Rasulullah Saw bersabda:
“Aku datangi pintu surga di hari qiyamat, lalu aku dibukakan. Maka sang penjaga syurga bertanya, “Siapa anda?”
Aku katakan, “Muhammad,”. Lalu dia
berkata, “Demi dirimulah aku diperintahkan agar tidak membuka (pintu
syurga) bagi siapa pun sebelum dirimu…”
Ahlul Ilmi Billah (para Ulama Billah)
telah mengetahui bahwa syurga adalah pintu kebajikan Ilahi yang abadi.
Tidak akan dibuka kecuali dibuka oleh Kanjeng Nabi Muhammad saw, dan
dialah sang pembuka bagi kebaikan dunia dan akhirat. Mengetahui akan
perilakunya merupakan rahasia pengetahuan pada Allah Ta’ala. Siapa yang
ingin dibukakan pintu-pintu kebaikan dunia dan akhirat, ia harus
menggantung pada nya. Karena disana tersembunyi rahasia ma’rifat.
Hakikat ilmu ma’rifat
Ilmu ma’rifat adalah ilmu tentang Allah
Ta’ala. Yaitu Cahaya dari Cahaya-cahaya Yang Maha Agung, dan perilaku
dari berbagai perilaku utama.
Dengan pengetahuan ma’rifat itu Allah
memuliakan hati para cendekiawan, kemudian Allah merias dengan
keindahanNya yang bajik, dan keagunganNya.
Dengan ma’rifat pula, Allah mengistemewakan ahli kewalian dan pecintaNya.
Dengan ma’rifat Allah memuliakannya
di atas seluruh ilmu mana pun. Manusia, mayoritas alpa atas kemuliaan
ma’rifat, bodoh atas kelembutan-kelembutan ma’rifat, lupa atas keagungan
getarannya, apalagi mereka juga lupa atas makna-makna terdalamnya, yang
tak akan ditemui kecuali oleh orang yang memiliki hati yang berserasi
denganNya.
Ilmu ma’rifat ini merupakan asas, dasar,
dimana seluruh ilmu pengetahuan dibangun. Dengannya pula kebajikan dua
rumah dunia dan akhirat tergapai, kemuliaan terengkuh.
Dengan ilmu ma’rifat, aib-aib diri terkuak. Anugerah Ilahi dikenal, keagunganNya diketahui, begitu pula keparipurnaan KuasaNya.
Dengan ilmu ma’rifat itu, rahasia hamba
terbang dengan sayap-sayap ma’rifat, dalam kelembutan sutera Qudrat,
berjalan menuju pangkal kemuliaan. Berwisata di taman Al-Quds. Maka
seluruh ilmu manakala tidak ber[padu dengan ma’rifat tidak pernah
sempurna. Dan amal perbuatan tidak akan rusak kecuali jika mailmu
ma’rifat itu sirna. Tidak ada yang menghuni pengetahuan itu kecuali hati
yang dipandang oleh Allah Ta’ala, dengan pandangan Kasih dan Sayang.
Kemudian Allah menteskan hujan penghayatan pemahaman yang dalam, lalu
menabur aroma yaqin dan kecerdasan. Allah menjadikannya sebagai tempat
akal dan firasat, menyucikannya dari kotoran kebodohan dan kealpaan,
meneranginya dengan dian-dian ilmu dan hikmah. Allah swt berfirman:
Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dari kalian, dan orang-orang yang diberi ilmu (tentang Allah).
Setiap arif pastilah takut penuh rasa cinta dan bertaqwa menurut kadar pengetahuannya pada Allah ta’ala, karena firmanNya:
“Sesungguhnya yang takut penuh cinta pada Allah dari hamba-hambaNya adalah para Ulama (billah)”.
Dengan cahayaNya godaan syetan bisa
dikenal, sekaligus bisa menjadi pertahanan atas tindak maksiat dan dosa,
peringatan bagi bencana-bencana hasrat.
Allah swt, berfirman:
“Bukankah orang yang dilapangkan dadanya oleh Allah bagi Islam adalah orang yang berada dalam pancaran cahaya Tuhannya?”
“Siapa pun yang Allah tidak menjadikan baginya cahaya, maka baginya tidak mendapatkan cahaya.”
Dalam hadits dijelaskan, “Sebagian
ilmu ada yang seperti perbendaharaan terpendam, dimana tidak diketahui
kecuali oleh ahlul ilmi (Ulama) Billah, dan tidak diingkatri kecuali
oleh kalangan yang terkena tipudaya.
Ada seseorang datang kepada Nabi saw, lalu bertanya, “Amal apakah paling utama?” Nabi saw, menjawab, “Mengetahui Allah.”
Hamba-hamba utama
Diriwayatkan bahwa Nabi Musa as,
bermunajat, “Ya Tuhan, manakah hamba-hamba paling banyak kebajikannya
dan paling tinggi derajatnya dihadapanMu?” Allah menjawab, “Yang paling
mengetahuiKu…”
Imam ali bin Abi Thalib Karromallahu
wajhah mengatakan, “Orang yang paling tahu kepada Allah, adalah yang
paling dahsyat pengagungannya, karena menghormati Laa Ilaaha Illallah…”
Abu ad-Darda’ ra, menegaskan, “Siapa yang bertambah ilmunya tentang Allah, aka akan bertambah rasa malunya…”
Diriwayatkan bahwa Allah Ta’ala memberikan wahyu kepada Nabi Dawud as,
“Wahai Dawud, engkau tahu ilmu yang bermanfaat?”
“Oh Tuhanku, apakah ilmu yang bermanfaat itu?” jawab Dawud.
“Hendaknya engkau mengenal KebesaranKu,
KeagunganKu, KetaktertandingiKu, dan Kesempurnaan KuasaKu atas segala
sesuatu. Itulah yang membuatmu dekat padaKu. Dan Aku tidak menyilakan
orang yang bertemu denganKu dengan kebodohan…” jawab Allah Ta’ala.
Muhammad bin al-Fadhl as-Samarqandy ra, ditanya, “Apakah yang disebut mengetahui Allah itu?”
“Hendaknya anda melihat bahwa
ketentuanNya pada makhluk itu pasti, segala mudharat, manfaat,
kemudliaan dan kehinaan itu dariNya. Dan anda melihat diri anda hanya
untuk Allah. Segala sesuatu ada di GenggamanNya. Jangan memilih pilihan
dari dirimu, bukan pilihanNya, dan anda berbuat benar-benar hanya bagi
ikhlas Allah.” Begitu beliau menjawab.
Hai anak-anakku sekalian…tekunlah
dalam menggali ilmu rahasia. Anda harus membenci dunia, dan kenalilah
kehormatan orang-orang saleh. Hukumi perkaramu untuk kematian.Allah
Ta’ala berfirman:
“Dan katakanlah, “Tuhanku, tambahilah diriku ilmu..”
“Dan Allah memberikan ilmu padamu, pengetahuan yang belum pernah engkau tahu.”
“Dan Kami telah memberikan pengajaran ilmu kepadanya dari Sisi Kami.”
“Orang-orang yang berjuang tekun di dalam Kami, maka Kami bakal memberikan petunjuk jalan-jalan kami…”
Betapa banyak orang yang meriwayatkan hadits, tetapi dia bodoh terhadap Allah.
Sesungguhnya ilmu ma’rifat itu
merupakan anugerah Allah Ta’ala, diberikan olehNya kepada orang yang
dipilih dari makhlukNya, dan dipilihnya untuk dekat denganNya.
Dalam hadits disebutkan, “Ilmu itu
ada dua: Ilmu ucapan, yaitu argumentasi Allah atas hamba-hambaNya. Dan
ilmu hati, yaitu ilmu yang tinggi, dimana seorang hamba Allah tidak
pernah meraih rasa takut nan cinta pada Allah, kecuali dengan ilmu itu.”
Beliau nabi saw, juga bersabda:
“Yang paling dalam rasa takut dan cintanya kepada Allah adalah yang paling mengenal Allah.”
Derajat Ulama
Sufyan At-Tsaury mengatakan: Ulama itu terbagi jadi tiga:
Orang alim yang tahu perkara Allah, tetapi tidak tahu Allah. Itulah alim yang dusta, yang tidak layak baginya kecuali neraka!
Orang alim yang mengenal Allah, tetapi tidak mengenal perkara Allah, itulah alim yang masih kurang.
Orang alim yang mengenal Allah, mengenal perkara Allah, itulah yang disebut Ulama sempurna.
Sebagaian orang arif ditanya, “Apa jalan ma’rifat pada Allah itu?”
“Allah tidak dikenal dengan segala
sesuatu. Tetapi segala sesuatu dikenal melalui Allah, sebagaimana Dzun
Nuun al-Mishry ra, mengatakan, ‘Aku mengenal Allah melalui Allah, dan
mengenal selain Allah melalui Cahaya Allah.” Jawabnya.
Nabi Ibrahim as, bermunajat, “Ilahi, jika bukan karena Engkau, bagaimana aku mengenal siapa DiriMu..”
Hal senada juga disampaikan Rabiah al-Adawiyah, ketika bertanya kepada Dzun Nuun al-Mushry ra, “Bagaima engkau kenal Allah?”
“Allah melimpahi rizki rasa malu padaku,
dan memberikan pakaian muroqobah padaku. Ketika aku susah dengan
musibah, aku mengingat kebesaran Allah, lalu aku sangat malu padaNya..”,
jawab Dzun Nuun.
Pohon Mari’fat
Metafora Ma’rifat itu seperti pohon yang
memiliki enam cabang. Akarnya kokoh di bumi yaqin dan pembenaran, dan
cabang-cabangnya tegak dengan iman dan tauhid.
Cabang pertama, Khauf (rasa takut) dan Raja’ (harapan pada anugerah-rahmatNya) yang disertai dengan cabang perenungan.
Cabang kedua, berlaku benar dan serasi dengan kehendak Allah, yang disertai dengan cabang Ikhlas.
Cabang ketiga, Khasyyah (takut penuh cinta) dan menangis, yang disertai dengan cabang Taqwa.
Cabang keempat, Qana’ah (menerima pemberian Allah) dan ridlo, yang disertai cabang Tawakkal.
Cabang kelima, Pengagungan dan rasa malu yang disertai dengan cabang ketentraman.
Cabang keenam, Istiqomah dan berselaras dengan Allah yang disertai dengan cabang cinta dan kasih.
Setap cabang dari masing-masing akan
bercabang pula sampai tiada hingga dalam jumlah kebajikan, dalam
tindakan benar dan perbuatan, kemesraan berdekat –dekat dengan Allah,
kesunyian Qurbah, kebeningan waktu dan segala sepadan yang tak bisa
disifati oleh siapa pun jua.
Di setiap cabang yang ada akan
berbuah berbagai-bagai, yang satu sama lainnya tidak sama, rasanya, yang
di bawahnya ada cahaya-cahaya taufiqNya, yang mengalir dari sumber
anugerah dan pertolonganNya. Dalam hal ini manusia berpaut-paut dalam
derajat dan berbeda-beda dalam kondisi ruhani.
Diantara mereka :
Ada yang mengambil cabangnya saja, tapi alpa dari akarnya, tertutup dari pohonnya dan tertirai dari rasa manis buahnya.
Ada yang hanya berpegang teguh pada cabangnya belaka.
Ada yang pula yang berpegang pada akar
aslinya, dan meraih semuanya (pohon, cabang dan buah) tanpa sedikit pun
menoleh pada semuanya, tetapi hanya memandang yang memilikinya, Sang
Penciptanya.
Siapa yang tak memiliki cahaya dalam
lampu pertolongan Ilahi, walaupun telah mengumpulkan, mengkaji semua
kitab dan hadits, kisah-kisah, maka tidak akan bertambah kecuali malah
jauh dan lari dari Allah, sebagaimana keledai yang memikul buku-buku.
Ada seseorang yang datang kepada Imam Ali Karromallahu Wajhah:
“Ajari aku tentang ilmu-ilmu rahasia…”pintanya.
“Apa yang kau perbuat perihal ilmu utama?” kata Sayyidina Ali.
“Apakah pangkal utama ilmu?” orang itu balik bertanya.
“Apakah kamu mengenal Tuhanmu?” Tanya beliau.
“Ya..” jawabnya.
“Apa yang sudah kau lakukan dalam menjalankan kewajibanNya?”
“Masya Allah…” jawab orang itu.
“Berangkatlah dan teguhkan dengan itu
(hak dan kewajiban), jika kamu sudah kokoh benar, kamu baru datang
kemari, kamu akan saya ajari ilmu-ilmu rahasia…” Jawab beliau.
Ada yang mengatakan, “Perbedaan antara ilmu ma’rifat dan ilmu lainnya adalah seperti perbedaan antara hidup dan mati.
No comments:
Post a Comment