Wahyu dan Ilham
Dari sejumlah hadis dapat diketahui bahwa para imam
|
||
Dari
sejumlah hadis dapat di-ketahui bahwa para imam maksum juga memiliki
pengetahuan-pengetahuan yang tidak termasuk pengetahuan pada umumnya dan
tidak diperoleh melalui pancaindra melainkan melalui pengalaman batin
dan penyaksian hudhuri mereka. Pengetahuan-pengetahuan semacam ini
menyerupai wahyu tetapi sebagai bentuk penghormatan tidak disebut
sebagai wahyu.
|
maksum
juga memiliki pengetahuan-pengetahuan yang tidak termasuk pengetahuan
pada umumnya dan tidak diperoleh melalui pancaindra melainkan melalui
pengalaman batin dan penyaksian hudhuri mereka. Pengetahuan-pengetahuan
semacam ini menyerupai wahyu tetapi sebagai bentuk penghormatan tidak
disebut sebagai wahyu.
Dalam
sebuah riwayat disebutkan, “Ali bin Yaqtin meriwayatkan dari ayahnya
yang bertanya pada Imam Musa bin Ja’far as, ‘Berasal dari manakah ilmu
yang kalian miliki?’ Imam menjawab, ‘Bersumber dari pemberian dalam hati
atau pada pendengaran atau melalui kedua-duanya.’”[145]
Disebutkan dalam sebuah riwayat, “Harits bin
|
Mughirah
meriwayatkan: Aku bertanya pada Abi Abdillah, Imam Ja’far Shadiq as,
“Jiwaku menjadi tebusanmu, jika imam ditanya tentang sesuatu dan tidak
memiliki jawaban, dari mana imam mengetahui?” Imam menjawab, “Diletakkan
ilmu dalam hati atau diperdengarkan pada pendengaran.”[146]
Diriwayatkan
dalam sebuah hadis dari Isa bin Hamzah Tsaqafi berkata, “Aku bertanya
pada Imam Ja’far Shadiq as, ‘Terkadang kami bertanya tentang sesuatu
pada kalian dan kalian langsung menjawabnya. Terkadang pula kalian
menjawabnya setelah terdiam sejenak. Apa sebab hal itu?’ Imam menjawab,
‘Benar, masalah-masalah pengetahuan diberikan pada hati kami. Jika
langsung diberikan, maka kami pun menjawabnya secara langsung dan jika
pemberian sedikit terlambat, maka kami pun tidak segera menjawabnya.’” [147]
Yahya
Madani meriwayatkan dari Abi Abdillah Imam Ja’far Shadiq as, “Aku
bertanya pada Imam as, ‘Bagaimana Imam menjawab pada saat ditanya?’ Imam
menjawab, ‘Melalui ilham atau pendengaran dan terkadang kedua-duanya
berbarengan.’”[148]
Harits
bin Mughirah juga meriwayatkan dari Imam Shadiq as, “Aku berkata pada
Abu Abdillah as, ‘Ilmu yang kalian ketahui, apakah sesuatu yang
diletakkan dalam hati kalian atau sesuatu yang diperdengarkan pada
pendengaran kalian?’ Imam terdiam, sampai-sampai kaum lupa akan hal itu.
