أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
سبحان من ستر سر الخصوصية بظهور وصف البشرية، وظهر بعظمة الربوبية فى اظهار العبودية
"Maha suci Dia Yang menyembunyikan keistimewaan hamba-hamba pilihan-Nya di balik sifat manusiawi yang ada pada diri mereka. Dan (sebaliknya) menampakkan eksistensi sifat ketuhanan di balik kehambaan mahluk-Nya."
Di dunia ini, beragam mahluk hidup beriringan. Ada yang iman, ada juga yang kufur. Yang beriman pun bertingkat-tingkat. Iman seseorang tidak sama satu sama lain. Begitu seterusnya.
Di antara hamba-hamba Allah, ada yang di pilih-Nya sebagai orang terdekat. Merekalah kelompok yang imannya kuat. Yang ketika sesuatu apapun menimpanya, baik atau buruk, mereka tetap menganggap sebagai nikmat. Kemudian Allah menganugerahi mereka dengan keistimewaan yang tidak dianugerahkan kepada yang lain. Merekalah wali-wali Allah, yang tak ada rasa takut yang berlebih dan tak pula merasa susah.
Begitu tingginya derajat auliya' di sisi-Nya, sampai-sampai Allah memuji mereka di dalam Al-qur'an:
الا ان اولياء الله لا خوف عليهم ولا هم يحزنون
Dalam hadits qudsi dikatakan:
من آذانى وليا فقد آذنته بالحرب
"Barang siapa yang memusuhi seorang wali, maka Aku kabarkan perang atasnya."
Dapat disimpulkan secara sederhana, bahwa memusuhi wali berarti menanti kerusakan pada diri. Jika tidak di dunia, kerusakan itu akan menunggu di alam kedua. Itulah yang akan terjadi jika kita lancang terhadap kekasih-Nya.
Lantas kitapun ingin tahu siapakah yang termasuk wali yang sedang dibicarakan di atas?
Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa wali pasti mempunyai sifat yang berbeda dengan manusia biasa. Dia bisa terbang, berjalan di air, kebal senjata tajam, dll. Seakan tidak terima jika ada manusia yang juga makan, minum, hidup kekurangan, dikatakan seorang wali. "Apa mungkin wali seperti itu ?"
Dahulu, nabi juga banyak yang tidak mau menirimanya sebagai utusan hanya karena beliau makan, minum, masuk ke pasar, dan melakukan sifat-sifat manusiawi lainnya. Pada akhirnya yang mampu menyadarkan hanyalah firman Allah :
وقالوا ما ل هذا الرسول يأكل الطعام ويمشى فى الأسواق، لو لا أنزل اليه ملك فيكون معه نذيرا
Tetapi tetap saja orang awam belum bisa menerima sepenuhnya.
Oleh karena itulah, Syeikh Ibn 'Atho'illah As-Sakandari berkata:
سبحان من ستر سر الخصوصية بظهور وصف البشرية
Wali memang diberi keistimewaan dan kekhushusiyahan yang tidak dimiliki orang lain. Hanya saja, keistimewaan itu pasti di tutupi Allah. Yaitu dengan memyembunyikan keistimewaan tersebut di balik sifat kemanusiaan orang yang dipilih-Nya (wali-Nya). Tugas wali tersebut akan lebih sempurna justru ketika ia bisa menutupi jati dirinya.
Ada beberapa wali abdal yang bertempat di Syam. Mereka diangkat sedemikian rupa derajatnya bukan semata-mata karena ibadah. Akan tetapi di dadanya terdapat sifat rahmah. Sebab mereka, kita terus diluaskan rizki. Sebab mereka pula, kita terus dirahmati.
به ترزقون وبه ترحمون
***
Satu lagi Hikmah Ilahiyah yang ada pada hamba-Nya yang Sholeh. Yaitu seorang wali diberi pengetahuan tentang hal-hal yang tidak diketahui orang lain.
Di sini kita kenal dengan istilah hal ghaib. Di dalam dunia tasauf, dikenal istilah orang awam dan orang khosh. Dari sisi kuantitas, orang awam jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang telah mencapai derajat khosh. Sebab itulah, yang diwajibkan oleh Syari' - dalam hal ini Allah Subhanahu Wa Ta'ala - untuk dilakukan adalah syari'at. Tidak Thoriqot, bukan pula Hakikat.
Hal-hal yang bersifat ghaib sengaja disamarkan dari pandangan orang awam. Hal ini dimaksudkan agar syari'at dapat berjalan lancar. Tatanan dunia akan hancur apabila pengetahuan tentang hal ghaib diketahui semua orang.
Oleh sebab itulah, auliya' - yang notabenenya mempunyai pengetahuan ghaib - disembunyikan Allah. Tidak hanya disembunyikan, bahkan mereka dibuat Allah memiliki sebuah sikap yang sekiranya kita memandang, justru kita akan menganggap mereka yang sebenarnya wali bukan termasuk wali.
