أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Tanya Jawab Tentang Thariqat
Tanya Jawab Tentang Thariqat
-
Hukum Masuk Thariqah
Tanya : Bagaimana pendapat muktamirin tentang hukum masuk Thariqah dan mengamalkannya?
Jawab
: Jikalau yang dikehendaki masuk thariqah itu belajar membersihkan dari
sifat-sifat yang rendah, dan menghiasi sifat-sifat yang dipuji, maka
hukumnya fardhu ‘ain. Hal iniseperti hadis Rasulullah Saw, yang artinya:
”Menuntut ilmu diwajibkan bagi orang Islam laki-laki dan Islam perempuan”. Akan
tetapi kalau yang dikehendaki masuk Thariqah Mu’tabarah itu khusus
untuk dzikir dan wirid, maka termasuk sunnah Rasulullah Saw.1 Adapun mengamalkan dzikir dan wirid setelah baiat, maka hukumnya wajib, untuk memenuhi janji. Tentang mentalqinkan
(mengajarkan) dzikir dan wirid kepada murid, hukumnya sunat. Karena
sanad Thariqah kepada Rasulullah Saw, itu sanad yang shahih.
Keterangan dari kitab:
-
Al-Ma’aarif al-Muhammadiyah, hal. 81;
-
Al-Adzkiyaa
Al-adzkiyaa’: Pelajarilah ilmu yang membuat sah ibadahnya.
Al-Ma’ararifah
al-Muhammadiyyah, hal. 81: Sanad para wali kepada Rasulullah Saw. Itu
benar (shahih), dan shahih pula hadis bahwa Ali ra. Pernah bertanya
kepada Nabi Saw. Kata Ali, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku
jalan terdekat kepada Allah yang paling mudah bagi hamba-hamba-Nya dan
yang paling utama bagi Allah!” Rasulullah Saw. Bersabda, ‘Kiamat tidak akan terjadi ketika di muka bumi masih terdapat orang yang mengucapkan ‘Allah’. Dasar
lainnya adalah firman Allah Swt. ‘Penuhilah janji, sesunggunhya janji
itu akan diminta pertanggungjawabannya’”. (Al-Israa’; 34).
-
Murid Pindah Thariqah
Tanya : Apakah boleh seorang murid Thariqah pindah dari satu thariqah kepada Thariqah yang lain?
Jawab
: Haram pindah dari satu Thariqah kepada Thariqah yang lain. Namun
dapat dikatakan : Boleh pindah, apabila dia dapat menetapi kepada
Thaiqah yang sudah dimasuki dan istiqamah (tekun) pada tuntunannya.
Keterangan dari kitab-kitab:2 )
-
fataawa al-Haditsiyah, hal.50;
-
majmu’ah al-rasail, hal. 114;
-
ahkaamul Fuqaha, soal no. 173.
Al-fataawa al-hadiitsiyah, hal 50:
Barangsiapa telah menyatakan baiat kepada seorang mursyid, dan mampu
melaksanakan isi baiatnya, dan telah mendapat pancaran rohani darinya
dengan sifat yang pertama dan kedua, maka haram baginya –menurut mereka
(para ulama)-meninggalkan mursyid tersebut dan beralih ke mursyid yang
lain.
Majmu’ah al-rasaail,. Hal: 114:
Ketahuilah bahwa Thariqah-Thariqah yang ma’tsur, yang masyhur, yang
sanadnya bersambung dari para guru thariqah terdahulu sampai belakangan
adalah seperti empat madzhab dalam hal perpindahan dari satu madzhab ke
madzhab yang lain, yaitu boleh, dengan syarat bidang yang dimasuki oleh
orang yang berpindah madzhab itu harus utuh dengan senantiasa menetapi
tata kramanya.
3. Mursyid Melarang Muridnya Menerima Baiat dari Mursyid lain
Tanya : Apakah boleh seorang mursyid melarang sebagian muridnya menerima baiat dari mursyid yang lain?
Jawab : Boleh, kalau di dalam melarang itu untuk mengarahkan murid pada apa yang menjadikan kemaslahatannya.