Kemudian, Imam menjawab, ‘Terkadang ini, terkadang itu.’” [149]
Hadis
lain yang diriwayatkan oleh Harits bin Mughirah menjelaskan, “Aku
bertanya pada Abu Abdillah as, ‘Ilmu para alim kalian apakah berupa
kalimat yang diletakkan dalam hati kalian atau sesuatu yang
diperdengarkan pada pendengaran kalian?’ Imam menjawab, ‘Sebuah wahyu
seperti wahyu yang diberikan pada Nabi Musa as.’”[150]
Abu Bashir meriwayatkan dari Imam Shadiq as, “Aku berkata pada Imam Shadiq as, ‘Jiwaku menjadi tebusanmu,
|
ilmu
semacam apakah yang kalian miliki?’ Imam menjawab, ‘Sesuatu yang
dibicarakan siang dan malam, permasalahan demi permasalahan, kejadian
demi kejadian hingga hari kiamat.’”[151]
Riwayat
lainnya dari Harits bin Mughirah menerangkan: Imam Shadiq berkata,
“Sesungguhnya bumi tidak pernah ditinggalkan tanpa seorang alim.” Harits
bertanya, “Darimana ilmu yang kalian ketahui?” Imam menjawab, “Warisan
dari Rasulullah saw dari Ali bin Abi Thalib as. Ilmu yang menyebabkan
kami tidak butuh pada manusia sementara manusia selalu butuh pada ilmu
tersebut.” Aku berkata, “Ataukah berupa hikmah yang diletakkan dalam
dada kalian atau pengetahuan yang diperdengarkan pada pendengaran
kalian?” Imam berkata, “Termasuk keduanya.” [152]
Mufadhdhal
meriwayatkan dari Imam Shadiq as, “Suatu hari, Imam Shadiq berkata
kepadaku, ‘Wahai Abu Abdillah,’ Aku menjawab, ‘Labbaik, jiwaku menjadi
tebusanmu.’ Imam berkata, ‘Sesungguhnya setiap malam Jumat kami merasa
senang.’ ‘Semoga Allah menambah kesenanganmu, apakah yang menyebabkan
hal itu?’ tanyaku. Imam menjawab, ‘Sesungguhnya setiap malam Jumat
Rasulullah saw naik menuju Arasy juga para imam dan kami pun naik
bersama mereka. Ruh-ruh kami tidak kembali ke jasad kami kecuali dengan
ilmu yang sangat bermanfaat. Andaikan tidak demikian, maka disempurnakan
ilmu yang telah kami miliki.’”[153]
Yunus
bin Abi Fadhl meriwayatkan dari Imam Ja’far Shadiq as, beliau berkata,
“Setiap malam Jumat tidak terjadi sesuatu pada kekasih-kekasih Allah
kecuali kebahagiaan.” Aku bertanya, “Jiwaku menjadi tebusanmu, bagaimana
hal itu terjadi?” Imam menjawab, “Setiap malam Jumat, Rasulullah saw
naik menuju Arasy dan aku naik bersama beliau. Aku tidak kembali kecuali
dengan ilmu yang bermanfaat. Andaikan tidak demikian, maka
disempurnakan ilmu yang telah kami miliki.”[154]
|
Zurarah
meriwayatkan dari Imam Muhammad Baqir as, “Aku mendengar beliau
bersabda, “Dua belas imam dari keluarga Muhammad saw seluruhnya adalah muhaddats (manusia yang diajak bicara malaikat—penerj.) dari keturunan Rasulullah dan keturunan Ali as. Maka, Rasulullah saw dan Ali as adalah kedua orang tua.”[155]
Dari
beberapa hadis yang telah disebutkan dan contohcontoh lainnya yang
cukup banyak, kita dapat mengetahui bahwa imam-imam maksum dari
Ahlulbait as memiliki pengetahuan yang tidak termasuk
pemahaman-pemahaman pada umumnya dan tidak diperoleh melalui pancaindra.
Pengetahuan itu diperoleh melalui pengalaman batin, lalu diberikan ke
dalam hati mereka atau diperdengarkan pada pendengaran batin mereka. Hal
ini adalah hakikat yang serupa dengan hakikat yang telah dijelaskan
mengenai wahyu. Akan tetapi, mereka enggan untuk menyebut hal tersebut
sebagai wahyu tetapi menyebutnya sebagai ilham atau qadzaf dalam hati
mereka atau nakt (anugerah) yang diberikan pada pendengaran mereka.
Kalaupun disebut sebagai wahyu, itu sama dengan wahyu yang diberikan
pada ibu Nabi Musa as.
Hal
ini disebabkan pandangan umat Islam pada umumnya mengkhususkan wahyu
hanya pada para nabi. Begitu pula keyakinan mengenai berakhirnya
kenabian dengan diutusnya Nabi Muhammad saw, maka masa wahyu secara
istilah pun berakhir sebagaimana yang disampaikan oleh Amirul Mukminin
Ali as, “Demi ibu dan ayahku yang menjadi tebusanmu, wahai Rasulullah,
sungguh telah terputus dengan kematianmu sesuatu yang tidak terputus
dengan kematian selain dirimu dari kenabian, berita, dan kabar-kabar
dari langit.”[156]
Pada
kesempatan lainnya, beliau juga mengatakan, “Allah mengutus nabi-Nya
pada masa peralihan para rasul dan pergantian manusia, dengan
perantaranya (Nabi Muhammad saw—penerj.) Allah menyelesaikan utusan-Nya
dan diakhiri wahyu dengannya.”[157]
|
Pengetahuan imam memiliki perbedaan penting dengan wahyu yang diberikan pada para nabi dalam dua hal berikut.
