). Oleh karena itu, banyak diantara kalangan para ulama yang
menaruh perhatian yang sangat besar tentang biografi dan perjalanan
hidup para sahabat Nabi. Oleh karena itu begitu banyak kitab yang
ditulis yang mengumpulkan biografi dan perjalanan hidup generasi terbaik
ini dan beberapa generasi yang hidup di zaman kemuliaan Islam tersebut.
Sebut saja Hilyatul Awliyaa` yang ditulis oleh Al-Hafizh Abu Nu’aim
Al-Asfahani. Ada lagi kitab Tahdzibul Kamal karya al-Hafizh Al-Mizzi,
Shifatush Shafwah karya Imam Ibnul Jauzi, Al-Ishabatu fi Tamyizish
Shahabah karya al-Hafizh Ibn Hajar al-’Asqalani dan berbagai kitab
sejarah lainnya yang intinya adalah para ulama memberikan perhatian yang
sangat besar terhadap biografi dan perjalanan hidup para sahabat Nabi.
Para dewan redaktur majalah As-Sunnah mengatakan, “Setelah meneliti
berbagai kitab di atas dan juga referensi biografi lainnya, yang biasa
diistilahkan para Ulama dengan kutubut tarajim wa ath-thabaqat, ternyata
tidak dijumpai seorang pun di antara Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, yang bernama Nariyah. Bahkan sepengetahuan kami, tidak ada
seorang pun Ulama klasik yang memiliki nama tersebut. Lalu, dari manakah
orang tersebut berasal ??”
Sebenarnya ada sebuah kejanggalan pada nama orang yang disangka sebagai
sahabat Nabi tersebut, yakni: jika kita terbiasa berinteraksi dengan
hadits-hadits Nabi dan biografi para sahabat, belum pernah kita jumpai
adanya nama sahabat Nabi yang mendapat ‘gelar’ “SYAIKH”. Perhatikanlah
nama di atas, “Syaikh Nariyah”. Ini adalah sesuatu hal yang sangat tidak
lazim terjadi di kalangan para ulama salaf, terlebih lagi para sahabat
Nabi. Cobalah seandainya seseorang sedikit saja membaca kitab para ulama
yang menuliskan biografi para sahabat, ketika mendengar atau membaca
nama Syaikh Nariyah yang disangka sebagai sahabat Nabi, maka ia akan
merasakan sesuatu yang aneh, ganjil dan tidak lazim. Mungkin
–Allahua’lam- orang yang membuat kisah ini adalah orang yang tidak
terbiasa berinteraksi dengan nama para sahabat Nabi, sehingga ia
melakukan tindakan yang cukup fatal dan dianggap ganjil oleh orang-orang
yang terbiasa dengan biografi para sahabat Nabi. Dari sini saja kita
sudah sangsi tentang keshahihan kisah tersebut sehingga kita bisa
menyimpulkan bahwa tidak ada sahabat Nabi yang bernama Syaikh Nariyah.
Jadi, penyandaran shalawat ini kepada sahabat Nabi yang bernama Syaikh
Nariyah sangat diragukan kebenarannya.
Kemudian yang kedua, kisah tersebut di atas dinukil dengan tanpa sanad
sehingga bagi orang-orang yang memahami betul pentingnya sanad dalam
sebuah riwayat, mereka akan sangat sulit melacak keotentikan cerita di
atas. Jangankan sanad, artikel tersebut juga tidak mencantumkan
referensi dari mana kisah itu dinukil. Sepertinya, -Allahua’alam- orang
yang membuat kisah di atas bukanlah orang yang memiliki amanah ilmiah
yang bisa dipertanggung jawabkan karena gelapnya asal-usul dan
periwayatan kisah tersebut di atas.
Imam
‘Abdullah bin al-Mubarak pernah berkata, “Isnad adalah bagian dari
agama. Jika tidak ada isnad, seseorang akan bebas mengatakan apa yang
dikehendakinya.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah dalam
muqaddimah Shahihnya)
Fenomena Yang Sangat Memprihatinkan
Tersebarnya
berbagai kisah yang gelap asal-usulnya di masyarakat luas merupakan
sebuah fenomena yang sangat memprihatinkan. Apalagi jika kisah tersebut
membawa-bawa nama Rasulullah shallalaahu ‘alaihi wasallam dan para
sahabatnya. Sungguh kita mengkhawatirkan mereka karena bisa terjatuh ke
dalam kedustaan yang diatasnamakan kepada Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam.
Dari Abu
Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan
sengaja, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka” (HR.
