Friday, July 6, 2012

Nuurun ‘Ala Nuurin dan 7 Lapis Kesadaran Manusia

أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Assalamu ‘alaikum warohmatullahi wabarokatuh….

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونِةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُّورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَن يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”( QS. An Nuur : 35 )
SEKILAS MENGENAI ENERGI ILAHIAH NUURUN ‘ALA NUURIN ( نُّورٌ عَلَى نُورٍ):
Cahaya di atas cahaya ( نُّورٌ عَلَى نُورٍ), merujuk kepada pengertian frekwensi Getaran Energi Partikel Foton yang berlapis-lapis yang oleh ilmu fisika ditangkap dan digambarkan dalam spektrum Cahaya. Dan tentu saja Spektrum Cahaya yang dijelaskan oleh ilmu fisika itu mempunyai keterbatasan, Tekhnologi mikroskop nuklir dan segala varian terbarunya nanti tetap tidak akan mampu menangkap frekwensi cahaya yang berada di alam Ruhaniyah ataupun alam Kesucian (Alam Ketuhanan).
Para ahli astronomi menemukan bahwa Cahaya bintang ternyata bermacam-macam tergantung dari energinya: ketika Isaac Newton melewatkan cahaya matahari melewati sebuah prisma, itulah awal ketika kita memahami bahwa cahaya bintang terdiri atas berbagai warna yang mewakili energi yang berbeda-beda. Kira-kira dua abad kemudian kita mengetahui bahwa Cahaya ternyata adalah fenomena elektromagnetik, dan warna adalah representasi dari energi yang berbeda-beda. Di luar apa yang bisa kita lihat langsung dengan mata kita, spektrum energi cahaya ternyata sangat bervariasi: Dari cahaya energi rendah yang memancarkan energinya dalam panjang gelombang radio hingga energi tinggi, semisal sinar gamma.
Dalam fisika, warna-warna lazim diidentifikasikan dari panjang gelombangnya. Merah, misalnya, memiliki panjang gelombang sekitar 625 – 740 nm1, dan biru sekitar 435 – 500 nm. Kumpulan warna-warna yang dinyatakan dalam panjang gelombang2 (biasa disimbolkan dengan λ) ini disebut spektrum warna. Gambar di atas memperlihatkan rentang spektrum warna dasar yang lazim kita lihat sehari-hari.
Gambar di atas menunjukkan Spektrum cahaya berdasarkan panjang gelombang. Warna-warna ini adalah komponen dari cahaya putih yang disebut cahaya tampak (visible light) atau gelombang tampak. Komponen lainnya adalah cahaya yang tak tampak (invisible light), seperti inframerah (di sebelah kanan warna merah) dan ultraviolet (di sebelah kiri jingga).
Spektrum elektromagnetik merentang dari energi terendah (gelombang radio) hingga energi tinggi (sinar gamma)
Dalam kerangka teori kuantum, informasi elektromagnetik ini dibawa oleh partikel yang dinamakan photon. Benda langit seperti matahari memancarkan photon dalam seluruh energi namun dalam jumlah yang berbeda-beda, di mana photon dalam cahaya tampak (cahaya yang bisa dilihat mata kita) dipancarkan dalam jumlah terbanyak.
Untuk menangkap photon dari berbagai benda langit, astronom menggunakan berbagai alat. Mata kita tidak bisa melihat gelombang radio, pun juga sinar gamma, tetapi kita bisa membangun alat yang bisa melihat photon dalam energi radio maupun sinar gamma. Teleskop yang biasa kita kenal, dinamakan teleskop optik, adalah teleskop yang digunakan untuk menangkap cahaya tampak. Teleskop radio digunakan untuk menangkap cahaya dalam panjang gelombang radio, dan ada juga teleskop yang digunakan untuk mengamati benda-benda langit dalam panjang gelombang infra merah, ultraviolet, sinar-x, hingga sinar gamma. Kesemua ini digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih menyeluruh dalam rangka mengetahui hakikat benda-benda langit, karena tidak semua benda langit dapat diamati hanya dalam satu panjang gelombang. Sebagai contoh adalah pengamatan bintang-bintang muda. Bintang-bintang muda dilingkupi oleh awan gas yang tidak tembus cahaya tampak, namun sinar inframerah dapat menembus awan gas tersebut, oleh karena itu kita dapat mengamati proses pembentukan bintang dengan menangkap photon inframerah yang dipancarkan bintang-bintang muda tersebut.
Nah, dengan mengacu pada logika spektrum cahaya. Maka Cahaya Allah yang meliputi langit dan bumi inipun berlapis-lapis. Meliputi Dimensi Alam Esoterik (Alam Gaib) hingga Alam Eksoterik (Alam materi). Dan peralatan yang dapat di gunakan untuk menangkap Cahaya Ilahi inipun sudah di tiupkan oleh Allah swt ke dalam tubuh kita, Dialah Ruh Al-Quds yang merupakan kesadaran Ruh Ilahi kita. Namun secara alamiah, Ruh Al-Quds ini adalah terhijab dari kesadaran jiwa kita akibat kekotoran dari hati & jiwa kita. Beruntunglah Allah swt memberikan solusi kepada manusia agar terbuka Kesadaran Ruh Ilahinya ini dengan menurunkan Cahaya Wasilah (Frekwensi “M”) yang merupakan “jembatan” atau transmitter antara kesadaran manusia di alam jasad dengan Kesadaran Ruh Ilahinya. melalui utusan Allah swt yaitu Rasulullah Muhammad SAW.
NAQS DNA, menggunakan Energi Cahaya Wasilah Nuurun ‘ala nuurin sebagai jembatan penghubung di antara 7 level lapisan tubuh energi manusia. Sehingga cahaya Ilahi dapat menerobos hijab dan menerangi lapisan tubuh energi manusia hingga lapis yang terbawah yaitu tubuh fisik. Dan itu secara otomatis memberikan kemampuan pada manusia untuk memaksimalkan potensi 7 lapis tubuh energinya.
Cahaya Wasilah ini bila dalam ilmu biologi dan kimia dapat di sebut sebagai katalisator yang berfungsi untuk mereaksikan dua unsur atau senyawa kimia yang berbeda struktur molekulnya dalam tabung reaksi agar dapat terlarut dengan homogen.
Dalam hal ini Allahyarham Al-Mukarram Prof.Dr.H.Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya MA, MSc menjelaskannya sebagai berikut :
Sekarang kita tahu bahwa cahaya, atau radiated energy ‘berjalan’ seperti gelombang dengan frekwensi tertentu. Begitu pula sekarang kita tahu bahwa setiap benda, termasuk manusia, sebenarnya adalah energi (hanya saja kurang ‘liquid’ dibandingkan dengan cahaya) yang juga bergetar.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana hubungan antara sebuah sumber enersi yang bergetar bisa berhubungan dengan enersi benda yang juga bergetar?
Untuk dapat menerima cahaya, atau tepatnya, pembiasan aliran enersi dari suatu sumber cahaya/energi, setiap benda harus dapat beresonansi, yaitu bergetar pada frekwensi yang sama, dengan cahaya yang dipancarkan si sumber cahaya.
Contohnya,
pertama, lampu sodium kita lihat berwarna kuning karena atom sodium beresonan dengan atom pada retina mata kita yang diartikan oleh otak kita sebagai kuning. Begitu juga dengan lampu mercury yang berwarna biru. Manusia yang kebetulan melihat lampu sodium atau lampu mercury ini menerima pembiasan enersi sebesar kurang lebih 23 electron volt karena, cahaya-cahaya lampu ini termasuk visible light range yang mengandung enersi 2.5 electron volt.