|
||
Perbedaan
pertama , wahyu yang diturunkan pada para nabi mencakup hukum-hukum,
aturanaturan, dan penjelasan mengenai halal dan haram yang diiringi
dengan perintah untuk menyebarkan. Sementara itu, pengetahuan yang
dimiliki imam tidak terdapat pada obyekobyek tersebut.
|
Hukum-hukum
syariat tidak diberikan ke dalam hati imam tetapi penjelasan dan
pendukung hukum-hukum tersebut yang diberikan pada imam sebagaimana yang
dijelaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Sulaiman Dailami
dari ayahnya, “Aku bertanya pada Abu Abdillah as, ‘Jiwaku menjadi
tebusanmu, seringkali aku mendengar darimu ucapan, ‘Andaikan tidak
bertambah ilmu kami, maka selesailah.’ Apakah maksud ucapanmu ini?’ Imam
menjawab, ‘Adapun halal dan haram dalam syariat, demi Allah semua telah
diturunkan dengan sempur-
|
|
na
pada Rasululullah saw dan mengenai hal ini pengetahuan imam tidak
bertambah.’ Aku bertanya, ‘Lalu ilmu apakah yang ditambahkan pada
ilmu-ilmu kalian?’ Imam menjawab, ‘Dalam hal-hal lainnya selain
kehalalan dan keharaman.’ Aku bertanya kembali, ‘Apakah sesuatu
diturunkan pada kalian yang tidak diturunkan pada Rasulullah saw?’
‘Tidak, ilmu yang hendak diturunkan pada kami, sebelumnya telah
diturunkan malaikat pada rasul dan berkata, ‘Wahai Muhammad, Tuhanmu
memerintahkanmu untuk melakukan perbuatan ini dan itu.’ ‘Sampaikanlah
hal ini pada Ali,’ jawab Rasul. Malaikat membawa perintah tersebut pada
Ali. Ali juga mengatakan, ‘Sampaikanlah hal ini juga pada Hasan.’
Disampaikanlah perintah
|
itu
pada Hasan dan beliau juga mengatakan, ‘Sampaikan hal ini juga pada
Husain.’ Disampaikanlah perintah itu pada Husain.’ Seperti inilah
berlanjut satu per satu hingga sampai pada kami.’ Kembali aku bertanya,
‘Dengan demikian, ditambahkan sesuatu pada kalian yang tidak diketahui
oleh Rasulullah saw?’ Imam berkata, ‘Hati-hati kau! Apakah diperkenankan
imam mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh Rasulullah saw?
Apakah imam lebih dulu dari Rasulullah?’”[158]
|
||
Penerima
ilham adalah hati. Kendati memiliki perhatian terhadap ilham-ilham
batin dirinya, akan tetapi perhatian para imam tertuju pada sumber yang
meletakkannya ke dalam hati yaitu Allah SWT.
|
Dari
tanda dan alamatnya dapat dipahami bahwa ilham tersebut berasal dari
Allah bukan dari waswas setan dan diri mereka sebagaimana hal ini
disebutkan dalam beberapa hadis berikut.
Dalam
sebuah riwayat disebutkan bahwa Muhammad bin Muslim bertanya pada Imam
Shadiq as mengenai muhaddatsah. Imam menjelaskan, “Sesungguh-
|
|
nya
dia mendengar suara namun tidak menyaksikannya.” Aku berkata, “Semoga
Allah senantiasa memberi kemaslahatan padamu. Bagaimana dia mengetahui
bahwa itu adalah ucapan malaikat?” Imam menjawab, “Dia diberi ketenangan
dan kenyamanan sehingga dia mengetahui bahwa itu adalah malaikat.”[159]
Berkenaan
dengan masalah tersebut, sebuah riwayat juga menjelaskan bahwa suatu
saat Zurarah bertanya pada Imam Shadiq as. Zurarah bertanya, “Bagaimana
(imam) mengetahui bahwa hal itu berasal dari malaikat dan tidak khawatir
bahwa mungkin saja dari setan, mengingat dia tidak menyaksikan
seseorang?” Imam menjawab, “Diberikan kepadanya ketenangan, dengan
demikian dia mengetahui bahwa hal itu berasal
|
dari
malaikat. Andaikan dari setan, dia merasa galau dan tidak tenang.