Allah sengaja mengutus para kekasih-Nya untuk bersikap begitu sederhana justru agar dijauhi orang awam. Yang terjadi, mayoritas orang, khususnya zaman sekarang, lebih mencari keramat dan lebih percaya terhadap orang yang mengobral kehebatan-kehebatan di luar nalar yang diakui dimilikinya.
Jadi kalau coba disadari, sikap orang yang suka mencari keramat dan keistimewaan tersebut sangat bertentangan dengan hikmah ilahiyah yang lebih memilih menutupi keistimewaan dari pada mengobralnya. Begitulah Allah menutupi para kekasihnya dari pengetahuan orang. Bahkan ada wali Allah yang dirinya sendiri tidak menyadari bahwa dia adalah wali Allah.
Selanjutnya, sebagai imbangan menyembunyikan kekasih-Nya, Allah menampakkan eksistensi diri-Nya pada setiap ciptaan yang ada. Hal ini dimaksudkan agar yang menjadi tujuan utama dan menjadi tempat kembali dari segala urusan adalah Allah, bukan sesama mahluk.
Kita akan menemukan Allah, pada tiap mahluk. Contoh; Kita bisa tahu Allah Mahakaya karena kita sadar akan kefaqiran kita. Allah Mahakuat, karena kita lemah. Begitu seterusnya.
Dengan kata lain, yang menerjemahkan Allah sebagai Otoritas Tunggal atau Tuhan adalah para mahluk-Nya. Ini secara ringkasnya.
Toh demekian, kita jangan berhenti pada titik kesimpulan ini. Sebab akan menyebabkan kesalahpahaman, bahwa Allah menjadi Tuhan hanya karena ada mahluk-Nya. Kalau mahluk tidak ada, Allah pun tidak lagi menjadi Tuhan yang Mahaperkasa. Kesalah pahaman ini meniscayakan kehadiran mahluk jika ingin Allah dikatakan sebagai Tuhan.
Apa betul seperti itu? Sama sekali tidak!
Ada dan tidak adanya mahluk sedikitpun tidak mempengaruhi sifat Rububiyyahnya Allah. Sifat ketuhanan tersebut sangat erat melekat pada dzat-Nya, tanpa membutuhkan yang lain. Tanpa mahluk, Allah tetap Dzat yang Mahapencipta dan Mahasegalanya.
Kitalah yang membutuhkan Allah. Sebagai fitrah seorang hamba, kita membutuhkan adanya Tuhan. Untuk dapat lebih mengenal-Nya, kita perlu mengumpulkan keterangan-keterangan tentang Allah sebagai Tuhan. Allah pun memberi jalan kepada para hamba untuk lebih mengenal Dirinya. Yakni dengan menyertakan potongan-potongan informasi yang mengatakan kepada makhluk tentang tanda-tanda ketuhanan serta kekuasaan-Nya pada setiap ciptaan.
Allah membuka sifat Rububiyyah-Nya melalui mahluk. Sebuah contoh kecil adalah diri manusia. Begitu lemahnya manusia pada waktu bayi. Tak berdaya, tak mempunyai upaya. San begitu lemahnya, bayi hanya bisa menangis di dalam pinta.
Perkembangan mulai menunjukkan perubahan pada diri. Yang dahulunya merangkak saja tak mampu, saat menginjak remaja kaki semakin kokoh. Jangankan merangkak, berjalanpun sangat mudah. Beranjak dewasa, manusia mulai sempurna menggunakan akal pikirannya.
Proses dari bayi sampai dewasa kemudian mampu berpikir ini seakan terjadi secara otomatis dan terprogram. Tak ada yang tahu bagaimana itu semua berproses. Yang jelas, manusia sama sekali tidak ikut andil di dalamnya. Hanya satu yang mengendalikan. Dia lah Allah Yang Mahakuasa. Inilah yang hendak diungkapkan Imam Ibn 'Atho'illah As-Sakandari melalui mutiara hikmahnya:
وظهر بعظمة الربوبية فى اظهار العبودية
Bila ada yang tidak mengetahui hal ini dan berpandangan bahwa dirinya sendiri yang menciptakan kekuatan tanpa otoritas lain, maka ini dapat disadarkan dengan cara mengajaknya bertafakkur tentang diri dan melihat sifat kehambaan dirinya. Kemudian andai masih enggan untuk mengakui, maka hanya ada satu hal yang akan menyadarkannya. Yaitu maut.