kedua, hampir setiap benda dapat beresonansi dengan cahaya infra merah (berasal benda panas/hot objects, termasuk matahari, api, dll., yang berfrekwensi: 1011 sampai 1014 hz). Karena itu hampir setiap benda dapat menerima panas. Kertas yang kita taruh di sinar matahari atau dekat api akan terasa panas, artinya kertas tersebut mendapat biasan energi dari matahari atau api. Akan tetapi, kalau kita masukkan kertas yang sama ke dalam microwave (gelombang microwave, berasal dari electron yang aktip pada konduktor yang frekwensinya 10 sampai 1011 hz, jadi lebih rendah dan frekwensi cahaya infra merah) kertas itu tidak akan menjadi panas (baca: tidak menerima imbasan energi).
Hal ini disebabkan kertas tersebut (atomic structure-nya) dapat beresonansi dengan cahaya infra merah tetapi tidak dapat beresonansi dengan cahaya microwave.
Sekarang terjawablah pertanyaan kita di atas, yaitu suatu sumber cahaya/enegsi yang bergetar dapat berhubungan dengan benda yang juga bergetar apabila si benda dapat bergetar pada frekwensi yang sama dengan cahaya yang datangnya dari sumber cahaya/energi itu, sehingga keduanya beresonansi. Lebih dari itu kita juga tahu bahwa kalau suatu sumber cahaya berhubungan (baca: beresonansi) dengan suatu benda, hubungan menyebabkan terjadinya pengimbasan energi dari si sumber cahaya kepada si benda.
Telah jelas pada kita sekarang, bagaimana prosesnya sebuah sumber cahaya yang bergetar pada frekwensi tertentu dapat berhubungan dengan benda yang juga bergetar pada frekwensi yang sama. Akan tetapi, tujuan kita pada tulisan ini adalah untuk mendapat pengertian bagaimana caranya sebuah sumber cahaya yang bergetar pada frekwensi yang lebih tinggi dapat berhubungan dengan benda, termasuk manusia, yang bergetar pada frekwensi yang lebih rendah. Atau, dengan kata lain, yang ingin kita pelajari adalah bagaimana ilmu fisika menjelaskan judul tulisan kita : “Allah memimpin kepada cahayaNya siapa yang Ia kehendaki.”
Sebelum kita melangkah lebih lanjut perlu kita perjelas beberapa hal :
Pertama-tama, perlu kita sadari bahwa yang kita coba teliti di sini adalah perumpamaan. Ini kita laksanakan karena memang banyak sekali perintah Allah dalam Al-Qur’an agar kita menyimak perumpamaan -  perumpamaan yang dibuat-Nya di alam ini untuk dapat lebih mendekatkan diri padaNya. Mulai dari perumpamaan sarang laba-laba, lalat, unta, dan banyak lagi yang lain, termasuk mengenai cahaya seperti pada Surat An- Nur di atas.