Kendati demikian, wahai Zurarah, hal seperti itu (gangguan dari setan)
tidak mungkin dialami para imam.”[160]
Poin
penting yang dapat diambil dari hadis ini yaitu adanya pengetahuan dan
kesempurnaan melalui wahyu atau ilham yang diberikan pada hati imam yang
hidup di setiap masa dengan jalan penurunan dari maqam kenabian dan
wilayah.
Perbedaan kedua dari
wahyu dan ilham yaitu penerima wahyu adalah nabi. Selain penerima
wahyu, juga perhatikan sumber pemberi wahyu yaitu Allah Swt. Penerima
wahyu memiliki perhatian bahwa pemberian-pemberian dan
penyaksian-penyaksian dalam hatinya berasal dari Allah Swt karena hal
inilah mereka mengalami ketenangan dan kenyamanan tertentu. Sementara
ilham, tidaklah demikian.
Penyingkapan, Penyaksian Para Urafa
Para
urafa (pelaku jalan spiritual) yang sesungguhnya mengklaim bahwa pada
satu kondisi kejiwaan mereka terjadi penyingkapan hakikat dan
pengetahuan yang kemudian kebenaran penyingkapan tersebut terbukti.
Terkadang berita-berita kejadian masa lalu terlintas dalam hati mereka,
terkadang pula mereka mendapat pengetahuan mengenai kejadiankejadian
mendatang. Adakalanya mereka juga mengetahui kejadian atau sesuatu yang
sulit untuk dijangkau pancaindra, menyaksikan sesuatu atau seseorang
atau mendengar suara tetapi tidak melalui penglihatan dan pendengaran
zahir. Beritaberita semacam ini sedemikian banyaknya sehingga pokok dari
permasalahan tersebut tidak dapat dipungkiri. Kendati
|
sebagian
dari mereka yang mengklaim hal-hal tersebut juga terdapat kebohongan
yang jelas kita saksikan tetapi hal ini tidak mengganggu pokok
permasalahan.
Penyingkapan-penyingkapan
pelaku jalan spiritual juga dihasilkan dari pengalaman dan perjalanan
batin serta pemberian pada hati mereka dan tidak memiliki keserupaan
dengan wahyu dan ilham. Penyingkapan-penyingkapan tersebut memiliki
perbedaan dengan wahyu dalam beberapa hal berikut.
1.
Sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya bahwa penerima wahyu
pada saat itu memiliki perhatian hudhuri pada pemberi wahyu yaitu Allah
Swt dan memiliki keyakinan penuh bahwa wahyu berasal dari Allah Swt,
berdasarkan hal inilah merasakan ketenangan. Berbeda dengan penyingkapan
atau penyaksian para pelaku jalan spiritual yang tidak memiliki
perhatian hudhuri kepada Allah SWT.
2.
Pada penyingkapan irfani (pelaku jalan spiritual), kemungkinan
terjadinya kesalahan dan ada kemungkinan berasal dari waswas setan.
Dalam penyingkapan-penyingkapan irfani yang dinukil, terdapat hal-hal
berupa khayalan dan hanya anggapan belaka yang bersumber dari kapasitas
mereka. Berbeda dengan wahyu para nabi yang senantiasa terjaga dari
segala bentuk kesalahan.
3.
Wahyu kenabian memiliki pesan dan perintah untuk menyampaikan.
Disampaikan guna memberikan kebahagiaan masyarakat di segala bidang.
Berbeda dengan penyingkapan- penyingkapan irfani yang membantu pelaku
penyingkapan dengan ilmu dan perjalanan spiritual.
4.
Penyingkapan-penyingkapan irfani adalah perolehan yang dihasilkan
melalui proses latihan-latihan dan menjalani amalan-amalan khusus.
Berbeda dengan wahyu yang tidak membutuhkan latihan dan terjadi tanpa
proses.
|
No comments:
Post a Comment