أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
HAKEKAT
Istilah
bahasa hakikat berasal dari kata "Al-Haqq", yang berarti kebenaran.
Kalau dikatakan Ilmu Hakikat, berarti ilmu yang digunakan untuk mencari
suatu kebenaran. Kemudian beberapa ahli merumuskan definisinya sebagai
berikut:
Pengalaman batin yang sering dialami oleh Shufi, melukiskan bahwa
betapa erat kaitan antara hakikat dengan mari"fat, dimana hakikat itu
merupakan tujuan awal Tasawuf, sedangkan ma'rifat merupakan tujuan
akhirnya.
Bila kedua aspek ini diamalkan dengan penuh
kesungguhan dan keikhlasan akan dapat meningkatkan kondisi mental
seseorang dari tingkat rendah secara bertahap ke tingkat yang lebih
tinggi. Pada posisi tertinggi Tuhan akan menerangi hati sanubarinya
dengan nur-Nya, sehingga ia betul-betul dapat dekat dengan Tuhan,
mengenal Tuhan dan melihat-Nya dengan mata hatinya.
Di kalangan Sufi
orang yang telah mencapai tingkatan ini disebut ahli hakikat. Kalau
dihubungkan dengan Tuhan, hakikat adalah sifat-sifat Allah SWT,
sedangkan Zat Allah disebut al-Haqq. Sufi yang dikenal dengan faham
hakikat adalah Abu Yazid al-Bustami dan al-Hallaj yang pernah menyatakan
“Ana al-Haqq”.
Oleh karena itu sebagaimana diketahui
al-Hallaj mati dibunuh karena mempunyai faham Hulul dan seperti di Jawa
Syekh Siti Jenar juga mengalami hal serupa. Kaum Sufi yang mempunyai
faham ini kelihatannya merasa takut untuk membicarakan Ittihad, Hulul
dan Tawhid. Karena itulah uraian tentang hal ini hanya dijumpai dalam
karangan-karangan modern dan tulisan-tulisan para Orientalis.
Hal
ini terlihat dari ungkapan syairnya: “Aku adalah Rahasia Tuhan Yang Maha
Benar, dan bukanlah yang Maha Benar itu Aku, Aku hanya satu dari yang
benar, bedakanlah antara kami atau aku dan Dia Yang Maha Benar”.
Bagaimana tidak, sedangkan ia menjadi seorang
penyembah karena ia menerima perintah dariNya Ta’ala dan Dia adalah yang
disembah, karena segala sesuatu kembali kepadaNya. Ia juga harus
mengetahui dan mengerti bahwa setiap kali ia menghadapi sesuatu apakah
itu gambaran atau pengertian , ia mendapati al-Haq tampak padanya dan
nyata olehnyadengan pengadaan dan penciptaaNya secara umum. Hal ini
dapat dicapai setiap orangsesuai dengan kemampuannya dalam penerimaan
penampakan itu secara khusus.
Perkatan para sufi dalam hal ini tujuannya sama. Adapun perbedaanya
adalah terletak pada penyaksian perkataan mereka tersebut terhadap
masing-masing dari mereka sesuai dengan tingkatan ma’rifatnya dalam
kesufian.
HAKEKAT
Istilah
bahasa hakikat berasal dari kata "Al-Haqq", yang berarti kebenaran.
Kalau dikatakan Ilmu Hakikat, berarti ilmu yang digunakan untuk mencari
suatu kebenaran. Kemudian beberapa ahli merumuskan definisinya sebagai
berikut:
1. Asy-Syekh Abu Bakar Al-Ma'ruf mengatkan :
"Hakikat adalah (suasana kejiwaan) seorang Saalik (Shufi) ketika ia
mencapai suatu tujuan ...sehingga ia dapat menyaksikan (tanda-tanda)
ketuhanan dengan mata hatinya".
