أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Dengan memanfaatkan al-Quran
dan riwayat-riwayat secara pasti dapat dikatakan bahwa sebelum Nabi Adam
terdapa generasi atau beberapa generasi yang mirip dengan manusia
disebut sebagai “insan atau bangsa Nisnas” meski terkait dengan
hal-hal detilnya, tipologi personal dan model kehidupan mereka, kita
tidak memiliki informasi yang akurat.
Allamah Thabathabai berkata, “Dalam sejarah Yahudi disebutkan bahwa
usia jenis manusia semenjak diciptakan hingga kini tidak lebih dari
tujuh ribu tahun lamanya...namun para ilmuan Geologi meyakini bahwa usia
genus manusia lebih dari jutaan tahun lamanya. Mereka menyuguhkan
sejumlah argumen untuk dari fosil-fosil yang menyebutkan bahwa terdapat
peninggalan manusia-manusia pada fosil-fosil tersebut. Di samping itu,
mereka juga membeberkan dalil-dalil skeleton (tengkorak) yang telah
membatu milik manusia-manusia purbakala yang usianya masing-masing dari
fosil dan skeleton itu ditaksir, berdasarkan kriteria-kriteria ilmiah,
kira-kira lebih dari lima ratus ribu tahun. Demikian keyakinan mereka.
Namun dalil-dalil yang mereka suguhkan tidak memuaskan. Tidak ada dalil
yang dapat menetapkan bahwa fosil-fosil ini adalah badan yang telah
membatu milik nenek moyang manusia-manusia hari ini. Demikian juga tidak
ada dalil yang dapat menolak kemungkinan ini bahwa tengkorak-tengkorak
yang telah membatu ini berhubungan dengan salah satu dari periode
manusia-manusia yang hidup di muka bumi, karena boleh jadi demikian
adanya, dan boleh jadi tidak. Artinya periode kita manusia-manusia boleh
jadi tidak bersambung dengan periode-periode fosil-fosil yang telah
disebutkan, bahkan boleh jadi berhubungan degan manusia-manusia yang
hidup di muka bumi sebelum penciptaan Adam Bapak Manusia (Abu al-Basyar)
dan kemudian punah. Demikian juga kemunculan manusia-manusia yang
kepunahannya berulang, hingga setelah beberapa periode tibalah giliran
generasi manusia masa kini.[1]
Karena itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat manusia sebelum penciptaan
Adam dan setelah manusia Adam ditemukan kemudian malaikat ditugaskan
untuk sujud kepadanya.[2]
Hanya saja al-Quran tidak menyebutkan secara tegas tentang proses
kemunculan manusia di muka bumi, apakah kemunculan jenis makhluk ini
(manusia) di muka bumi terbatas hanya pada periode sekarang yang kita
hidup di dalamnya, atau periode-periode yang banyak dan periode kita
manusia-manusia sekarang ini merupakan periode terakhir?
Kendati mungkin sebagian ayat al-Quran menengarai bahwa sebelum
penciptaan Adam As terdapat manusia-manusia yang hidup dimana para
malaikat dengan ingatan pikiran mereka tentang manusia, bertanya kepada
Allah Swt, “Apakah Engkau akan menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan di dalamnya dan menumpahkan darah” [3] dimana dapat disimpulkan dari ayat ini bahwa terdapat masa yang telah berlalu sebelum penciptaan Nabi Adam.[4]
Namun terdapat beberapa riwayat dari para Imam Ahlulbait As yang sampai
kepada kita menegaskan bahwa sebelum generasi ini, terdapat
generasi-generasi sebelumnya yang telah punah dan riwayat-riwayat ini
menetapkan periode-periode manusia sebelum periode yang ada sekarang
ini.
