أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
MENUJU Tuhan
rupanya menjadi hal yang terus menerus diupayakan para hamba pencinta.
Dalam ajaran agama, banyak cara dan jalan yang ditempuh oleh para ulama
(rohaniwan) mengajarkan pada kita. Salah satu contoh di dalam ajaran
Islam mengenal istilah adalah gerakan batin (hakekat).
Semisal
yang dicanangkan oleh Al Hallaj dan diteruskan oleh Syekh Siti Jenar
di Indonesia. Wali ini tidak dimasukan dalam lingkungan atau anggota
Wali Sanga. Mungkin karena sistem dan metodanya tidak sama. Tetapi
generasinya terus berkembang hingga kini. Tidak mengetahui di mana
shalatnya.
Di samping itu ada banyak jenis gerakan selain Syekh Siti Jenar
yang dicanangkan oleh para Wali (songo). Diantaranya adalah
thareqat. Pertanyaanya, apakah gerakan tarekat yang dicanangkan para
wali itu masuk dalam kategori syareat atau gerakan hakekat?
Islam
lahir didahului oleh hakekat baru kemudian syareat. Buktinya Nabi saw
lama bertahannuts (bermalam) di gua Hira. Beliau menghabiskan
malam-malamnya di sana untuk beribadah dengan mengabdikan diri kepada
Allah swt. Beberapa malam kemudian, turunlah wahyu pertama. Di sinilah syareat mulai dibentuk untuk umatnya.
Namun
pada giliran periode berikutnya, muncul gerakan yang mirip hakekat yang
diajarkan oleh Al Hallaj yang cukup bertentangan dengan syareat pada
umumnya. Beratus tahun kemudian hadir pula di Indonesia. Pelopornya
adalah Syekh Siti Jenar.
Gerakan
ini cukup berhasil membawa para pengikutnya untuk terus mengupayakan
gerakan ini berkembang. Entah bagaimana, akhirnya syareat yang
biasanya dianut oleh masyarakat umum tiba-tiba tidak lagi menjadi fokus
utama dalam beribadah kepada Allah. Yang hadir dan ramai di anut oleh
masyarakat adalah sejenis hakekat. Di antara yang kerap dibicarakan
orang adalah ungkapan “eling”. Atau “manungaling kaula Gusti”. Semacam
penyadaran akan penyatuan antara hamba dengan Tuhannya.
Konon
ajaran itu masuk dalam kategori hakekat. Adapun syareatnya tidak
seperti para penganut Islam biasanya. Atau barangkali tidak ada syareat
sama sekali. Seandainya pun ada syareat, maka dipastikan sangat
berbeda dengan para pemegang rukun Islam pada umumnya.
Ajaran Syekh Siti Jenar,
salah satunya, menurut salah satu pembimbing tarekat, adalah gerakan
shalat di atas daun. Generasinya hingga kinipun masih
mempraktekkannya. Selembar daun dipotong dan digelar sebagai
sajadahnya lalu melaksanakan shalat di atas daun itu di permukaan
air.
Atau
suatu ketika selembar daun pisang menempel di dahannya, maka di situlah
mengerjakan shalatnya. Jadi begitulah seseorang yang (khusus)
mendalami ilmu syareat Syeh Siti Jenar.
Karenanya,
tidak mustahil seseorang itu mempelajari bagaimana bisa terbang dan
menghilang. Itulah yang diajarkannya. Itulah karomahnya. Itulah yang saya dengar dari guru. Masalah benar tidaknya saya belum tahu.
Bagaimana dengan Gerakan para Wali Lainya?
Menurut
Abdullah As Sya’roni bukan itu yang istimewa. Karomah dipandang oleh As
Sya’roni adalah al Istiqomah, meskipun kecil kelihatannya. Sehingga
timbul ungkapan “khoirun min alfi karomah” istiqomah itu lebih
baik daripada seribu karomah. Karenanya, tidak perlu tertarik dan tidak
perlu mempelajari hal-hal seperti itu.
Inilah
yang disebut gerakan tarekat yang dipelopori oleh para aulia.
Karenanya pernah ada seorang ulama besar membuat geger orang-orang, di
mana shalatnya tidak pernah diketahui. Namun tiba-tiba saja ulama itu
ada di sana. Wallahu a’lam kita tidak tahu, namun itulah gerakan
mereka. Jadi sangat antik mereka punya gerakan.