Bukhari, Muslim dan lainnya)
Berdusta atas nama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tidaklah
sama dengan berdusta atas nama selain nama Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam. Jika berdusta kepada selain Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam saja merupakan sebuah dosa, tentu berdusta atas nama
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dosanya jauh lebih besar
ketimbang berdusta atas nama selain beliau dikarenakan kedudukan
Rasulullah yang mulia, dan dikarenakan kedustaan atas nama Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam akan memunculkan suatu hukum tertentu
dalam agama yang mana hukum tersebut tidak pernah ada yang pada akhirnya
menimbulkan kerusakan yang sangat besar.
Kita ambil saja contohnya dari kisah shalawat Nariyah di atas. Berapa
banyak orang yang meyakini bahwa shalawat tersebut berasal dari Syaikh
Nariyah yang ‘disangka’ sebagai sahabat Nabi? Berapa banyak orang yang
salah kaprah dalam amaliah mereka? Semua itu adalah akibat dari adanya
kisah dusta di atas yang diatasnamakan kepada Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Inilah salah satu sebab beredarnya
hadits-hadits palsu di tengah umat, yakni adanya tukang-tukang cerita
yang mengarang-ngarang cerita, kemudian disandarkan kepada Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Jika kisah asal usul dari shalawat Nariyah ini tidaklah shahih,
merupakan kedustaan atas nama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
dan merupakan kisah yang gelap asal-usulnya, maka masihkah kita
meyakininya dan mengamalkan shalawat ini? Kita katakan tidak. Hendaklah
kita meninggalkan perkara-perkara yang tidak jelas asal-usulnya,
terlebih lagi menyangkut persoalan agama dan ibadah. Tentu hal ini akan
menjadi suatu keharusan untuk meninggalkannya dan beralih kepada amaliah
yang shahih yang datangnya dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam dan para sahabatnya.
Bukan berarti orang yang meninggalkan shalawat Nariyah dan tidak mau
mengamalkannya adalah orang-orang yang tidak cinta kepada shalawat dan
tidak mau bershalawat. Tidak demikian adanya. Hanya saja yang kita
kehendaki adalah hendaknya kita bershalawat sesuai dengan apa yang
dituntunkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melalui
hadits-hadits yang shahih.
Shalawat merupakan sebuah ibadah yang agung. Oleh karena itu, mustahil
kalau Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak mengajarkan kepada
kita tatacara bershalawat yang benar. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam telah menjelaskan kepada kita dengan jelas tentang bagaimana
kita bershalawat. Beliau juga mengajarkan kepada kita lafazh-lafazh atau
bacaan-bacaan shalawat yang benar. Semua itu telah beliau ajarkan
sehingga tidak perlu lagi menggubah atau mengarang-ngarang tatacara dan
bacaan shalawat sendiri. Bahkan parahnya lagi adalah jika kita
mengiringinya dengan kisah dan cerita yang kita pun mengarangnya sendiri
kemudian kita sandarkan kisah dan cerita kita atasnama Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam sebagai upaya pembenaran terhadap sesuatu
yang batil.
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Barangsiapa yang membuat-buat
sesuatu yang baru yang tidak kami perintahkan, maka hal tersebut
tertolak (di sisi Allah)” (HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah
radhiyallaahu ‘anhaa)
Dalam
riwayat lain disebutkan, “Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang
tidak pernah kami contohkan atas amalan tersebut, maka amalan tersebut
tertolak (di sisi Allah)”.
Pembahasan Kedua: Letak Kesyirikan Shalawat Nariyah
Shalawat
nariyah telah dikenal oleh banyak orang. Mereka beranggapan,
barangsiapa membacanya sebanyak 4444 kali dengan niat agar kesusahan
dihilangkan, atau hajat dikabulkan, niscaya akan ter-penuhi.
Ini adalah anggapan batil yang tidak berdasar sama sekali. Apalagi jika
kita mengetahui lafazh bacaannya, serta kandungan syirik yang ada di
dalamnya. Secara lengkap, lafazh shalawat nariyah itu adalah sebagai
berikut,
“Ya Allah, limpahkanlah
keberkahan dengan keberkahan yang sempurna, dan limpahkanlah
keselamatan dengan keselamatan yang sempurna untuk penghulu kami
Muhammad, yang dengan beliau terurai segala ikatan, hilang segala
kesedihan, dipenuhi segala kebutuhan, dicapai segala keinginan dan
kesudahan yang baik, serta diminta hujan dengan wajahnya yang mulia, dan
semoga pula dilimpahkan untuk segenap keluarga, dan sahabat-nya
sebanyak hitungan setiap yang Engkau ketahui.”
Aqidah tauhid yang kepadanya Al-Quranul Karim menyeru, dan yang
dengannya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam mengajarkan kita,
menegaskan kepada setiap muslim agar meyakini bahwa hanya Allah semata
yang kuasa menguraikan segala ikatan. Yang menghilangkan segala
kesedihan. Yang memenuhi segala kebutuhan dan memberi apa yang diminta
oleh manusia ketika ia berdo’a.Setiap muslim tidak boleh berdo’a dan
memohon kepada selain Allah untuk menghilangkan kesedihan atau
menyembuhkan penyakit-nya, bahkan meski yang dimintanya adalah seorang
malaikat yang diutus atau nabi yang dekat (kepada Allah).
