أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Manusia pada dasarnya mengemban amanat
dimuka bumi ini, amanat tersebut disimpan oleh Alloh Swt. didalam diri
manusia yaitu amanat yang berupa tugas-tugas kegamaan. Sehingga dengan
amanat yang diberikan Alloh Swt. maka timbulah interfensi Iblis dalam
menggoda umat manusia (Bani Adam). Mengapa Iblis interfensi dalam
kehidupan keagamaan manusia ?, ialah karena sesungguhnya Iblis sangat
membenci pada risalah kebaikan yang diamanatkan Alloh Swt. khusus bagi
manusia (Bani adam). Sebab itu atas dasar interfensi Iblis dalam
kehidupan manusia timbulah kedzaliman, perselisihan, kebodohan,
sementara manusia itu sendiri tidak menyadarinya. Alloh Swt.
menggeriskan amanat tersebut dalam firman-Nya :
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى
السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا
وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا
جَهُولًا
Artinya ; “Sesungguhnya Kami telah
mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya
enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya
manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. (Q.S. al-Ahzab : 72)
Mengapa Alloh Swt. memberikan amanat itu pada manusia , bukannya pada makhluk ciptaan yang lain ?, Alloh Swt. telah menjelaskan “Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya..”, maka manusialah yang diberikan potesi yang
lebih dibanding dengan makluk-makhluk lainnya untuk mengemban amanat-Nya
yaitu tugas-tugas kegamaan, sementara makhluk-makhluk lain tidak diberi
tugas keagamaan, tetapi tugas yang sesuai dengan citra dan indentitas
dirinya. Adapun tugas itu seperti Sunnatullah (hukum Alloh Swt. yang
telah ditetapkan-Nya), sekaligus sunnatullah tersebut dijadikan
peringatan dan tanda-tanda kebesaran-Nya bagi manusia. Tetapi sayang,
manusia tidak menggunakan akalnya untuk berfikir sehat, jernih, tidak
menggunakan hatinya untuk beriman, dan merenungkannya, tidak menggunakan
dirinya untuk taat atas isi amanat tersebut.
Saudaraku, isi amanat Alloh Swt. itu
adalah fenomena Hidayah diin bagi manusia dan jin pada khususnya. Ketika
Alloh Swt. memberikan amanat tersebut (Hidayah) tidak begitu saja,
melinkan melalui proses Sunnatullah (ketetapan hukum Alloh) dan diatara
manusia yang pertama kali menerima hidayah itu adalah Adam dan Hawa.
Ketika Adam dan Hawa berada dimuka bumi, disitu ada bebrapa hidayah yang dapat diketahui ada empat huidayah, pertama, Hidayah naluri atau instink sehingga adam dapat merasakan keberadaannnya dimuka bumi, kedua Hidayah aqli sehingga adam dapat berfikir dan memikirkan untuk hidup dimuka bumi, ketiga, Hidayah qalb sehingga adam dapat menerima wahyu dari Alloh Swt. untuk beriman kepada-Nya dan dapat mengerti baik dan buruk. keempat,
hadayah Diin sehinga sehingga adam dapat menerima Wahyu dari Alloh Swt.
untuk menjalankan perintah-Nya dan menjauhi laranggan-Nya. Nah… dengan
keempat Hidayah itu Adam dapat berkehidupan dimuka bumi ini dengan cara
kreatif, berfikir sendiri bagaimana memenuhi kebutuhan ekonomi,
kebutuhan biologis, rasa aman, dan kebutuhan kebergantungkan kepada
penciptanya (Alloh Swt).
Begitupun dengan bani adam sampai
sekarang ini, cara kita berkehidupan didunia ini tentu tidak terlepas
dari keempat hidayah itu. Jika salah satunya lepas, maka ia bukan
manusia sempurna melainkan makhuk-makhluk lain yang menyerupai manusia.
Cara berkehidupan manusia dimuka bumi ini sesungguhnya memilki Adab
(akhlak) bagi dirinya sendiri, lingkungan maupun Sang pencipta dan
klebanyakan manusia tidak menyadari akan fenomena Hidayah ini.