قل يوم الفتح لا ينفع الذين كفروا ايمانهم ولا هم ينظرون
Sadar dan pahamilah bahwa:
أن لكل مخلوق ربا، والله ربنا ورب كل شئ، وكل مخلوق عبده
SIAPAKAH KEKASIH ALLAH YANG SESUNGGUHNYA
سبحان من ستر سر الخصوصية بظهور وصف البشرية، وظهر بعظمة الربوبية فى اظهار العبودية
"Maha suci Dia Yang menyembunyikan keistimewaan hamba-hamba pilihan-Nya di balik sifat manusiawi yang ada pada diri mereka. Dan (sebaliknya) menampakkan eksistensi sifat ketuhanan di balik kehambaan mahluk-Nya."
Di dunia ini, beragam mahluk hidup beriringan. Ada yang iman, ada juga yang kufur. Yang beriman pun bertingkat-tingkat. Iman seseorang tidak sama satu sama lain. Begitu seterusnya.
Di antara hamba-hamba Allah, ada yang di pilih-Nya sebagai orang terdekat. Merekalah kelompok yang imannya kuat. Yang ketika sesuatu apapun menimpanya, baik atau buruk, mereka tetap menganggap sebagai nikmat. Kemudian Allah menganugerahi mereka dengan keistimewaan yang tidak dianugerahkan kepada yang lain. Merekalah wali-wali Allah, yang tak ada rasa takut yang berlebih dan tak pula merasa susah.
Begitu tingginya derajat auliya' di sisi-Nya, sampai-sampai Allah memuji mereka di dalam Al-qur'an:
الا ان اولياء الله لا خوف عليهم ولا هم يحزنون
Dalam hadits qudsi dikatakan:
من آذانى وليا فقد آذنته بالحرب
"Barang siapa yang memusuhi seorang wali, maka Aku kabarkan perang atasnya."
Dapat disimpulkan secara sederhana, bahwa memusuhi wali berarti menanti kerusakan pada diri. Jika tidak di dunia, kerusakan itu akan menunggu di alam kedua. Itulah yang akan terjadi jika kita lancang terhadap kekasih-Nya.
Lantas kitapun ingin tahu siapakah yang termasuk wali yang sedang dibicarakan di atas?
Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa wali pasti mempunyai sifat yang berbeda dengan manusia biasa. Dia bisa terbang, berjalan di air, kebal senjata tajam, dll. Seakan tidak terima jika ada manusia yang juga makan, minum, hidup kekurangan, dikatakan seorang wali. "Apa mungkin wali seperti itu ?"
Dahulu, nabi juga banyak yang tidak mau menirimanya sebagai utusan hanya karena beliau makan, minum, masuk ke pasar, dan melakukan sifat-sifat manusiawi lainnya. Pada akhirnya yang mampu menyadarkan hanyalah firman Allah :
وقالوا ما ل هذا الرسول يأكل الطعام ويمشى فى الأسواق، لو لا أنزل اليه ملك فيكون معه نذيرا
Tetapi tetap saja orang awam belum bisa menerima sepenuhnya.
Oleh karena itulah, Syeikh Ibn 'Atho'illah As-Sakandari berkata:
سبحان من ستر سر الخصوصية بظهور وصف البشرية
Wali memang diberi keistimewaan dan kekhushusiyahan yang tidak dimiliki orang lain. Hanya saja, keistimewaan itu pasti di tutupi Allah. Yaitu dengan memyembunyikan keistimewaan tersebut di balik sifat kemanusiaan orang yang dipilih-Nya (wali-Nya). Tugas wali tersebut akan lebih sempurna justru ketika ia bisa menutupi jati dirinya.
Ada beberapa wali abdal yang bertempat di Syam. Mereka diangkat sedemikian rupa derajatnya bukan semata-mata karena ibadah. Akan tetapi di dadanya terdapat sifat rahmah. Sebab mereka, kita terus diluaskan rizki. Sebab mereka pula, kita terus dirahmati.
به ترزقون وبه ترحمون
***
Satu lagi Hikmah Ilahiyah yang ada pada hamba-Nya yang Sholeh. Yaitu seorang wali diberi pengetahuan tentang hal-hal yang tidak diketahui orang lain.
Di sini kita kenal dengan istilah hal ghaib. Di dalam dunia tasauf, dikenal istilah orang awam dan orang khosh. Dari sisi kuantitas, orang awam jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang telah mencapai derajat khosh. Sebab itulah, yang diwajibkan oleh Syari' - dalam hal ini Allah Subhanahu Wa Ta'ala - untuk dilakukan adalah syari'at. Tidak Thoriqot, bukan pula Hakikat.
Hal-hal yang bersifat ghaib sengaja disamarkan dari pandangan orang awam. Hal ini dimaksudkan agar syari'at dapat berjalan lancar. Tatanan dunia akan hancur apabila pengetahuan tentang hal ghaib diketahui semua orang.
Oleh sebab itulah, auliya' - yang notabenenya mempunyai pengetahuan ghaib - disembunyikan Allah. Tidak hanya disembunyikan, bahkan mereka dibuat Allah memiliki sebuah sikap yang sekiranya kita memandang, justru kita akan menganggap mereka yang sebenarnya wali bukan termasuk wali.