Karena
itu wali Songo tidak mau ketinggalan punya gerakan juga. Thareqah
namanya. Jadi tarekat yang diajarkan para wali itu sangat jelas dan
terlihat apa adanya. Para pengikut tarekat saat berkumpul ramai-ramai
kemudian melakukan dzikir tarekat bersama-sama. Ramai-ramai di talqin atau di baiat oleh musyidnya, oleh muqoddam atau khalifah, terserah istilahnya apa, itu semata-mata untuk melestarikan gerakan wali songo.
Itulah
alasannya mengapa para pengikut tarekat berkumpul. Sementara para
pengikut syekh Siti Jenar pun gigih membikin generasi penerusnya dengan
gerakan-gerakan yang dianggap kontroversial. Sementera grupnya Wali
Songo ternyata kelihatannya lebih berhasil dalam gerakannya. Sehingga
berkembanglah tarekat di seluruh dunia dengan berbagai versi dan silsilahnya hingga kini.
Salah satu inti gerakan tarekat yang dikedepankan oleh para Wali Songo
adalah hal yang jelas bentuk syareatnya. Buktinya adalah orang-orang
tarekat dzikirknya jelas, bagaimana ucapannya, dimana tempat
berdzikirnya, apa yang diucapkan, siapa gurunya dan kepada siapa
silsilahnya begitu jelas hingga wusul kepada Rasulullah saw. Tanpa ada
yang disembunyikan sama sekali.
Tentang ajaran hakikat
pada tarekat yang diajarkan para wali hanya mengajarkan khofi
selebihnya dzikir, sholawat dan membaca Al qur’an kepada para pengamal
tarekat. Khofi sendiri merupakan hal rahasia yang tidak bisa diajarkan
melainkan dengan talqin kepada mursyidnya, muqoddam atau khalifahnya.
Namun
ajaran “hakekat” yang dikedepankan oleh tarekat tidak untuk menciptakan
sebuah kelebhan (karomah). Semata-mata hanya untuk bagaimana mampu
berkomunikasi kepada Allah dalam segala tingkat keadaan dan situasi.
Jika pun ada kelebihan yang ditimbulkan, hal itu semata-mata karena
maziah saja dan tidak ditampakkan.
Bahkan jika seorang pengikut tarekat memiliki karomah, ia sendiri menganggapnya sebagai beban yang berat sekali dipikulnya. Pendeknya, menjadi pengamal tarekat adalah individu yang siap menjadi orang yang biasa-biasa saja.
Tak Perlu Diadu
Bukan
berarti gerakan Wali Songo lebih baik dari gerakan Syekh Siti Jenar
atau sebaliknya. Hal itu tidak perlu diadu dan dibuat komparasi
(perbandingan). Karena hal ini tidak perlu diadu antara kelebihan dan kekurangannya. Sebab dalam salah satu ajaran tarekat menyebutkan bahwa tidak perlu mengoreksi ilmu orang lain. Nafsi-nafsi saja. Memperbaiki dan menambah kekurangan diri.
Akhirnya,
seringkali para guru mengajarkan kepada para pengikutnya: marilah
bersama-sama untuk saling tertarik guna mendalami ilmu bersama Allah
SWT. Ilmu ini berada dalam hati, bukan di dalam pikiran. Sebab ilmu
tarekat tidaklah mengajarkan seseorang ahli suatu bidang, melainkan
bagaimana memanaj hati. Jika hati tenang maka akan menolong segala
urusan keduniaan dan keakhiratan. Bukankah Allah menjanjikan:
“Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram..
(Ar Ra’ad: 28)
Kesimpulan:
· Tarekat
merupakan sebuah bentuk gerakan keimanan yang bertujuan untuk
memperbiki akhlak melalui upaya pembersihan diri (batin) dengan terus
menerus mengingat Alalh.
· Ada
yang berorientasi hanya pada inti hakekat saja (batin) tanpa dengan
syareat pada umumnya. Diwakilii oleh gerakan Al Hallaj dan generasi
berikutnya adalah Syekh Siti Jenar.
· Ada
pula yang mementingkan syareat dan hakekat sekaligus. Namun lebih
condong ke pelaksanaan syareat seperti biasanya. Sementara hakekat
hanya dalam bentuk dzikir khofi saja. Ini yang kebanyakan diwakili oleh
gerakan tarekat Wali Songo dengan berbagai jenisnya yang mu’tabarah.
· Pada akhirnya, gerakan Wali Sanga ini lebih banyak diterima oleh masyarakat.
· Tidak perlu membandingkan dua jenis gerakan ini, mana yang lebih unggul. Masing-masing menjalankan keyakinannya. Wallhu a’lam.
No comments:
Post a Comment