Sunnatullah merupakan pelengkap bagi
cara kehidupan manusia dalam mengemban amanat (Hidayah Diin). Andai kata
manusia hidup tanpa sunnatullah, maka ketidak akan terjadi keseimbangan
fenomena alam. Peryantaan ini sesuai dengan seorang ilmuwan Amerika
yang tertarik akan proses menetasnya telur ayam tanpa harus dierami oleh
induknya, caranya telur ditaruh pad suhu panas yang sama dengan
didapatnya dari induk yang sedang dieraminya. Ia mengumpulkan telur dan
dimasukan pada alat penetas. Ada seorang petani menesahatinya agar telur
itu dibolak-balik karena itulaha yang dilakukan induk ayam. Usul ini
dicibirkan oleg si ilmuwan sembari memberikan penjelasan kepada si
petani bahwa hal itu dilakukan oleh induk ayam untuk menghangatkan
bagian bawah telur yang belum terkena panas tubuhnya. Oleh karena itu si
ilmuan memasang alat di sekeriling telur itu yang dapat menyebarkan
panas yang setabil ke setiap bagian telur. Si ilmuawan terus melakukan
eksperimen. Waktu menetaspun tiba, tetapi tidak satu butirpun menetas.
Eksperimen itu dilakukan terus seperti apa yang diusulkan petani atau
lebih tepatnya mengekor kepada induk ayam. Ketika tiba waktunya
menetslah telur ayam, tidak ada satu butir telurpun yang tidak menetas.
Secara ilmiah akhirnya dikethui bahwa anak-anak ayam yang sedang
diproses dalam telur mengalami pengendapan bahan makanan pada tubuhnya
jika isinya tetap tidak digerakan, dalam hal ini induk ayam tidak tidak
membalik telur dalam hari pertama dan terakhir. Nah.. berkat
Sunnatullah (ketetapan hukum) Alloh Swt. dan Hidayah-Nya yang sempurna
dalam mempertahankan kelangsungan jenis inilah, ayam dapat
mempertahankan keseimbangannya didunia. Ia tahu persis apa yang
dilakukan ayam dari generasi perama sampai genrasi selanjutnya bahkan
sampai saat ini jenis ayam tetap masih lestari. Andai kata Hidayah tidak
disertai Sunnatullah, apakah telur akan mentas ?, dan apakah suhu panas
dapat bekesinambungan dengan pengendapan bahan makanan didalam telur ?,
sudah Sunnatullah fenomena mentasnya telur tidak akan terjadi.
قَالَ رَبُّنَا الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَى
Artinya : “Musa berkata: “Tuhan kami
ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk
kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk” (Q.S. Thaha : 50)
Begitupun manusia dapat bertahan hidup
berkat Sunnatllah dan Hidayah-Nya. Tetapi manusia justru tidak
memikirkan dengan teliti akan hal ini. Andaikata tanpa Hidayah,
bagaimana kita bisa mencari makanan, bagaimana kita bisa tahu apa yang
dibutuhkan dan pasti manusia itu sendiri tidak ada, karena tidak bisa
berfikir, merasa, menerima, memberi dan sejnisnya. Sungguh Alloh Swt.
Mengkaruniakan Nama-Nya dalam jenis Hidayah (al-Hadi) kesegala sesuatu.
Tetapi Hidayah diin hanya diberikan bagi manusia sebagimana al-Qur’an menjelaskan. …dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. Dzalim karena didzalimi oleh Iblis “ Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya (Adam dan Hawa)” dan bodoh karena dibodohi oleh Syetan yang sekaligus menjadi sifat manusia “Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu)”,
Sehingga manusia lupa akan Hidayah diin itu. Sebagaimana yang telah
dijelaskankan di atas hidayah diin mencakuphal-hal yang berkaitan dengan
fitrah manusia yaitu naluri untuk bertauhid kepada Tuhan semesta alam.
No comments:
Post a Comment