Keterangan dari kitab:
Tanwiir
al-quluub hal. 536: Yang kedua belas adalah mursyid tidak boleh lengah
dalam membimbing murid-muridnya kepada apa yang menjadikan kebaikan bagi
diri mereka.
4. Tidak Bersanad Mengajarkan Thariqah
Tanya
: Apakah boleh orang yang tidak mempunyai sanad yang sambung kepada
Rasulullah Saw mengajarkan thariqah kepada murid? Apakah boleh memberi
ijazah kepadanya?
Jawab
: Tidak boleh, kalau thariqah itu Thariqah Mu’tabarah seperti Thariqah
Naqsyabandiyah, Qadriyah, Khalidiyah, dan semacamnya, yaitu Thariqah
yang silsilahnya sampai kepada Rasullullah.
Keterangan dari kitab:
-
Khaziinah Al-asraar, hal. 188.
-
Ushuul al-Thariiq, hal. 89.
-
Tanwir al-Quluub, hal. 534
Khaziinah Al-asraar, hal. 188: Orang
yang silsilah/sanadnya tidak bersambung kehadirat Nabi saw. Itu
terputus dari pancaran rohani dan ia bukanlah pewaris Rasullullah Saw.
Serta tidak boleh membaiat dan memberi ijazah.
Ushuul al-Thariiq, hal. 89: Semua
ulama salaf sepakat bahwa orang silsilahnya tidak bersambung kepada
guru-guru thariqah dan tidak mendapat izin untuk memimpin umat di majlis
thariqah, tidak boleh menjadi mursyid, tidak boleh membaiat, tidak
boleh mengajarkan dzikir dan amalan-amalan lain dalam thariqah.
Tanwir al-Quluub, hal. 534: tidak
boleh menjadi guru thariqah dan mursyid kecuali setelah mendapat
penempaan dan izin, sebagaimana kata para imam, karena sudah jelas bahwa
orang yang menjadi guru thariqah tanpa mendapat izin itu bahayanya
lebih besar daripada kemashlatannya, dan ia memikul dosa sebagai
pembegal/penjambret thariqah, serta jauh dari derajat murid yang benar,
apalagi dari derajat guru thariqah yang arif.
5. Hukum Peringatan Haul (Hari Wafat)
Tanya : Apakah peringatan hari wafat (haul) termasuk bid’ah atau memang ada nash dari hadis?
Jawab : Sesungguhnya peringatan hari wafat (haul) ada nash hadis dariperbuatan Rasullullah Saw., Abu Bakar, Umar ra, dan utsman ra.
Keterangan dari kitab:
-
Syaarah al-Ihyaa’,X
-
Kitab nahju al- balaaqhah, hal. 394-396.
-
Kitab manaaqib sayyidi al-syuhada’ Hamzah ra., hal. 15.
Syaarah
al-Ihyaa’, juz X Yang menjelaskan ziarah kubur. Al-Baihaqi meriwayatkan
dari Al-Waqidi mengenai kematian, bahwa Nabi Saw. Senantiasa berziarah
ke makama para syuhada’ di bukit Uhud setiap tahun dan sesampainya
disana beliau mengucapkan salam dengan mengeraskan suaranya, “Salaamun’alaikum bimaa shabartum fani’ma’uqbaddaar” (QS.
Al-Ra’d: 24. Artinya: keselamatan tetap padamu berkat kesabaranmu, maka
betapa baiknya tempat kesudahan itu). Abu bakar juga berbuat seperti
itu setiap tahun, kemudian Umar lalu Utsman. Fatimah juga pernah
berziarah ke bukit Uhud dan berdoa. Sa’d bin Abi Waqqash mengucapkan
salam kepada para syuhada’ tersebut kemudian ia menghadap kepada para
sahabatnya lalu berkata, “mengapa kamu tidak mengucapkan salam kepada
orang-orang yang akan menjawab salam mu?”