Yang kedua, tidaklah dapat kita mengukur ‘frekwensi’ Allah, karena sesuatu yang kita bisa ukur berarti bisa didefinisikan. Sesuatu yang. dapat didefinisikan berarti definit (terbatas), karena itu, yang dapat kita ukur pasti bukan Allah yang tiada suatupun menyerupaiNYA (Al-Ikhlas:4). Yang kita tahu Allah adalah An-Nur/Maha Sumber Cahaya, Al-Qawiy/Maha Kuat, Al-Kohar/Maha Mengalahkan dan Al-Hasya/Maha Sempurna. Kata ‘maha’, kalau kita teliti betul, bukanlah berarti ‘tinggi’, atau ‘sangat tinggi’ seperti misalnya pada perkataan ‘maha’-siswa. Kalau kita teliti dari matematika, perkataan maha berarti ‘uncountable, beyond numbers’. Jargon matematikanya adalah ‘infinity’ ()Karena itu dalam pembahasan perumpamaan Allah ini memadailah kalau kita katakan bahwa ‘frekwensi’ Allah adalah Infinity.
Yang ketiga, dalam setiap pekerjaan, seperti yang dinyatakan Allah dalam Surat An-Nur ayat 37 diatas, haruslah kita mendasarinya dari (petunjuk) Allah (petunjuk Allah, yang dalam bahasa Arab disebut ‘diin’, sering secara sempit kita artikan melulu sebagai syari’at, aturan dari apa-apa yang terasa oleh indera kasar kita dalam beragama’).
Dengan mengambil ‘diin’ sebagai dasar pembahasan berarti kita bergerak dari alam rohani, karena, memang ‘diin’ itu berakar di sana. Inilah yang kita laksanakan pada tulisan ini. Kita ambil ‘diin’ (baca: tuntunan Allah) dalam Al-Qur’an yang berupa perumpamaan dan kita bahas perumpamaan ini, agar lebih teliti dan jelas, dengan memakai ilmu fisika. Sekarang marilah kita selidiki bagaimana sesuatu yang bergetar pada frekwensi tertentu dapat beresonansi dengan cahaya suatu sumber cahaya yang frekwensinya lebih tinggi dari frekwensi si benda itu.
Pada ilmu fisika ada dua syarat yang harus dipenuhi agar sesuatu benda dapat beresonansi dengan sumber cahaya yang frekwensinya lebih tinggi dari frekwensi benda itu. Masing-masing syarat ini mutlak dipenuhi, dan syarat yang satu melengkapi syarat yang lain. Dalam jargon matematik kedua syarat ini disebut “sufficient condition” akan tetapi masing-masing syarat disebut sebagai “necessary but not sufficient condition“:
  1. Pada benda itu tidak terdapat internal friction yang menghalangi gerak natural dari gelombang atomnya.
  2. Adanya apa yang disebut dalam jargon fisika sebagai Harmonics, yaitu adanya frekwensi-frekwensi lain yang frekwensinya adalah merupakan kelipatan dari natural frekwensi dari si benda tadi.
Contoh dari syarat pertama, misalnya, seperti kita waktu kecil bermain ayun-ayunan. Pertama kali kita bermain ayunan, segera kita alami satu pelajaran bahwa kalau kita mau ayunannya tetap berayun pada ketinggian yang sama haruslah kita bergerak seirama dengan gerak ayunan tersebut. Kita tunggu sampai di penghujung lambungan ayunan, baru kita ayunkan badan kita ke muka atau ke belakang untuk tetap mempertahankan ketinggian lambungan. Kalau kita ayunkan badan kita sebelum ayunan sampai di ujung lambungannya terjadilah benturan dorongan (internal friction) yang menyebabkan lambatnya gerak ayunan tersebut. Contoh lain, lumpur jauh lebih lambat menyerap panas (beresonansi dengan sumber cahaya infra merah) dan tidak dapat menjadi merah membara kalau dibandingkan dengan besi, misalnya. Ini terjadi karena banyak sekali internal friction (pada atomic structure) lumpur dibanding dengan besi.
