أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Contoh Imam Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad al Ghazali menjawab dunia falsafah, menjawab dunia tauhid aliarn ilmu kalam pada waktu berkembang macam-macam faham. Dijawab dengan tasawuf fuqaha, yaitu dengan munculnya ‘Ihya Ulumiddin’.
Mengapa dalam kitab Ihya Ulumiddin banyak hadits-hdits maudu’ disamping dhaif. Karena apa? Pendapatnya ahli falasifah dijawab oleh Imam Al Ghazali dengan hadits yang maudhu saja, masih lebih baik hadits maudu’ daripada pendapat-pendapat kaum falasifah. Masih tepat, karena apa? Walaupun ini maudhu, tapi yang menggunakannya adalah orang-orang yang mengerti ma’rifat kepada Allah. Makanya disini digunakan oleh Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali.
Sumber : Sirr
al Asrar (Secret of the Secrets) : Hakikat Segala Rahasia Kehidupan hal
115 - 120, Syaikh Abdul Qadir al Jilaniy, Penerjemah Zaimul Am, 2008
Tasawuf sumbernya ada tiga; pertama, tasawuf indal akhlaq wal adab; yang kedua tasawuf indal Fuqaha, tasawuf menurut fuqaha; tasawuf inda ahlil Ma’rifat. Ini yang perlu diketahui.
Tasawuf inda akhlaq wal adab
bisa kita terapkan sedini mungkin untuk anak-anak kita. Terutama makan;
pake tangan kanan, di ajari sedini mungkin, masuk kamar mandi kaki
kiri, keluar kaki kanan ini tasawuf akhlak wal adab. Karena sumbernya
tasawuf adalah min akhlaq wal adab, dari pekerti dan tatakrama.
Yang kedua tasawuf indal fuqaha:
bagimana fiqih ini tidak berhenti hanya secara fiqhiah belaka. Contoh
orang kalau sudah menjalakan wudhu mau sholat, setelah dipake shalat
wudhunya kemana? Selesai kan?! Nah orang tasawuf tidak mau. Tasawuf
menuntut sejauhmana anda membawa wudhu ini terlepas daripada kefardhuan
yang sudah anda laksanakan. Apakah anda wudhu didalam shalat hanya
terikat oleh syarat-syarat atau hukum-hukum syari’at. Anda dituntut oleh
ulama tasawuf agar wudhumu bisa mewudhui bathiniah Anda atau tidak.
Dan seterusnya. Disinilah hebatnya ilmu tasawuf.
Tasawuf inda ahli ma’rifat,
nah disini banyak orang terjebak. Dalam dunia tasawuf, dalam ilmu
ma’rifat mereka yang perbendaharaannya belum mumpuni, belum mencukupi
seringkali terjebak. Akhirnya dia memunculkan analis-analis, seolah-olah
tasawuf berbau Budha tasawuf, berbau Hindu. Karena apa? Mereka tidak
tahu. Ilmu ma’rifatnya saja mereka tidak mengerti, apa sebetulnya
ma’rifat itu. Dari kekosongan itu, mereka belajar menganalis tasawuf;
orang-orang yang sudah ahli Marifat, tinggi sekali, dengan bahasanya
yang luar biasa. Wong dalam Tasawuf fuqaha saja mereka sudah tidak bisa
memahami.
Contoh Imam Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad al Ghazali menjawab dunia falsafah, menjawab dunia tauhid aliarn ilmu kalam pada waktu berkembang macam-macam faham. Dijawab dengan tasawuf fuqaha, yaitu dengan munculnya ‘Ihya Ulumiddin’.
Mengapa dalam kitab Ihya Ulumiddin banyak hadits-hdits maudu’ disamping dhaif. Karena apa? Pendapatnya ahli falasifah dijawab oleh Imam Al Ghazali dengan hadits yang maudhu saja, masih lebih baik hadits maudu’ daripada pendapat-pendapat kaum falasifah. Masih tepat, karena apa? Walaupun ini maudhu, tapi yang menggunakannya adalah orang-orang yang mengerti ma’rifat kepada Allah. Makanya disini digunakan oleh Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali.
SUFI, PARA PEJALAN DI JALAN TUHAN
Istilah
shufi berasal dari kata Arab “shaf” yang berarti suci. Kaum sufi diberi
gelar ini karena alam batin mereka disucikan dan diterangi oleh cahaya
ilmu, tauhid, dan keesaan. Dalam pengertian lain. Mereka disebut sufi
karena secara ruhani mereka dekat dengan para sahabat Rasulullah yang
disebut “Ahlu Shufah” 1) – yang berbaju kasar terbuat dari bulu domba.
Bahkan, mereka sendiri mungkin selalu mengenakan pakaian kasar dan murah
yang terbuat dari bulu domba (shuf) dan banyak pula dari mereka yang
selalu mengenakan pakaian using penuh tambalan.
