KITAB SIRRUL ASROR BAB 1 :
AWAL MULA KEJADIAN
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Semoga Allah s.w.t memberikan kamu kemulyaan di dalam amalan-amalan yang disukai-Nya dan Semoga kamu memperoleh keridhaan-Nya. Fikirkan, tekankan kepada pemikiran kamu dan fahamkan apa yang aku katakan.
Allah Yang Maha Tinggi pada permulaannya menciptakan Nur Muhammad dari cahaya suci Keindahan-Nya. Dalam hadis Qudsi Dia berfirman:
“Aku ciptakan ruh Muhammad daripada Nur Wajah-Ku”.
Ini dinyatakan juga oleh Nabi Muhammad s.a.w dengan sabdanya: “Mula-mula Allah ciptakan ruhku. Pada awalnya diciptakan-Nya sebagai ruh suci”.
“Mula-mula Allah ciptakan qalam”.
“Mula-mula Allah ciptakan akal”.
Apa yang dimaksudkan sebagai ciptaan permulaan itu ialah penciptaan hakikat Nabi Muhammad s.a.w, Kebenaran tentang Muhammad yang tersembunyi. Dia juga diberi nama yang indah-indah. Dia dinamakan nur, cahaya suci, kerana dia dipersucikan dari kegelapan yang tersembunyi di bawah sifat jalal Allah. Allah Yang Maha Tinggi berfirman:
قَد جاءَكُم مِنَ اللَّهِ نورٌ وَكِتٰبٌ مُبينٌ
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan.”. (Al-Maaidah, ayat 15)
Dia dinamakan akal yang meliputi (akal universal) kerana dia telah melihat dan mengenali segala-galanya. Dia dinamakan qalam kerana dia menyebarkan hikmah dan ilmu dan dia mencurahkan ilmu ke dalam huruf-huruf.
Roh Muhammad adalah zat atau hakikat kepada segala kejadian, permulaan dan kenyataan alam maya. Baginda s.a.w menyatakan hal ini dengan sabdanya,
“Aku dicipta dari Allah dan sekalian yang lain dari aku”.
Allah Yang Maha Tinggi menciptakan sekalian roh-roh dari roh baginda s.a.w di dalam alam kejadian yang pertama, dalam bentuk yang paling baik. ‘Muhammad’ adalah nama semua kemanusiaan di dalam alam arwah. Dia adalah sumber, asal usul dan kediaman bagi sesuatu dan segala-galanya.
Empat ribu tahun setelah diciptakan cahaya Muhammad, Allah ciptakan arasy dari cahaya mata Muhammad. Dia ciptakan makhluk yang lain dari arasy. Kemudian Dia hantarkan roh-roh turun kepada peringkat penciptaan yang paling rendah, kepada alam kebendaan, alam jirim dan badan.
ثُمَّ رَدَدنٰهُ أَسفَلَ سٰفِلينَ
"Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)" (Surah Tin, ayat 5)
Dia turunkan cahaya itu dari tempat ia diciptakan, dari alam lahut, yaitu alam kenyataan bagi Zat Allah, bagi keesaan, bagi wujud mutlak, kepada alam nama-nama Ilahi, hakikat sifat-sifat Ilahi, alam bagi akal asbab milik roh yang meliputi (roh universal). Di sana Dia pakaikan roh-roh itu dengan pakaian cahaya. Roh-roh ini dinamakan ‘roh pemerintah’. Dengan berpakaian cahaya mereka turun kepada alam malaikat. Di sana mereka dinamakan ‘roh rohani’. Kemudian Dia arahkan mereka turun kepada alam kebendaan, alam jirim, air dan api, tanah dan angin dan mereka menjadi ‘roh manusia’. Kemudian dari dunia ini Dia ciptakan tubuh yang berdaging, berdarah.
مِنها خَلَقنٰكُم وَفيها نُعيدُكُم وَمِنها نُخرِجُكُم تارَةً أُخرىٰ
“ Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain”. (Surah Ta Ha, ayat 55)
setelah peringkat-peringkat ini Allah memerintahkan roh-roh supaya memasuki badan-badan dan dengan kehendak-Nya mereka pun masuk.
فَإِذا سَوَّيتُهُ وَنَفَختُ فيهِ مِن روحى فَقَعوا لَهُ سٰجِدينَ
“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya…”. (Surah Shad, ayat 72)
Sampai masanya roh-roh itu terikat dengan badan, dengan darah dan daging dan lupa kepada asal usul kejadian dan perjanjian mereka. Mereka lupa tatkala Allah ciptakan mereka pada alam arwah Dia telah bertanya kepada mereka:
“Adakah aku Tuhan kamu? Mereka telah menjawab:Iya, bahkan!.”
Mereka lupa kepada ikrar mereka. Mereka lupa kepada asal usul mereka, lupa juga kepada jalan untuk kembali kepada tempat asal mereka. Tetapi Allah Maha Penyayang, Maha Pengampun, sumber kepada segala keselamatan dan pertolongan bagi sekalian hamba-hamba-Nya. Dia mengasihani mereka lalu Dia hantarkan kitab-kitab suci dan rasul-rasul kepada mereka untuk mengingatkan mereka tentang asal usul mereka.
وَلَقَد أَرسَلنا موسىٰ بِـٔايٰتِنا أَن أَخرِج قَومَكَ مِنَ الظُّلُمٰتِ إِلَى النّورِ وَذَكِّرهُم بِأَيّىٰمِ اللَّهِ ۚ إِنَّ فى ذٰلِكَ لَءايٰتٍ لِكُلِّ صَبّارٍ شَكورٍ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya): ""Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah"". Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur.”. (Surah Ibrahim, ayat 5)
yaitu ‘ingatkan roh-roh tentang hari-hari di mana mereka tidak terpisah dengan Allah’.
Para rasul-rasul telah datang ke dunia ini, melaksanakan tugas mereka dan kemudian meninggalkan dunia ini. Tujuan semua itu adalah membawa kepada manusia perutusan, peringatan serta menyadarkan manusia dari kelalaian mereka. Tetapi mereka yang mengingati-Nya, yang kembali kepada-Nya, manusia yang ingin kembali kepada asal usul mereka, menjadi semakin berkurang dan terus berkurang ditelan zaman.
Nabi-nabi terus diutus dan perutusan suci berterusan sehingga muncul roh Muhammad yang mulia, yang terakhir di kalangan nabi-nabi, yang menyelamatkan manusia daripada kehancuran dan kelalaian. Allah Yang Maha Tinggi mengutuskannya untuk membuka mata manusia yaitu membuka mata hati yang ketiduran. Tujuannya ialah mengejutkan manusia dari kelalaian dan ketidaksadaran dan untuk menyatukan mereka dengan keindahan yang abadi, dengan penyebab, dengan Zat Allah. Allah berfirman:
قُل هٰذِهِ سَبيلى أَدعوا إِلَى اللَّهِ ۚ عَلىٰ بَصيرَةٍ أَنا۠ وَمَنِ اتَّبَعَنى ۖ وَسُبحٰنَ اللَّهِ وَما أَنا۠ مِنَ المُشرِكينَ
“Katakanlah: ""Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (Surah Yusuf, ayat 108).
Baginda s.a.w dalam menunjukkan tujuan kita telah bersabda,
“Sahabat-sahabatku adalah umpama bintang di langit. Sesiapa daripada mereka yang kamu ikuti kamu akan temui jalan yang benar”.
Pandangan yang jelas (basirah) datangnya dari mata kepada roh. Mata ini terbuka di dalam jantung hati orang-orang yang hampir dengan Allah, yang menjadi sahabat Allah. Semua ilmu di dalam dunia ini tidak akan mendatangkan pandangan dalam (basirah). Seseorang itu memerlukan pengetahuan yang datangnya dari alam ghaib yang tersembunyi pengetahuan yang mengalir dari kesadaran Ilahi.
وَعَلَّمنٰهُ مِن لَدُنّا عِلمًا
“Dan Kami telah ajarkan kepadanya satu ilmu dari sisi Kami (ilmu laduni)”. (Surah Kahfi, ayat 65).
Apa yang perlu seseorang lakukan ialah mencari orang yang mempunyai pandangan dalam (basirah) yang mata hatinya tajam, dan nasehat serta bimbingan dari orang yang seperti ini adalah perlu. Guru yang demikian, yang dapat memupuk pengetahuan orang lain, mesti seorang yang hampir dengan Allah dan berupaya menyaksikan alam mutlak.
Wahai anak-anak Adam, saudara-saudara dan saudari-saudari! Bangunlah dan bertaubatlah kerana melalui taubat kamu akan memohon kepada Tuhan agar dikaruniakan-Nya kepada kamu hikmah-Nya. Berusaha dan berjuanglah. Allah memerintahkan:
وَسارِعوا إِلىٰ مَغفِرَةٍ مِن رَبِّكُم وَجَنَّةٍ عَرضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالأَرضُ أُعِدَّت لِلمُتَّقينَ
الَّذينَ يُنفِقونَ فِى السَّرّاءِ وَالضَّرّاءِ وَالكٰظِمينَ الغَيظَ وَالعافينَ عَنِ النّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ المُحسِنينَ
“ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”. (Surah Imraan, ayat 133 & 134).
Masuklah kepada jalan itu dan bergabunglah dengan kafilah kerohanian untuk kembali kepada Tuhan kamu. Pada satu masa nanti jalan tersebut tidak dapat dilalui lagi dan pengembara pada jalan tersebut tidak ada lagi. Kita tidak datang ke bumi ini untuk merusakkan dunia ini. Kita diturunkan ke mari bukan untuk makan, minum dan berak. Roh penghulu kita menyaksikan kita. Baginda s.a.w berdukacita melihat keadaan kamu. Baginda s.a.w telah mengetahui apa yang akan berlaku kemudian hari apabila baginda s.a.w bersabda,
“Dukacitaku adalah untuk umat yang aku kasihi yang akan datang kemudian”.
Apa saja yang datang kepada kamu datang dalam keadaan salah satu bentuk, secara nyata atau tersembunyi; nyata dalam bentuk peraturan umum dan tersembunyi dalam bentuk hikmah kebijaksanaan atau makrifat. Allah Yang Maha Tinggi memerintahkan kita supaya mensejahterakan lahir kita dengan mematuhi peraturan syari’at dan meletakkan batin kita dalam keadaan yang baik dan teratur dengan memperoleh hikmah kebijaksanaan atau makrifat. Bila lahir dan batin kita menjadi satu dan hikmah kebijaksanaan atau makrifat dengan peraturan agama (syari’at) bersatu, seseorang itu sampai kepada makam yang sebenarnya (hakikat).
Kedua-duanya mesti menjadi satu. Kebenaran atau hakikat tidak akan diperoleh dengan hanya menggunakan pengetahuan melalui pancaindera dan hanya tentang alam kebendaan. Dengan cara tersebut tidak mungkin mencapai sumber, yaitu Zat. Ibadat dan penyembahan memerlukan kedua-duanya yaitu peraturan syari’at dan makrifat. Allah berfirman tentang ibadat:
وَما خَلَقتُ الجِنَّ وَالإِنسَ إِلّا لِيَعبُدونِ
“Dan tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku”. (Surah Dzaariyat, ayat 56).
Dalam lain perkataan, ‘mereka diciptakan supaya mengenali Aku’. Jika seseorang tidak mengenali-Nya bagaimana dia boleh memuji-Nya dengan sebenar-benarnya, meminta pertolongan-Nya dan beribadah kepada-Nya?
Makrifat yang diperlukan bagi mengenali-Nya boleh dicapai dengan menyingkap tabir hitam yang menutupi cermin hati seseorang, menyucikannya sehingga bersih dan menggilapkannya sehingga bercahaya. Kemudian perbendaharaan keindahan yang tersembunyi akan memancar pada rahasia cermin hati.
Allah Yang Maha Tinggi telah berfirman melalui rasul-Nya:
“Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi. Aku suka dikenali, lalu Aku ciptakan makhluk supaya Aku dikenali”.
Tujuan suci diciptakan manusia ialah supaya mereka mengenali Allah, memperolehi makrifat.
Ada dua peringkat makrifat yang suci. Seseorang itu perlu mengenali sifat-sifat Allah dan dalil-dalil yang menjadi kenyataan atau penzahiran bagi sifat-sifat tersebut. Satu lagi ialah mengenali Zat Allah. Di dalam mengenali sifat-sifat Allah manusia secara zahirnya dapat menikmati kedua-duanya iaitu dunia dan akhirat. Makrifat yang memimpin kepada Zat Allah tidak diperoleh dengan diri zahir manusia. Ia terjadi di dalam jiwa atau roh suci manusia yang berada di dalam dirinya yang zahir ini.
“Dan Kami telah perkuatkan dia (Isa) dengan roh kudus”. (Surah Baqarah, ayat 87).
Orang yang mengenali Zat Allah menemui kuasa ini melalui roh kudus (suci) yang dikaruniakan kepada mereka.
Kedua-dua makrifat tersebut diperolehi dengan hikmah kebijaksanaan yang mempunyai dua aspek; hikmah kebijaksanaan kerohanian yang dalam dan pengetahuan zahir tentang benda-benda nyata. Kedua-duanya diperlukan untuk mendapatkaan kebaikan. Nabi s.a.w bersabda, “Pengetahuan ada dua bahagian. Satu pada lidah yang menjadi dalil tentang kewujudan Allah, satu lagi di dalam hati manusia. Inilah yang diperlukan bagi melaksanakan harapan kita”.
Pada peringkat permulaannya seseorang itu memerlukan pengetahuan syari’at. Ini memerlukan pendidikan yang mengenalkan dalil-dalil luar tentang Zat Allah yang nyata dalam alam sifat-sifat dan nama-nama-Nya. Apabila bidang ini telah sempurna sampailah giliran pendidikan kerohanian tentang rahasia-rahasia, di mana seseorang itu masuk ke dalam bidang makrifat yang murni untuk mengetahui yang sebenarnya (hakikat). Pada peringkat yang pertama seseorang itu mestilah meninggalkan segala yang dilarang oleh syariat , kesalahan di dalam melakukan perbuatan yang baik mesti dihapuskan. Perbuatan yang baik mesti dilakukan dengan cara yang betul, sebagaimana keperluan pada jalan sufi. Keadaan ini boleh dicapai dengan melatihkan diri dengan melakukan perkara-perkara yang tidak dipersetujui oleh ego diri sendiri dan melakukan amalan yang bertentangan dengan kehendak hawa nafsu. Berhati-hatilah di dalam beramal agar amalan itu dilakukan bukan untuk dipertontonkan atau diperdengarkan kepada orang lain. Semuanya mestilah dilakukan semata-mata karena Allah, demi mencari keridhaan-Nya. Allah berfirman:
فَمَن كانَ يَرجوا لِقاءَ رَبِّهِ فَليَعمَل عَمَلًا صٰلِحًا وَلا يُشرِك بِعِبادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Katakanlah: ""Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: ""Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa"". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”. (Surah Kahfi, ayat 110).
Apa yang dianugerahkan sebagai ilmu makrifat itu adalah tahap penghabisan bagi tingkatan yang pertama. Ia adalah permulaan dan merupakan rumah yang setiap orang akan kembali ke sana. Di sanalah roh suci dijadikan. Yang dimaksud dengan roh suci adalah roh insan. Ia dijadikan dalam bentuk yang paling baik.
Kebenaran atau hakikat tersebut telah ditanam di tengah-tengah hati sebagai amanah Allah, diamanahkan kepada manusia agar disimpan dengan selamat. Ia bangkit dan yata melalui taubat yang sungguh-sungguh dan usaha yang benar mempelajari agama. Keindahannya akan memancar ke permukaan apabila seseorang itu mengingat Allah terus menerus, mengulangi kalimah “La ilaaha illallah”. Pada mulanya kalimah ini diucapkan dengan lidah. Bila hati sudah hidup ia diucapkan di dalam, dengan hati.
Sufi menggambarkan keadaan kerohanian yang demikian dengan menganggapnya sebagai bayi, yaitu bayi yang lahir di dalam hati, dibelai dan dibesarkan di sana. Hati memainkan peranan seperti ibu, melahirkannya, menyusui, memberi makan dan memeliharanya. Jika anak-anak diajarkan perkara keduniaan untuk kebaikannya, bayi hati pula diajarkan makrifat rohani. Sebagaimana anak-anak bersih dari dosa, bayi hati adalah murni, bebas dari kelalaian, ego dan ragu-ragu. Kesucian bayi biasanya nyata dalam bentuk zahir yang cantik. Dalam mimpi, kesucian dan kemurnian bayi hati muncul dalam rupa malaikat. Manusia berharap mendapat ganjaran surga sebagai balasan kepada perbuatan baik tetapi hadiah-hadiah yang didatangi dari surga didatangkan ke mari melalui tangan-tangan bayi hati.
فى جَنّٰتِ النَّعيمِ
ثُلَّةٌ مِنَ الأَوَّلينَ
وَقَليلٌ مِنَ الءاخِرينَ
عَلىٰ سُرُرٍ مَوضونَةٍ
مُتَّكِـٔينَ عَلَيها مُتَقٰبِلينَ
يَطوفُ عَلَيهِم وِلدٰنٌ مُخَلَّدونَ
“Berada dalam surga kenikmatan.Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata, seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda,”. (Surah Waqi’ah, ayat 12 – 17 ).
وَيَطوفُ عَلَيهِم غِلمانٌ لَهُم كَأَنَّهُم لُؤلُؤٌ مَكنونٌ
“Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan.”. (Surah Tur, ayat 24).
Mereka adalah anak-anak kepada hati, menurut yang diilhamkan kepada sufi, dipanggil anak-anak kerana keelokan dan ketulusan mereka. Keindahan dan ketulusan mereka yata dalam wujud zahir, dalam darah daging, dalam bentuk manusia. Oleh karena keelokan dan kelembutan sifatnya ia dinamakan anak-anak hati, tetapi dia adalah manusia sejati yang mampu mengubah bentuk kejadian atau ciptaan karena dia berhubung erat dengan Pencipta sendiri. Dia adalah wakil yang benar kepada manusia. Di dalam kesadarannya tidak ada sesuatu malah dia tidak melihat dirinya sebagai sesuatu. Tiada hijab, tiada halangan di antara kewujudannya dengan Zat Allah.
Nabi Muhammad s.a.w menggambarkan suasana demikian sebagaimana sabda baginda s.a.w,
“Ada masa aku dengan Allah di mana tiada malaikat yang hampir dan tidak juga nabi yang diutus”.
Maksud ‘nabi’ di sini ialah kewujudan lahiriah yang sementara bagi Rasulullah s.a.w sendiri. Malaikat yang paling hampir dengan Allah ialah cahaya suci Muhammad s.a.w, kejadian pertama. Dalam suasana kerohanian itu baginda s.a.w sangat hampir dengan Allah sehingga wujud zahirnya dan rohnya tidak berkesempatan menghijabkannya dengan Allah. Baginda s.a.w menggambarkan lagi suasana demikian,
“Ada surga Allah yang tidak ada mahligai dan taman-taman atau sungai madu dan susu, surga yang di dalamnya seseorang hanya menyaksikan Wajah Allah Yang Maha Suci”.
Allah s.w.t berfirman:
وُجوهٌ يَومَئِذٍ ناضِرَةٌ إِلىٰ رَبِّها ناظِرَةٌ
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.”. (Surah Qiamat, ayat 22 & 23).
