أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Tasawuf Tanpa Tarekat = Teori
Tasawuf dari sekian banyak definisi bisa kita persingkat menjadi akhlak yang baik,
dengan melaksanakan tasawuf maka akhlak manusia ikut menjadi baik.
Rasulullah SAW sebagai teladan kita semua memberikan contoh akhlak yang
baik dalam kehidupan Beliau, “Sungguh pada diri Rasulullah terdapat Akhlakul Karimah (akhlak yang baik)”.
Dengan membaca karya-karya Tasawuf yang ditulis baik oleh Guru Sufi
maupun orang-orang yang ahli tentang tasawuf secara teori mungkin bisa
saja membuat perilaku kita berubah, suka menolong orang, rajin beribadah
dan sabar dalam segala hal, akan tetapi perubahan itu tidak bersifat
permanen tapi hanya sementara, selagi kita membaca dan mengingat apa
yang ditulis dalam buku tasawuf saat itu kita menjadi baik namun ketika
kita lupa maka semuanya akan kembali seperti semula. Akhlak manusia
tidak bisa diubah hanya dengan membaca dan mempelajari buku saja.
Rasulullah SAW mengubah akhlak manusia dengan menanamkan “Kalimah Allah”
ke dalam qalbu para sahabatnya, membersihkan hati dengan zikir sehingga
perubahan akhlak para sahabat bukan berasal dari luar akan tetapi
berasal dari dalam dan itu bersifat permanen.
Kunci
belajar tasawuf secara praktek lewat amal zikir dalam tarekat
tergantung dari kualitas Mursyid yang membimbingnya. Seorang Guru
Mursyid haruslah berkualitas Wali Allah yang bisa membimbing muridnya 24
jam dimana saja dan kapan saja. Seorang Profesor Tasawuf yang sangat
mahir tentang ilmu tasawuf belum tentu bisa menjadi seorang Guru
Mursyid. Kalau anda ingin mempelajari tasawuf secara teori, anda bisa
membaca buku-buku tasawuf sebagaimana yang saya lakukan dulu sebelum
mengenal tarekat atau lebih serius anda bisa kuliah di IAIN dengan
mengambil jurusan Tasawuf di Fakultas Ushuluddin dan anda bisa
melanjutkan ke jenjang S2 dan S2 baik di dalam negeri maupun di luar
negeri. Ilmu yang anda dapat dibangku kuliah tersebut semua tergolong
kepada ilmu Tasawuf secara teoritis. Apakah anda belajar Tasawuf Akhlak,
Tasawuf Filsafat atau Tasawuf lain kesemua itu hanya mengisi akal
pikiran anda tentang ilmu tasawuf.
Untuk
bisa mengaplikasikan ilmu-ilmu tersebut dalam bentuk nyata, dalam
bentuk praktek maka diperlukan “bengkel” bernama Tarekat dibawah
bimbingan montir ahli bernama “Mursyid”. Untuk bisa mempraktekkan ilmu
dibengkel sebenarnya anda tidak harus menyelesaikan semua teori-teori
tasawuf, bahkan orang yang tidak pernah membaca buku tasawufpun bisa
mempraktekkannya dalam tarekat. Seorang yang sudah menjadi Sufi
terkadang tidak menyadari dia sufi, tidak menyadari bahwa dia telah
melewati semua maqam-maqam yang harus dilewati oleh para pencari Tuhan
sebagaimana yang tertuang dalam kitab tasawuf. Karena kepatuhannya pada
Guru Mursyid yang sangat ahli, tanpa disadari dia sudah sangat mahir
mempraktekkan segala maca teori yang tertulis dalam buku.
Itulah
sebabnya kenapa seringkali orang yang menekuni tarekat tanpa membaca
buku tasawuf terkadang bingung dengan istilah-istilah tasawuf dan kalau
kita jelaskan dengan detail makna dari istilah itu dia langsung paham
dan tersenyum dan dia menganggap hal tersebut biasa-biasa saja karena
sudah sering dilakukan.
Dalam
praktek terkadang apa yang menjadi hal rumit secara terori akan menjadi
mudah dan sederhana bahkan sangat mudah karena memang dibimbing oleh
Sang Ahli, saya mengambil contoh sederhana, dalam pengajian yang
dilaksanakan oleh lambaga Tasawuf Tauhid yang membahas tasawuf secara
teori, ketika membahasa masalah UBUDIYAH, diperlukan waktu lama dengan
berbagai dalil baik Al-Qur’an, Al-Hadist maupun ucapan-ucapan para ulama
untuk menerangkan makna dari ubdiyah tersebut. Saya pernah mengikuti
pengajian seperti itu dan saya yang sudah menekuni tarekatpun bukan
tembah terang dan jelas akan tetapi bertambah bingung dengan teori-teori
tersebut. Dalam prakteknya Ubudiyah atau menghambakan diri kepada Allah
itu tidak sesulit dan serumit dalam teori. Guru saya, ketika ada orang
ingin berubudiyah atau mengetahui makna ubidyah, maka Beliau cukup
mewakilkan dengan satu kalimat, “Ambil cangkul dan cangkul tanah itu”, atau kalau sedang pembangunan Mesjid beliau cuma berkata, “Kalau kamu bisa aduk semen, silahkan aduk semen, itulah ubudiyahmu kepada Allah”.