Keterangan
yang sama juga terdapat dalam kitab Nahju al- balaaqhah, hal. 394-396,
dan Kitab manaaqib sayyidi al-syuhada’ Hamzah ra. Oleh sayyid ja’far al
Barzanji hal. 15: Rasulullah Saw. Senantiasa berkunjung ke makam para
syuhada’ di bukit Uhud pada penghujung setiap tahun dan beliau
mengucapkan “Salaamun’alaikum bimaa shabartum fani’ma’uqbaddaar” (Artinya:
keselamatan tetap padamu berkat kesabaranmu, maka betapa baiknya tempat
kesudahan itu. QS. Al-Ra’d: 24.). ini tepat sebagai dalil/dasar
orang-orang madinah yang melakukan ziarah rajabiyyah (pada bulan rajab)
ke makam sayyidina Hamzah yang di tradisikan oleh Syaikh Junaid
al-Masyra’I karena ia pernah bermimpi bertemu dengan sayyidina Hamzah
yang menyuruhnya melakukan ziarah tersebut.3)
6. Cara Rabithah kepada Mursyid dengan Tata Sila Kesembilan
Tanya : Bagaimana cara rabithah kepada syaikh mursyid yang disebut dalam tata sila kesembilan dalam kitab Tanwiir al-Quluub tentang cara berdzikir?
Jawab
: Cara rabithah yang ditanyakan tersebut yaitu menggambarkan rupa guru
antara dua matanya, kemudian menghadapkan jiwa kepada rohaniyah dalam
gambar itu pada permulaan dzikir sampai hasilnya merasa jauh dari dunia.
Itulah yang dikehendaki tata sila yang kesepuluh.
Keterangan dari kitab:
-
Tanwiir al-Quluub, hal. 518.
-
Al-Bahjah a-Saniyyah, 40.
Al-Bahjah a-Saniyyah, 40:
Ketahuilah bahwa menghadirkan rabithah itu bermacam-macam. Pertama,
murid menggambarkan/ membayangkan rupa gurunya yang sempurna di
hadapannya, kemudian ia bertawajjuh (berkonsentrasi) kepada rohaniyyah
di dalam rupa gurunya tersebut dan terus bertawajjuuh seperti itu sampai
ia jauh dari dunia atau mendapatkan atsar/dampak kejadzaban.
Tanwiir al-Quluub, hal. 518:
Murid wajib berusaha memperoleh pancaran rohani ari gurunya yang
sempurna yang fana’ di dalam Allah (larut/tenggelam di dalam sifat-sifat
ketuhanan –pen), dan sering berkonsentrasi pada rupa gurunya agar
semakin kuat pancaran rohani yang diterima dari gurunya pada saat tidak
bertemu secara fisik seperti ketika bertemu secara fisik, sehingga
dengan konsentrasi tersebut murid merasakan gurunya benar-benar hadir
dan merasakan nur yang sempurna…
7. Ocehan Bahwa Thariqah tidak Termasuk Sunah Nabi
Tanya :
Bagaimana hukumnya orang yang melarang orang masuk Thariqah Mu’tabarah
seperti Thariqah Naqsyabandiyah khalidiyyah, Qadiriyah, syathariyyah dan
sebagainya, dan dia berkata bahwa Thariqah tersebut tidak termasuk
sunah Rasulullah Saw.?
Jawab : Kalau tujuan melarang itu ingkar kepada thariqah maka orang itu menjadi kufur.
Keterangan dari kitab:
Jaami’u al-ushuuli al-auliyaa’,hal. 136:
Jauhilah ucapan, “Thariqah orang-orang sufi itu tidak diajarkan dalam
Al-Quran dan hadis”, karena orang yang berkata seperti itu adalah kafir.
Semua thariqah orang-orang sufi itu sesuai dengan akhlak dan perilaku
Nabi Muhammad Saw.serta ajaran Allah.
8. Membaiat Tanpa Mendapat Izin
Tanya
: Apakah sah membaiat seseorang yang belum mendapat izin salah satu
guru thariqah? Jikalau dikatakan tidak sah, maka apakah yang menjadi
kewajiban ahli thariqah Mu’tabarah sewaktu melihat yang demikian itu?
Jawab
: Tidak sah membaiat tanpa mendapat izin salah satu guru thariqah. Kata
ahli Thariqah Mu’tabarah wajib mencegahnya dengan tangan, kemudian
dengan lisan, kemudian dengan hati, dan dengan hati inilah paling
lemahnya iman. Juga mencegah itu supaya dengan hikmah dan peringatan
yang baik.