Pada suasana atau makam tersebut jika seseorang makhluk termasuklah malaikat mendekatinya kewujudan badannya akan terbakar menjadi abu. Allah s.w.t berfirman melalui rasul-Nya:
“Jika Aku bukakan penutup sifat keperkasaan-Ku dengan bukaan yang sangat sedikit sahaja, semua akan terbakar sejauh yang dilihat oleh pandangan-Ku”.
Jibrail yang menemani Nabi Muhamamd s.a.w pada malam mikraj, apabila sampai di Sidratul Muntaha, telah mengatakan jika dia melangkah satu langkah saja lagi dia akan terbakar menjadi abu.
رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
KITAB SIRRUR ASROR BAB 2:
MANUSIA KEMBALI KE ASALNYA
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Manusia bisa dipandang dari dua sudut, wujud lahiriah dan wujud rohani. Dalam segi kewujudan lahiriah keadaan kebanyakan manusia adalah hamper sama di antara satu sama lain. Oleh yang demikian peraturan kemanusiaan yang umum boleh digunakan untuk manusia lain bagi urusan lahiriah mereka. Dan dari sudut wujud rohani yang tersembunyi di balik wujud lahiriah, setiap manusia adalah berbeda. Jadi, peraturan yang khusus mengenai diri masing-masing diperlukan.
Manusia boleh kembali kepada asalnya dengan mengikuti peraturan umum, dengan mengambil langkah-langkah tertentu. Dia mestilah mengambil peraturan agama yang jelas dan mematuhinya. Dengan demikian dia boleh maju ke depan. Dia boleh meningkat dari satu peringkat kepada peringkat yang lebih tinggi sehingga dia sampai dan memasuki jalan atau peringkat kerohanian, masuk ke daerah makrifat. Peringkat ini sangat tinggi dan dipuji oleh Rasulullah s.a.w :
“Ada suasana yang semua dan segala-galanya berkumpul di sana dan ia adalah makrifat yang murni”.
Untuk sampai ke peringkat tersebut sangat Perlu dibuang kepura-puraan dan kepalsuan dalam melakukan kebaikan. Kemudian dia perlu menetapkan tiga derajat. Tiga derajat tersebut sebenarnya adalah tiga jenis surga.
1. Ma’wa – surga tempat kediaman yang aman. Ia adalah surga duniawi.
2. Na’im – taman keridhaan Allah dan karunia-Nya kepada makhluk-Nya. Ia adalah surga di dalam alam malaikat.
3. Firdaus – syurga alam tinggi. Ia adalah surga pada alam kesatuan akal asbab, rumah kediaman bagi roh-roh, medan bagi nama-nama dan sifat-sifat. Kesemua ini adalah balasan yang baik, keelokan Allah yang manusia berjasad akan nikmati dalam usahanya sepanjang tiga peringkat ilmu pengetahuan yang berturut-turut; usaha mematuhi peraturan syari’at, usaha menghapuskan yang berbilang-bilang pada dirinya, melawan penyebab yang menimbulkan suasana berbilang-bilang itu, yaitu ego diri sendiri, bagi mencapai peringkat penyatuan dengan Pencipta, akhirnya usaha untuk mencapai makrifat, di mana dia mengenali Tuhannya.
Peringkat pertama dinamakan syariat, kedua tarekat dan ketiga makrifat.
Nabi Muhammad s.a.w menyimpulkan keadaan-keadaan tersebut dengan sabda baginda s.a.w,
“Ada suasana di mana semua dan segala-galanya dikumpulkan dan ia adalah hikmah kebijaksanaan (makrifat)”.
Baginda s.a.w juga bersabda,
“Dengannya seseorang mengetahui kebenaran (hakikat), yang berkumpul di dalamnya sebab-sebab dan semua kebaikan. Kemudian seseorang itu mesti bertindak atas kebenaran (hakikat) tersebut. Dia juga perlu mengenali kepalsuan dan bertindak ke atasnya dengan meninggalkan segala yang demikian”.
Baginda s.a.w mendoakan,
“Ya Allah, tunjukkan kepada kami yang benar dan berilah kami kemampuan mengikuti yang benar itu. Dan juga tunjukkan kepada kami yang tidak benar dan permudahkan kami meninggalkannya”.
Orang yang kenal dirinya dan menentang keinginannya yang salah dengan segala kekuatannya akan sampai kepada mengenali Tuhannya dan akan menjadi taat kepada kehendak-Nya.
Semua ini adalah peraturan umum yang mengenai sisi lahir manusia. Kemudian ada juga aspek sisi rohani atau diri batin manusia yang merupakan insan yang murni, suci bersih dan murni. Maksud dan tujuan diri ini hanya satu yaitu kehampiran secara keseluruhan kepada Allah s.w.t. Satu cara saja untuk mencapai suasana yang demikian, yaitu pengetahuan tentang yang sebenarnya (hakikat). Di dalam daerah wujud penyatuan mutlak, pengetahuan ini dinamakan kesatuan atau keesaan.
Derajat pada jalan tersebut harus diperoleh di dalam kehidupan ini. Di dalam suasana itu tiada beda di antara tidur dengan jaga, karena di dalam tidur roh berkesempatan membebaskan dirinya untuk kembali kepada asalnya, alam arwah, dan dari sana kembali lagi ke sini dengan membawa berita-berita dari alam ghaib. Fenomena ini dinamakan mimpi. Dalam keadaan mimpi ia berlaku secara sebagian-bagian. Ia juga boleh berlaku secara menyeluruh seperti isra’ dan mi’raj Rasulullah s.a.w. Allah berfirman:
اللَّهُ يَتَوَفَّى الأَنفُسَ حينَ مَوتِها وَالَّتى لَم تَمُت فى مَنامِها ۖ فَيُمسِكُ الَّتى قَضىٰ عَلَيهَا المَوتَ وَيُرسِلُ الأُخرىٰ إِلىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ۚ إِنَّ فى ذٰلِكَ لَءايٰتٍ لِقَومٍ يَتَفَكَّرونَ
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan[1313]. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. (Surah Zumaar, ayat 42).
[1313] Maksudnya: orang-orang yang mati itu rohnya ditahan Allah sehingga tidak dapat kembali kepada tubuhnya; dan orang-orang yang tidak mati hanya tidur saja, rohnya dilepaskan sehingga dapat kembali kepadanya lagi.
Nabi s.a.w bersabda, “Tidur orang alim lebih baik daripada ibadahnya orang jahil”.
Orang alim adalah orang yang telah memperoleh pengetahuan tentang hakikat, yang tidak berhuruf, tidak bersuara. Pengetahuan demikian diperoleh dengan terus menerus berzikir nama keesaan Yang Maha Suci dengan lidah rahasia. Orang alim adalah orang yang zat dirinya ditukarkan kepada cahaya suci oleh cahaya keesaan. Allah berfirman melalui rasul-Nya:
“Insan adalah rahsia-Ku dan Aku rahsianya. Pengetahuan batin tentang hakikat roh adalah rahasia kepada rahsia-rahsia-Ku. Aku campakkan ke dalam hati hamba-hamba-Ku yang baik-baik dan tiada siapa tahu Keadaannya melainkan Aku.”
“Aku adalah sebagaimana hamba-Ku mengenali Daku. Bila dia mencari-Ku dan ingat kepada-Ku, Aku besertanya. Jika dia mencari-Ku di dalam, Aku mendapatkannya dengan Zat-Ku. Jika dia ingat dan menyebut-Ku di dalam jamaah yang baik, Aku ingat dan menyebutnya di dalam jamaah yang lebih baik”.
Segala yang dikatakan di sini jika mau mencapainya perlulah melakukan tafakur – cara mendapatkaan pengetahuan yang demikian jarang digunakan oleh orang ramai. Nabi s.a.w bersabda,
“Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada satu tahun beribadat”. “Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada tujuh puluh tahun beribadat”. “Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada seribu tahun beribadat”.
Nilai sesuatu amalan itu tersembunyi di dalam hakikat kepada yang sebenarnya. Perbuatan bertafakur di sini nampaknya mempunyai nilai yang berbeda.
Siapa merenungi sesuatu perkara dan mencari penyebabnya dia akan mendapati, setiap bagian mempunyai bagian-bagian sendiri dan dia juga mendapati setiap satu itu menjadi penyebab kepada berbagai perkara lain. Renungan begini bernilai satu tahun ibadat.
Siapa merenungi kepada pengabdiannya dan mencari penyebab dan alasan dan dia dapat mengetahui yang demikian, renungannya bernilai lebih daripada tujuh puluh tahun ibadat.
Siapa merenungkan hikmah kebijaksanaan Ilahi dan bidang makrifat dengan segala kesungguhannya untuk mengenal Allah Yang Maha Tinggi, renungannya bernilai lebih daripada seribu tahun ibadat karena ini adalah ilmu pengetahuan yang sebenarnya.
Pengetahuan yang sebenarnya adalah suasana keesaan. Orang arif yang menyintai menyatu dengan yang dicintainya. Daripada alam kebendaan terbang dengan sayap kerohanian meninggi hingga kepada puncak pencapaian. Bagi ahli ibadat berjalan di dalam surga, sementara orang arif terbang kepada kedudukan berhampiran dengan Tuhannya. Para pencinta mempunyai mata pada hati mereka, mereka memandang sementara yang lain terpejam, sayap yang mereka miliki tanpa daging tanpa darah, mereka terbang ke arah malakut, hanya Tuhan yang dicari.
Penerbangan ini terjadi di dalam alam kerohanian orang arif. Para arifbillah mendapat penghormatan dipanggil insan sejati, menjadi kekasih Allah, sahabat-Nya yang akrab, pengantin-Nya. Abu Yazid al-Bustami berkata, “Para Pemegang makrifat adalah pengantin Allah Yang Maha Tinggi”.
Hanya pemilik-pemilik ‘pengantin yang pengasih’ mengenali mereka dengan dekat dan secara mesra.. Orang-orang arif yang menjadi sahabat akrab Allah, walaupun sangat cantik, tetapi ditutupi oleh keadaan luar yang sangat sederhana, seperti manusia biasa. Allah berfirman melalui rasul-Nya:
“Para sahabat-Ku tersembunyi di bawah kubah-Ku. Tiada yang mengenali mereka kecuali Aku”.
Kubah yang di bawahnya Allah sembunyikan sahabat-sahabat akrab-Nya adalah keadaan mereka yang tidak terkenal, rupa yang biasa saja, sederhana dalam segala hal. Bila melihat kepada pengantin yang ditutupi oleh tabir perkawinan, apakah yang dapat dilihat kecuali tabir itu?
Yahya bin Muadh al-Razi berkata, “Para kekasih Allah adalah air wangi Allah di dalam dunia. Tetapi hanya orang-orang yang beriman yang benar dan jujur saja dapat menciumnya”. Mereka mencium keharuman baunya lalu mereka mengikuti bau itu. Keharuman itu mengwujudkan kerinduan terhadap Allah dalam hati mereka. Masing-masing dengan cara tersendiri mempercepatkan langkahnya, menambahkan usaha dan ketaatannya. Derajat kerinduannya, keinginannya dan kelajuan perjalanannya tergantung kepada berapa ringan beban yang dibawanya, sejauh mana dia telah melepaskan diri kebendaan dan keduniaannya. Semakin banyak seseorang itu menanggalkan pakaian dunia yang kasar ini semakin dia merasakan kehangatan Penciptanya dan semakin sampai pada permukaan akan muncul diri rohaninya. Kesampaian (wushul) dengan yang sebenarnya (hakikat) bergantung kepada sejauh mana seseorang itu melepaskan kebendaan dan keduniaan yang menipu daya.
Penanggalan aspek yang berbilang-bilang pada diri, membawa seseorang hampir dengan satu-satunya kebenaran. Orang yang akrab dengan Allah adalah orang yang telah membawa dirinya kepada keadaan kekosongan. Hanya setelah itu barulah dia dapat melihat kewujudan yang sebenarnya (hakikat). Tidak ada lagi kehendak pada dirinya untuk dia membuat sebarang pilihan. Tiada lagi ‘aku’ yang tinggal, kecuali kewujudan satu-satunya yaitu yang sebenarnya (hakikat). Walaupun berbagai-bagai kekeramatan yang muncul melalui dirinya sebagai membuktikan kedudukannya, dia tidak ada pengaruhnya dengan semua itu. Di dalam suasananya tidak ada pembukaan terhadap rahasia-rahasia karena membuka rahsia Ilahi adalah kekufuran.
Di dalam buku yang bertajuk “Mirsad” dituliskan, ‘Semua orang yang kekeramatan zahir melalui mereka ditutup darinya dan tidak memperdulikan keadaan tersebut. Bagi mereka masa kekeramatan muncul dari mereka dianggap sebagaimana perempuan keluar darah haid. Wali-wali yang hampir dengan Allah perlu mengembara sekurang-kurangnya seribu peringkat, yang pertamanya ialah pintu kekeramatan. Hanya mereka yang dapat melepasi pintu ini tanpa dicederakan akan meningkat kepada peringkat-peringkat lain yang lebih tinggi. Jika mereka luka mereka tidak akan sampai ke mana-mana.
MANUSIA KEMBALI KE ASALNYA
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Manusia bisa dipandang dari dua sudut, wujud lahiriah dan wujud rohani. Dalam segi kewujudan lahiriah keadaan kebanyakan manusia adalah hamper sama di antara satu sama lain. Oleh yang demikian peraturan kemanusiaan yang umum boleh digunakan untuk manusia lain bagi urusan lahiriah mereka. Dan dari sudut wujud rohani yang tersembunyi di balik wujud lahiriah, setiap manusia adalah berbeda. Jadi, peraturan yang khusus mengenai diri masing-masing diperlukan.
Manusia boleh kembali kepada asalnya dengan mengikuti peraturan umum, dengan mengambil langkah-langkah tertentu. Dia mestilah mengambil peraturan agama yang jelas dan mematuhinya. Dengan demikian dia boleh maju ke depan. Dia boleh meningkat dari satu peringkat kepada peringkat yang lebih tinggi sehingga dia sampai dan memasuki jalan atau peringkat kerohanian, masuk ke daerah makrifat. Peringkat ini sangat tinggi dan dipuji oleh Rasulullah s.a.w :
“Ada suasana yang semua dan segala-galanya berkumpul di sana dan ia adalah makrifat yang murni”.
Untuk sampai ke peringkat tersebut sangat Perlu dibuang kepura-puraan dan kepalsuan dalam melakukan kebaikan. Kemudian dia perlu menetapkan tiga derajat. Tiga derajat tersebut sebenarnya adalah tiga jenis surga.
1. Ma’wa – surga tempat kediaman yang aman. Ia adalah surga duniawi.
2. Na’im – taman keridhaan Allah dan karunia-Nya kepada makhluk-Nya. Ia adalah surga di dalam alam malaikat.
3. Firdaus – syurga alam tinggi. Ia adalah surga pada alam kesatuan akal asbab, rumah kediaman bagi roh-roh, medan bagi nama-nama dan sifat-sifat. Kesemua ini adalah balasan yang baik, keelokan Allah yang manusia berjasad akan nikmati dalam usahanya sepanjang tiga peringkat ilmu pengetahuan yang berturut-turut; usaha mematuhi peraturan syari’at, usaha menghapuskan yang berbilang-bilang pada dirinya, melawan penyebab yang menimbulkan suasana berbilang-bilang itu, yaitu ego diri sendiri, bagi mencapai peringkat penyatuan dengan Pencipta, akhirnya usaha untuk mencapai makrifat, di mana dia mengenali Tuhannya.
Peringkat pertama dinamakan syariat, kedua tarekat dan ketiga makrifat.
Nabi Muhammad s.a.w menyimpulkan keadaan-keadaan tersebut dengan sabda baginda s.a.w,
“Ada suasana di mana semua dan segala-galanya dikumpulkan dan ia adalah hikmah kebijaksanaan (makrifat)”.
Baginda s.a.w juga bersabda,
“Dengannya seseorang mengetahui kebenaran (hakikat), yang berkumpul di dalamnya sebab-sebab dan semua kebaikan. Kemudian seseorang itu mesti bertindak atas kebenaran (hakikat) tersebut. Dia juga perlu mengenali kepalsuan dan bertindak ke atasnya dengan meninggalkan segala yang demikian”.
Baginda s.a.w mendoakan,
“Ya Allah, tunjukkan kepada kami yang benar dan berilah kami kemampuan mengikuti yang benar itu. Dan juga tunjukkan kepada kami yang tidak benar dan permudahkan kami meninggalkannya”.
Orang yang kenal dirinya dan menentang keinginannya yang salah dengan segala kekuatannya akan sampai kepada mengenali Tuhannya dan akan menjadi taat kepada kehendak-Nya.
Semua ini adalah peraturan umum yang mengenai sisi lahir manusia. Kemudian ada juga aspek sisi rohani atau diri batin manusia yang merupakan insan yang murni, suci bersih dan murni. Maksud dan tujuan diri ini hanya satu yaitu kehampiran secara keseluruhan kepada Allah s.w.t. Satu cara saja untuk mencapai suasana yang demikian, yaitu pengetahuan tentang yang sebenarnya (hakikat). Di dalam daerah wujud penyatuan mutlak, pengetahuan ini dinamakan kesatuan atau keesaan.
Derajat pada jalan tersebut harus diperoleh di dalam kehidupan ini. Di dalam suasana itu tiada beda di antara tidur dengan jaga, karena di dalam tidur roh berkesempatan membebaskan dirinya untuk kembali kepada asalnya, alam arwah, dan dari sana kembali lagi ke sini dengan membawa berita-berita dari alam ghaib. Fenomena ini dinamakan mimpi. Dalam keadaan mimpi ia berlaku secara sebagian-bagian. Ia juga boleh berlaku secara menyeluruh seperti isra’ dan mi’raj Rasulullah s.a.w. Allah berfirman:
اللَّهُ يَتَوَفَّى الأَنفُسَ حينَ مَوتِها وَالَّتى لَم تَمُت فى مَنامِها ۖ فَيُمسِكُ الَّتى قَضىٰ عَلَيهَا المَوتَ وَيُرسِلُ الأُخرىٰ إِلىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ۚ إِنَّ فى ذٰلِكَ لَءايٰتٍ لِقَومٍ يَتَفَكَّرونَ
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan[1313]. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. (Surah Zumaar, ayat 42).
[1313] Maksudnya: orang-orang yang mati itu rohnya ditahan Allah sehingga tidak dapat kembali kepada tubuhnya; dan orang-orang yang tidak mati hanya tidur saja, rohnya dilepaskan sehingga dapat kembali kepadanya lagi.
Nabi s.a.w bersabda, “Tidur orang alim lebih baik daripada ibadahnya orang jahil”.
Orang alim adalah orang yang telah memperoleh pengetahuan tentang hakikat, yang tidak berhuruf, tidak bersuara. Pengetahuan demikian diperoleh dengan terus menerus berzikir nama keesaan Yang Maha Suci dengan lidah rahasia. Orang alim adalah orang yang zat dirinya ditukarkan kepada cahaya suci oleh cahaya keesaan. Allah berfirman melalui rasul-Nya:
“Insan adalah rahsia-Ku dan Aku rahsianya. Pengetahuan batin tentang hakikat roh adalah rahasia kepada rahsia-rahsia-Ku. Aku campakkan ke dalam hati hamba-hamba-Ku yang baik-baik dan tiada siapa tahu Keadaannya melainkan Aku.”