Contoh dari syarat kedua, misalnya, kita dapati dari alasan mengapa dilarangnya barisan tentara berjalan dengan derap serempak sewaktu melewati jembatan. Frekwensi dari energi yang terbit dari langkah serempak barisan tentara kalau kebetulan harmonis (kelipatan) dengan frekwensi jembatan akan dapat menyebabkan robohnya jembatan itu. Hal ini dikarenakan bertambah tingginya frekwensi bergetarnya jembatan tersebut, sedangkan bahan dari mana jembatan itu dibuat tidaklah dirancang untuk dapat menerima frekwensi setinggi itu.
Contoh lain. Kesalahan rancangan pesawat jet propeled Electra adalah terjadinya suatu keadaan dimana frekwensi perputaran propeler-nya harmonis (kelipatan) dengan frekwensi bergetar sayapnya karena benturan angin. Sewaktu ini terjadi pesawat tersebut pecah berantakan.
Sekarang, bagaimanakah kita bisa pergunakan analogi dari kedua persyaratan ini untuk dapat ‘beresonansi’ dengan Allah SWT, Sumber Cahaya Yang Maha Kuat Maha Sempurna, yang Frekwensi-Nya Infinity?
Di atas kita sebutkan bahwa persyaratan pertama untuk dapat lebih mempertinggi frekwensi benda, termasuk manusia, adalah dengan meniadakan internal friction yang menghalangi getaran natural dari atomic structure dari benda itu. Dari ilmu fisika, diatas kita ambil contoh dalam kehidupan sehari-hari, yaitu bermain ayunan.
Di alam rohaninya, menurut Allah, natural frekwensi manusia adalah frekwensi ‘yang menghamba/mematuhi’ frekwensi Allah:
Dan tiada kujadikan jin ‘dan manusia melainkan untuk menghamba kepadaKu”, (Adz-Dzariyat (51): 56).
Untuk menghemat tempat, selanjutnya marilah kita sebut frekwensi ini sebagai frekwensi ‘m‘ (manusia).
Seperti halnya contoh bermain ayunan di atas, ada hal-hal yang harus kita lakukan untuk tetap menjaga natural frekwensi ayunan itu, yaitu dengan mengayunkan badan kita ke belakang atau ke depan. Demikian pula, ada hal-hal yang harus kita lakukan untuk ‘menjaga’ natural frekwensi ‘m’, yang jelas dinyatakan Allah pada Surat An-Nur di atas, pada ayat 36 dan 37, yang intinya frekwensi itu adalah hidup “Lillah”.
Pemeliharaan natural frekwensi ‘m’ dalam pengertian ilmu fisika ini adalah identik dengan apa yang kita kenal dalam istilah agama sebagai Menegakkan Kalimah Tauhid,” Laa Ilaaha Illallaah”, yang menjadi sebagian dari Rukun Islam Pertama, yaitu Dua Kalimah Syahadat. Tanpa hidup “Lillah” dengan jelas, baik Al-Qur’an maupun ilmu fisika menyatakan tertutupnya pintu untuk dapat berhubungan (baca: beresonansi) dengan Allah. Karena, seperti kita jelaskan di atas, setiap benda bergetar dan beresonansi dengan cahaya yang frekwensinya sama.
Kalau kita tidak bergetar pada frekwensi ‘m’, tertutuplah kemungkinan untuk dapat beresonansi dengan sumber cahaya. yang frekwensinya lebih tinggi. Yang beresonansi dengan kita adalah sumber cahaya, atau sumber enersi, yang frekwensinya sama dengan kita, yaitu sumber energi selain Allah, baik itu namanya pangkat, keluarga, harta, bahkan surga sekalipun. Keadaan ini dinyatakan Allah sebagai Syirik, yang istilah agamanya diartikan sebagai “dosa yang tidak diampuni Allah” (An-Nisaa’(4): 48, 116), dan dalam ilmu fisikanya diartikan sebagai “tidak mendapat imbasan energi dari Sumber Energi yang frekwensinya Infinity.”