Sebagai contoh kami akan menyebutkan sebuah hadis berikut ini:
Penyusun Tafsir Ayyasyi
meriwayatkan dari Hisyam bin Salim dan Hisyam bin Salim dari Imam
Shadiq As yang bersabda, “Apabila malaikat-malaikat tidak melihat
makhluk-makhluk bumi sebelumnya, yang menumpahkan darah lantas dari mana
mereka dapat berkata, “Apakah Engkau akan menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan di dalamnya dan menumpahkan darah?”[5]
Adapun sehubungan dengan apakah Adam merupakan manusia kedelapan di
muka bumi ini harus dikatakan bahwa kami tidak menjumpai teks-teks agama
yang menetapkan bahwa Adam adalah manusia kedelapan di muka bumi. Benar
terdapat beberapa riwayat yang menjelaskan bahwa generasi Nabi Adam
setelah tujuh periode dan tujuh generasi semenjak penciptaan Adam. Namun
boleh jadi riwayat-riwayat ini tengah menyinggung banyaknya
periode-periode masa lalu. Misalnya Syaikh Shaduq dalam al-Khishâl,
meriwayatkan dari Imam Baqir As yang bersabda, “Allah Swt semenjak
menciptakan bumi, menciptakan tujuh alam yang di dalamnya (kemudian
punah) dimana tidak satu pun dari alam-alam ini berasal dari generasi
Adam Bapak Manusia dan Allah Swt senantiasa menciptakan mereka di muka
bumi dan mengadakan generasi demi generasi dan masing-masing, alam demi
alam muncul hingga akhirnya, (Allah Swt) menciptakan Adam Bapak Manusia
dan keturunannya berasal darinya.[6]
Boleh jadi riwayat-riwayat ini dengan memperhatikan riwayat-riwayat
lainya yang menetapkan periode-periode yang banyak pada masa silam,
tengah menyinggung tentang banyaknya periode pada masa silam; misalnya
Syaikh Shaduq dalam kitab Tauhid mengutip riwayat dari Imam
Shadiq As yang bersabda, “Kalian mengira bahwa Allah Swt tidak
menciptakan manusia lain selain kalian. Bahkan (Allah Swt) menciptakan
ribuan ribuan Adam dimana kalian adalah generasi terakhir Adam dari
generasi-generasi Adam (lainnya).”[7]
Demikian juga dalam al-Khisâl
diriwayatkan dari Imam Shadiq As yang bersabda, “Allah Swt menciptakan
dua belas ribu alam yang masing-masing (dari dua belas ribu itu) lebih
besar dari tujuh petala langit dan tujuh petala bumi. Tiada satu pun
dari penghuni satu alam pernah berpikir bahwa Allah Swt menciptakan alam
lainya selain alam (yang ia huni).”[8]
Akan tetapi sebagaimana yang Anda perhatikan riwayat terakhir
menyinggung tentang penciptaan alam-alam dan boleh jadi alam-alam
tersebut berada di luar planet bumi dan kita dapat memandang
riwayat-riwayat yang menyebutkan tentang tujuh periode sebelumnya di
muka bumi itu tidak bertentangan satu sama lain
Namun (dengan asumsi adanya manusia-manusia sebelum Adam) apakah
tatkala penciptaan Nabi Adam As manusia dari generasi manusia-manusia
sebelumnya masih tersisa?
Dengan memperhatikan beberapa indikasi bukan mustahil bahwa pada masa
penciptaan Adam terdapat orang-orang dari generasi-generasi sebelumnya
yang masih tersisa dan tengah mengalami kepunahan. Artinya mereka masih
tetap ada (pada masa penciptaan Adam) sebagaimana disebutkan oleh
sebagian ulama.[9]
Salah satu ulama kontemporer terkait dengan pernikahan anak-anak Adam
berkata, “Di sini juga terdapat kemungkinan lain bahwa anak-anak Adam
menikah dengan manusia-manusia yang tersisa dari generasi sebelum Adam
karena sesuai dengan riwayat Adam bukanlah manusia pertama yang hidup di
muka bumi. Penelitian ilmiah manusia hari ini menunjukkan bahwa genus
manusia kemungkinan telah hidup di muka bumi semenjak beberapa juta
tahun sebelumnya, padahal sejarah kemunculan Adam hingga masa sekarang
ini tidak terlalu lama (kurang lebih 7000 tahun). Karena itu kita harus
menerima bahwa sebelum Adam terdapat manusia-manusia lainnya yang hidup
di muka bumi yang tatkala kemunculan Adam tengah mengalami kepunahan.
Apa halangannnya anak-anak Adam menikah dengan manusia dari salah satu
generasi sebelumnya yang masih tersisa?”[10]
Tentu saja tidak terdapat keraguan bahwa Nabi Adam adalah manusia pertama dari generasi yang ada sekarang ini.