“Aku adalah sebagaimana hamba-Ku mengenali Daku. Bila dia mencari-Ku dan ingat kepada-Ku, Aku besertanya. Jika dia mencari-Ku di dalam, Aku mendapatkannya dengan Zat-Ku. Jika dia ingat dan menyebut-Ku di dalam jamaah yang baik, Aku ingat dan menyebutnya di dalam jamaah yang lebih baik”.
Segala yang dikatakan di sini jika mau mencapainya perlulah melakukan tafakur – cara mendapatkaan pengetahuan yang demikian jarang digunakan oleh orang ramai. Nabi s.a.w bersabda,
“Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada satu tahun beribadat”. “Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada tujuh puluh tahun beribadat”. “Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada seribu tahun beribadat”.
Nilai sesuatu amalan itu tersembunyi di dalam hakikat kepada yang sebenarnya. Perbuatan bertafakur di sini nampaknya mempunyai nilai yang berbeda.
Siapa merenungi sesuatu perkara dan mencari penyebabnya dia akan mendapati, setiap bagian mempunyai bagian-bagian sendiri dan dia juga mendapati setiap satu itu menjadi penyebab kepada berbagai perkara lain. Renungan begini bernilai satu tahun ibadat.
Siapa merenungi kepada pengabdiannya dan mencari penyebab dan alasan dan dia dapat mengetahui yang demikian, renungannya bernilai lebih daripada tujuh puluh tahun ibadat.
Siapa merenungkan hikmah kebijaksanaan Ilahi dan bidang makrifat dengan segala kesungguhannya untuk mengenal Allah Yang Maha Tinggi, renungannya bernilai lebih daripada seribu tahun ibadat karena ini adalah ilmu pengetahuan yang sebenarnya.
Pengetahuan yang sebenarnya adalah suasana keesaan. Orang arif yang menyintai menyatu dengan yang dicintainya. Daripada alam kebendaan terbang dengan sayap kerohanian meninggi hingga kepada puncak pencapaian. Bagi ahli ibadat berjalan di dalam surga, sementara orang arif terbang kepada kedudukan berhampiran dengan Tuhannya. Para pencinta mempunyai mata pada hati mereka, mereka memandang sementara yang lain terpejam, sayap yang mereka miliki tanpa daging tanpa darah, mereka terbang ke arah malakut, hanya Tuhan yang dicari.
Penerbangan ini terjadi di dalam alam kerohanian orang arif. Para arifbillah mendapat penghormatan dipanggil insan sejati, menjadi kekasih Allah, sahabat-Nya yang akrab, pengantin-Nya. Abu Yazid al-Bustami berkata, “Para Pemegang makrifat adalah pengantin Allah Yang Maha Tinggi”.
Hanya pemilik-pemilik ‘pengantin yang pengasih’ mengenali mereka dengan dekat dan secara mesra.. Orang-orang arif yang menjadi sahabat akrab Allah, walaupun sangat cantik, tetapi ditutupi oleh keadaan luar yang sangat sederhana, seperti manusia biasa. Allah berfirman melalui rasul-Nya:
“Para sahabat-Ku tersembunyi di bawah kubah-Ku. Tiada yang mengenali mereka kecuali Aku”.
Kubah yang di bawahnya Allah sembunyikan sahabat-sahabat akrab-Nya adalah keadaan mereka yang tidak terkenal, rupa yang biasa saja, sederhana dalam segala hal. Bila melihat kepada pengantin yang ditutupi oleh tabir perkawinan, apakah yang dapat dilihat kecuali tabir itu?
Yahya bin Muadh al-Razi berkata, “Para kekasih Allah adalah air wangi Allah di dalam dunia. Tetapi hanya orang-orang yang beriman yang benar dan jujur saja dapat menciumnya”. Mereka mencium keharuman baunya lalu mereka mengikuti bau itu. Keharuman itu mengwujudkan kerinduan terhadap Allah dalam hati mereka. Masing-masing dengan cara tersendiri mempercepatkan langkahnya, menambahkan usaha dan ketaatannya. Derajat kerinduannya, keinginannya dan kelajuan perjalanannya tergantung kepada berapa ringan beban yang dibawanya, sejauh mana dia telah melepaskan diri kebendaan dan keduniaannya. Semakin banyak seseorang itu menanggalkan pakaian dunia yang kasar ini semakin dia merasakan kehangatan Penciptanya dan semakin sampai pada permukaan akan muncul diri rohaninya. Kesampaian (wushul) dengan yang sebenarnya (hakikat) bergantung kepada sejauh mana seseorang itu melepaskan kebendaan dan keduniaan yang menipu daya.
Penanggalan aspek yang berbilang-bilang pada diri, membawa seseorang hampir dengan satu-satunya kebenaran. Orang yang akrab dengan Allah adalah orang yang telah membawa dirinya kepada keadaan kekosongan. Hanya setelah itu barulah dia dapat melihat kewujudan yang sebenarnya (hakikat). Tidak ada lagi kehendak pada dirinya untuk dia membuat sebarang pilihan. Tiada lagi ‘aku’ yang tinggal, kecuali kewujudan satu-satunya yaitu yang sebenarnya (hakikat). Walaupun berbagai-bagai kekeramatan yang muncul melalui dirinya sebagai membuktikan kedudukannya, dia tidak ada pengaruhnya dengan semua itu. Di dalam suasananya tidak ada pembukaan terhadap rahasia-rahasia karena membuka rahsia Ilahi adalah kekufuran.
Di dalam buku yang bertajuk “Mirsad” dituliskan, ‘Semua orang yang kekeramatan zahir melalui mereka ditutup darinya dan tidak memperdulikan keadaan tersebut. Bagi mereka masa kekeramatan muncul dari mereka dianggap sebagaimana perempuan keluar darah haid. Wali-wali yang hampir dengan Allah perlu mengembara sekurang-kurangnya seribu peringkat, yang pertamanya ialah pintu kekeramatan. Hanya mereka yang dapat melepasi pintu ini tanpa dicederakan akan meningkat kepada peringkat-peringkat lain yang lebih tinggi. Jika mereka luka mereka tidak akan sampai ke mana-mana.
BAB : 3. Penurunan manusia ke peringkat yang paling rendah
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Dalam Bab 3 dari kitab Sirrul Asror, Kanjeng syekh Abdul Qodir Jailani menerangkan tentang kedudukan manusia, yang kalau salah memilih jalan hidupnya akan diturunkan ke peringkat yang paling rendah. lebih lanjut Beliau menjelaskan bahwa :
Allah Yang Maha Tinggi menciptakan roh suci sebagai ciptaan yang paling sempurna, yang pertama diciptakan, di dalam alam kewujudan mutlak bagi Zat-Nya. Kemudian Dia berkehendak mengantarkannya kepada alam rendah. Tujuan Dia berbuat demikian ialah bagi mengajar roh suci mencari jalan kembali kepada yang benar di hadapan yang Maha Kuasa, mencari kedudukannya yang dahulu yang hampir dan akrab dengan Allah. Dihantarkan-Nya roh suci kepada perhentian utusan-utusan-Nya, wali-wali-Nya, kekasih-kekasih dan sahabat-sahabat-Nya.
Dalam perjalanannya, Allah menghantarkannya mula-mula kepada kedudukan akal asbab bagi keesaan, bagi roh universal, alam nama-nama dan sifat-sifat Ilahi, alam hakikat kepada Muhammad s.a.w. Roh suci memiliki dan membawa bersama-samanya benih kesatuan. Apabila melalui alam ini ia dipakaikan cahaya suci dan dinamakan ‘roh sultan’. Apaabila melalui alam malaikat yang menjadi perantaraan kepada mimpi-mimpi, ia mendapat nama ‘roh perpindahan’. Bila akhirnya ia turun kepada dunia kebendaan ini ia dibaluti dengan daging yang Allah ciptakan untuk kesesuaian makhluk-Nya. Ia dibaluti oleh jirim yang kasar bagi menyelamatkan dunia ini karena dunia kebendaan jika berhubungan langsung dengan roh suci maka dunia kebendaan akan terbakar menjadi abu. Dalam hubungannya dengan dunia ini ia dikenali sebagai kehidupan, roh manusia.
Tujuan roh suci dihantar ke tempat ciptaan yang paling rendah ini ialah supaya ia mencari jalan kembali kepada kedudukannya yang asal, makam persinggahan, ketika ia masih di dalam bentuk berdaging dan bertulang ini. Ia sepatutnya datang ke alam benda yang kasar ini, dan dengan melalui hatinya yang berada di dalam mayat ini, menanamkan benih kesatuan dan menunbuhkan pokok keesaan di dalam dunia ini. Akar pokok masih berada pada tempat asalnya. Dahannya memenuhi ruang kebahagiaan, dan di sana demi keridhoan Allah, mengeluarkan buah kesatuan. Kemudian di dalam bumi hati roh itu menanamkan benih agama dan bercita-cita menumbuhkan pokok agama agar diperoleh buahnya, tiap satunya akan menaikkannya kepada peringkat yang lebih tinggi sehingga sampai di hadapanan Allah.
Allah membuatkan jasad-jasad atau tubuh-tubuh untuk dimasuki oleh roh-roh dan bagi roh-roh ini masing-masing mempunyai nama yang berbeda-beda. Dia berada di ruang penyesuaian di dalam tubuh. Diletakkan-Nya roh manusia, roh kehidupan di antara daging dan darah. Diletakkan-Nya roh suci di tengah-tengah hati, berada di ruang dalam bentuk yang sangat patut untuk menyimpan rahsia di antara Allah dengan hamba-Nya. Roh-roh ini berada pada tempat yang berbeda-beda dalam tubuh, dengan tugas yang berbeda, urusan yang berbeda, masing-masing umpama membeli dan menjual barang yang berlainan, mendapat faedah yang berbeza. Perniagaan mereka sentiasa membawakan kepada mereka banyak manfaat dalam bentuk nikmati dan rahmat Allah.
إِنَّ الَّذينَ يَتلونَ كِتٰبَ اللَّهِ وَأَقامُوا الصَّلوٰةَ وَأَنفَقوا مِمّا رَزَقنٰهُم سِرًّا وَعَلانِيَةً يَرجونَ تِجٰرَةً لَن تَبورَ
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, (Surah Fatir, ayat 29).
Layaklah bagi setiap manusia mengetahui urusannya di dalam alam kewujudan dirinya sendiri dan memahami tujuannya. Dia mestilah faham bahwa dia tidak boleh mengganti apa yang telah ditetapkan untuknya dan digantungkan dilehernya. Bagi orang yang mau mengganti apa yang telah ditetapkan untuknya, yang terikat dengan cita-cita dan dunia ini Allah berkata:
أَفَلا يَعلَمُ إِذا بُعثِرَ ما فِى القُبورِ ﴿٩﴾ وَحُصِّلَ ما فِى الصُّدورِ ﴿١٠
Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada,
(Surah ‘Aadiyat, ayat 9-10).
وَكُلَّ إِنسٰنٍ أَلزَمنٰهُ طٰئِرَهُ فى عُنُقِهِ ۖ وَنُخرِجُ لَهُ يَومَ القِيٰمَةِ كِتٰبًا يَلقىٰهُ مَنشورًا ﴿١٣
Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. (Q.S. Al-Isra': 13 )
رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Dalam Bab 3 dari kitab Sirrul Asror, Kanjeng syekh Abdul Qodir Jailani menerangkan tentang kedudukan manusia, yang kalau salah memilih jalan hidupnya akan diturunkan ke peringkat yang paling rendah. lebih lanjut Beliau menjelaskan bahwa :
Allah Yang Maha Tinggi menciptakan roh suci sebagai ciptaan yang paling sempurna, yang pertama diciptakan, di dalam alam kewujudan mutlak bagi Zat-Nya. Kemudian Dia berkehendak mengantarkannya kepada alam rendah. Tujuan Dia berbuat demikian ialah bagi mengajar roh suci mencari jalan kembali kepada yang benar di hadapan yang Maha Kuasa, mencari kedudukannya yang dahulu yang hampir dan akrab dengan Allah. Dihantarkan-Nya roh suci kepada perhentian utusan-utusan-Nya, wali-wali-Nya, kekasih-kekasih dan sahabat-sahabat-Nya.
Dalam perjalanannya, Allah menghantarkannya mula-mula kepada kedudukan akal asbab bagi keesaan, bagi roh universal, alam nama-nama dan sifat-sifat Ilahi, alam hakikat kepada Muhammad s.a.w. Roh suci memiliki dan membawa bersama-samanya benih kesatuan. Apabila melalui alam ini ia dipakaikan cahaya suci dan dinamakan ‘roh sultan’. Apaabila melalui alam malaikat yang menjadi perantaraan kepada mimpi-mimpi, ia mendapat nama ‘roh perpindahan’. Bila akhirnya ia turun kepada dunia kebendaan ini ia dibaluti dengan daging yang Allah ciptakan untuk kesesuaian makhluk-Nya. Ia dibaluti oleh jirim yang kasar bagi menyelamatkan dunia ini karena dunia kebendaan jika berhubungan langsung dengan roh suci maka dunia kebendaan akan terbakar menjadi abu. Dalam hubungannya dengan dunia ini ia dikenali sebagai kehidupan, roh manusia.
Tujuan roh suci dihantar ke tempat ciptaan yang paling rendah ini ialah supaya ia mencari jalan kembali kepada kedudukannya yang asal, makam persinggahan, ketika ia masih di dalam bentuk berdaging dan bertulang ini. Ia sepatutnya datang ke alam benda yang kasar ini, dan dengan melalui hatinya yang berada di dalam mayat ini, menanamkan benih kesatuan dan menunbuhkan pokok keesaan di dalam dunia ini. Akar pokok masih berada pada tempat asalnya. Dahannya memenuhi ruang kebahagiaan, dan di sana demi keridhoan Allah, mengeluarkan buah kesatuan. Kemudian di dalam bumi hati roh itu menanamkan benih agama dan bercita-cita menumbuhkan pokok agama agar diperoleh buahnya, tiap satunya akan menaikkannya kepada peringkat yang lebih tinggi sehingga sampai di hadapanan Allah.
Allah membuatkan jasad-jasad atau tubuh-tubuh untuk dimasuki oleh roh-roh dan bagi roh-roh ini masing-masing mempunyai nama yang berbeda-beda. Dia berada di ruang penyesuaian di dalam tubuh. Diletakkan-Nya roh manusia, roh kehidupan di antara daging dan darah. Diletakkan-Nya roh suci di tengah-tengah hati, berada di ruang dalam bentuk yang sangat patut untuk menyimpan rahsia di antara Allah dengan hamba-Nya. Roh-roh ini berada pada tempat yang berbeda-beda dalam tubuh, dengan tugas yang berbeda, urusan yang berbeda, masing-masing umpama membeli dan menjual barang yang berlainan, mendapat faedah yang berbeza. Perniagaan mereka sentiasa membawakan kepada mereka banyak manfaat dalam bentuk nikmati dan rahmat Allah.
إِنَّ الَّذينَ يَتلونَ كِتٰبَ اللَّهِ وَأَقامُوا الصَّلوٰةَ وَأَنفَقوا مِمّا رَزَقنٰهُم سِرًّا وَعَلانِيَةً يَرجونَ تِجٰرَةً لَن تَبورَ
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, (Surah Fatir, ayat 29).
Layaklah bagi setiap manusia mengetahui urusannya di dalam alam kewujudan dirinya sendiri dan memahami tujuannya. Dia mestilah faham bahwa dia tidak boleh mengganti apa yang telah ditetapkan untuknya dan digantungkan dilehernya. Bagi orang yang mau mengganti apa yang telah ditetapkan untuknya, yang terikat dengan cita-cita dan dunia ini Allah berkata:
أَفَلا يَعلَمُ إِذا بُعثِرَ ما فِى القُبورِ ﴿٩﴾ وَحُصِّلَ ما فِى الصُّدورِ ﴿١٠
Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada,
(Surah ‘Aadiyat, ayat 9-10).
وَكُلَّ إِنسٰنٍ أَلزَمنٰهُ طٰئِرَهُ فى عُنُقِهِ ۖ وَنُخرِجُ لَهُ يَومَ القِيٰمَةِ كِتٰبًا يَلقىٰهُ مَنشورًا ﴿١٣
Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. (Q.S. Al-Isra': 13 )
رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
KITAB SIRRUL ASROR BAB 4 :
TEMPAT ROH-ROH DALAM BADAN
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Tempat roh manusia, roh kehidupan, di dalam badan ialah dada. Tempat ini berhubung dengan pancaindera dan deria-deria. Urusan atau bidangnya ialah agama. Pekerjaannya ialah mentaati perintah Allah. Dengan peraturan-peraturan yang ditentukan-Nya, Allah memelihara dunia nyata ini dengan teratur dan harmoni. Roh itu bertindak menurut kuwajiban yang ditentukan oleh Allah, tidak menganggap perbuatannya sebagai perbuatannya sendiri kerana dia tidak berpisah dengan Allah. Perbuatannya dari Allah; tidak ada perpisahan di antara ‘aku’ dengan Allah di dalam tindakan dan ketaatannya.
فَمَن كانَ يَرجوا لِقاءَ رَبِّهِ فَليَعمَل عَمَلًا صٰلِحًا وَلا يُشرِك بِعِبادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya. (Surah Kahfi, ayat 110).
Allah adalah Esa dan Dia mencintai yang bersatu dan satu. Dia mau semua penyembahan dan semua amal kebaikan, yang Dia anggap sebagai pengabdian kepada-Nya, menjadi milik-Nya semata-mata, tidak dicampur dengan apa saja. Jadi, seseorang tidak memerlukan kelulusan atau halangan dari siapa pun di dalam pengabdiannya kepada TuhanNya, juga amalannya bukan untuk kepentingan duniawi. Semuanya semata-mata kerana Allah.
Suasana yang dihasilkan oleh petunjuk Ilahi seperti menyaksikan bukit-bukti kewujudan Allah di dalam alam nyata ini; kenyataan sifat-sifat-Nya, kesatuan di dalam yang banyak, hakikat di balik yang nyata, semuanya adalah ganjaran bagi amal kebaikan yang benar dan ketaatan tanpa mementingkan diri sendiri. Namun, semuanya itu pada penaklukan alam benda, dari bumi yang di bawah tapak kaki kita hingga pada langit-langit. Termasuk di dalam penaklukan alam dunia ialah kekeramatan yang muncul melalui seseorang, misalnya berjalan di atas air, terbang di udara, berjalan dengan cepat, mendengar suara dan melihat gambaran dari tempat yang jauh atau bisa membaca fikiran yang tersembunyi. Sebagai ganjaran terhadap amal yang baik, juga diberikan besok di akhirat seperti surga, khadam-khadam, bidadari, susu, madu, arak dan lain-lain. Semuanya itu merupakan nikmati surga tingkat pertama, surga dunia.
Tempat ‘roh perpindahan atau roh peralihan’ ialah di dalam hati. Urusannya ialah pengetahuan tentang jalan kerohanian. Kerjanya berkait dengan empat nama-nama pertama bagi nama-nama Allah yang indah. Sebagaimana dua belas nama-nama yang lain empat nama tersebut tidak termasuk di dalam sempadan suara dan huruf. Jadi, ia tidak boleh disebut. Allah Yang Maha Tinggi berfirman:
وَلِلَّهِ الأَسماءُ الحُسنىٰ فَادعوهُ بِها
“Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaulhusna itu”. (Surah A’raaf, ayat 180).