Singkat, jelas dan sederhana namun bagi yang melakukan bukan hanya
memahami tapi juga merasakan karena telah mempraktekkan langsung makna
ubidiyah tersebut.
Bisa
jadi makna ubdiyah tidak langsung didapat dalam sehari hanya dengan
sekali cangkul, mungkin seminggu, sebulan atau setahun baru dia memahami
hakikat dari Ubudiyah. Barulah dia akan paham bagaimana posisi hamba
dan bagai mana posisi Allah dalam kesehariannya. Karena ilmu praktek
maka akan tunduk pada aturan-aturan dan hukum alam yang sudah berlaku.
Kalau menanam bayam harus menunggu 21 hari, walaupun dipaksa tidak akan
mungkin bisa panen dalam 1 hari. Begitu juga ilmu tasawuf yang
dipraktekkan lewat tarekat, diperlukan kesabaran untuk bisa mencapai
hasil-hasilnya. Hasil yang dimaksud adalah mencapai tahap Makrifatullah,
mengenal Allah dengan sebenarnya.
Seringkali
orang yang tidak berhasil dalam tarekat bukan karena dia tidak
sungguh-sungguh, akan tetapi tidak sabar di dalam perjalanannya. Seperti
Nabi Musa yang berguru kepada Nabi Khidir, diperlukan kesungguhan dan
kesabaran sehingga bisa selamat sampai ke tempat tujuan.
Tarekat
berasal dari kata Thariqatullah artinya jalan kepada Allah, memerlukan
proses, kesungguhan dan keyakinan penuh bagi si pejalan agar sampai
kepada tempat tujuan. Dan yang lebih penting lagi diperlukan pembimbing
sebagai sahabat rohani yang senantiasa memberikan petunjuk dan arahan
agar tidak tersesat di jalan. Tasawuf yang tidak disertai tarekat tidak
menghasilkan apa-apa selain hanya berupa teori semata. Tidak ada bedanya
dengan orang belajar fiqih, belajar syariat yang semula adalah ilmu
hakikat karena tidak ada pembimbing akan menjadi ilmu syariat, berupa
teori semata.
Lebih
berbahaya lagi orang mempraktekkan ilmu zikir dalam tasawuf tapi tanpa
memiliki Mursyid, hanya berdasarkan apa yang tertulis dalam buku
kemudian dipraktekkannya maka akan melahirkan kesesatan yang tanpa
disadarinya. Istilah “kemasukan atau kerasukan wali”
di datangi oleh Syekh Abdul Qadir Jailani atau Wali lain, berguru
secara gaib kepada nabi Khidir atau berguru secara rohani kepada Wali
Songo adalah istilah yang berasal dari orang yang mempraktekkan ilmu
tanpa Guru Mursyid. Manusia suka cepat dan suka yang instan, tanpa harus
zikir dan menuntut ilmu kepada Wali ingin langsung mencapai makrifat
sehingga sekarang ada aliran Makrifat, langsung mencapai makrifat tanpa
melalui tarekat dan hakekat. Apakah bisa mencapai makrifat langsung?
Bisa! Inilah makrifat secara teori. Hakikat makrifat tidak bisa
dipelajari lewat akal, ketika rohani kita diantar kehadirat Allah dan
menyaksikan langsung SANG MAHA SEGALANYA disaat itulah kita mencapai
tahap makrifat yang sebenarnya.