Al-Quran nampaknya menegaskan bahwa generasi yang ada sekarang ini
berasal dari ayah dan ibu yang berujung pada satu ayah (bernama Adam)
dan satu ibu (yang dalam beberapa riwayat dan Taurat bernama Hawa) dan
kedua manusia ini adalah ayah dan ibu seluruh manusia. Demikian juga
ayat-ayat berikut menyokong makna ini, “Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari sari pati air yang hina (air mani).” (Qs. Al-Sajdah [32]:8); “Sesungguhnya
misal (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam.
Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya,
“Jadilah” (seorang manusia) , maka jadilah dia.” (Qs. Ali Imran [3]:59); “(Ingatlah)
ketika Tuhan-mu berfirman kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku akan
menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan
penciptaannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)-Ku; maka hendaklah
kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.” (Qs. Shad [38]:71 & 72)
Seperti yang Anda saksikan ayat-ayat yang telah dikutip memberikan
kesaksian bahwa sunnah Ilahi menjamin lestarinya generasi manusia
melalui pembuahan sperma namun penciptaan dengan sperma ini terjadi
setelah dua orang dari jenis ini (manusia sekarang ini) diciptakan dari
tanah liat dan Dia menciptakan Adam kemudian setelah Adam istrinya yang
diciptakan dari tanah liat (dan setelah memiliki badan dan alat-alat
reproduksi, Allah menciptakan anak-anaknya dengan menciptakan sperma
pada badan Adam dan istrinya). Karena itu, tidak terdapat keraguan bahwa
generasi manusia (sekarang ini) berujung pada Adam dan istrinya
berdasarkan bentuk lahir ayat-ayat yang disebutkan di atas.[11]
Adapun pertanyaan berikutnya apakah di antara generasi tersebut
terdapat seorang nabi? Apakah mereka juga termasuk orang-orang yang
memiliki intelegensia? Kita tidak menemukan penjelasan tentang hal ini
dalam ayat-ayat al-Quran dan riwayat-riwayat. Namun mengingat bahwa
mereka sama dengan kita, manusia (atau Nisnas) maka dari sisi ini kita
sama dengan mereka. Dan tentu saja mereka memiliki intelegensia dan
kecerdasan serta sangat boleh jadi dapat dikatakan bahwa untuk
membimbing mereka diutuslah nabi atau nabi-nabi kepada mereka.
Indeks Terkait:
Nabi-nabi Jin Sebelum Penciptaan Manusia, Pertanyaan 792 (Site: 851)
[1]. Muhammad Husain Thabathabai, terjemahan Persia Tafsir al-Mizân,
jil. 4, hal. 222, Penerjemah Sayid Muhammad Baqir Musawi Hamadani,
Intisyarat Jami’ah Mudarrisin Hauzah Ilmiah Qum, Qum, 1374 S, Cetakan
Kelima.
[2]. Ibid, jil. 16, hal. 389.
[3]. (Qs. Al-Baqarah [2]:30)
[4]. Muhammad Husain Thabathabai, Terjemahan Persia Tafsir al-Mizan, jil. 4, hal. 222 dan 223.
[5]. Allamah Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 11, hal. 117, Muassasah al-Wafa, Beirut, Libanon, 1404 H.
Syaikh Shaduq, al-Khishâl, jil. 2, hal. 652, Hadis 54.
[6]. Diadaptasi dari Pertanyaan 2999 (Site: 3297)
[7]. Syaikh Shaduq, Tauhid, jil. 2, hal. 277, Cetakan Teheran.
[8]. Al-Khishâl, jil. 2, hal. 639, Hadis 14, Diadaptasi dari Pertanyaan 516 (Site: 563)
[9].
Bagaimanapun tadinya kita (pada masa-masa sebelumnya) tidak memiliki
informasi dan referensi ketika para Imam Syiah berkata-kata tentang
manusia pra Adam (Bapak Manusia) yang berasal dari manusia-manusia yang
telah menjadi fosil. Namun mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi hari ini, nilai ucapan-ucapan seperti ini akan dipahami lebih
baik dan akan lebih mudah memahamkan kepada kita tentang hubungan mereka
dengan dunia metafisika.
[10]. Nasir Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, jil. 3, hal. 247, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1374 S, Cetakan Pertama; Silahkan lihat, Ya’qub Ja’fari, (Tafsir) Kautsar, jil. 2, hal. 349.
[11]. Muhammad Husain Thabathabai, Terjemahan Persia Tafsir al-Mizân, jil. 4, hal. 224 dan 225.
No comments:
Post a Comment