Al-Qur’an mengingkari berdo’a kepada selain Allah, baik kepada para rasul atau wali. Allah berfirman,
“Katakanlah, ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah,
maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya
daripadamu dan tidak pula memindahkannya. Orang-orang yang mereka seru
itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara
mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmatNya dan
takut akan siksaNya; sesungguhnya siksa Tuhanmu adalah sesuatu yang
(harus) ditakuti.” (Al-lsra’17:56-57)
Para ahli tafsir mengatakan, ayat di atas turun sehubungan dengan
sekelompok orang yang berdo’a dan meminta kepada Isa Al-Masih, malaikat
dan hamba-hamba Allah yang shalih dan jenis makhluk jin.
Bagaimana mungkin Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam akan rela,
jika dikatakan bahwa beliau kuasa menguraikan segala ikatan dan
menghilangkan segala kesedihan. Padahal Al-Qur’an menyeru kepada beliau
untuk memaklumkan,”Katakanlah, ‘Aku tidak kuasa menarik kemanfaatan bagi
diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki
Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, niscaya aku membuat
kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan.
Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira
bagi orang-orang yang beriman.” (Al-A’raaf 7:188)
“Seorang laki-laki datang kepada Rasululllah Shallallaahu ‘alaihi wa
Salam lalu ia berkata kepada beliau, ‘Atas kehendak Allah dan
kehendakmu.” Maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam bersabda,
‘Apakah engkau menjadikan aku sebagai sekutu (tandingan) bagi Allah?
Katakanlah, “Hanya atas kehendak Allah semata.” (HR. Nasaa’i, dengan
sanad shahih)
Di samping itu, di
akhir lafazh shalawat nariyah tersebut, terdapat pembatasan dalam
masalah ilmu-ilmu Allah. Ini adalah suatu kesalahan besar.
Seandainya
kita membuang kata “Bihi” (dengan Muhammad), lalu kita ganti dengan
kata “BiHaa” (dengan shalawat untuk Nabi), niscaya makna lafazh shalawat
itu akan menjadi benar. Sehingga bacaannya akan menjadi seperti berikut
ini:
“Ya Allah, limpahkanlah
keberkahan dengan keberkahan yang sempurna, dan limpahkanlah keselamatan
dengan keselamatan yang sempurna untuk Muhammad, yang dengan shalawat
itu diuraikan segala ikatan …”Hal itu dibenarkan, karena shalawat untuk
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Salam adalah ibadah, sehingga kita boleh
ber-tawassul dengannya, agar dihilangkan segala kesedihan dan kesusahan.
Kenapa
kita membaca shalawat-shalawat bid’ah yang meru-pakan perkataan
manusia, kemudian kita meninggalkan shalawat lbrahimiyah yang merupakan
ajaran AI-Ma’sum
Pembahasan Ketiga: Seputar Permasalahan Shalawat Nariyah
Salah Seorang kiyai Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta
menulis sebuah artikel tentang sholawat Nariyah, yang mana jika seorang
muslim tidak memiliki pemahaman Ilmu yang benar, maka bisa jadi ia akan
terpengaruh oleh syubhat yang dilontarkannya, dimana ia mengatakan bahwa
“shalawat Nariyah”, adalah salah satu bacaan yang sangat popular di
kalangan kaum muslimin, baik di desa maupun di kota, Khususnya bila
menghadapi problem hidup yang sulit dipecahkan, maka tidak ada jalan
lain selain mengembalikan persoalan pelik itu kepada Allah. Dan Shalawat
Nariyah adalah salah satu jalan mengadu kepada-Nya.
Berikut ini adalah bacaan shalawat Nariyah:
اللهم
صل صلاة كاملة، وسلم سلاما تاما على سيدنا محمد الذى تنحل به العقد،
وتنفرج به الكرب، وتقضى به الحوائج، وتنال به الرغائب، وحسن الخواتم
وسيتشقى الغمام بوجهه الكريم، وعلى أله وصحبه فى كل لمحة ونفس بعدد كل
معلوم لك
yang artinya adalah, Ya
Allah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah salam
kesejahteraan yang penuh kepada junjungan kami Nabi Muhammad, yang
dengan sebab beliau semua kesulitan dapat terpecahkan, semua kesusahan
dapat dilenyapkan, semua keperluan dapat terpenuhi, dan semua yang
didambakan serta husnul khatimah dapat diraih, dan berkat dirinya yang
mulia hujanpun turun, dan semoga terlimpahkan kepada keluarganya serta
para sahabatnya, di setiap detik dan hembusan nafas sebanyak bilangan
semua yang diketahui oleh Engkau.