Seperti
penampilan lahir mereka yang miskin dan hina, begitupun kehidupan
duniawi mereka. Mereka sangat bersahaja dalam makan, minum, dan
kesenangan duniawi lainnya. Dalam kitab berjudul al-majma’ dikatakan,
“Kaum sufi adalah mereka yang bersikap sederhana dalam pakaian dan
pandangan hidup”. Mungkin saja mereka tampak tertarik oleh kehidupan
dunia. Namun, pengetahuan mereka diwujudkan dalam perilaku yang sopan
santun sehingga orang-orang lain tertarik kepada mereka. Sesungguhnya
mereka merupakan teladan bagi manusia. Mereka mengikuti ajaran-ajaran
Allah. Dalam pandangan Tuhan, mereka berada di garis terdepan manusia;
dalam pandangan para salik, terlepas dari penampilan lahiriah, mereka
adalah orang-orang yang menawan hati. Mereka memiliki cirri-ciri yang
sangat khas, karena mereka telah mencapai tingkatan tauhid yang
sesungguhnya.
Dalam
bahasa arab, kata tashawwuf, terdiri atas empat huruf t, sh, w, dan f.
huruf pertama t, adalah singkatan dari tawbah, tobat. Inilah langkah
pertama yang harus ditempuh di jalan ruhani, yang meliputi langkah lahir
dan langkah batin. Langkah lahir ditempuh dengan perkataan, perbuatan,
dan perasaan. Secara lahiriah, orang yang bertobat harus memelihara
hidupnya dari dosa dan maksiat serta condong kepada ketaatan; ia harus
membebaskan diri dari penyimpangan dan kekafiran, serayamencari keridaan
dan keselarasan. Langkah batin tobat ditempuh oleh hati. Langkah ini
ditempuh dengan menyucikan hati dari segala noda dan salah. Langkah ini
bersumber dari perlawanan terhadap hasrat duniawi dan keteguhan dalam
kesucian. Tobat-yang merupakan kesadaran atas dosa dan kemestian
meninggalkannya, juga merupakan kesadaran atas kebaikan dan tekad untuk
mengamalkannya-akan membawa seseorang kepada tingkatan kedua.
Tingkatan
kedua adalah keadaan tenang dan bahagia, shafa. Tingkatan ini pun
meliputi dua langkah, yakni langkah menuju kesucian hati, dan langkah
menuju inti hakikatnya.
Ketenteraman
dating dari hati yang bebas dari kecemasan. Kecemasan disebabkan oleh
kesenangan kepada dunia-makanan, minuman, tidur dan cengkerama. Semua
ini, seperti daya tarik bumi, menurunkan eter hati. Tentu saja,
membebaskan diri dari tarikan duniawi merupakan langkah yang sangat
berat dan melelahkan. Perjuangan itu menjadi semakin berat akrena ada
ikatan lain yang membelenggu eter hati ke bumi, termasuk hasrat,
kekayaan, juga cinta istri dan anak-anak.
Cara
membebaskan dan menyucikan hati adalah mengingat Allah. Pada awalnya,
dzikir dilakukan secara lisan dengan menyebut nama-Nya berulang-ulang,
melafalkannya dengan keras sehingga kau dan orang lain mendengardan
mengingat-Nya. Ketika ingatan kepada-Nya telah mantap, zikir berlangsung
dalam hati dan menjadi bagian batin; yang tertinggal hanya keheningan.
Allah berfirman ;
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah
iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.
(al-Anfal (8) : 2).
Gemetar
berarti kagum, takut, dan cinta kepada Allah. Dengan berzikir dan
menyebut nama Allah, hati terjaga dari kelalaian, dan diterangi. Dengan
begitu, bentuk dan rupa rahasia alam gaib akan terpantul padanya.
Rasulullah SAW bersabda. “Para ulama secara lahir mengunjungi dan
memeriksa segala sesuatu dengan pikiran mereka, sedangkan kaum bijak
secara batin sibuk membersihkan dan menerangi hati mereka.”
Inti
hati akan meraih ketenteraman jika telah disucikan dari segala sesuatu
dan dipersiapkan untuk hanya menerima dzat allah, yang akan memasukinya
jika ia telah dihiasi oleh cinta Ilahi. Inti hati dapat dibesihkan
dengan zikir batin dan terus-terusan melafalkan kalimat tauhid “la ilaha
illallah” dengan lidah hakikat. Ketika hati dan intinya berada dalam
keadaan tenteram dan bahagia maka tingkatan kedua, yang disimbolkan oleh
huruf sh menjadi sempurna.
Huruf
ketiga, w, adalah singkatan dari wilayah, yakni tingkatan kewalian para
pencinta dan kekasih Allah. Tingkatan ini bergantung pada kesucian
batin. Dalam kitab suci Al-Quran disebutkan bahwa para wali Allah itu
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati; dan bahwa bagi mereka berita gembira di kehidupan dunia dan (di
kehidupan) akhirat… (Yunus (10) : 62 dan 64).