Firman Allah di atas menunjukkan tugas utama manusia adalah mengetahui nama-nama Tuhan. Ini adalah pengetahuan batin seseorang. Jika mampu memperoleh pengetahuan yang demikian dia akan sampai kepada makam makrifat. Di sanalah pengetahuan tentang nama keesaan sempurna.
Nabi s.a.w bersabda, “Allah Yang Maha Tinggi mempunyai sembilan puluh sembilan nama, siapa mempelajarinya akan masuk syurga”. Baginda s.a.w juga bersabda, “Pengetahuan adalah satu. Kemudian orang arif jadikannya seribu”. Ini bermakna nama kepunyaan Zat hanyalah satu. Ia memancar sebagai seribu sifat kepada orang yang menerimanya.
Dua belas nama-nama Ilahi berada di dalam lingkungan sumber pengakuan tauhid “La ilaha illa Llah”. Tiap satunya adalah satu daripada dua belas huruf dalam kalimah tersebut. Allah Yang Maha Tinggi menguraiakan nama-Nya pada setiap huruf di dalam perkembangan hati. Setiap satu dari empat alam yang dilalui oleh roh terdapat tiga nama yang berlainan. Allah Yang Maha Tinggi dengan cara ini memegang erat hati para pencinta-Nya, dalam kasih sayang-Nya. Firman-Nya:
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذينَ ءامَنوا بِالقَولِ الثّابِتِ فِى الحَيوٰةِ الدُّنيا وَفِى الءاخِرَةِ
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”. (Surah Ibrahim, ayat 27).
Kemudian dikuruniakan kepada mereka persinggahan-Nya. Dia sediakan pokok keesaan di dalam hati mereka, pokok yang akarnya turun kepada tujuh lapis bumi dan Dahannya meninggi kepada tujuh lapis langit, bahkan meninggi lagi hingga ke arasy dan mungkin lebih tinggi lagi. Allah berfirman:
أَلَم تَرَ كَيفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصلُها ثابِتٌ وَفَرعُها فِى السَّماءِ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, . (Surah Ibrahim, ayat 24).
Tempat ‘roh perpindahan atau roh peralihan’ adalah di dalam nyawa pada hati. Alam malaikat terus di dalam penyaksiannya. Ia boleh melihat surga alam tersebut, penghuninya, cahayanya dan semua malaikat di dalamnya. Kalam ‘roh peralihan’ adalah bahasa alam batin, tanpa huruf tanpa suara. Perhatiannya langsung menyentuh soal-soal rahasia-rahasia sesuatu yang tersembunyi. Tempatnya di akhirat apabila kembali ialah surga Na’im, taman kegembiraan karunia Allah.
Tempat ‘roh sultan’ di mana ia memerintah, adalah di tengah-tengah hati, jantung kepada hati. Urusan roh ini ialah makrifat. Kerjanya ialah mengetahui semua pengetahuan ketuhanan yang menjadi perantaraan bagi semua ibadat yang sebenar-benarnya diucapkan dalam bahasa hati. Nabi s.a.w bersabda, “Ilmu ada dua bagian. Satu pada lidah, yang membuktikan kewujudan Allah. Satu lagi di dalam hati. Inilah yang perlu untuk menyadarkan tujuan seseorang”. Ilmu yang sebenar-benarnya bermanfaat berada di dalam kegiatan hati.
Nabi s.a.w bersabda, “Quran yang mulia mempunyai makna zahir dan makna batin”. Allah Yang Maha Tinggi membukakan Quran kepada sepuluh lapis makna yang tersembunyi. Setiap makna yang berikutnya lebih bermanfaat daripada yang sebelumnya karena ia semakin dekat dengan sumber yang sebenarnya. Dua belas nama kepunyaan Zat Allah adalah serupa dengan dua belas mata air yang memancar dari batu pada saat Nabi Musa a.s menghantamkan batu itu dengan tongkatnya.
وَإِذِ استَسقىٰ موسىٰ لِقَومِهِ فَقُلنَا اضرِب بِعَصاكَ الحَجَرَ ۖ فَانفَجَرَت مِنهُ اثنَتا عَشرَةَ عَينًا ۖ قَد عَلِمَ كُلُّ أُناسٍ مَشرَبَهُم ۖ كُلوا وَاشرَبوا مِن رِزقِ اللَّهِ وَلا تَعثَوا فِى الأَرضِ مُفسِدينَ
"Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: ""Pukullah batu itu dengan tongkatmu"". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing) Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan." (Surah Baqarah, ayat 60).
Pengetahuan zahir adalah sama dengan air hujan yang datang dan pergi sementara pengetahuan batin diumpamakan mata air yang tidak pernah kering.
وَءايَةٌ لَهُمُ الأَرضُ المَيتَةُ أَحيَينٰها وَأَخرَجنا مِنها حَبًّا فَمِنهُ يَأكُلونَ
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan daripadanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan. ”. (Surah Yaa Sin, ayat 33).
Allah jadikan satu bijian, sebiji benih di langit. Benih itu menjadi kekuatan pada dalam diri manusia. Dijadikan-Nya juga sebiji benih di dalam alam roh-roh (alam al-anfus); menjadi sumber kekuatan, makanan roh. Bijian itu ditanam dengan air dari sumber hikmah. Nabi s.a.w bersabda, “Jika seseorang menghabiskan empat puluh hari dalam keikhlasan dan kesucian, maka akan bersumber hikmah yang memancar dari hatinya pada lidahnya”.
Nikmat bagi ‘roh sultan ialah kelezatan dan kecintaan yang dinikmatinya dengan menyaksikan kenyataan keelokan, kesempurnaan dan kemurahan Allah Yang Maha Tinggi. Firman Allah:
عَلَّمَهُ شَديدُ القُوىٰ ﴿٥﴾ ذو مِرَّةٍ فَاستَوىٰ ﴿٦﴾ وَهُوَ بِالأُفُقِ الأَعلىٰ ﴿٧﴾ ثُمَّ دَنا فَتَدَلّىٰ ﴿٨﴾ فَكانَ قابَ قَوسَينِ أَو أَدنىٰ ﴿٩﴾ فَأَوحىٰ إِلىٰ عَبدِهِ ما أَوحىٰ ﴿١٠﴾ ما كَذَبَ الفُؤادُ ما رَأىٰ ﴿١١﴾
(5) yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, (6) "Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli." (6) "Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli." (8) Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, (9) maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). (10) Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. (11) Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.
(Surah Najmi, ayat 5 – 11).
Nabi s.a.w menggambarkan suasana demikian dengan cara lain, “Yang beriman (yang sejahtera) adalah cermin kepada yang beriman (yang sejahtera)”. Dalam ayat ini yang sejahtera yang pertama ialah hati orang yang beriman yang sempurna, sementara yang sejahtera kedua itu ialah yang memancar kepada hati orang yang beriman itu, tidak lain adalah dari Allah Yang Maha Tinggi sendiri. Allah menamakan Diri-Nya di dalam Quran sebagai Yang Mensejahterakan.
هُوَ اللَّهُ الَّذى لا إِلٰهَ إِلّا هُوَ المَلِكُ القُدّوسُ السَّلٰمُ المُؤمِنُ المُهَيمِنُ العَزيزُ الجَبّارُ المُتَكَبِّرُ ۚ سُبحٰنَ اللَّهِ عَمّا يُشرِكونَ
“Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. ”. (Surah Hasyr, ayat 23).
Kediaman ‘roh sultan’ di akhirat ialah surga Firdaus, surga yang tinggi.
Di mana roh-roh berhenti adalah tempat rahasia yang Allah buat untuk Diri-Nya di tengah-tengah hati, di mana Dia simpankan rahasia-Nya (Sirr) untuk disimpan dengan selamat. Keadaan roh ini diceritakan oleh Allah melalui pesuruh-Nya:
“Insan adalah rahasia-Ku dan Aku rahasianya”.
Urusannya ialah kebenaran (hakikat) yang diperoleh dengan mencapai keesaan; mencapai keesaan itulah tuagsnya. Ia membawa yang banyak kepada kesatuan dengan cara terus menerus menyebut nama-nama keesaan di dalam bahasa rahasia yang suci. Ia bukan bahasa yang berbunyi di luar. .
وَإِن تَجهَر بِالقَولِ فَإِنَّهُ يَعلَمُ السِّرَّ وَأَخفَى
“Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.”. (Surah Ta Ha, ayat 7)
Hanya Allah mendengar bahasa roh suci dan hanya Allah mengetahui keadaannya.
Nikmat bagi roh ini ialah penyaksian terhadap ciptaan Allah yang pertama. Apa yang dilihatnya ialah keindahan Allah. Padanya terdapat penyaksian rahasia. Pandangan dan pendengaran menjadi satu. Tidak ada perbandingan dan tidak ada persamaan tentang apa yang disaksikannya. Dia menyaksikan sifat Allah, keperkasaan dan kekerasan-Nya sebagai Esa dengan keindahan, kelembutan dan kemurahan-Nya.
Bila manusia sampai pada maqomnya, tempat kediamannya, bila dia temui akal asbab, pertimbangan keduniaannya yang memandunya selama ini akan tunduk kepada Perintahnya; hatinya akan rasa gentar bercampur hormat, lidahnya terkunci. Dia tidak berupaya menceritakan keadaan tersebut kerana Allah tidak menyerupai sesuatu.
Bila apa yang dikatakan di sini sampai ke telinga orang yang berilmu, pasti akan memahami tingkat pengetahuannya sendiri. Tumpukan perhatian kepada kebenaran (hakikat) mengenai perkara-perkara yang sudah diketahui sebelum mendongak ke ufuk yang lebih tinggi, sebelum mencari peringkat baru, semoga mereka memperoleh pengetahuan tentang kehalusan perlaksanaan Ilahi.
Semoga mereka tidak menafikan apa yang sudah diperkatakan, tetapi sebaliknya mereka mencari makrifat, kebijaksanaan untuk mencapai keesaan. Itulah yang sangat diperlukan.
رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
KITAB SIRRUL ASROR BAB 5 :
ILMU DAN PENINGKATAN ROHANI
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Ilmu pengetauan zhahir mengenai benda-benda yang nyata dibagi pada dua belas bagian dan ilmu pengetahuan batin juga dibagi menjadi dua belas bagian. Bagian-bagian tersebut dibagi lagi di kalangan orang awam dan orang khusus, hamba-hamba Allah yang sejati, menurut kadar kemampuan mereka.
Kesemua bagian di atas, di bagi lagi dalam empat bahagian.
Pertama melibatkan peraturan agama, mengenai kuwajiban dan larangan yang berhubungan dengan perkara-perkara dan peraturan-peraturan di dalam dunia ini
Kedua menyentuh soal pengertian atau maksud serta tujuan peraturan-peraturan tersebut. Bagian ini dinamakan bidang kerohanian iaitu pengetahuan mengenai perkara-perkara yang tidak nyata.
Ketiga mengenai hakikat kerohanian yang tersembunyi yang dinamakan kearifan.
Keempat mengenai hakikat inti dari hakikat, yaitu mengenai kebenaran yang sebenar-benarnya. Manusia yang sempurna perlu mempelajari semua bidang atau bagian tersebut dan mencari jalan ke arahnya.
Nabi s.a.w bersabda,
“Agama ialah pokok, kerohanian adalah dahannya, kearifan (makrifat) adalah daunnya, kebenaran (hakikat) adalah buahnya. Quran dengan ulasannya, keterangannya, terjemahannya dan ibarat-ibaratnya mengandungi semuanya itu”.
Di dalam buku al-Najma perkataan-perkataan tafsir, ulasan dan takwil serta terjemahan melalui ibarat dijelaskan sebagai ulasan terhadap Quran, adalah keterangan dan perincian bagi kefahaman orang awam, sementara terjemahan melalui ibarat adalah keterangan tentang maksud yang tersirat yang boleh diselami melalui tafakur yang mendalam serta memperoleh ilham sebagaimana yang dialami oleh orang-orang beriman yang sejati. Terjemahan yang demikian adalah untuk hamba-hamba Allah yang khusus lagi teguh, istiqomah dalam suasana kerohanian mereka dan teguh dengan pengetahuan yang membolehkan mereka membuat pertimbangan yang benar. Kaki mereka teguh berpijak di atas bumi sementara hati dan fikiran mereka menjulang kepada ilmu ketuhanan. Dengan rahmat Allah keadaan begini ini, tidak bercampur dengan keraguan di tempatkan di tengah-tengah hati mereka. Hati yang teguh dalam suasana kedamaian menyatu dengan bagian kalimah tauhid “La ilaha illa Llah”, pengakuan terakhir keesaan.
هُوَ الَّذى أَنزَلَ عَلَيكَ الكِتٰبَ مِنهُ ءايٰتٌ مُحكَمٰتٌ هُنَّ أُمُّ الكِتٰبِ وَأُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌ ۖ فَأَمَّا الَّذينَ فى قُلوبِهِم زَيغٌ فَيَتَّبِعونَ ما تَشٰبَهَ مِنهُ ابتِغاءَ الفِتنَةِ وَابتِغاءَ تَأويلِهِ ۗ وَما يَعلَمُ تَأويلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ وَالرّٰسِخونَ فِى العِلمِ يَقولونَ ءامَنّا بِهِ كُلٌّ مِن عِندِ رَبِّنا ۗ وَما يَذَّكَّرُ إِلّا أُولُوا الأَلبٰبِ ﴿٧﴾
"Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: ""Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari isi Tuhan kami."" Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal." (Surah Imraan, ayat 7)
Jika pintu kepada ayat ini terbuka akan terbuka juga semua pintu-pintu kepada alam rahasia batin.
Hamba Allah yang sejati berkewajipan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhkan diri dari larangan-Nya. Dia juga perlu menentang ego dirinya dan membendung kecenderungan jasad yang tidak sehat. Asas penentangan ego terhadap agama adalah dalam bentuk khayalan dan gambaran yang berujung pada kenyataan. Pada peringkat kerohanian, ego yang khianat itu mendorong seseorang supaya memperakui dan mengikuti sebab-sebab dan rangsangan yang hanya hampir dengan kebenaran (bukan kebenaran yang sejati), walaupun ia adalah risalah nabi dan fatwa wali yang telah diubah, juga mengikuti guru yang pendapatnya salah. Pada peringkat makrifat, ego mendorong seseorang supaya memperakui kewalian dirinya sendiri malah ego juga mengyeret seseorang kepada mengakui ketuhanannya – dosa paling besar menganggapkan diri sendiri sebagai sekutu Allah swt. Allah berfirman:
أَرَءَيتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلٰهَهُ هَوىٰهُ أَفَأَنتَ تَكونُ عَلَيهِ وَكيلًا
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (Surah Furqaan, ayat 43).
Tetapi peringkat kebenaran sejati adalah berbeda. Ego dan iblis tidak boleh sampai ke sana. Malah malaikat juga tidak sampai ke sana. Siapa saja kecuali Allah jika sampai ke sana pasti terbakar. Jibrail berkata kepada Nabi Muhamamd s.a.w di hadapan peringkat ini, “Jika aku mara satu langkah lagi aku akan terbakar menjadi abu”.
Hamba Allah yang sejati bebas daripada perlawanan egonya dan iblis karena dia dilindungi oleh perisai keikhlasan dan kesucian.
قالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغوِيَنَّهُم أَجمَعينَ ﴿٨٢﴾ إِلّا عِبادَكَ مِنهُمُ المُخلَصينَ ﴿٨٣
"Iblis menjawab: ""Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya," kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka. (Surah Shad, ayat 82 & 83).
Manusia tidak dapat mencapai hakikat kecuali dia suci murni. Karena sifat-sifat keduniaan tidak bisa mempengaruhinya, sehingga hakikat terlihat tampak dalam dirinya. Ini adalah keikhlasan sejati. Ini tidak dapat dicapai dengan pelajaran; hanya Allah yang tanpa perantara akan mengajarinya. Bila Allah Yang Maha Tinggi sendiri yang menjadi Guru, Dia karuniakan ilmu dari-Nya sebagaimana Dia lakukan kepada Nabi Khidhir. Kemudian dengan kesadaran dan keyakinan yang diperolehnya, akan sampai pada peringkat makrifat, di mana dia mengenali Tuhannya dan menyembah-Nya sesuai yang dia kenal.
Orang yang sampai kepada suasana ini memiliki penyaksian roh suci dan dapat melihat kekasih Allah, Nabi Muhamamd s.a.w. Dia bisa berbicara dengan baginda s.a.w mengenai segala perkara dari awal hingga ke akhir, dan semua nabi-nabi yang lain memberikannya khabar gembira tentang janji penyatuan dengan yang dikasihi. Allah menggambarkan suasana ini:
وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسولَ فَأُولٰئِكَ مَعَ الَّذينَ أَنعَمَ اللَّهُ عَلَيهِم مِنَ النَّبِيّۦنَ وَالصِّدّيقينَ وَالشُّهَداءِ وَالصّٰلِحينَ ۚ وَحَسُنَ أُولٰئِكَ رَفيقًا ﴿٦٩﴾
Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (Surah Nisaa’ ,ayat 69).
Orang yang tidak bisa menemui pengetahuan ini di dalam dirinya tidak akan menjadi arif, walaupun dia membaca seribu buah buku. Nikmat yang boleh diharapkan oleh orang yang mempelajari ilmu zahir ialah syurga; di sana semua yang dapat dilihat adalah kenyataan sifat-sifat Ilahi dalam bentuk cahaya. Tidak sampai pada bagaimana sempurna pengetahuannya tentang perkara nyata yang boleh dilihat dan dipercayai, ia tidak melanjutkan untuk masuk kepada suasana kesucian yang mulia, yaitu penyatuan dengan Allah, karena seseorang itu perlu terbang ke tempat tersebut dan untuk terbang perlu pada dua sayap. Hamba Allah yang sejati adalah yang terbang ke sana dengan menggunakan dua sayap, yaitu pengetahuan zahir dan pengetahuan batin, tidak pernah berhenti di tengah jalan, tidak tertarik dengan apa saja yang ditemui dalam perjalanannya. Allah berfirman melalui rasul-Nya:
“Hamba-Ku, jika kamu ingin masuk kepada kesucian bersama dengan-Ku jangan pedulikan dunia ini ataupun alam tinggi para malaikat, tidak juga yang lebih tinggi di mana kamu boleh menerima sifat-sifat-Ku yang suci”.
Dunia kebendaan ini menjadi godaan dan tipu daya syaitan kepada orang yang berilmu. Alam malaikat menjadi rangsangan kepada orang yang bermakrifat dan suasana sifat-sifat Ilahi menjadi godaan kepada orang yang memiliki kesadaran terhadap hakikat. Siapa yang berpuas hati dengan salah satu dari yang demikian itu, akan terhalang dari karunia Allah yang membawanya hampir dengan Zat-Nya. Jika mereka tertarik dengan godaan dan rangsangan tersebut mereka akan berhenti, mereka tidak boleh maju ke depan, mereka tidak boleh terbang lebih tinggi. Walaupun tujuan mereka adalah kebersamaan dengan Pencipta. Mereka tidak lagi boleh sampai ke sana. Mereka telah terpedaya, mereka hanya memiliki satu sayap.
Orang yang mencapai kesadaran tentang hakikat yang benar, menerima rahmat dan karunia dari Allah yang tidak pernah mata melihatnya dan tidak pernah telinga mendengarnya dan tidak pernah hati mengetahui namanya. Inilah surga kehampiran dan keakraban dengan Allah. Di sana tidak ada mahligai permata juga tidak ada bidadari yang cantik sebagai pasangan. Semoga manusia mengetahui nilai dirinya dan tidak berkehendak, tidak menuntut apa yang tidak layak baginya. Sayyidina Ali r.a berkata,
“Semoga Allah merahmati orang yang mengetahui harga dirinya, yang tahu menjaga diri agar berada di dalam sepadannya, yang memelihara lidahnya, yang tidak menghabiskan waktu dan umurnya di dalam sia-sia”.
Orang yang berilmu pasti menyadari bahwa bayi yang lahir dalam hatinya adalah pengenalan mengenai kemanusiaan yang benar, yaitu insan yang sejati. Dia patut mendidik bayi hati, ajarkan keesaan melalui menyadari tentang keesaan, tinggalkan keduniaan kebendaan ini yang terbilang-bilang, cari alam kerohanian, alam rahasia di mana tiada yang lain kecuali Zat Allah.
Dalam kenyataannya di sana bukan tempat, ia tidak ada permulaan dan tidak ada penghujung. Bayi hati terbang melewati padang yang tiada berkesudahan itu, menyaksikan perkara-perkara yang tidak pernah dilihat mata sebelumnya, tiada seseorang yang bisa bercerita mengenainya, tiada yang boleh menggambarkannya. Tempat yang menjadi rumah kediaman bagi mereka yang meninggalkan diri mereka dan menemui keesaan dengan Tuhan mereka, mereka yang memandang dengan pandangan yang sama dengan Tuhan mereka, pandangan keesaan. Bila mereka menyaksikan keindahan dan kemuliaan Tuhan, mereka tidak ada sesuatu lagi yang tinggal dengan mereka. Bila dia melihat matahari dia tidak dapat melihat yang lain, dia juga tidak dapat melihat dirinya sendiri. Bila keindahan dan kemurahan Allah menjadi nyata apa lagi yang tinggal dengan seseorang? Tidak ada apa-apa!
Nabi s.a.w bersabda,
“Seseorang perlu dilahirkan dua kali untuk sampai kepada alam malaikat”.
Kelahiran yang dimaksud adalah kelahiran perbuatan dan kelahiran rohani dari jasad. Kemungkinan yang demikian ada dengan manusia. Ini adalah keanehan rahasia manusia. Ia lahir dari percampuran pengetahuan tentang agama dan kesadaran terhadap hakikat, sebagaimana bayi lahir hasil dari percampuran dua titik air.
إِنّا خَلَقنَا الإِنسٰنَ مِن نُطفَةٍ أَمشاجٍ نَبتَليهِ فَجَعَلنٰهُ سَميعًا بَصيرًا
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (Surah Insaan, ayat 2).
Apabila sudah terbuka dalam nyata, maka ia menjadi mudah untuk melepasi bagian yang berat dan masuk ke dalam laut penciptaan dan menenggelamkan dirinya ke dasar hukum-hukum peraturan Allah. Semua alam kebendaan ini hanyalah satu titik jika dibandingkan dengan alam kerohanian. Apabila semua ini difahami, maka kuasa kerohanian dan cahaya keajaiban yang bersifat ketuhanan, hakikat yang sebenar-benarnya, akan memancar ke dalam dunia tanpa perkataan dan tanpa suara.
رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
KITAB SIRRUR ASROR
BAB 6 : PERJALANAN TAUBAT
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِاَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهاَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Tahap-tahap
dan peringkat-peringkat perubahan kerohanian telah disebutkan. Perlu
ditegaskan bahwa setiap peringkat harus dicapai terutama taubat. Cara
bertaubat bisadipelajari pada orang yang mengetahui cara berbuat
demikian dan yang telah sendirinya bertaubat. Taubat yang sebenar dan
menyeluruh merupakan langkah pertama di dalam perjalanan.
إِذ
جَعَلَ الَّذينَ كَفَروا فى قُلوبِهِمُ الحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ
الجٰهِلِيَّةِ فَأَنزَلَ اللَّهُ سَكينَتَهُ عَلىٰ رَسولِهِ وَعَلَى
المُؤمِنينَ وَأَلزَمَهُم كَلِمَةَ التَّقوىٰ وَكانوا أَحَقَّ بِها
وَأَهلَها ۚ وَكانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيءٍ عَليمًا ﴿٢٦
(Ingatlah)
Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan
(yaitu) kesombongan jahiliah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada
Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada
mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu
dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Surah Fath, ayat 26).
Keadaan takut kepada Allah adalah sama dengan kalimah “La ilaha illa Llah” – tiada Tuhan, tiada apa-apa, kecuali Allah. Bagi orang yang mengetahui ini, akan ada perasaan takut kehilangan-Nya, kehilangan perhatian-Nya, cinta-Nya, keampunan-Nya; dia takut dan malu melakukan kesalahan sedangkan Dia melihat, dan takut azab-Nya. Jika keadaan seseorang itu tidak demikian, dia perlu mendapatkaan orang yang bisa mentakutkan kepada Allah dan menerima keadaan takut Allah itu dari orang tersebut.
Keadaan takut kepada Allah adalah sama dengan kalimah “La ilaha illa Llah” – tiada Tuhan, tiada apa-apa, kecuali Allah. Bagi orang yang mengetahui ini, akan ada perasaan takut kehilangan-Nya, kehilangan perhatian-Nya, cinta-Nya, keampunan-Nya; dia takut dan malu melakukan kesalahan sedangkan Dia melihat, dan takut azab-Nya. Jika keadaan seseorang itu tidak demikian, dia perlu mendapatkaan orang yang bisa mentakutkan kepada Allah dan menerima keadaan takut Allah itu dari orang tersebut.
Sumber
dari mana saja perkataan itu, harus diterima dengan bersih dan suci
dari segalanya kecuali Allah, dan siapa yang menerimanya harus bisa
membedakan antara perkataan orang yang suci hatinya dengan perkataan
orang awam. Penerimanya harus sadar cara perkataan itu diucapkan, kerana
perkataan yang bunyinya sama mungkin mempunyai maksud yang jauh
berbeda. Tidak mungkin perkataan yang datangnya dari sumber yang asli
sama dengan perkataan yang datangnya dari sumber lain.
Hatinya menjadi hidup bila dia menerima benih tauhid dari hati yang hidup, karena benih yang demikian sangat subur, itulah benih kehidupan. Tidak ada yang tumbuh dari benih yang kering lagi tiada kehidupan. Kalimah suci “La ilaha illa Llah” disebut dua kali di dalam Quran menjadi bukti.
إِنَّهُم كانوا إِذا قيلَ لَهُم لا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ يَستَكبِرونَ ﴿٣٥﴾ وَيَقولونَ أَئِنّا لَتارِكوا ءالِهَتِنا لِشاعِرٍ مَجنونٍ ﴿٣٦﴾
(35) "Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: ""Laa ilaaha illallah"" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri." (36) "dan mereka berkata: ""Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?" (Surah Shaaffaat. Ayat 35 & 36).
Ini adalah keadaan orang awam yang baginya rupa luar termasuk kewujudan zahirnya adalah tuhan-tuhan.
فَاعلَم أَنَّهُ لا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاستَغفِر لِذَنبِكَ وَلِلمُؤمِنينَ وَالمُؤمِنٰتِ ۗ وَاللَّهُ يَعلَمُ مُتَقَلَّبَكُم وَمَثوىٰكُم
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu". (Surah Muhammad, ayat 19).
Firman Allah ini menjadi panduan kepada orang-orang beriman yang takut kepada Allah.
Sayyidina Ali r.a meminta Rasulullah s.a.w mengajarkan kepadanya cara yang mudah, paling bernilai, paling cepat kepada keselamatan. Baginda s.a.w menanti Jibrail memberikan jawabannya dari sumber Ilahi. Jibrail datang dan mengajarkan baginda s.a.w mengucapkan “La ilaha” sambil memutarkan mukanya yang diberkati ke kanan, dan mengucapkan “illa Llah” sambil memutarkan mukanya ke kiri, ke arah hati sucinya yang diberkati. Jibrail mengulanginya tiga kali; Nabi s.a.w mengulanginya tiga kali dan mengajarkan yang demikian kepada Sayidina Ali r.a dengan mengulanginya tiga kali juga. Kemudian baginda s.a.w mengajarkan yang demikian kepada sahabat-sahabat baginda. Sayidina Ali r.a merupakan orang yang pertama bertanya dan menjadi orang yang pertama diajarkan.
Kemudian satu hari setelah kembali dari peperangan, Nabi s.a.w berkata kepada pengikut-pengikut baginda, “Kita baru kembali dari peperangan yang kecil untuk menghadapi peperangan yang besar”. Baginda s.a.w merujukkan kepada perjuangan dengan ego diri sendiri, keinginan yang rendah yang menjadi musuh kepada penyaksian kalimah tauhid. Baginda s.a.w bersabda, “Musuh kamu yang paling besar ada di bawah rusuk kamu”.
Cinta Ilahi tidak akan hidup sehingga musuhnya, hawa nafsu badaniah kamu, mati dan meninggalkan kamu.
Awalnya harus bebas dari ego yang mengnyeret kamu kepada kejahatan. Kemudian kamu akan memiliki sedikit suara hati, walaupun kamu masih belum bebas sepenuhnya dari dosa. Kamu akan memiliki perasaan mengkritik diri sendiri – tetapi ia belum mencukupi. Kamu mesti melewati tahap tersebut pada peringkat di mana hakikat yang sebenarnya dibukakan kepada kamu, kebenaran tentang benar dan salah.
Kemudian kamu akan berhenti melakukan kesalahan dan akan hanya melakukan kebaikan. Dengan demikian diri kamu akan menjadi bersih. Di dalam menentang hawa nafsu dan tarikan badan kamu, kamu mesti melawan nafsu kehewanan – kerakusan, terlalu banyak tidur, pekerjaan yang sia-sia – dan menentang sifat-sifat hewan liar di dalam diri kamu – kekejian, marah, kasar dan berkelahi. Kemudian kamu mesti usahakan membuang perangai-perangai ego yang jahat, takabur, sombong, dengki, dendam, tamak dan lain-lain penyakit tubuh dan hati kamu. Cuma orang yang berbuat demikian yang benar-benar bertaubat dan menjadi bersih, suci dan murni.
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوّٰبينَ وَيُحِبُّ المُتَطَهِّرينَ ﴿٢٢٢
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri”. (Surah Baqarah, ayat 222).
Dalam melakukan taubat seseorang itu mesti bersungguh-sungguh, supaya penyesalannya tidak samar-samar dan tidak juga secara umum agar dia tidak jatuh ke dalam ancaman Allah:
“Banyak sekali mereka bertaubat mereka tidak sebenarnya menyesal. Taubat mereka tidak diterima”.
Ini ditujukan kepada mereka yang hanya mengucapkan kata-kata taubat tetapi tidak tahu sejauh mana dosa mereka, malah tidak mengambil tindakan pembaikan dan pencegahan. Itulah taubat yang biasa, taubat zahir yang tidak menusuk kepada puncak dosa. Ia adalah umpama orang yang menghilangkan rumput dengan memotong bagian di atas tanah tetapi tidak mencabut akarnya yang di dalam bumi. Tindakan yang demikian membantu rumput untuk tumbuh dengan lebih segar. Orang yang bertaubat dengan mengetahui kesalahannya dan puncak kesalahan itu berazam tidak mengulanginya dan membebaskan dirinya dari kesalahan itu, mencabut akar pokok yang merosakkan itu. Cangkul yang digunakan untuk menggali akarnya, puncaknya dosa-dosa, yaitu pengajaran kerohanian dari guru yang benar. Tanah mestilah dibersihkan sebelum ditanami benih.
“Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir”. (Surah Hasyr, ayat 21).
“Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Surah Syura, ayat 25).
"kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." . (Surah Furqaan, ayat 70).
Ketahuilah taubat yang diterima, tandanya ialah seseorang itu tidak lagi jatuh ke dalam dosa tersebut.
Ada dua jenis taubat, taubat orang awam dan taubat mukmin sejati. Orang awam berharap meninggalkan kejahatan dan masuk kepada kebaikan dengan cara mengingati Allah dan mengambil langkah usaha bersungguh-sungguh, meninggalkan hawa nafsunya dan kesenangan badannya dan menekankan egonya. Dia mesti meninggalkan keegoannya yang ingkar terhadap peraturan Allah dan masuk kepada taat. Itulah taubatnya yang menyelamatkannya dari neraka dan memasukkannya ke dalam surga.
Dalam melakukan taubat seseorang itu mesti bersungguh-sungguh, supaya penyesalannya tidak samar-samar dan tidak juga secara umum agar dia tidak jatuh ke dalam ancaman Allah:
“Banyak sekali mereka bertaubat mereka tidak sebenarnya menyesal. Taubat mereka tidak diterima”.
Ini ditujukan kepada mereka yang hanya mengucapkan kata-kata taubat tetapi tidak tahu sejauh mana dosa mereka, malah tidak mengambil tindakan pembaikan dan pencegahan. Itulah taubat yang biasa, taubat zahir yang tidak menusuk kepada puncak dosa. Ia adalah umpama orang yang menghilangkan rumput dengan memotong bagian di atas tanah tetapi tidak mencabut akarnya yang di dalam bumi. Tindakan yang demikian membantu rumput untuk tumbuh dengan lebih segar. Orang yang bertaubat dengan mengetahui kesalahannya dan puncak kesalahan itu berazam tidak mengulanginya dan membebaskan dirinya dari kesalahan itu, mencabut akar pokok yang merosakkan itu. Cangkul yang digunakan untuk menggali akarnya, puncaknya dosa-dosa, yaitu pengajaran kerohanian dari guru yang benar. Tanah mestilah dibersihkan sebelum ditanami benih.
“Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir”. (Surah Hasyr, ayat 21).
“Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Surah Syura, ayat 25).
"kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." . (Surah Furqaan, ayat 70).
Ketahuilah taubat yang diterima, tandanya ialah seseorang itu tidak lagi jatuh ke dalam dosa tersebut.
Ada dua jenis taubat, taubat orang awam dan taubat mukmin sejati. Orang awam berharap meninggalkan kejahatan dan masuk kepada kebaikan dengan cara mengingati Allah dan mengambil langkah usaha bersungguh-sungguh, meninggalkan hawa nafsunya dan kesenangan badannya dan menekankan egonya. Dia mesti meninggalkan keegoannya yang ingkar terhadap peraturan Allah dan masuk kepada taat. Itulah taubatnya yang menyelamatkannya dari neraka dan memasukkannya ke dalam surga.
Orang mukmin sejati, hamba Allah yang murni, berada di dalam suasana yang jauh berbeda. Mereka berada pada maqam makrifat yang jauh lebih tinggi daripada maqam orang awam yang paling baik. Sebenarnya bagi mereka tidak ada lagi anak tangga untuk dipanjat; mereka telah sampai kepada kebersamaan dengan Allah. Mereka telah meninggalkan kesenangan dan nikmat dunia ini dan menikmati kelezatan alam kerohanian – rasa kebersamaan dengan Allah, nikmat menyaksikan Zat-Nya dengan mata keyakinan.
Perhatian orang awam tertuju kepada dunia ini dan kesenangan mereka adalah merasakan nikmat kebendaan dan kewujudan kebendaannya. Malah, jika kewujudan kebendaan manusia dan dunia merupakan satu kesilapan begitu jugalah nikmat dan kecacatan yang paling baik daripadanya. Kata-kata yang diucapkan oleh orang arif, “Kewujduan dirimu merupakan dosa, menyebabkan segala dosa menjadi kecil jika dibandingkan dengannya”. Orang arif selalu mengatakan bahwa kebaikan yang dilakukan oleh orang baik tidak sampai kehadapan Allah tidak lebih dari kesalahan orang yang hampir dengan-Nya. Jadi, bagi mengajar kita memohon keampunan terhadap kesalahan yang tersembunyi yang kita sangkakan kebaikan, Nabi s.a.w yang tidak pernah berdosa memohon ampunan pada Allah sebanyak seratus kali sehari. Allah Yang Maha Tinggi mengajarkan kepada rasul-Nya:
“Pintalah perlindungan bagi buah amal kamu dan bagi mukmin dan mukminat”. (Surah Muhamamd, ayat 19).
Dia jadikan rasul-Nya yang suci murni sebagai teladan tentang cara bertaubat – dengan merayu kepada Allah supaya menghilangkan ego seseorang, sifat-sifatnya dan dirinya, semuanya pada diri seseorang, mencabut kewujudan diri seseorang. Inilah taubat yang sebenarnya.
Taubat yang demikian meninggalkan segala-galanya kecuali Zat Allah, dan berazam untuk kembali kepada-Nya, kembali kepada kebersamaan-Nya untuk melihat Wajah Ilahi. Nabi s.a.w menjelaskan taubat yang demikian dengan sabda baginda s.a.w, “Ada sebagian hamba-hamba Allah yang benar yang tubuh mereka berada di sini tetapi hati mereka berada di sana, di bawah arasy”. Hati mereka berada pada langit kesembilan, di bawah arasy Allah kerana penyaksian suci terhadap Zat-Nya tidak mungkin berlaku pada alam bawah.
Di sini hanya kenyataan atau penampakan sifat-sifat suci-Nya yang dapat disaksikan, memancar ke atas cermin yang bersih kepunyaan hati yang suci. Sayyidina Umar r.a berkata, “Hatiku melihat Tuhanku dengan cahaya Tuhanku”. Hati yang suci adalah cermin di mana keindahan, kemuliaan dan kesempurnaan Allah memancar. Nama lain yang diberi kepada suasana ini ialah pembukaan (mukasyafah), menyaksikan sifat-sifat Ilahi yang suci (musyahadah).
Bagi yang memperoleh suasana tersebut, untuk membersihkan dan menyinarkan hati, perlulah kepada guru yang matang, yang di dalam keesaan dengan Allah, yang disanjung dan dimuliakan oleh semua, sejak dahulu hingga sekarang. Guru tersebut mesti telah sampai kepada maqam kebersamaan dengan Allah dan diturunkan lagi ke alam rendah oleh Allah untuk membimbing dan menyempurnakan mereka yang layak tetapi masih mempunyai kecacatan.
Di dalam penurunan mereka untuk melakukan tugas tersebut wali-wali Allah mestilah berjalan Sesuai dengan sunnah Rasulullah s.a.w dengan mengikuti teladan baginda s.a.w, tetapi tugas mereka berlainan dengan tugas rasul. Rasul diutuskan untuk menyelamatkan orang ramai dan juga orang-orang yang beriman. Guru-guru tadi pula tidak diutus untuk mengajar semua orang tetapi hanyalah sebilangan yang dipilih saja. Rasul-rasul diberi kebebasan dalam menjalankan tugas mereka, sementara wali-wali yang mengambil tugas sebagai mursyid mesti mengikuti jalan rasul-rasul dan nabi-nabi.
Guru kerohanian yang mengaku diri mereka merdeka, menyamakan dirinya dengan nabi, jatuh kepada kesesatan dan kekufuran. Bila Nabi s.a.w mengatakan sahabat-sahabat baginda yang arif adalah umpama nabi-nabi Bani Israil, yang baginda memaksudkan bukan seperti itu, – karena nabi-nabi yang datang setelah Musa a.s semuanya mengikuti prinsip agama yang dibawa oleh Musa a.s. Mereka tidak membawa syari'at baru. Mereka mengikuti undang-undang yang sama. Seperti mereka juga orang-orang arif dari kalangan umat Nabi Muhammad s.a.w yang bertugas membimbing sebagian dari orang-orang suci yang dipilih, mengikuti kebijaksanaan Nabi s.a.w, tetapi menyampaikan perintah dan larangan dengan cara baru yang berbeda, terbuka dan jelas, menunjukkan kepada murid-murid mereka dengan perbuatan yang mereka kerjakan pada masa dan keadaan yang berlainan. Mereka memberi dorongan kepada murid-murid mereka dengan menunjukkan kelebihan dan keindahan prinsip-prinsip agama. Tujuan mereka ialah membantu pengikut-pengikut mereka menyucikan hati yang menjadi tampak untuk membangun tugu makrifat.
Semua itu mereka mengikuti teladan dari pengikut-pengikut Rasulullah s.a.w yang terkenal sebagai ‘golongan yang memakai baju bulu’ yang telah meninggalkan semua aktivitis keduniaan untuk berdiri di pintu Rasulullah s.a.w dan berada hampir dengan baginda. Mereka menyampaikan kabar sebagaimana mereka menerimanya secara langsung daripada mulut Rasulullah s.a.w. Dalam kebersamaan mereka dengan Rasulullah s.a.w mereka telah sampai kepada peringkat di mana mereka boleh berbicara tentang rahasia isra' dan mi'raj Rasulullah s.a.w sebelum baginda membuka rahasia tersebut kepada sahabat-sahabat baginda.
Wali-wali yang menjadi mursyid memiliki kebersamaan yang serupa dengan Nabi s.a.w dengan Tuhannya. Amanah dan penjagaan terhadap ilmu ketuhanan yang serupa dianugerahkan kepada mereka. Mereka merupakan Pemegang sebagian dari kenabian, dan diri batin mereka selamat di bawah penjagaan Rasulullah s.a.w.
Tidak semua orang yang memiliki ilmu berada di dalam keadaan tersebut. Mereka yang sampai ke situ adalah yang lebih cinta kepada Rasulullah s.a.w daripada anak-anak dan keluarga mereka sendiri dan mereka adalah umpama anak-anak kerohanian Rasulullah s.a.w yang hubungannya lebih erat daripada hubungan darah. Mereka adalah pewaris sebenar kepada Nabi s.a.w. Anak yang sejati memiliki zat dan rahasia bapaknya pada rupa zahirnya dan juga pada batinnya. Nabi s.a.w menjelaskan rahasia ini, “Ilmu khusus adalah umpama khazanah rahasia yang hanya mereka yang mengenali Zat Allah boleh mendapatkannya. Namun bila rahasia itu dibukakan orang yang mempunyai kesadaran dan ikhlas tidak menafikannya”.
Ilmu tersebut dimasukkan kepada Nabi s.a.w pada malam baginda s.a.w mi'raj kepada Tuhannya. Rahsia itu tersembunyi di dalam diri baginda di balik tiga ribu tabir hijab. Baginda s.a.w tidak membuka rahasianya melainkan kepada sebagian pengikut baginda yang sangat cinta dengan baginda. Melalui penyebaran dan keberkatan rahasia inilah Islam akan terus memerintah sehingga ke hari kiamat.
Pengetahuan batin tentang yang tersembunyi membawa seseorang kepada rahasia tersebut. Sains, kesenian dan kemahiran keduniaan adalah umpama kerangka kepada pengetahuan batin. Mereka yang memiliki pengetahuan kerangka itu boleh mengharapkan satu hari nanti mereka diberi kesempatan untuk memiliki apa yang di dalam kerangka. Sebagian dari mereka yang berilmu memiliki apa yang patut dimiliki oleh seorang manusia secara umumnya sementara sebagian yang lain menjadi ahli dan memelihara ilmu tersebut daripada hilang. Ada golongan yang menyeru kepada Allah dengan nasihat yang baik. Sebagian dari mereka mengikuti sunnah Nabi s.a.w dan dipimpin oleh Sayyidina Ali r.a. yang menjadi pintu kepada gedung ilmu yang melaluinya masuklah mereka yang menerima undangan dari Allah.
“Serulah ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasihat dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik”. (Surah Nahl, ayat 125).
Maksud dan perkataan mereka adalah sama. Perbedaan pada zahirnya hanyalah pada perkara-perkara terperinci dan cara pelaksanaannya.
Sebenarnya ada tiga makna yang kelihatan sebagai tiga jenis ilmu yang berbeda – dilakukan secara berbeda, tetapi menjurus kepada yang satu Sesuai dengan sunnah Rasulullah s.a.w. Ilmu dibagikan kepada tiga yang tidak ada seorang manusia boleh menanggung keseluruhan beban ilmu itu juga tidak berupaya mengamalkan dengan sekaliannya.
Bagian pertama ayat di atas “Serulah ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana (hikmah)”, Sesuai dengan makrifat, zat dan permulaan kepada segala sesuatu, pemiliknya mestilah sebagaimana Nabi s.a.w beramal Sesuai dengannya. Ia hanya dikaruniakan kepada lelaki sejati yang berani, tentera kerohanian yang akan mempertahankan kedudukannya dan menyelamatkan ilmu tersebut. Nabi s.a.w bersabda, “Kekuatan semangat lelaki sejati mampu menggoncang gunung”. Gunung di sini menunjukkan keberatan hati setengah manusia. Doa lelaki sejati yang menjadi tentera kerohanian dimakbulkan. Bila mereka menciptakan sesuatu ia tercipta, bila mereka mau sesuatu hilang maka ia pun hilang.
“Dia karuniakan hikmah kepada sesiapa yang Dia kehendaki, dan Barangsiapa dikaruniakan hikmah maka sesungguhnya dia telah diberi kebajikan yang banyak”. (Surah Baqarah, ayat 269).
Jenis kedua ialah ilmu zahir yang disebut Quran sebagai “seruan yang baik”. Ia menjadi kulit kepada hikmah kebijaksanaan rohani. Mereka yang memilikinya menyeru kepada kebaikan, mengajar manusia berbuat baik dan meninggalkan larangan-Nya. Nabi s.a.w memuji mereka. Orang yang berilmu menyeru dengan lemah lembut dan baik hati, sementara yang jahil menyeru dengan kasar dan kemarahan.
Jenis ketiga ialah ilmu yang menyentuh kehidupan manusia di dalam dunia. Ia disebut sebagai ilmu agama (syariat) yang menjadi sarang kepada hikmah kebijaksanaan (makrifat). Ia adalah ilmu yang diperuntukkan kepada mereka yang menjadi pemerintah manusia; menjalankan keadilan ke atas sesama manusia; peraturan manusia sesama manusia. Bagian terakhir ayat Quran yang di atas tadi menceritakan tugas mereka “dan berbincanglah dengan mereka dengan cara yang lebih baik”. Mereka ini menjadi kenyataan kepada sifat Allah “al-Qahhar” Yang Maha Keras. Mereka berkewajipan menjaga peraturan di kalangan manusia selaras dengan hukum Tuhan, seumpama sabut melindungi tempurung dan tempurung melindungi isi.
Nabi s.a.w menasihatkan, “Biasakan dirimu berada di dalam majlis orang-orang arif, taatlah kepada pemimpin kamu yang adil. Allah Yang Maha Tinggi menghidupkan hati dengan hikmah seperti Dia jadikan bumi yang mati hidup dengan tumbuh-tumbuhan dengan menurunkan hujan”. Baginda s.a.w juga bersabda, “Hikmah adalah harta yang hilang bagi orang yang beriman, dikutipnya di mana saja ditemuinya”.
Malah perkataan yang diucapkan oleh manusia biasa datangnya daripada Loh Terpelihara menurut hukum Allah terhadap segala perkara dari awal hingga akhir. Loh itu disimpan pada alam tinggi pada akal asbab tetapi perkataan diucapkan menurut maqam seseorang. Perkataan mereka yang telah mencapai maqam makrifat adalah secara langsung dari alam tersebut, maqam kebersamaan dengan Allah. Di sana tidak ada perantaraan.
Ketahuilah bahwa semua akan kembali kepada asal mereka. Hati, zat, mesti dikejutkan; dijadikan ia hidup untuk mencari jalan kembali kepada asalnya yang suci murni. Ia harus mendengar seruan. Seseorang mesti mencari orang yang orang yang darinya seruan itu muncul, melaluinya tampak ada seruan. Itulah guru yang benar. Ini merupakan kewajipan bagi kita. Nabi s.a.w bersabda, “Menuntut ilmu wajib bagi setiap orang Islam lelaki dan perempuan”. Ilmu tersebut merupakan peringkat terakhir semua ilmu, itulah ilmu makrifat, ilmu yang akan membimbing seseorang kepada asalnya, yang benar (hakikat). Ilmu yang lain perlu menurut sekadar mana keperluannya. Allah menyukai mereka yang meninggalkan cita-cita dan angan-angan kepada dunia, kemuliaan dan kebesarannya, karena kepentingan duniawi ini menghalang seseorang kepada Allah.
قُل لا أَسـَٔلُكُم عَلَيهِ أَجرًا إِلَّا المَوَدَّةَ فِى القُربىٰ
“Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”. (Surah Syura, ayat 23).
رَبَّنَا
اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
KITAB SIRRUL ASROR
BAB 7 PENINGKATAN ROHANI AHLI SUFI
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Sufi
adalah kata Arab – Shaf, yang bererti bersih. Alam batin sufi
disucikan, menjadi bersih dan diterangi oleh cahaya makrifat, penyatuan
dan keesaan. اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Istilah sufi dikaitkan juga dengan bidang kerohanian yang berhubungan dengan sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w yang dikenali sebagai ‘Kelompok yang memakai baju bulu’. Shaf, pakaian bulu yang kasar menggambarkan keadaan mereka yang miskin lagi hina. Kehidupan dunia di dalam kesempitan. Mereka berpegang cermat di dalam makanan, minuman dan lain-lain.
Dalam buku ‘al-Majm’ dikatakan, “Apa yang terjadi kepada ahli suluk yang suci ialah pakaian dan kehidupan mereka sangat sederhana dan hina”. Walaupun mereka tidak menarik secara keduniaan tetapi hikmah kebijaksanaan (makrifat) mereka ternyata pada sifat mereka yang lemah lembut dan halus, yang menjadikan mereka menarik kepada siapa yang mengenali mereka. Mereka menjadi contoh kepada alam manusia. Mereka berpandukan ilmu Ilahi. Pada pandangan Tuhan mereka berada pada martabat pertama kemanusiaan.
Dalam pandangan mereka yang mencari Tuhan keompok sufi ini kelihatan cantik walaupun pada dzahirnya buruk. Mereka mesti dikenali dan berupaya mengenali, dan mereka mesti dengan cara itu, yaitu satu dan semua, karena mereka semua berada pada makam keesaan dan mesti nyata sebagai satu.
Dalam bahasa Arab perkataan tasawwuf, kerohanian Islam, terdiri dari empat huruf – ‘ta’, ‘shad’, ‘wawu’ dan ‘fa’ (t,sh,w,f). Huruf pertama, t, bermaksud taubat. Ini adalah langkah pertama perlu diambil pada jalan ini. Ia adalah seolah-olah dua langkah, satu zahir dan satu batin. Taubat zahir dalam perkataan, perbuatan dan perasaan, menjaga kehidupan agar bebas dari dosa dan kesalahan dan cenderung untuk berbuat kebaikan dan ketaatan; meninggalkan keingkaran dan penentangan, mencari kesejahteraan dan kedamaian. Taubat batin dilakukan oleh hati. Penyucian hati dari hawa nafsu duniawi yang huru hara dan hati bulat berazam mau mencapai alam ketuhanan. Taubat – mengawasi kesalahan dan meninggalkannya, menyadari kebenaran dan berjuang ke arahnya – membawa seseorang kepada langkah kedua.
Langkah kedua ialah keadaan aman dan sejahtera, shafa. Huruf ‘sh’ adalah simbolnya. Dalam peringkat ini juga ada dua langkah perlu diambil. Pertama ialah ke arah kesucian di dalam hati dan kedua pula ke arah pusat hati. Hati yang tenang datang dari hati yang bebas dari kesusahan, keresahan yang disebabkan oleh masalah semua kebendaan ini, masalah makan, minum, tidur, perkataan yang sia-sia. Dunia ini umpama tenaga tarikan bumi, menarik hati ke bawah, dan untuk membebaskan hati dari masalah tersebut menyebabkan berlaku tekankan kepada hati. Di sana ada pula ikatan-ikatan – hawa nafsu dan kehendak, pemilikan, kasihkan keluarga dan anak-anak – yang mengikat hati kepada bumi dan menghalanginya terbang tinggi.
Cara membebaskan hati, dan mensucikannya, adalah dengan mengingat Allah (dzikrullah). Pada awalnya dzikir ini hanya secara lahiriyah, dengan mengulangi nama-nama Tuhan, menyebutnya kuat-kuat sehingga kamu dan orang lain boleh mendengarnya. Apabila dzikir kepada-Nya sudah istiqomah, maka dzikir tersebut masuk ke dalam hati dan berlaku di dalam senyap. Allah berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman[594] ialah mereka yang bila disebut nama Allah[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. Q.S. Al-Anfal :2
[594] Maksudnya: orang yang sempurna imannya.
[595] Dimaksud dengan disebut nama Allah Ialah: menyebut sifat-sifat yang mengagungkan dan memuliakannya.
Dengan dzikir dan mengucapkan nama-nama Allah hati menjadi sadar dari ketiduran dan kelalaian, menjadi suci bersih dan bersinar. Kemudian bentuk dan rupa dari alam ghaib menyata di dalam hati. Nabi s.a.w bersabda,
“Ahli ilmu dzahir mendatangi dan meraih sesuatu dengan akal fikirannya sementara ahli ilmu batin sibuk membersihkan dan menggilapkan hati mereka”.
Kesejahteraan tertinggi bagi hati diperoleh dengan membersihkan hati dari segala sesuatu dan menyediakannya untuk menerima Zat Allah semata-mata yang memenuhi ruang hati. Apabila hati sudah diperindah dengan kecintaan Allah. Alat pembersihannya ialah istiqamah dzikrurrah dan menyebut di dalam hati, dengan lisan rahasia akan kalimah tauhid “La ilaaha illa Llah”. Bila hati dan pusat hati berada dalam suasana tenang dan damai maka peringkat kedua yang disimbolkan sebagai huruf ‘sh’ selesai.
Huruf ketiga ‘w’ bermaksud wilayah, suasana kesucian dan keaslian pencinta-pencinta Allah dan sahabat-sahabat-Nya. Keadaan ini bergantung kepada kesucian batin. Allah menggambarkan sahabat-sahabat-Nya dengan firman-Nya:
“Ketahuilah, sesungguhnya pembantu-pembantu Allah tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak mereka berdukacita. Bagi merekalah kegembiraan di penghidupan dunia dan akhirat…”. (Surah Yunus, ayat 62 – 64).
Seseorang yang di dalam kesucian menyadari sepenuhnya tentang Allah, mencintai-Nya berhubungan dengan-Nya. Hasilnya dia diperelokkan dengan peribadi, akhlak dan perangai yang terbaik. Ini merupakan hadiah suci yang dikaruniakan kepada mereka. Nabi s.a.w bersabda, “Perhatikanlah akhlak yang mulia dan berbuatlah sesuai dengannya”. Dalam peringkat ini orang yang di dalam kesadaran tersebut meninggalkan sifat-sifat keduniaannya yang sementara dan kelihatanlah dia diliputi oleh sifat-sifat Ilahi yang suci. Dalam hadis Qudsi Allah berfirman:
“Bila Aku kasihkan hamba-Ku, Aku menjadi pendengarannya, penglihatannya, percakapannya, pemegangnya dan perjalanannya”.
Keluarkan segala-galanya dari hati kamu dan biarkan Allah sahaja yang berada di sana.
“Dan katakanlah telah datang kebenaran dan telah lenyap kebatilan karena sesungguhnya kebatilan itu akan lenyap”. (Surah Bani Israil, ayat 81).
Bila kebenaran telah datang dan kepalsuan telah lenyap maka selesailah peringkat wilayah.
Huruf keempat ‘f’ bermakna fana, lenyap diri sendiri ke dalam ketiadaan. Diri yang palsu akan hancur dan hilang apabila sifat-sifat yang suci memasuki seseorang, dan apabila sifat-sifat serta keperibadian yang banyak menghalang tempatnya akan diganti oleh satu saja sifat keesaan.
Dalam kenyataan hakikat senantiasa hadir. Ia tidak hilang dan tidak juga berkurang. Apa yang berlaku adalah orang yang beriman menyadari dan menjadi satu dengan yang menciptakannya. Dalam suasana berada dengan-Nya orang yang beriman memperoleh karuniaan-Nya; manusia yang sementara menemui kewujudan yang sebenar dengan menyedari rahsia abadi.
“Semua akan binasa kecuali Wajah-Nya”. (Surah Qasas, ayat 88).
Cara untuk menyadari hakikat ini ialah melalui anugerah-Nya, dengan kehendak-Nya. Bila kamu berbuat kebaikan semata-mata kerana-Nya dan sesuai dengan kehendak-Nya kamu akan menjadi hampir dengan hakikat-Nya, Zat-Nya. Kemudian semua akan lenyap kecuali Yang Esa yang meridhai dan yang diridhai, bersatu. Perbuatan baik adalah ibu yang melahirkan bayi kebenaran; kehidupan dalam kesedaran bagi manusia yang sebenar-benarnya.
“Perkataan yang baik dan perbuatan yang baik naik kepada Allah”. (Surah Fatir, ayat 10).
Jika seseorang berbuat sesuatu dan kewujudannya bukan untuk Allah saja maka dia mengadakan sekutu bagi Allah, dia meletakkan yang lain pada tempat Allah – dosa yang tidak diampunkan yang akan memusnahkannya, lambat atau cepat. Tetapi bila diri dan kepentingan diri fana seseorang itu mencapai peringkat bersatu dengan Allah. Allah menggambarkan makam tersebut, dalam surat AlQamar 54-55
54. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai,
55. di tempat yang disenangi[1441] di sisi Tuhan yang berkuasa.
[1441] Maksudnya tempat yang penuh kebahagiaan, yang bersih dari hiruk-pikuk dan perbuatan-perbuatan dosa.
Tempat itu ialah tempat bagi hakikat yang penting, hakikat kepada hakikat-hakikat, tempat penyatuan dan keesaan. Ia adalah tempat yang disediakan untuk nabi-nabi, untuk mereka yang dikasihi oleh Allah, untuk para sahabat-Nya. Allah beserta orang-orang yang benar. Bila kewujudan bersatu dengan wujud yang abadi ia tidak boleh dipandang sebagai kewujudan yang terpisah. Bila semua ikatan keduniaan ditanggalkan dan seseorang itu dalam suasana kesatuan dengan Allah, dengan kebenaran (hakikat) Ilahi, dia menerima kesucian yang abadi, tidak akan tercemar lagi, dan masuk ke dalam golongan:
“Mereka itu ahli syurga yang kekal di dalamnya”. (Surah A’raaf, ayat 42).
Mereka adalah:
“Orang-orang yang beriman dan beramal salih”. (Surah A’raaf, ayat 42).
Bagaimanapun:
“Kami tidak memberatkan satu diri melainkan sekadar kuasanya”. (Surah A’raaf, ayat 42).
Tetapi seseorang memerlukan kesabaran yang kuat:
“Dan Allah beserta orang yang sabar”. (Surah Anfaal, ayat 66).
رَبَّنَا
اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
KITAB SIRRUL ASROR BAB 8 : DZIKIR
Ini bermakna Pencipta kamu telah membawa kamu ke peringkat kesadaran dan keyakinan yang tertentu dan kamu hanya boleh mengingat-Nya menurut kadar usahanya. Nabi s.a.w bersabda, “Ucapan zikir yang paling baik adalah yang aku bawa dan para nabi-nabi , itulah kalimah “La ilaaha illa Llaah”.
Terdapat berbagai peringkat dzikir dan masing-masing ada cara yang berlainan. Ada yang diucapkan dengan lisan secara kuat dan ada pula yang diucapkan secara sirri, dari lubuk hati. Pada peringkat permulaan seseorang perlu menyebutkan ucapan dzikirnya dengan lisan secara berbunyi. Kemudian peringkat demi peringkat zikir mengalir ke dalam diri, turun kepada hati, naik kepada roh dan seterusnya pergi semakin jauh yaitu kepada bagian rahasia-rahasia, pergi lagi kepada yang lebih jauh yaitu bagian yang tersembunyi sehingga kepada yang paling tersembunyi dari yang tersembunyi. Sejauh mana dzikir masuk ke dalam, peringkat yang dicapainya, tergantung pada sejauh mana Allah dengan kemurahan-Nya membimbing seseorang.
Dzikir yang diucapkan dengan perkataan menjadi kenyataan bahwa hati tidak lupa kepada Allah. Zikir secara rahasia di dalam hati adalah pergerakan perasaan. Dzikir hati adalah dengan cara merasakan di dalam hati tentang kenyataan tentang keperkasaan dan keelokan Allah. Dzikir adalah melalui pancaran cahaya suci yang dipancarkan oleh keperkasaan dan keelokan Allah. Zikir pada tahap rahasia ialah melalui keghairahan (dzauk) yang diterima daripada pemerhatian rahasia suci itu. Dzikir pada bagian tersembunyi membawa seseorang kepada:
“Di tempat duduk yang haq, di sisi Raja Agung yang sangat berkuasa”. (Surah Qamar, ayat 55).
Dzikir peringkat terakhir yang dipanggil khafi al-khafi – yang paling tersembunyi daripada yang tersembunyi – membawa seseorang kepada suasana fana diri sendiri dan penyatuan dengana yang haq. Dalam kenyataannya tiada sesuatu kecuali Allah yang mengetahui keadaan orang yang telah masuk ke dalam alam yang mengandung semua pengetahuan, kesudahan kepada semua dan segala perkara.
“Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui
rahasia dan yang lebih tersembunyi.” . (Surah Ta Ha, ayat 7).
Bila seseorang telah melewati tahap dzikir-dzikir tersebut suasana jiwa yang berlainan seolah-olah roh lain lahir dalam diri seseorang. Roh ini lebih bersih dan lebih indah dari pada roh-roh yang lain. Ia adalah bayi kepada hati, bayi kepada hakikat. Ketika dalam bentuk benih bayi ini mengajak dan menarik orang lain untuk mencari dan menemui yang haq. Setelah ia lahir bayi ini mengajak orang lain supaya mendapatkaan Zat Allah Yang Maha Tinggi. Roh baru ini yang dinamakan bayi kepada hati dan juga benih serta keupayaannya tidak terdapat pada semua orang. Ia hanya terdapat pada orang mukmin yang bersih.
“ (Dialah) Yang Maha Tinggi derajat-Nya, Yang mempunyai Arasy, Yang
mengutus Jibril dengan (membawa) perintah-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya, supaya dia memperingatkan
(manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat), (Surah Mukmin/Ghofir,
ayat 15).
Roh khusus ini diutus dari maqam Yang Maha Perkasa dan diletakkan di dalam alam maya yang nyata di mana sifat-sifat Pencipta menyata pada penciptaan, tetapi roh ini adalah kepunyaan alam yang haq. Ia tidak berminat dan tidak memperdulikan apa saja melainkan Zat Allah. Nabi s.a.w bersabda, “Dunia ini tidak disukai dan tidak dihajati oleh orang yang menginginkan akhirat. Akhirat pula tidak dihajati oleh orang yang menginginkan dunia, dan ia tidak akan diberi kepada mereka. Tetapi bagi roh yang mencari Zat Allah dunia dan akhirat tidak menarik perhatiannya” . Roh untuk yang haq. Orang yang memilikinya akan mencari, menemui dan bersama Tuhannya.
Apa saja yang kamu buat di sini, dhohir kamu mestilah menurut syari'at (jalan) yang lurus. Ia hanya mungkin dengan mengikuti dan mematuhi serta memelihara peraturan dan hukum agama. Untuk berbuat demikian seseorang haruslah menyadari, mengingati Allah malam dan siang, lahir dan batin, berterusan. Bagi mereka yang menyaksikan yang haq mengingati Allah adalah wajib sebagaimana perintah-Nya:
الَّذينَ يَذكُرونَ اللَّهَ قِيٰمًا وَقُعودًا وَعَلىٰ جُنوبِهِم وَيَتَفَكَّرونَ فى خَلقِ السَّمٰوٰتِ وَالأَرضِ رَبَّنا ما خَلَقتَ هٰذا بٰطِلًا سُبحٰنَكَ فَقِنا عَذابَ النّارِ
"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ""Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (Surah Imraan, ayat 191).
KITAB SIRRUL ASROR BAB 9
SYARAT MELAKUKAN DZIKIR
Nabi s.a.w menceritakan bahawa keadaan orang mukmin yang mencapai yang haq melalui zikir, “Orang mukmin tidak mati. Mereka hanya meninggalkan hidup yang sementara ini dan pergi kepada kehidupan abadi”. Dan mereka lakukan di sana apa yang mereka lakukan dalam dunia. Nabi s.a.w bersabda, “Nabi-nabi dan orang-orang yang hampir dengan Allah terus beribadat di dalam kubur seperti yang mereka lakukan di dalam rumah mereka”. Ibadat yang dimaksudkan itu adalah penyerahan dan merendahkan diri rohani kepada Allah bukan sembahyang yang lima waktu sehari. Tawaduk yang di dalam diri, dengan diam, adalah nilai utama yang menunjukkan iman yang sejati.
Makrifat tidak dicapai oleh manusia dengan usaha, tetapi ia adalah anugerah dari Allah. Setelah dinaikkan kepada maqam tersebut orang arif menjadi akrab dengan rahsia-rahsia Allah. Allah membawa seseorang kepada rahasia-rahasia-Nya apabila hati orang itu hidup dan sadar dengan zikir atau ingatan kepada-Nya dan jika hati yang sadar itu bersedia menerima yang hak. Nabi s.a.w bersabda, “Mataku tidur tetapi hatiku jaga”.
Pentingnya memperoleh makrifat dan hakikat diterangkan oleh Nabi s.a.w,
“Jika seseorang berniat mempelajari dan beramal menurut keinginannya itu tetapi mati sebelum mencapai tujuannya, Allah melantik dua orang malaikat sebagai guru yang mengajarnya ilmu dan makrifat sampai ke hari kiamat. Orang itu dibangkitkan dari kuburnya sebagai orang arif yang telah memperolehi hakikat”.
Dua orang malaikat di sini menunjukkan roh Nabi Muhammad s.a.w dan cahaya cinta yang menghubungkan insan dengan Allah. Pentingnya niat dan kemauan selanjutnya diceritakan oleh Nabi s.a.w,
“Ramai yang berniat belajar tetapi mati ketika masih di dalam kejahilam tetapi mereka bangkit daripada kubur pada hari pembalasan sebagai orang arif. Ramai ahli ilmu dibangkitkan pada hari itu dalam keadaan rosak akhlak hilang segalanya dan jahil keseluruhannya”.
Mereka adalah orang-orang yang bermegah dengan ilmu mereka, yang menuntut ilmu karena muslihat duniawi dan berbuat dosa. Mereka diberi teguran:
“Dan
(ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada
mereka dikatakan): ""Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam
kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya;
maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena
kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan karena kamu
telah fasik”. (Surah Ahqaaf, ayat 20).
Nabi s.a.w bersabda,
“Setiap amal bergantung pada niat. Niat dan tujuan orang beriman lebih baik dan bernilai pada pandangan Allah daripada amalannya. Niat orang yang tidak beriman lebih buruk daripada apa yang nyata dengan amalannya”.
Niat adalah asas amalan. Nabi s.a.w,
“Adalah baik membena kerja kebajikan di atas tapak yang baik, dan dosa adalah perbuatan yang dibina di atas tapak yang jahat”.
“Barang
siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah
keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di
dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak
ada baginya suatu bahagian pun di akhirat”. (Surah Syura, ayat 20).
Cara terbaik ialah mencari guru kerohanian yang akan membawa hati kamu hidup. Ini akan menyelamatkan kamu di akhirat. Ini adalah penting; ia mesti dilakukan segera ketika masih hidup. Dunia ini kebun akhirat. Orang yang tidak menanam di sini tidak boleh menuai di sana. Jadi, bercucuk tanamlah di dalam dunia ini dengan benih yang diperlukan untuk kesejahteraan hidup di sini dan juga di akhirat.
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Allah Yang Maha Tinggi menunjukkan jalan kepada para pencari supaya mengingat-Nya:اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
وَاذكُروهُ كَما هَدىٰكُم
“Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; (Surah Baqaraah, ayat 198).Ini bermakna Pencipta kamu telah membawa kamu ke peringkat kesadaran dan keyakinan yang tertentu dan kamu hanya boleh mengingat-Nya menurut kadar usahanya. Nabi s.a.w bersabda, “Ucapan zikir yang paling baik adalah yang aku bawa dan para nabi-nabi , itulah kalimah “La ilaaha illa Llaah”.
Terdapat berbagai peringkat dzikir dan masing-masing ada cara yang berlainan. Ada yang diucapkan dengan lisan secara kuat dan ada pula yang diucapkan secara sirri, dari lubuk hati. Pada peringkat permulaan seseorang perlu menyebutkan ucapan dzikirnya dengan lisan secara berbunyi. Kemudian peringkat demi peringkat zikir mengalir ke dalam diri, turun kepada hati, naik kepada roh dan seterusnya pergi semakin jauh yaitu kepada bagian rahasia-rahasia, pergi lagi kepada yang lebih jauh yaitu bagian yang tersembunyi sehingga kepada yang paling tersembunyi dari yang tersembunyi. Sejauh mana dzikir masuk ke dalam, peringkat yang dicapainya, tergantung pada sejauh mana Allah dengan kemurahan-Nya membimbing seseorang.
Dzikir yang diucapkan dengan perkataan menjadi kenyataan bahwa hati tidak lupa kepada Allah. Zikir secara rahasia di dalam hati adalah pergerakan perasaan. Dzikir hati adalah dengan cara merasakan di dalam hati tentang kenyataan tentang keperkasaan dan keelokan Allah. Dzikir adalah melalui pancaran cahaya suci yang dipancarkan oleh keperkasaan dan keelokan Allah. Zikir pada tahap rahasia ialah melalui keghairahan (dzauk) yang diterima daripada pemerhatian rahasia suci itu. Dzikir pada bagian tersembunyi membawa seseorang kepada:
فى مَقعَدِ صِدقٍ عِندَ مَليكٍ مُقتَدِرٍ
Dzikir peringkat terakhir yang dipanggil khafi al-khafi – yang paling tersembunyi daripada yang tersembunyi – membawa seseorang kepada suasana fana diri sendiri dan penyatuan dengana yang haq. Dalam kenyataannya tiada sesuatu kecuali Allah yang mengetahui keadaan orang yang telah masuk ke dalam alam yang mengandung semua pengetahuan, kesudahan kepada semua dan segala perkara.
وَإِن تَجهَر بِالقَولِ فَإِنَّهُ يَعلَمُ السِّرَّ وَأَخفَى
Bila seseorang telah melewati tahap dzikir-dzikir tersebut suasana jiwa yang berlainan seolah-olah roh lain lahir dalam diri seseorang. Roh ini lebih bersih dan lebih indah dari pada roh-roh yang lain. Ia adalah bayi kepada hati, bayi kepada hakikat. Ketika dalam bentuk benih bayi ini mengajak dan menarik orang lain untuk mencari dan menemui yang haq. Setelah ia lahir bayi ini mengajak orang lain supaya mendapatkaan Zat Allah Yang Maha Tinggi. Roh baru ini yang dinamakan bayi kepada hati dan juga benih serta keupayaannya tidak terdapat pada semua orang. Ia hanya terdapat pada orang mukmin yang bersih.
رَفيعُ الدَّرَجٰتِ ذُو العَرشِ يُلقِى الرّوحَ مِن أَمرِهِ عَلىٰ مَن يَشاءُ مِن عِبادِهِ لِيُنذِرَ يَومَ التَّلاقِ
Roh khusus ini diutus dari maqam Yang Maha Perkasa dan diletakkan di dalam alam maya yang nyata di mana sifat-sifat Pencipta menyata pada penciptaan, tetapi roh ini adalah kepunyaan alam yang haq. Ia tidak berminat dan tidak memperdulikan apa saja melainkan Zat Allah. Nabi s.a.w bersabda, “Dunia ini tidak disukai dan tidak dihajati oleh orang yang menginginkan akhirat. Akhirat pula tidak dihajati oleh orang yang menginginkan dunia, dan ia tidak akan diberi kepada mereka. Tetapi bagi roh yang mencari Zat Allah dunia dan akhirat tidak menarik perhatiannya” . Roh untuk yang haq. Orang yang memilikinya akan mencari, menemui dan bersama Tuhannya.
Apa saja yang kamu buat di sini, dhohir kamu mestilah menurut syari'at (jalan) yang lurus. Ia hanya mungkin dengan mengikuti dan mematuhi serta memelihara peraturan dan hukum agama. Untuk berbuat demikian seseorang haruslah menyadari, mengingati Allah malam dan siang, lahir dan batin, berterusan. Bagi mereka yang menyaksikan yang haq mengingati Allah adalah wajib sebagaimana perintah-Nya:
فَاذكُرُوا اللَّهَ قِيٰمًا وَقُعودًا وَعَلىٰ جُنوبِكُم
“Maka
hendaklah kamu ingat kepada Allah sambil berdiri dan sambil duduk dan
sambil (berbaring) atas rusuk-rusuk kamu” . (Surah Nisaa', ayat 103).الَّذينَ يَذكُرونَ اللَّهَ قِيٰمًا وَقُعودًا وَعَلىٰ جُنوبِهِم وَيَتَفَكَّرونَ فى خَلقِ السَّمٰوٰتِ وَالأَرضِ رَبَّنا ما خَلَقتَ هٰذا بٰطِلًا سُبحٰنَكَ فَقِنا عَذابَ النّارِ
"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ""Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (Surah Imraan, ayat 191).
KITAB SIRRUL ASROR BAB 9
SYARAT MELAKUKAN DZIKIR
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Salah
satu syarat menyediakan seseorang untuk berzikir ialah berada di dalam
keadaan berwuduk; basuh dan bersihkan tubuh badan dan sucikan hati. Pada
peringkat permulaan, supaya zikir itu berkesan, perlulah disebut
kuat-kuat akan perkataan dan ayat yang dijadikan zikir – kalimah tauhid,
sifat-sifat Allah. Bila perkataan tersebut diucapkan usahakan agar kamu
berada di dalam kesedaran (tidak lalai). Dengan cara ini hati mendengar
ucapan zikir dan diterangi oleh apa yang dizikirkan. Ia menerima tenaga
dan menjadi hidup – bukan sahaja hidup di dunia ini bahkan juga hidup
abadi di akhirat.اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
لا يَذوقونَ فيهَا المَوتَ إِلَّا المَوتَةَ الأولىٰ ۖ وَوَقىٰهُم عَذابَ الجَحيمِ
“mereka
tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia. Dan Allah
memelihara mereka dari azab neraka,”. (Surah Dukhaan, ayat 56).Nabi s.a.w menceritakan bahawa keadaan orang mukmin yang mencapai yang haq melalui zikir, “Orang mukmin tidak mati. Mereka hanya meninggalkan hidup yang sementara ini dan pergi kepada kehidupan abadi”. Dan mereka lakukan di sana apa yang mereka lakukan dalam dunia. Nabi s.a.w bersabda, “Nabi-nabi dan orang-orang yang hampir dengan Allah terus beribadat di dalam kubur seperti yang mereka lakukan di dalam rumah mereka”. Ibadat yang dimaksudkan itu adalah penyerahan dan merendahkan diri rohani kepada Allah bukan sembahyang yang lima waktu sehari. Tawaduk yang di dalam diri, dengan diam, adalah nilai utama yang menunjukkan iman yang sejati.
Makrifat tidak dicapai oleh manusia dengan usaha, tetapi ia adalah anugerah dari Allah. Setelah dinaikkan kepada maqam tersebut orang arif menjadi akrab dengan rahsia-rahsia Allah. Allah membawa seseorang kepada rahasia-rahasia-Nya apabila hati orang itu hidup dan sadar dengan zikir atau ingatan kepada-Nya dan jika hati yang sadar itu bersedia menerima yang hak. Nabi s.a.w bersabda, “Mataku tidur tetapi hatiku jaga”.
Pentingnya memperoleh makrifat dan hakikat diterangkan oleh Nabi s.a.w,
“Jika seseorang berniat mempelajari dan beramal menurut keinginannya itu tetapi mati sebelum mencapai tujuannya, Allah melantik dua orang malaikat sebagai guru yang mengajarnya ilmu dan makrifat sampai ke hari kiamat. Orang itu dibangkitkan dari kuburnya sebagai orang arif yang telah memperolehi hakikat”.
Dua orang malaikat di sini menunjukkan roh Nabi Muhammad s.a.w dan cahaya cinta yang menghubungkan insan dengan Allah. Pentingnya niat dan kemauan selanjutnya diceritakan oleh Nabi s.a.w,
“Ramai yang berniat belajar tetapi mati ketika masih di dalam kejahilam tetapi mereka bangkit daripada kubur pada hari pembalasan sebagai orang arif. Ramai ahli ilmu dibangkitkan pada hari itu dalam keadaan rosak akhlak hilang segalanya dan jahil keseluruhannya”.
Mereka adalah orang-orang yang bermegah dengan ilmu mereka, yang menuntut ilmu karena muslihat duniawi dan berbuat dosa. Mereka diberi teguran:
وَيَومَ
يُعرَضُ الَّذينَ كَفَروا عَلَى النّارِ أَذهَبتُم طَيِّبٰتِكُم فى
حَياتِكُمُ الدُّنيا وَاستَمتَعتُم بِها فَاليَومَ تُجزَونَ عَذابَ الهونِ
بِما كُنتُم تَستَكبِرونَ فِى الأَرضِ بِغَيرِ الحَقِّ وَبِما كُنتُم
تَفسُقونَ
Nabi s.a.w bersabda,
“Setiap amal bergantung pada niat. Niat dan tujuan orang beriman lebih baik dan bernilai pada pandangan Allah daripada amalannya. Niat orang yang tidak beriman lebih buruk daripada apa yang nyata dengan amalannya”.