Keterangan dari kitab:
Al-Bahjah al-Ssaniyyah, 33: Al-Razi
mengatakan, “jelaslah bahwa tampilnya seseorang sebagai guru thariqah
tanpa mendapat izin, mafsadahnya lebih besar daripada mashlahatnya, dan
ia memikul dosa sebagai pembegal (penjambret) Thariqah. Ia terkucil dari
derajat murid yang benar,apalagi derajat guru thariqah yang arif.
9. Hanya Mengajarkan Dzikir Saja
Tanya : Sebagian guru thariqah mengajarkan kepada muridnya hanya dzikir saja. Apakah demikian itu menyalahi Rasulullah Saw.?
Jawab
: Mengajarkan kepada muridnya hanya dzikir saja, tidak menyalahi
Rasulullah Saw. Mengigat bahwa Rasulullah Saw. Mengajarkan kepada
sayyidina Ali kw. Hanya dzikir saja.
Keterangan dari kitab:
Al-Maaarif
al-muhammadyyah, 81: ‘Ali (karramallahu wah saya jhah) pernah bertanya
kepada Nabi Saw. Kata Ali,”Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku jalan
terdekat kepada Allah yang paling mudah bagi hamba-hamba-Nya dan yang
paling utama bagi Allah!”. Rasululah Saw bersabda,”Wahai Ali,
biasakanlah berdzikir kepada Allah secara istiqamah pada saat khalwat!.
Kata Ali “Begitulah keutamaan dzikir dan seperti itulah orang-orang
akan berdzikir”. Selanjutnya Rasulullah Saw bersabda,”Wahai Ali,kiamat
tidak akn terjadi selama di muka bumi masih ada orang yang mengucapkan
Allaah,Allaah”.
Ali bertanya bagaimana cara saya berdzikir, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, pejamkan kedua matamu kemudian dengarkan saya!”.
10. Hukum Pindah Mursyid
Tanya
: Bagaimana hukumnya murid thariqah pindah guru mursyid tanpa izin
sedang mursyid yang pertama lebih alim, wira’I, faqih dan lebih tua?
(jawa timur)
Jawab : Hukumnya tidak boleh.
Keterangan dari kitab:
- Al-Fuyuudhaat al-Rabbaniyah fie Muqarraraat fi al-Muktamarat li jam’iyat ahl al-Thariqah al-Mu’tabarah., jawaban no. 5
- Al-Fataawaa al-Hadiitsyyah, ibn Hajar al-Hatami, hal 51&57.
- Jaami’al-Ushuul fiial-Auliyaa’, hal 232
- Al-Anwarr al-Qudsiyyah juz’ hal 64.
- Majmua’ah al-Rasaail, hal 14.
Al-Fuyuudhaat
al-Rabbaniyah fie Muqarraraat fi al-Muktamarat li jam’iyat ahl
al-Thariqah al-Mu’tabarah., jawaban no. 5: Setelah seorang menjadi murid
seorng mursyid yang arif dan ahli, ia tidak bolehkeluar
meninggalkannya.
Al-Fataawaa
al-Hadiitsyyah, ibn Hajar al-Hatami, hal 51:Apabila dua guru tersebut
sama-sama arif dan adil, sedangkan thariqahnya sama, maka tidak boleh
pindah dari guru yang satu ke guru yang lain.
