أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Bagaimana mungkin sesuatu dapat mendidingi Allah,
padahal Dia-lah yang mendhahirkan sesuatu
Bagaimana mungkin sesuatu dapat mendidingi Allah,
padahal Dia-lah yang tampak pada segala sesuatu
Bagaimana mungkin Allah dapat didindingi oleh sesuatu,
padahal Dia lebih nyata dari segala sesuatu
Bagaimana mungkin sesuatu dapat mendidingi Allah,
padahal kalau tidak ada Dia, tidak ada sesuatu
Bagaimana mungkin sesuatu dapat mendidingi Allah,
padahal Dia Maha Nyata sebelum segala sesuatu
(Al-Hikam)
Kata-kata
diatas saya rangkum dari Al-Hikam, saya mengambil kata-kata yang
menunjukkan bahwa Allah itu benar-benar nyata, tanpa terselubung oleh
apapun kecuali oleh nafsu dan disesatkan oleh akal pikiran kita sendiri.
Dalam Asmaul Husna salah satu nama Allah adalah AD-DZAHIR
artinya Maha Nyata. Silahkan artinya sendiri menurut keinginan
masing-masing kita. Kalau anda mengartikan makna Maha Nyata itu bahwa
Allah telah menciptakan alam beserta isinya, dengan adanya alam ini
menunjukkan Maha Nyata nya Tuhan maka sampai disitulah pemahaman anda.
Beberapa tulisan di sini telah pernah membahas tentang apakah Allah bisa dilihat antara lain bisa di baca Bisakah Melihat Allah beserta dalil-dalilnya dan
disini saya tidak lagi mengajak kita semua untuk terus berdebat tentang
bisa tidaknya Allah dilihat. Saya menganggap orang yang membaca tulisan
ini sudah selesai dengan dalil-dalil berserta tafsirannya, sudah
selesai dengan debat yang tidak berujung pada akhirnya akan semakin
membingungkan diri sendiri. Saya menganggap anda adalah orang yang telah
dibimbing oleh seorang Guru Mursyid, dengan demikian pertanyaannya
bukan lagi apakah Allah bisa dilihat di dunia ini akan tetapi
pertanyaannya menjadi kapan saya bisa melihat Allah? Lalu jalan apa yang
saya tempuh agar Allah bisa memperlihatkan diri-Nya kepada saya?.
Pertanyaan
itu jauh lebih bermanfaat daripada anda terus menerus tidak mengakui
bahwa Allah itu tidak bisa dijangkau oleh apapun, tidak bisa dilihat
sama sekali dikarenakan Dia Maha segala-galanya. Disinilah letak
kekeliruan besar yang selama ini tidak kita sadari. Kita menempatkan
Tuhan itu disebuah menara yang tidak bisa dijangkau oleh apapun, Hampir
seluruh agama menempat Tuhan di langit seagai tempat tertinggi karena
tidak ada tempat yang lebh tinggi di dunia ini selain dari langit.
Kemahakuasaan Dia kita wujudkan dalam bentuk sulit dijumpai, semakin
sulit kita jumpai akan semakin nampak bahwa Dia Maha segala-galanya. Kalau
kita menempatkan Dia sebagai sesuatu yang Maha segalanya, jangan kita
lupa bahwa Dia juga Maha Nyata, lebih nyata dari apapun. Dengan demikian
maka kita semua diberi kesempatan untuk melihat Zat Yang Maha Nyata, sebagai bagian dari karunia-Nya.
“Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi, Aku ingin dikenal, maka aku ciptakan makhluk agar mereka mengenal-Ku”.
Tuhan menciptakan makhluk supaya mengenal Dia dengan sebenar-benar
kenal, berhubungan dengan mesra, terus menerus berdialog dengan Tuhan
agar kita terus terbimbing kejalan-Nya.
Dimana Allah?
Pertanyaan itu yang harus kita jawab terlebih dahulu sebelum kita bertanya bagaimana cara melihat Allah. Hampir
disemua web/blog beraliran syariat (wahabi) memberikan jawaban bahwa
Allah itu ada di Arasy, arasy itu berada dilangit dan harus diingat pula
pengertian langit ini bisa terjadi multitafsir lagi, apa langit yang
dimaksud itu yang sering kita lihat diatas kita berwarna biru kalau
cerah kemudian berupa berwarna kelabu kalau mendung dan menjadi gelap
kalau sudah malam. Kaum sufi tidak mengartikan langit itu
dalam pengertian zahir seperti yang kita lihat, akan tetapi lebih kepada
pengertian ruhani, sebagai kiasan maqam yang harus dilewati, sebagai 7
tempat atau 7 titik yang harus dibersihkan di dalam iktikaf/suluk lewat
zikir secara kontinu (Istiqamah). Dalam dalil lain disebutkan bahwa
Allah itu ada dimana-mana, lalu bagaimana hubungan Allah yang berada di
arasy dengan keberadaannya dimana-mana?. Bagaimana Dia yang lebih dekat
dari urat leher?
Untuk
menjawab semua pertanyaan itu kita mulai dari dalil yang menyatakan
rumah Tuhan adalah Qalbu (hati) orang mukmin sebagaimana Allah berfirman
dalam hadist Qudsi:
“Sesungguhnya langit dan bumi tidak akan menampung Aku. Hanya hati orang beriman yang sanggup menerimanya.”