Syarat yang kedua adalah harmonics yaitu adanya frekwensi lain yang menjadi kelipatan dari frekwensi ‘m’ ini. Dalam kehidupan sehari-hari, di atas, kita ambil contoh bagaimana energi dari derap langkah barisan tentara yang bergetar pada frekwensi tertentu, kalau kebetulan harmonis dengan frekwensi si jembatan, dapat mempertinggi natural frekwensi si jembatan.
Menurut Allah, frekwensi yang harmonis dengan frekwensi ‘m’ adalah:
Katakanlah, (ya Muhammad)! Jika kamu kasih kepada Allah, maka hendaklah ikut saya, pastilah Allah mengasihi kamu dan mengampuni dosamu. Allah Pengampun dan Penyayang”. (Ali Imran (3): 31)
Dalam terjemahan fisikanya, ‘mereka yang kasih kepada Allah’ adalah frekwensi ‘m’, sedangkan ‘Muhammad’ adalah kelipatan dari frekwensi ‘m’. Ini bisa terjadi karena kalau Muhammad itu bukan kelipatan frekwensi ‘m’ mustahil Muhammad bisa diikuti (baca: beresonansi dengan) frekwensi ‘m’ seperti diperintahkan Allah Yang Maha Tahu pada FirmanNya di atas.
Apakah sebenarnya yang menyebabkan ‘Muhammad’ berfrekwensi kelipatan frekwensi ‘m’ (untuk menghemat tempat selanjutnya akan kita sebut ‘Muhammad’=frekwensi ‘M’)? Karena Allah mengatakan:
Tiada kami mengutus engkau (ya Muhammad), melainkan menjadi rahmat bagi sekalian alam “. (Al-Anbiyaa (21): 107)
Dalam terjemahan fisikanya, seperti kita sebutkan di atas, kalau terjadi hubungan (baca: resonansi) antara satu frekwensi dengan frekwensi lain, pada saat yang sama juga terjadi imbasan energi. Kalau Allah mengatakan pada FirmanNya di atas, bahwa “diutusNya Muhammad untuk menjadi ‘Rahmat’”, terjemahan fisikanya adalah “telah terjadi imbasan enersi dari Frekwensi Infinity ke frekwensi ‘M”. Adakah buktinya imbasan enersi dari Frekwensi Infinity ke frekwensi ‘M’ dan frekwensi ‘m’ pernah terjadi?. Allah menerangkan siapa sebenarnya yang berperang pada Perang Badar yang dimenangkan oleh Kaum Muslimin walaupun jumlahnya sangat sedikit dibandingkan jumlah musuh mereka:
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang melempar… “(Al-Anfaal (8): 17).
Inilah sebabnya Allah (baca: Frekwensi Infinity) menekankan kepada orang yang beriman (baca: frekwensi ‘m’) betapa pentingnya bersalawat (baca: beresonansi) kepada Muhammad (baca: frekwensi ‘M’):
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya senantiasa bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (AI_Ahzab: 56).
Di atas tadi kita sebutkan bahwa persyaratan pertama, yaitu berfrekwensi hamba, frekwensi ‘m’, adalah jargon fisika untuk perkataan Menegakkan Kalimah Tauhid, Laa Ilaaha Illallaah. Sedangkan persyaratan kedua, beresonansi dengan frekwensi ‘M’ adalah jargon fisika untuk perkataan Muhammadar Rasuulullah.
Bersyukur kita pada Allah Yang Darinya Semua Ilmu Bersumber, terlihat oleh kita sekarang betapa ‘exactnya’ Islam itu. Tidak salahlah kalau Rasulullah mengatakan: “Islam itu Ilmiah dan Amaliah “ (H.R.Bukhari).
Nb. Frekwensi “M” inilah yang saya sebut sebagai Energi Cahaya Wasilah Nurun ‘Ala Nuurin, sekedar referensi mungkin anda perlu juga membaca artikel saya yang berjudul “HAKEKAT SHOLAWAT” & “PINTU MAHABBATULLAH
SEKILAS PROGRAM PELATIHAN NAQS DNA & LEVEL KESADARAN :
1. QUANTUM HUSADA
Di level ini energi ilahi Nurun ‘ala nuurin di proyeksikan untuk menyempurnakan dan memperbaiki kondisi tubuh energi praktisi di level :