11. Silsilah Thariqah Naqsyabandiyah
Tanya
: Bagaimana penjelasan tentang silsilah Thariqah Naqsyabandiyah yang
urutannya dari sahabat Abu Bakar al-Shiddiq kemudian ke bawah sampai
kepada al-Syaikh Bahauddin al-Naqsyqbandy? (Jawa Timur)
Jawab : Al- Syaikh al-Sayyid Bahauddin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Syarif al-Husaini al-Hasani qaddasallahu sirrahu al-Ausi al-Bukhari silsilah thariqahnya adalah:
Tanwiir
al-Quluub , hal 513: Sebaiknya para murid thariqah mengetahui nisbat
guru mereka dan silsilah guru-guru di atasnya, mulai dari mursyid mereka
sampai dengan Nabi Saw., Karena apabila mereka menginginkan pertolongan
melalui rohani para gurunya tersebut sedangkan nisbat mereka benar maka
tercapailah pertolongan tersebut. Guru ang silsilahnya tidak bersanbung
hingga keehadirat Nabi Saw. Terputuslah ia daru faydh
(berkah/pancaran rohani), dan tidak bisa menjadi pewaris Rasulullah
Saw., serta tidak berhak menerima baiat dan memberi ijazah .Saya,
Muhammad Amin al-Kurdi al-Arbili yang sangat fakir dan hina di sisi
Allah yang Maha Kuasa merasa sangat beruntung karena telah memperoleh
hak menerima baiat dan memberi ijazah melalui tawajjuh,irsyad/bimbingan , dan talqin dzikir, setelah menempuh suluk bertahun-tahun di dalam thariqah Naqsyabandiyah. Hak tersebut saya peroleh dari Syaikh Umar (Qaddasallahu sirrahu), yang telah mencapai maqam al-quthb al-arsyad dan al-qhauts al-amjad.
13. Meremehkan Waliyullah
Tanya : Bagaimana hukumnya orang yang meremehkan Waliyullah? Apakah orang yang meyakini Syaikh Abdul Qadir al-Jilani bukan sulthan al-Auliyaa’ itu termasuk orang yang meremehkan Waliyullah? Kemudian siapakah sulthan al-Auliya’ yang benar?
Jawab : Haram, bisa menjadikan kufur. Setiap Thariqah mu’tabarah mempunyai sulthan al-Auliya’ sendiri-sendiri dan bagi pengikutnya wajib menetapi dan mahabbah sulthannya masing-masing serta tidak menyakiti kepada wali lainnya.
Keterangan dari kitab:
- Fath al-Mubiin, hal 110.
- Jaami’al-Ushuul Fi al-Auliyaa’’, hal 75.
Fath al-Mubiin, hal 110: Tujuan menyebutkan keutamaan seorang mursyid itu biasanya untuk mendorong para pengamal suluk dan para murid pada masa itu agar senantiasa mengikuti dan mencintainya.
Dengan demikian maka penyebutan keutamaan sebaiknya tidak dimaksudkan untuk takhsish dan hashr (dia
bukanlah satu-satunya orang yang memiliki keutamaan tersebut),melainkan
hanyalah sebagai ungkapan bahwa dia memang orang yang amat mulia,
karena kebanyakan ungkapan ungkapan seperti itu berfungsi sebagai
pujian.
Jaami’al-Ushuul Fi al-Auliyaa’’, hal 75: Syaikh AbdulKhaliq al-Fajdwani Sulthaanul Auliyaa’.
Nabi Saw bersabda (bahwa Alaah ‘Azza wa jalla berfirman), “Siapa yang menghina wali-KU maka aku benar-benar menyatakan perang terhadapnya.” Sebagaimana keterangan di dalam kitab al-Fuyuudhaat al-Rabbaaniyyah,masalah 38: bagaimana hukum memuji seorang wali disertai menentang wali yang lain?…
14. Baiat Langsung Kepada Allah Tanpa Melalui Thariqah
Tanya
: Ada seorang kyai yang mengatakan ; “jika kamu sudah punya amalan atau
wirid yang sudah bisa kamu lakukan secara istiqamah maka niatlah dalam
hati baiat kepada Allah untuk mengamalkan”. Artinya dengan kata lain;
baiat itu tidak harus melalui Thariqah”.
Benarkah pernyataan kyai seperti itu? Apa alasannya?
Jawab : Apabila perkataan tersebut ada niat ingkar kepada syarat dan amaliah thariqah terutama bai’ah maka tidak benar dan haram, dan yang mengucapkan terkutuk tidak mendapatkan kebahagiaan selama-lamanya.
Keterangan dari kitab: Taqriib al-Ushuul oleh Syaikh Zaini Dahlan, hal 81.
Syaikh
Abu Utsman mengatakan, “Allah melaknat orang yang mengingkari Thariqah.
Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah
mengucapkan “Laknat Allah atas orang yang mengingkari thariqah
tersebut”. Syaikh Abu Utsman juga pernah mengatakan,”Siapa yang
menentang thariqah maka ia tidak beruntung selamanya.”
Wassalam
No comments:
Post a Comment