Dalam kitab Khozinatul Asror halaman 179 dijelaskan, bahwa “Salah satu
shalawat yang mustajab ialah Shalawat Tafrijiyah Qurthubiyah, yang
disebut orang Maroko dengan Shalawat Nariyah, karena jika umat Islam
mengharapkan apa yang dicita-citakan, atau ingin menolak yang tidak
disukai, maka mereka berkumpul dalam satu majelis untuk membaca shalawat
Nariyah ini sebanyak 4444 kali, kemudian tercapailah apa yang
dikehendaki dengan cepat bi idznillah.”
Selain
itu, imam Dainuri mengatakan bahwa : Siapa membaca shalawat ini sehabis
shalat Fardhu sebanyak 11 kali, serta digunakan sebagai wiridan maka
rizekinya tidak akan putus, di samping itu, ia akan mendapatkan pangkat
kedudukan dan tingkatan orang kaya.”
Demikianlah apa yang difahami oleh sebagian besar kaum muslimin di
negri ini, dan mungkin diantara kita pun ada yang pernah membaca
shoalwat ini. Dan sebenarnya membaca sholawat adalah hal yang sangat
disunnahkan oleh Rasulullah, akan tetapi kita sebagai kaum muslimin
hendaknya tidak begitu saja seta merta meyakini apa yang diucapkan oleh
seseorang, sekalipun yang berkata adalah seorang Kiyai. Kita harus
mencari tahu mengenai kebenaran perkataan tersebut.
Nah untuk mengetahui apakah benar Shalawat Nariyah yang dibaca sebanyak
4444 kali itu dapat mendatangkan rizki dan solusi atas problem hidup
yang sulit dipecahkan?
Berikut ini akan kami ulas secara tuntas.
Berikut ini akan kami ulas secara tuntas.
Menurut Kiyai Mahrus Ali, ternyata sumber dan asal-usul shalawat
Nariyah ini tidak diketahui, padahal beliau telah menelaah buku dan
kitab hadits, fiqih, dan tasawuf. Dengan demikian maka jelaslah bahwa
sholawat Nariyah adalah sholawat bid’ah yang jika dilakukan maka
pelakunya akan diancam dengan Nar alias neraka.
Selain
itu, jika kita perhatikan Dari segi isi shalawat, maka akan kita
temukan banyak sekali kekeliruannya, terutama pada lafadz-lafadz yang
artinya: “.. Yang dengannya, maksudnya dengan (Rasulullah Muhammad
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam) maka segala ikatan menjadi lepas, dengannya
segala kesulitan akan lenyap, dan dengannya segala keinginan akan
tercapai, dengannya pula segala kebutuhan akan terpenuhi.”.
Dengan demikian jelaslah bahwa Menurut shalawat tersebut, yang
melepaskan ikatan, kesulitan dan mengabulkan segala keinginan adalah
Rasulullah, bukan Allah.
Hal ini
jelas mengandung kesyirikan dan bertentangan dengan ayat-ayat
Al-Qur’an. Dimana Allah subhanahu Wata’ala berfirman dalam surat Yunus
ayat 31, yang artinya: “Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rezki
kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan)
pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup
dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah
yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Allah.’ Maka
katakanlah ‘Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?”
Kemudian dalam ayat yang lainnya, Allah subhanahu Wata’ala berfirman dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat14, yang artinya:
“Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan
berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat
memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang
membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke
mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa
(ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.”
Demikianlah ayat-ayat yang sangat jelas, bahwasanya hanya Allah
subhanahu Wata’ala lah yang berhak dan mampu melepaskan berbagai
kesulitan dan mengabulkan permohonan, bukan Rasulullah shalallahu’alaihi
wa sallam, sebab beliau shalallahu’alaihi wa sallam hanyalah manusia
biasa yang diberi kelebihan oleh Allah subhanahu Wata’ala dibanding
manusia lainnya.
Namun bukan
berarti kita anti-shalawat. Kita tetap harus bershalawat pada
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 56, yang artinya: “Sesungguhnya Allah
dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang
beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya”
Selain itu, di dalam sebuah hadits riwayat Tirmidzi dan Nasa’i, Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda, yang artinya:
“Orang yang paling bakhil adalah seseorang yang jika namaku disebut ia tidak bersholawat untukku.”
Inilah
dalil-dalil yang sangat kuat, yang menunjukan bahwa kita diperintahkan
untuk bersholawat kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, Akan
tetapi hendaknya kitapun mengilmui bagaimana Cara ber-shalawat yang
benar kepada Rasulullah, yakni harus sesuai dengan yang diajarkan
Rasulullah kepada para sahabatnya. Dan salah satu bentuk bacaan shalawat
yang paling singkat adalah dengan mengucapkan “Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam”.
No comments:
Post a Comment