  1. Tubuh Fisik,
  2. Tubuh Eterik atau Tubuh Prana,
  3. Tubuh Astral / Tubuh Emosi,
  4. Tubuh PIKIRAN/Tubuh Mental atau Tubuh Psikis,
  5. Tubuh SPIRITUAL (Jiwa level 3/Nafsu Radliyah)
2. QUANTUM SUCCESS POWER
Di level ini praktisi di latih untuk memaksimalkan potensi kesadarannya di level :

  1. Tubuh Fisik,
  2. Tubuh Eterik atau Tubuh Prana,
  3. Tubuh Astral / Tubuh Emosi,
  4. Tubuh PIKIRAN/Tubuh Mental atau Tubuh Psikis,
  5. Tubuh SPIRITUAL (Jiwa level 3/Nafsu Radliyah)
3. QUANTUM UNIVERSAL AWARENESS
Di level ini praktisi sudah mulai di latih untuk mengakses Alam Kesadaran dari Tubuh Jiwa Universal (Jiwa level 2/Nafsu Mardliyah).

4. QUANTUM MAKRIFAT
Di level ini praktisi di latih untk mengakses Alam Kesadaran Jiwa Universal Sempurna (Jiwa level 1/Nafsu Kamilah/Insan Kamil) dan Alam Kesadaran Ruh Al-Quds (Kesadaran Ruh Ilahi).

Nb.
Walaupun praktisi NAQS telah dapat mengakses 7 lapisan tubuh energinya dan memaksimalkan potensinya dengan baik. Tidak berarti proses pemurnian dan penyempurnaan kesadarannya telah sempurna dan paripurna. atau sudah selesai. Tidak begitu keadaannya. Akan tetapi Praktisi NAQS tetap harus melakukan pembersihan & pemurnian diri ( Kultivasi/Tazkiyatun Nafs) secara terus menerus seumur hidupnya.

Hal itu dikarenakan :
  1. Debu polusi duniawi merupakan potensi yang berbahaya yang setiap saat bisa menjadi hijab yang mengotori Jiwanya dan melemahkan potensi Nuurun ‘ala nuurin yang tertanam di dalam dadanya.
  2. Kemampuannya dalam mengakses 7 lapis tubuh energi itu masih berlangsung secara otomatis di alam bawah sadar dan belum sepenuhnya menjadi sebuah proses yang dapat dirasakan secara sadar. Sehingga dengan demikian praktisi masih tetap berkewajiban untuk meningkatkan kesadarannya akan 7 lapis tubuh energi itu secara sadar.
Demikianlah sekelumit penjelasan yg dapat saya sampaikan terkait dengan Energi Ilahi Nuurun ‘Ala Nuurin dan 7 lapis kesadaran manusia. Wallahu a’lam…
Wassalamu ‘alaikum warohmatullahi wabarokatuh…

No comments: