أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Apakah melakukan bunuh-diri meski sekedar mengancam pun sesuai dengan qadha dan qadar Ilahi?
Apakah melakukan bunuh-diri meski sekedar mengancam pun sesuai dengan qadha dan qadar Ilahi?
perlu kami ingatkan beberapa hal:
1. Pengertian qadha dan qadar:
Kata "qadar" bermakna ukuran dan "takdir" bermakna mengukur (menakar). Dan sesuatu itu dibuat berdasarkan ukuran tertentu. Kata "qadha" bermakna menetapkan, menyampaikan dan menghukumi (inipun semacam penyampaian yang bersifat i'tibari [non-hakiki]). Terkadang dua kata tersebut juga digunakan dalam bentuk sinonim dengan makna "nasib".
Maksud
dari takdir Ilahi ialah bahwa Allah Swt telah menetapkan ukuran dan
batas-batas, baik kuantitas, kualitas, masa dan tempat tertentu atas
segala fenomena dan dengan berbagai sebab dan faktor yang
berangsur-angsur hal itu akan terealisasi. Yang dimaksud qadha Ilahi adalah bahwa
Allah Swt menghantarkan suatu fenomena kepada tahapannya yang terakhir
dan bersifat pasti, da hal itu setelah terpenuhi berbagai mukaddimah dan
syarat-syarat tertentu.[1]
2. Hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar manusia:
Takdir Ilahi atau nasib manusia memiliki dua dimensi:
1.Dimensi
di luar ikhtiar manusia, misalnya berbagai bencana alam dalam kehidupan
manusia, seperti: banjir, gempa, topan dan lain sebagainya. Dalam hal
ini tugas manusia yang beriman terhadap berbagai bencana yang menimpa
hanyalah pasrah dan menerima sepenuh hati. Sudah jelas
tidak terdapat kontradiksi antara pasrah dan menyerah terhadap berbagai
bencana Ilahi tersebut dengan adanya usaha yang sungguh-sungguh untuk
menghindarinya dengan upaya mengurangi kerugiannya dan menambal kerugian
yang timbul akibat bencana tersebut. Karena masalah
pasrah dan menyerah yang berkaitan dengan asal terjadinya bencana
tersebut yang terjadi tanpa ikhtiar manusia dan masalah keharusan
bersungguh-sungguh, atau untuk menghindari malapetaka, atau mengurangi
pengaruhnya, atau untuk menutupi kerugian yang timbul akibat bencana
terebut, adalah dua hal yang berbeda. Karena bisa jadi meskipun manusia
telah bersungguh-sungguh dan mengerahkan segenap kemampuannya untuk
menghindari dan mengurangi bencana dan kerugiannya, tetapi tetap saja
bencana itu terjadi. Misalnya ketika seseorang mengerahkan segenap
kemampuannya untuk memperkokoh suatu bangunan yang dapat manahan
kekuatan gempa tertentu, tetapi apabila gempa itu menimpanya dengan
kekuatan yang lebih tinggi lagi, maka tugas manusia beriman –dalam hal
ini- tidak lain kecuali pasrah dan menyerah terhadap ketentuan Ilahi.
2.
Dimensi yang mencakup perbuatan manusia secara ikhtiari. Pada dimensi
ini, takdir Ilahi tidak berlawanan dengan kehendak dan agenda bebas
manusia. Karena itu pada dimensi ini, manusia bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Karena arti qadha dan qadar
Ilahi ialah terjadinya setiap fenomena dengan berbagai syarat dan
ikatannya itu bersumber pada ilmu dan kehendak Ilahi dan semuanya itu
dibawah pengaturan-Nya dengan penuh bijaksana. Suatu fenomena yang telah
Allah takdirkan itu adalah perbuatan manusia dengan segenap sifat-sifat
dan syarat-syaratnya, dan bukan tanpa itu. Sebagian sifat-sifat dan
syarat-syaratnya itu berkaitan dengan masa dan tempatnya. Dan
sebagiannya lagi bergantung pada si pelakunya. Salah satu sifatnya
adalah perbuatan ikhtiari manusia, artinya ia melakukan suatu perbuatan
atas dasar ikhtiar, pilihan dan kehendak bebasnya. Atas dasar itu maka
pengertian Allah Swt telah menakdirkan perbuatan manusia ialah bahwa
seseorang telah melakukan suatu perbuatan pada masa dan tempat tertentu
dengan menggunakan ikhtiar, pilihan dan kehendaknya, bukan dengan secara
terpaksa (determinatif). Jadi, qadha dan qadar itu, bukan
saja tidak berlawanan dengan perbuatan manusia secara ikhtiari, bahkan
malah mengokohkannya. Karena hal itu berarti kemustahilan terjadinya
perbuatan tersebut secara terpaksa dan tanpa ikhtiar. Karena qadha dan qadar
Ilahi bergantung pada adanya ikhtiar pada peruatan tersebut. Apabila
perbatan itu terjadi atas dasar terpaksa dan tanpa ikhtiar, akan
bertentangan dengan qadha dan qadar Ilahi itu sendiri[2].
3. Hukum bunuh diri:
"Bunuhdiri
dengan cara apapun, hukumnya haram dan termasuk dosa besar. Terdapat
riwayat dari Imam Ja'far Shadiq As: "Barangsiapa yang melakukan bunuh
diri dengan sengaja, maka ia akan masuk neraka Jahannam selamanya"[3].
Imam Muhammad Baqir As meriwayatkan sebuah hadis: "Seorang mukmin,
bencana apapun yang menimpanya dan dengan kematian yang senantiasa
mengancamnya, ia tidak akan melakukan bunuh diri"[4].
Dengan
demikian, apabila seseorang –dengan motif apapun- melakukan bunuh diri,
ia telah melakukan dosa besar dan di akhirat nanti akan mendapatkan
siksa yang pedih.
4. Hukum seseorang yang melakukan bunuh diri dengan maksud mengancam dan tidak benar-benar ingin mati:
Dalam masalah ini yang dapat kami katakan, pertama: bahwa
menampakkan (berpura-pura) melakukan bunuh diri itu (sekalipun tidak
sampai mengakibatkan pada kematian) adalah dosa, menyerupai perbuatan
ahli maksiat dan termasuk meremehkan hukum Allah Swt. Kedua: Apabila hal
itu mengakibatkan pada kematian, maka di sini, perbuatan yang ia
lakukan dengan maksud mengancam, apabila biasanya berakhir pada
kematian, misalnya seperti seseorang yang menjatuhkan dirinya dari
gedung tingkat empat, dalam hal ini, meskipun ia tidak bermaksud
melakukan bunuh diri, tetapi karena perbuatannya itu mengakibatkan pada
kematian, maka ia dianggap telah melakukan bunuhdiri. Dan hukumnya sama
dengan hukum melakukan bunuh diri di atas. Akan tetapi jika perbuatan
yang ia lakukan dengan maksud mengancam itu, biasanya tidak sampai
mengakibatkan pada kematian, maka dalam hal ini apabila ternyata
mengakibatkan pada kematian dan sesungguhnya ia tidak bermaksud bunuh
diri, maka ia tidak akan mendapatkan siksa seperti kondisi yang pertama
sekalipun secara lahiriah ia melakukan bunuhdiri dan meremehkan hukum
Allah, dan perbuatannya itu tidak bisa disebut sebagai bunuh diri.
Karena itu, ia akan memperoleh keringanan siksa. Karena sebenarnya ia
tidak bertujuan melakukan bunuh diri dan juga perbuatan yang ia lakukan
tersebut biasanya tidak sampai mengakibatkan pada kematian.
Adapun mengenai pertanyaan apakah melakukan bunuh diri dengan maksud mengancam itupun sesuai dengan qadha dan qadar
Ilahi? Dengan penjelasan yang telah kami paparkan, menjadi jelas bahwa
semua perkara dan seluruh urusan itu berada di bawah pengaturan qadha dan qadar
Ilahi. Dan dalam hal itu tidak terdapat kotrdadiksi dengan kehendak
manusia. Yakni baik seseorang itu mempunyai maksud serius untuk
melakukan bunuh diri, ataupun ia tidak mempunyai maksud yang serius
untuk melakukan hal itu, semuanya itu merupakan qadha dan qadar Ilahi. Adapun
mengenai siksa dan kesusahan akhirat tidak terdapat perbedaan pada dua
hal tersebut. Karena ganjaran akhirat atas amal perbuatan seseorang itu
bergantung pada mizan (neracan) niatnya dalam melakuan hal itu. Karena
itu, jika ia tidak mempunyai niat yang serius untuk melakukan bunuh diri
dan biasanya hal itu tidak sampai mengakibatkan kematian, maka balasan
akhiratnya pun lebih ringan, karena ketergantungan amal perbuatannya
kepadanya lebih sedikit, jadi siksanya pun lebih ringan.[]
No comments:
Post a Comment