Orang
yang telah mencapai maqam kewalian sepenuhnya mencintai dan terhubung
kepada allah. Buah keadaan ini adalah perilaku yang sopan dan
kepribadian yang hangat. Inilah karunia Ilahi yang dianugerahkan
kepadanya. Rasulullah SAW bersabda,”Perhatikanlah akhlak Allah dan
berperilakulah sesuai dengannya.” Pada tingkatan ini, seseorang telah
menghapuskan sifat-sifat duniawinya yang fana dan menyatu dengan
sifat-sifat Ilahi. Dalam hadits qudsi, Allah berfirman :
Jika
Aku mencintai hamba-Ku, Aku menjadi matanya, telinganya, lidahnya,
tangannya, dan kakinya. Dia melihat melalui Aku, dia mendengar melalui
Aku, dia berbicara melalui Aku, tanggannya menjadi tangan-Ku, dan dia
berjalan bersama Aku.
Sucikan hatimu dari segala sesuatu dan ingatlah hanya kepada Allah, sebab :
Katakanlah
olehmu (Hai Muhammad), telah dating kebenaran dan telah binasa
kebatilan. Sesungguhnya kebatilan itu binasa. (al-Isra (17) : 81).
Ketika kebenaran dating dan kebatilan binasa, tingkatan wilayah menjadi sempurna.
Huruf
keempat, f, merupakan singkatan dari kata fana’, peniadaan diri. Diri
yang batil dan keakuan luruh musnah ketika sifat-sifat Ilahi memasuki
jiwa seseorang. Keakuan digantikan oleh keesaan.
Pada
hakikatnya, kebenaran akan selalu ada; tak pernah hilang atau pun
surut. Pemusnahan yang dimaksudkan di sini adalah bahwa seseorang mukmin
menyadari dan menyatu dengan zat yang telah menciptakannya. Ketika
berada bersama-Nya, ia menerima keridaan-Nya : wujud manusia yang fana
menemukan eksistensinya dengan menyadari hakikat yang kekal : Segala
sesuatu musnah kecuali zat-Nya… (al-Qashash (28) : 88).
Hakikat-Nya
dikenali melalui keridaan-Nya. Jika kau melakukan sesuatu karena Dia
dan diridai-Nya, berarti kau telah mendekati hakikat-Nya, zat-Nya.
Setelah itu, semuanya musnah kecuali Yang Esa; Dia menyatu dengan orang
yang diridai-Nya. Amal saleh adalah ibu yang melahirkan hakikat, yaitu
jiwa-sejati-yang-kembali. Allah berfirman, Kepada-Nya naik perkataan
yang baik dan amal yang saleh dinaikan-Nya. (Fathir (35) : 10). Jika
seseorang berbuat karena segala sesuatu selain Allah, berarti ia telah
menyekutukan Allah. Sebab, ia telah menempatkan seseorang atau yang
lainnya di tempat Allah. Menyekutukan Dia adalah dosa yang tak teramuni
yang lambat laun akan membinasakan dirinya. Namun, jika diri dan keakuan
sirna, ia akan mencapai tingkat kebersatuan dengan Allah, yang dicapai
di alam kedekatan kepada-Nya; alam yang dijelaskan oleh Allah dalam
firman-Nya :
Sesungguhnya
orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai,
di tempat yang disenangi di sisi Tuhan yang berkuasa. (al-Qamar (54) :
54-55).
Alam
itu adalah alam hakikat sejati; hakikat segala hakikat; tempat keesaan
dan ketunggalan. Itulah alam yang disediakan untuk para nabi, orang yang
dicintai Allah, dan para kekasih-Nya. Allah bersama orang-orang yang
benar. Ketika eksistensi ciptaan menyatu dengan eksistensi yang kekal,
eksistensi keduanya menajdi tak terpisahkan. Ketika seseorang telah
melepaskan dirinya dari semua ikatan duniawi utnuk berada bersama Allah,
niscaya ia akan menerima kesucian yang kekal, yang tak pernah ternodai
dan menjadi salah seorang penghuni sorga, mereka kekal di dalamnya
(al-A’raf (7) : 42). Mereka adalah orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh. (al-A’raf (7) : 42). Namun, kami tidak memikulkan kewajiban
kepada seseorang melainkan sesuai dengan kadar kesanggupannya. (al-A’raf
(7) : 42). Untuk bias mencapai tingkat penyatuan seperti itu,
dibutuhkan kesabaran dan ketabahan, karena Allah bersama orang-orang
yang sabar. (al-Anfal (8) : 66).
1) Ahlu
Shufah juga sering dimaknai sebagai para penghuni serambi. Sebutan ini
merujuk kepada para Sahabat nabi SAW yang tinggal di serambi masjid
Nabawi. Mereka adalah para sahabat yang fakir dan selalu beribadah
kepada Allah.
No comments:
Post a Comment