Allah sengaja mengutus para kekasih-Nya untuk bersikap begitu sederhana justru agar dijauhi orang awam. Yang terjadi, mayoritas orang, khususnya zaman sekarang, lebih mencari keramat dan lebih percaya terhadap orang yang mengobral kehebatan-kehebatan di luar nalar yang diakui dimilikinya.
Jadi kalau coba disadari, sikap orang yang suka mencari keramat dan keistimewaan tersebut sangat bertentangan dengan hikmah ilahiyah yang lebih memilih menutupi keistimewaan dari pada mengobralnya. Begitulah Allah menutupi para kekasihnya dari pengetahuan orang. Bahkan ada wali Allah yang dirinya sendiri tidak menyadari bahwa dia adalah wali Allah.
Selanjutnya, sebagai imbangan menyembunyikan kekasih-Nya, Allah menampakkan eksistensi diri-Nya pada setiap ciptaan yang ada. Hal ini dimaksudkan agar yang menjadi tujuan utama dan menjadi tempat kembali dari segala urusan adalah Allah, bukan sesama mahluk.
Kita akan menemukan Allah, pada tiap mahluk. Contoh; Kita bisa tahu Allah Mahakaya karena kita sadar akan kefaqiran kita. Allah Mahakuat, karena kita lemah. Begitu seterusnya.
Dengan kata lain, yang menerjemahkan Allah sebagai Otoritas Tunggal atau Tuhan adalah para mahluk-Nya. Ini secara ringkasnya.
Toh demekian, kita jangan berhenti pada titik kesimpulan ini. Sebab akan menyebabkan kesalahpahaman, bahwa Allah menjadi Tuhan hanya karena ada mahluk-Nya. Kalau mahluk tidak ada, Allah pun tidak lagi menjadi Tuhan yang Mahaperkasa. Kesalah pahaman ini meniscayakan kehadiran mahluk jika ingin Allah dikatakan sebagai Tuhan.
Apa betul seperti itu? Sama sekali tidak!
Ada dan tidak adanya mahluk sedikitpun tidak mempengaruhi sifat Rububiyyahnya Allah. Sifat ketuhanan tersebut sangat erat melekat pada dzat-Nya, tanpa membutuhkan yang lain. Tanpa mahluk, Allah tetap Dzat yang Mahapencipta dan Mahasegalanya.
Kitalah yang membutuhkan Allah. Sebagai fitrah seorang hamba, kita membutuhkan adanya Tuhan. Untuk dapat lebih mengenal-Nya, kita perlu mengumpulkan keterangan-keterangan tentang Allah sebagai Tuhan. Allah pun memberi jalan kepada para hamba untuk lebih mengenal Dirinya. Yakni dengan menyertakan potongan-potongan informasi yang mengatakan kepada makhluk tentang tanda-tanda ketuhanan serta kekuasaan-Nya pada setiap ciptaan.
Allah membuka sifat Rububiyyah-Nya melalui mahluk. Sebuah contoh kecil adalah diri manusia. Begitu lemahnya manusia pada waktu bayi. Tak berdaya, tak mempunyai upaya. San begitu lemahnya, bayi hanya bisa menangis di dalam pinta.
Perkembangan mulai menunjukkan perubahan pada diri. Yang dahulunya merangkak saja tak mampu, saat menginjak remaja kaki semakin kokoh. Jangankan merangkak, berjalanpun sangat mudah. Beranjak dewasa, manusia mulai sempurna menggunakan akal pikirannya.
Proses dari bayi sampai dewasa kemudian mampu berpikir ini seakan terjadi secara otomatis dan terprogram. Tak ada yang tahu bagaimana itu semua berproses. Yang jelas, manusia sama sekali tidak ikut andil di dalamnya. Hanya satu yang mengendalikan. Dia lah Allah Yang Mahakuasa. Inilah yang hendak diungkapkan Imam Ibn 'Atho'illah As-Sakandari melalui mutiara hikmahnya:
وظهر بعظمة الربوبية فى اظهار العبودية
Bila ada yang tidak mengetahui hal ini dan berpandangan bahwa dirinya sendiri yang menciptakan kekuatan tanpa otoritas lain, maka ini dapat disadarkan dengan cara mengajaknya bertafakkur tentang diri dan melihat sifat kehambaan dirinya. Kemudian andai masih enggan untuk mengakui, maka hanya ada satu hal yang akan menyadarkannya. Yaitu maut.
قل يوم الفتح لا ينفع الذين كفروا ايمانهم ولا هم ينظرون
Sadar dan pahamilah bahwa:
أن لكل مخلوق ربا، والله ربنا ورب كل شئ، وكل مخلوق عبده
No comments:
Post a Comment