Tentang Ziarah Ke Makam Wali/Ulama
Tasawuf
adalah dunia rasa dan tidak akan pernah mengetahui tanpa merasakan dan
tasawuf juga adalah dunia yang sangat halus, laksana rambut dibelah
tujuh, tanpa kehati-hatian bukan Makrifat sebagai puncak tauhid yang
didapat akan tetapi malah terjebak dalam kemusyrikan. Para
Wali dan Sufi sudah menjadi tradisi mengunjungi makam Wali untuk
mengambil berkah dan untuk mendapat petunjuk, petunjuk dan berkah hanya
akan didapat kalau memenuhi rukun syaratnya. Kenapa wali atau sufi
mengunjungi makam wali karena keduanya mempunyai ikatan atau ada
hubungan, apakah hubungan berguru langsung atau makam tersebut salah
seorang yang tercantum dalam jalur keguruannya. Sedangkan orang awam,
ikut-ikutan mendatangi makam wali tanpa mempunyai ikatan apa-apa bahkan
ada yang tanpa mengetahui itu makam wali atau tidak membuat sesajian
atau persembahan yang mengarah kepada Musyrik. Praktek-praktek
perdukunan karena berhubungan dengan gaib dihubungkan dengan tasawuf
yang merupakan mistik Islam yang berhubungan juga dengan gaib. Banyak
orang mencampur adukkan yang HAQ dengan yang BATHIL sehingga bukan
berkah yang di dapat tapi bala!
Saya
misalnya, kalau ke Surabaya tidak pernah singgah ke makam Sunan Ampel,
kenapa? Karena saya tidak kenal dengan sunan ampel dan jalur keguruan
yang saya tekuni tidak tersambung kepada sunan Ampel. Guru saya bukan
salah seorang murid dari Sunan Ampel begitu juga guru dari Guru saya.
Kalau saya berada di kota Banda Aceh, saya tidak akan mengunjungi makam
Syekh Abdurrauf As-Singkily yang dikenal dengan Syiah Kuala, kenapa?
Karena saya tidak mengenal Beliau. Berbeda dengan orang-orang dari
Sumatera Barat murid dari Syekh Burhanuddin Ulakan atau para pengamal
tarekat Syattariyah yang diajarkan oleh Syekh Burhanuddin, mereka sering
berziarah kepada kuburan Syiah Kuala karena Guru mereka Syekh
Burhanuddin adalah murid langsung dari Syiah Kuala sehingga keduanya
punya hubungan langsung.
Kalau
nanti saya berziarah ke makam Syiah Kuala, kemudian ada yang berjubah
putih datang mengaku sebagai syiah kuala dan memberikan petunjuk kepada
saya, dari mana saya tahu kalau yang datang itu benar-benar Syiah Kuala
atau hanya setan yang mengaku sebagai Syiah Kuala?
Inilah
yang menjadi cikal bakal kesatan dalam Tasawuf yang sering di kritik
oleh orang-orang syariat yang anti tasawuf. Kalau saya suatu saat ke
Kazastan di daerah makam Syekh Bahauddin Naqsyabandi, mungkin saya akan
berziarah ke makam Beliau karena memang masih ada hubungan tali
silsilah, dan itupun harus dengan izin dari Guru saya, izin secara zahir
maupun lewat kontak rohani sehingga dengan berkat doa Guru saya akan
tersambung secara rohani kepada Syekh Bahauddin dengan demikian saya
benar-benar akan mendapatkan berkah dari ziarah tersebut.
Lalu
bagaimana dengan masyarakat umum yang datang ke kuburan wali untuk
mendapat berkah? Menurut saya itu tidak salah, jangankan kuburan wali,
kuburan orang tua kita yang bukan wali saja harus kita ziarahi. Banyak
pelajaran yang bisa didapat dengan berziarah ke kuburan ulama, disamping
mengingat akan mati juga untuk mengenang kembali perjuangan ulama dalam
menegakkan agama ini dan juga menjadi contoh teladan yang baik akan
akhlak ulama mudah-mudahan akan memberikan semangat kepada kita untuk
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, mengunjungi kuburan wali
tidak berarti anda menjadi seorang Sufi tapi itu tradisi yang dilakukan
oleh para wali atau sufi terhadap Makam Guru mereka atau Makam Para
Guru yang tersambung dalam jalur silsilah mereka.
Kesimpulan
Kesimpulan , siapapun ingin serius merasakan indahnya dunia tasawuf, merasakan
kelezatan berjumpa dengan Allah, ketenangan bathin dan pencerahan jiwa
jangan sekedar ikut-ikutan tradisi yang berlaku di tengah masyarakat
walaupun itu benar tetapi harus menekuni Tarekat,
harus menempuh jalan kesana dibawah bimbingan Guru Mursyid agar tidak
tersesat di tengah jalan. Disamping untuk memperbaiki akhlak, yang lebih
penting adalah bagaimana kita berkomunikasi dengan benar dengan Allah,
mengenalnya dengan sebenar kenal sehingga kita tidak salah menyembah.
Ketika kita telah mengenal Allah dengan benar, barulah kita bisa
mencintai-Nya dengan benar pula. Cara paling aman dan paling mudah untuk
bisa berjumpa dengan Allah adalah dengan bimbingan orang yang telah
pernah dan sering berjumpa Allah, mereka itu tidak lain adalah Wali
Allah (Kekasih Allah).
No comments:
Post a Comment