2. Imam Al-Qasyairiy mengatakan:
"Hakikat adalah menyaksikan sesuatu yang telah ditentukan,
ditakdirkan, disembunyikan (dirahasiakan) dan yang telah dinyatakan oleh
Allah kepada hamba-Nya". Hakikat yang didapatkan oleh Shufi setelah
lama menempuh Tarekat dengan selalu menekuni Suluk, menjadikan dirinya
yakin terhadap apa yang dihadapinya. Karena itu, Ulama Shufi sering
mengalami tiga macam tingkatan keyakinan:
- "Ainul Yaqiin; Yaitu tingkatan keyakinan yang ditimbulkan oleh pengamatan indera terhadap alam semesta, sehingga menimbulkan keyakinan tentang kebenaran Allah sebagai penciptanya;
- "Ilmul Yaqiin; yaitu tingkatan keyakinan yang ditimbulkan oleh analisis pemikiran ketika melihat kebesaran Allah pada alam semesta ini.
- "Haqqul Yaqqin; yaitu suatu keyakinan yang didominasi oleh hati nurani Shufi tanpa melalui ciptaan-Nya, sehingga segala ucapan dan tingkah lakunya mengandung nilai ibadah kepada Allah SWT. Maka kebenaran Allah langsung disaksikan oleh hati, tanpa bisa diragukan oleh keputusan akal".
Pengalaman batin yang sering dialami oleh Shufi, melukiskan bahwa
betapa erat kaitan antara hakikat dengan mari"fat, dimana hakikat itu
merupakan tujuan awal Tasawuf, sedangkan ma'rifat merupakan tujuan
akhirnya.
Sedangkan Haqiqah secara etimologi berarti inti sesuatu, puncak atau
sumber dari segala sesuatu, dalam dunia sufi, haqiqah diartikan sebagai
aspek lain dari syari`ah yang bersifat lahiriah, yaitu batiniah,
sehingga rahasia yang paling dalam
dari segala amal, inti dari syariah dan akhir dari perjalanan yang
ditempuh oleh orang sufi.
Haqiqah juga dapat berarti kebenaran sejati dan mutlak, sebagai akhir dari semua perjalanan, tujuan segala jalan
Hakikat dalam Tasawuf hakikat adalah imbangan kata syariat yang identik
dengan aspek kerohanian dalam ajaran Islam. Untuk merintis jalan
mencapai hakikat seseorang harus memulai dengan aspek moral yang
dibarengi aspek ibadah.
Bila kedua aspek ini diamalkan dengan penuh
kesungguhan dan keikhlasan akan dapat meningkatkan kondisi mental
seseorang dari tingkat rendah secara bertahap ke tingkat yang lebih
tinggi. Pada posisi tertinggi Tuhan akan menerangi hati sanubarinya
dengan nur-Nya, sehingga ia betul-betul dapat dekat dengan Tuhan,
mengenal Tuhan dan melihat-Nya dengan mata hatinya.
Syech Yusuf al-Makasary, telah membagi kiblat maqam terdapat 4 macam :
Kiblat Amal Disebut kiblat orang-orang awam (ahli syariat), seperti misal: bagi orang awam tidak sah sholat apabila tidak menghadap arah ke kiblat masjil haram
Kiblat ilmu disebut kiblat orang-orang khusus (al-khawas), sebagaimana Firman Allah “ Kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah” (Al-Baqarah : 115)
Kiblat al-sirr disebut kiblat khususnya orang khusus atau ahli hakikat-ma'rifat ( akhas al-khawas), kiblat ini adalah kiblat rahasia yang meliputi segala sesuatu yang tampak, dalam segala sesuatu, atas segala sesuatu, menurut segala sesuatu, bersama segala sesuatu, kepada segala sesuatu dan Dialah Segala sesuatu itu.
- Kiblat Tawajjuh, adalah kiblat yang ada di hatisanubari dan sejajar dengan hakekat hati, yang telah diisyaratkan dalam sebuah Hadits “ Hati seorang Mukmin adalah Arsyullah”.Sebagian ulama sufi menyatakan “ Hati itu ghaib, al-Haq juga ghaib, sehingga yang ghaib lebih layak dengan pendekatan yang ghaib pula. Apabila orang telah sampai pada keadaan ini, maka dia termasuk orang
No comments:
Post a Comment