Kalau
ingin anda mencari Allah jangan cari di gunung, di laut, di gereja, di
mesjid atau ditempat-tempat lain, sudah pasti anda tidak akan menemukan
Allah disana. Carilah dalam hati orang mukmin, disanalah Rumah Allah
yang sesungguhnya. Kalau dalam hati anda telah bersemayam Allah, telah
berdialog dengan Allah dan telah Nyata Allah dalam kehidupan anda maka
dimanapun anda berada maka disitu anda akan menemukan Dia karena
sesunguhnya Allah itu ada dimana-mana.
Kemudian anda bertanya, saya kan punya hati kerena semua manusia diciptakan Allah memiliki hati kenapa saya tidak melihat Allah?
Kalau
itu persoalannya saya akan tanyakan satu hal kepada anda. Dirumah anda
kan punya TV, kalau TV tidak dihidupkan apakah bisa anda bisa menonton
acara TV? Menyaksikan pertandingan sepakbola secara
langsung, melihat wajah SBY? Apakah semua bisa anda lakukan kalau TV ada
mati? Jawabnya TIDAK. Sama dengan hati anda, kalau anda tidak bisa
melihat Allah berarti hati anda mati. Kalau menghidupkan TV memakai
energi listrik lalu menghidupkan hati pakai apa? Menghidupkan hati harus
menggunakan Nur Allah melalu zikir dengan memakai Thariqat (metode)
yang tepat dan dibawah bimbingan seorang yang Ahli (Mursyid).
Pengertian
Allah lebih dekat dari urat leher karena tempat bersemayam Allah itu
berada didalam hati orang mukmin, sangat dalam dan sangat dekat. Lewat
hatilah kita bisa berhubungan terus menerus dengan Dia yang berada di
Arasy. Logikanya, suatu saat jika presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) sebagai pemimpin tunggal Indonesia dan tidak satupun yang
menyerupai pangkatnya di Negara kita ini berpidato di TV, maka akan ada
jutaan SBY disaksikan oleh masyarakat Indonesia lewat TV bahkan bisa
milyaran ditonton oleh masyarakat seluruh dunia, apakah SBY itu jutaan
jumlah nya? Tentu tidak, Beliau itu satu tetapi berada dimana-mana,
berada di dalam TV yang dihidupkan.
Dan pertanyaan berikutnya adalah bagaimana kita bisa melihat Allah?
Dalam sebuah hadist Nabi bersabda, “Matilah dirimu sebelum kamu mati”. Dan seorang sufi bernama Abu Mu’jam mengatakan: “Barangsiapa yang tidak merasa mati, niscaya dia tidak dapat melihat/bermusyahadah kepada Al-Haq”
Kunci
seseorang bisa berjumpa dan melihat Allah adalah setelah merasakan
mati. Tentu mati yang dimaksud disini bukan nafas berhenti kalau hal ini
terjadi maka para nabi dan para wali tidak akan pernah berjumpa dengan
Tuhan di dunia. Mati yang dimaksud disini adalah kematian rasa
kemanusian kita setelah tenggelam dalam zikir, setelah mengalami 4 tahap
mati yaitu : Mati Tabi’I (Zikir Qalbi), Mati Ma’nawi (Zikir
Lathifatul Ruh), Mati Suri (Zikir Lathifatus Sirri) dan Mati Hissi
(Zikir Lathifatul Kullu Jasad).
Semua pengalaman mati itu hanya bisa didapat lewat Thariqatullah (jalan kepada Allah) sudah ada sejak zaman nabi yang dikenal dengan Thariqatussiriah (Jalan Rahasia).
Kenapa disebut Jalan Rahasia? Karena lewat jalan itulah kita bisa
menuju kepada pemilik segala Rahasia, dengan jalan itulah kita bisa
menemukan sesuatu yang Maha Nyata. Kalau anda belum
menemukan jalan itu, segeralah mencari karena Allah memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada kita untuk bisa berjumpa dengan-Nya.
Tuhan tidak pernah menghalangi seluruh manusia untuk berjumpa
dengan-Nya. Namun terkadang manusia merasa terlalu pandai dengan
akalnya, terlalu bangga dengan logika sendiri yang pada akhirnya akan
menyesatkan diri sendiri tanpa disadari. Imam Al-Ghazali memisalkan
orang yang mencari Tuhan lewat logika dan filsafat itu ibarat seorang
yang mempunyai kaki dari kayu, rapuh dan mudah patah.
Tulisan saudara T. Muhammad Jafar, SHI Yang Salah Dengan Tarekat hendaknya menjadi bahan renungan kita bersama, terutama untuk kaum yang sangat anti dengan Tarikat. Setelah
kita membuang tarekat, kita bid’ahkan bahkan kita sesatkan, padahal ini
merupakan metode yang digunakan oleh para Wali dan para Nabi dari sejak
dahulu kala dan sudah terbukti kebenarannya. Kemudian setelah kita
tuduh tarekat sebagai pembuat bid’ah dan dengan serta merta mencampakkan
sebagai suatu aliran yang “sakit” maka yang terjadi
kemudian adalah kita semua akan dibuat bingung dengan keberadaan Allah
dan sudah pasti dengan segala argumen kaum yang tidak memakai Metode
(thariqat) yang benar tidak akan bisa menjawab dimana keberadaan Allah,
semua sepakat dengan suara bulat mengatakan bahwa Allah itu tidak bisa
dijumpai, ya jelas saja karena mereka sudah membuang metodenya.
Kalau
sampai saat ini anda masih memahami Allah itu Maha Gaib maka sekali
lagi saya menganjurkan carilah ilmu yang bisa membawa anda menuju kepada
Maha Nyata, bersungguh-sungguhlah anda dijalan itu dan pasti anda akan
mencapai kemenangan (Al-Maidah-35).
No comments:
Post a Comment