Niat adalah asas amalan. Nabi s.a.w,
“Adalah baik membena kerja kebajikan di atas tapak yang baik, dan dosa adalah perbuatan yang dibina di atas tapak yang jahat”.
مَن
كانَ يُريدُ حَرثَ الءاخِرَةِ نَزِد لَهُ فى حَرثِهِ ۖ وَمَن كانَ يُريدُ
حَرثَ الدُّنيا نُؤتِهِ مِنها وَما لَهُ فِى الاخِرَةِ مِن نَصيبٍ
Cara terbaik ialah mencari guru kerohanian yang akan membawa hati kamu hidup. Ini akan menyelamatkan kamu di akhirat. Ini adalah penting; ia mesti dilakukan segera ketika masih hidup. Dunia ini kebun akhirat. Orang yang tidak menanam di sini tidak boleh menuai di sana. Jadi, bercucuk tanamlah di dalam dunia ini dengan benih yang diperlukan untuk kesejahteraan hidup di sini dan juga di akhirat.
رَبَّنَا
اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
KITAB SIRRUL ASROR BAB 10
MENYAKSIKAN ALLAH SWT
Melihat Allah ada dua jenis: Pertama melihat sifat keindahan Allah yang sempurna secara langsung di akhirat’ dan satu lagi melihat sifat-sifat ketuhanan yang dipancarkan ke atas cermin yang jernih kepunyaan hati yang tulen di dalam kehidupan ini. Dalam hal tersebut penyaksian kelihatan sebagai penzahiran cahaya keluar daripada keindahan Allah yang sempurna dan dilihat oleh mata hati yang hakiki.
ما كَذَبَ الفُؤادُ ما رَأىٰ
“Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.”. (Surah Najmi, ayat 11).
Mengenai melihat kenyataan Allah melalui perantaraan, Nabi s.a.w bersabda, “Yang beriman adalah cermin kepada yang beriman”. Yang beriman yang pertama, cermin dalam ayat ini, adalah hati yang beriman yang suci murni, sementara yang beriman kedua adalah Yang Melihat bayangan-Nya di dalam cermin itu, Allah Yang Maha Tinggi. Sesiapa yang sampai kepada makam melihat kenyataan sifat Allah di dalam dunia ini akan melihat Zat Allah di akhirat, tanpa rupa tanpa bentuk.
Kenyataan ini disahkan oleh Sayyidina Umar r.a dengan katanya, “Hatiku melihat Tuhanku dengan cahaya Tuhanku”. Saidina Ali r.a berkata, “Aku tidak menyembah Allah kecuali aku melihat-Nya”. Mereka berdua tentu telah melihat sifat-sifat Allah dalam kenyataan. Jika seseorang melihat cahaya matahari masuk melalui jendela dan dia berkata, “Aku melihat matahari”, dia bercakap benar.
Allah memberi gambaran yang jelas tentang kenyataan sifat-sifat-Nya:
Perumpamaan dalam ayat ini adalah hati yang yakin penuh di kalangan orang yang beriman. Lampu yang menerangi bekas hati itu ialah hakikat atau intipati kepada hati, sementara cahaya yang dipancarkan ialah rahsia Tuhan, ‘roh sultan’. Kaca adalah lutsinar dan tidak memerangkap cahaya di dalamnya tetapi ia melindunginya sambil menyebarkannya kerana ia umpama bintang. Sumber cahaya adalah pohon Ilahi. Pohon itu adalah makam atau suasana keesaan, menjalar dengan dahan dan akarnya, memupuk prinsip-prinsip iman, berhubung tanpa perantaraan dengan bahasa yang asli.
Secara langsung, melalui bahasa yang asli itulah Nabi s.a.w menerima pembukaan al-Quran. Dalam kenyataan Jibrail membawa firman Tuhan hanya setelah firman tersebut diterima – ini adalah untuk faedah kita supaya kita boleh mendengarnya dalam bahasa manusia. Ini juga memperjelaskan siapakah yang tidak percaya dan munafik dengan memberi mereka peluang untuk menafikannya seperti mereka tidak percaya kepada malaikat.
Oleh kerana Nabi s.a.w menerima pembukaan sebelum Jibrail membawanya kepada baginda, setiap kali Jibrail membawa ayat-ayat suci itu Nabi s.a.w mendapatinya di dalam hatinya dan membacanya sebelum ayat itu diberikan. Inilah alasan bagi ayat:
Keadaan ini menjadi jelas sewaktu Jibrail menemani Nabi s.a.w pada malam mikraj, Jibrail tidak terdaya untuk pergi lebih jauh daripada Sidratul Muntaha. Dia berkata, “Jika aku ambil satu langkah lagi aku akan terbakar”. Jibrail membiarkan Nabi s.a.w meneruskan perjalanan seorang diri.
Allah menggambarkan pokok zaitun yang diberkati, pokok keesaan, bukan dari timur dan bukan dari barat. Dalam lain perkataan ia tidak ada permulaan dan tidak ada kesudahan, dan cahayanya yang menjadi sumber tidak terbit dan tidak terbenam. Ia kekal pada masa lalu dan tiada kesudahan pada masa akan datang. Kedua-dua Zat Allah dan sifat-sifat-Nya adalah kekal abadi. Kedua-dua kenyataan Zat-Nya dan kenyataan sifat-Nya bergantung kepada Zat-Nya.
Penyembahan yang sebenar hanya boleh dilakukan apabila hijab yang menutup hati tersingkap agar cahaya abadi menyinarinya. Hanya selepas itu hati menjadi terang dengan cahaya Ilahi. Hanya selepas itu roh menyaksikan perumpamaan Ilahi itu.
Tujuan diciptakan alam maya adalah untuk ditemui khazanah rahsia itu. Allah berfirman melalui Rasul-Nya:
“Aku adalah Perbendaharaan Yang Tersembunyi. Aku suka dikenali lalu Aku ciptakan makhluk agar Aku dikenali”.
Ini bermakna Dia boleh dikenali di dalam dunia ini melalui sifat-sifat-Nya. Tetapi untuk melihat dan mengenali Zat-Nya sendiri hanyalah boleh terjadi di akhirat. Di sana melihat Allah adalah secara langsung sebagaimana yang Dia kehendaki dan yang melihatnya adalah mata bayi hati.
“Beberapa muka pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannya mereka melihat”. (Surah Qiamat, ayat 22 & 23).
Nabi s.a.w bersabda, “Aku melihat Tuhanku di dalam rupa jejaka tampan”. Mungkin ini adalah bayangan bayi hati. Bayangan adalah cermin. Ia menjadi alat untuk menzahirkan yang ghaib. Hakikat Allah Yang Maha Tinggi tidak menyerupai sesuatu samada bayangan atau bentuk. Bayangan adalah cermin, walaupun yang kelihatan bukanlah cermin dan bukan juga orang yang melihat ke dalam cermin. Fikirkan tentang itu dan cubalah memahaminya kerana ia adalah hakikat kepada alam rahsia-rahsia.
Tetapi semuanya berlaku pada makam sifat. Pada makam Zat semua kenyataan hilang, lenyap. Orang yang di dalam makam Zat itu sendiri lenyap tetapi mereka merasai zat itu dan tiada yang lain. Betapa jelas Nabi s.a.w menggambarkannya, “Aku daripada Allah dan yang beriman daripadaku”. Dan Allah berfirman melalui Rasul-Nya:
“Aku ciptakan cahaya Muhammad daripada cahaya Wujud-Ku sendiri”.
Maksud Wujud Allah adalah Zat-Nya Yang Maha Suci, menyata di dalam sifat-sifat-Nya Yang Maha Mengasihani. Ini dinyatakan-Nya melalui Rasul-Nya:
“Rahmat-Ku mendahului murka-Ku”.
Rasul yang dikasihi Allah adalah cahaya kebenaran sebagaimana Allah berfirman:
“Tidak Kami utuskan engkau melainkan menjadi rahmat kepada seluruh alam”. (Surah Anbiyaa’, ayat 107).
Pentingnya utusan Allah yang dikasihi-Nya itu jelas dengan firman-Nya kepada baginda, “Jika tidak kerana engkau Aku tidak ciptakan makhluk”.
رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
KITAB SIRRUL ASROR BAB 11
TABIR CAHAYA DAN KEGELAPAN
Allah berfirman:
Bukan buta mata yang di kepala tetapi buta mata yang di hati yang menghalangi seseorang dari melihat cahaya hari akhirat. Firman Allah:
Hati menjadi buta disebabkan oleh kelalaian, yang membuat seseorang lupa kepada Allah dan lupa kepada kewajiban mereka, tujuan mereka, ikrar mereka dengan Allah, ketika mereka masih berada di dalam dunia. Sebab utama kelalaian adalah kebodohan terhadap hakikat (kebenaran) undang-undang dan peraturan Tuhan. Apa yang menyebabkan seseorang itu tetap di dalam kebodohan ialah kegelapan yang menyeluruh menutupi seseorang dari luar dan sepenuhnya menguasai batinnya. Sebagian dari nilai-nilai itu yang mendatangkan kegelapan ialah sifat-sifat angkuh, sombong, megah, dengki, bakhil, dendam, bohong, mengumpat, fitnah dan lain-lain sifat keji. Sifat-sifat yang keji itulah yang merendahkan ciptaan Tuhan yang sangat mulia hingga jatuh kepada tahap yang paling rendah.
Untuk membebaskan seseorang dari kejahatan itu dia perlu menyucikan dan menyinarkan cermin hatinya. Penyucian ini dilakukan dengan mendapatkan pengetahuan, dengan beramal menurut pengetahuan itu, dengan usaha dan keberanian, melawan ego diri, menghapuskan yang banyak pada diri, mencapai keesaan. Perjuangan ini terus diperjuangkan hingga hati menjadi hidup dengan cahaya keesaan – dan dengan cahaya keesaan itu mata hati yang suci akan melihat hakikat sifat-sifat Allah di sekeliling dan pada dirinya.
Baru setelah itu kamu ingat akan kediaman kamu yang sebenarnya yang darinya kamu datang. Kemudian kamu akan ada rasa kerinduan dan keinginan untuk kembali kepada rumah kediaman yang sebenarnya itu, dengan pertolongan Yang Maha Mengasihani roh suci pada diri kamu akan menyatu dengan-Nya.
Bila sifat-sifat kegelapan terangkat, cahaya mengambil alih tempatnya dan orang yang memiliki mata rohani akan melihat. Dia mengenali apa yang dia lihat dengan cahaya nama-nama sifat Ilahiah. Kemudian dirinya dibanjiri oleh cahaya dan bertukar menjadi cahaya. Cahaya ini masih lagi hijab menutupi cahaya suci Zat, tetapi masanya akan sampai bila ini juga akan terangkat, yang tinggal hanya cahaya suci Zat itu sendiri.
Hati mempunyai dua mata, satu yang sempit dan satu lagi yang luas. Dengan mata yang sempit seseorang boleh melihat kenyataan sifat-sifat dan nama-nama Allah.
Penglihatan ini berterusan sepanjang perkembangan kerohaniannya. Mata yang luas melihat hanya kepada apa yang dijadikan kelihatan oleh cahaya keesaan dan yang esa. Hanya bila seseorang sampai kepada daerah maqom dengan Allah dia akan melihat, di dalam alam penghujung bagi kenyataan Zat Allah, Yang Esa dan yang Mutlak.
Bagi yang mencapai maqom-maqom ini ketika masih di dalam dunia, di dalam kehidupan ini kamu mestilah membersihkan diri kamu dari sifat-sifat keduniaan, yang ego dan keegoan. Jarak kamu mengembara di dalam kenaikan kamu ke arah makam-makam tersebut tergantung kepada sejauh mana kamu mengasingkan diri darihawa nafsu yang rendah dan ego diri kamu.
Pencapaian kamu kepada maqom yang kamu inginkan bukanlah seperti barang kebendaan sampai ke tempat kebendaan. Ia juga bukan ilmu yang membawa seseorang kepada sesuatu yang menjadi diketahui (dari tidak tahu), juga bukan pertimbangan yang memperoleh apa yang difikirkan, bukan juga khayalan yang menyatu dengan apa yang dikhayalkan. maqom yang kamu ingin capai ialah kesadaran tentang ketiadaan (kekosongan) kamu dari segala sesuatu kecuali Zat Allah. Pencapaian ini adalah perubahan suasana yang terjadi, bukan perubahan pada sesuatu yang nyata. Di sana tiada jarak, tiada dekat atau jauh, tiada kesampaian, tiada ukuran, tiada arah, tiada ruang.
Dia Maha Besar, segala puji untuk-Nya. Dia Maha Pengampun. Dia menjadi nyata dalam apa yang Dia sembunyikan darikamu. Dia menyatakan Diri-Nya sebagaimana Dia melabuhkan tirai di antara Dia dengan kamu. Pengenalan tentang Diri-Nya tersembunyi di dalam ketidak upayaan mengenali-Nya.
Jika ada di antara kamu yang sampai kepada cahaya yang diterangkan dalam buku ini, ketika kamu masih lagi berada di dalam dunia, buatlah muhasabah (hisab) terhadap diri kamu, buku catatan kamu tentang amalan kamu. Hanya di bawah cahaya, kamu boleh melihat apa yang kamu sudah buat dan sedang buat; buat perkiraan kamu. Kamu akan membaca buku catatan kamu di hadapan Tuhan kamu pada hari pembalasan. Itu adalah muktamad.
Di sana kamu tidak ada peluang menolaknya. Jika kamu lakukan di sini ketika kamu masih ada waktu, kamu akan termasuk ke dalam golongan yang diselamatkan. Jika tidak, azab dan siksa menjadi bagian kamu di akhirat. Hidup ini akan berakhir. Di sana ada azab di dalam kubur, ada hari pembalasan, ada neraka yang menimbang hingga dosa yang paling kecil dan kebaikan yang paling kecil. Kemudian ada jambatan yang lebih kecil dari rambut dan lebih tajam dari mata pedang, penghujungnya ialah taman, sementara di bawahnya ialah neraka yang penuh dengan kecelakaan, penderitaan, semuanya akan terbentang apabila kehidupan yang singkat ini berakhir.
Satu hari wali Allah Yahya bin Mua’adh ar-Razi ditanya, “Bagaimana mengenali Allah?’ Dia menjawab, “Melalui gabungan yang bertentangan”.
“Berilah maaf, dan suruhlah mereka (manusia) berbuat kebaikan, dan berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh”.
"Dan Kami jadikan malam itu (sebagai) pakaian. Dan Kami jadikan siang itu tempat penghidupan". (Surah Nabaa, ayat 10 & 11).
رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
رَبَّنَا
اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
MENYAKSIKAN ALLAH SWT
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
SAMPAI KEPADA MAQAM MELIHAT KENYATAAN ZAT YANG MAHA SUCI.اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Melihat Allah ada dua jenis: Pertama melihat sifat keindahan Allah yang sempurna secara langsung di akhirat’ dan satu lagi melihat sifat-sifat ketuhanan yang dipancarkan ke atas cermin yang jernih kepunyaan hati yang tulen di dalam kehidupan ini. Dalam hal tersebut penyaksian kelihatan sebagai penzahiran cahaya keluar daripada keindahan Allah yang sempurna dan dilihat oleh mata hati yang hakiki.
ما كَذَبَ الفُؤادُ ما رَأىٰ
“Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.”. (Surah Najmi, ayat 11).
Mengenai melihat kenyataan Allah melalui perantaraan, Nabi s.a.w bersabda, “Yang beriman adalah cermin kepada yang beriman”. Yang beriman yang pertama, cermin dalam ayat ini, adalah hati yang beriman yang suci murni, sementara yang beriman kedua adalah Yang Melihat bayangan-Nya di dalam cermin itu, Allah Yang Maha Tinggi. Sesiapa yang sampai kepada makam melihat kenyataan sifat Allah di dalam dunia ini akan melihat Zat Allah di akhirat, tanpa rupa tanpa bentuk.
Kenyataan ini disahkan oleh Sayyidina Umar r.a dengan katanya, “Hatiku melihat Tuhanku dengan cahaya Tuhanku”. Saidina Ali r.a berkata, “Aku tidak menyembah Allah kecuali aku melihat-Nya”. Mereka berdua tentu telah melihat sifat-sifat Allah dalam kenyataan. Jika seseorang melihat cahaya matahari masuk melalui jendela dan dia berkata, “Aku melihat matahari”, dia bercakap benar.
Allah memberi gambaran yang jelas tentang kenyataan sifat-sifat-Nya:
اللَّهُ
نورُ السَّمٰوٰتِ وَالأَرضِ ۚ مَثَلُ نورِهِ كَمِشكوٰةٍ فيها مِصباحٌ ۖ
المِصباحُ فى زُجاجَةٍ ۖ الزُّجاجَةُ كَأَنَّها كَوكَبٌ دُرِّىٌّ يوقَدُ
مِن شَجَرَةٍ مُبٰرَكَةٍ زَيتونَةٍ لا شَرقِيَّةٍ وَلا غَربِيَّةٍ يَكادُ
زَيتُها يُضيءُ وَلَو لَم تَمسَسهُ نارٌ ۚ نورٌ عَلىٰ نورٍ ۗ يَهدِى
اللَّهُ لِنورِهِ مَن يَشاءُ ۚ وَيَضرِبُ اللَّهُ الأَمثٰلَ لِلنّاسِ ۗ
وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيءٍ عَليمٌ
“Allah
(Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah,
adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada
pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan
bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak
dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak
di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang
minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api.
Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada
cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu. ”. (Surah Nuur, ayat 35).Perumpamaan dalam ayat ini adalah hati yang yakin penuh di kalangan orang yang beriman. Lampu yang menerangi bekas hati itu ialah hakikat atau intipati kepada hati, sementara cahaya yang dipancarkan ialah rahsia Tuhan, ‘roh sultan’. Kaca adalah lutsinar dan tidak memerangkap cahaya di dalamnya tetapi ia melindunginya sambil menyebarkannya kerana ia umpama bintang. Sumber cahaya adalah pohon Ilahi. Pohon itu adalah makam atau suasana keesaan, menjalar dengan dahan dan akarnya, memupuk prinsip-prinsip iman, berhubung tanpa perantaraan dengan bahasa yang asli.
Secara langsung, melalui bahasa yang asli itulah Nabi s.a.w menerima pembukaan al-Quran. Dalam kenyataan Jibrail membawa firman Tuhan hanya setelah firman tersebut diterima – ini adalah untuk faedah kita supaya kita boleh mendengarnya dalam bahasa manusia. Ini juga memperjelaskan siapakah yang tidak percaya dan munafik dengan memberi mereka peluang untuk menafikannya seperti mereka tidak percaya kepada malaikat.
وَإِنَّكَ لَتُلَقَّى القُرءانَ مِن لَدُن حَكيمٍ عَليمٍ
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar diberi Al Qur'an dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”. (Surah Naml, ayat 6).Oleh kerana Nabi s.a.w menerima pembukaan sebelum Jibrail membawanya kepada baginda, setiap kali Jibrail membawa ayat-ayat suci itu Nabi s.a.w mendapatinya di dalam hatinya dan membacanya sebelum ayat itu diberikan. Inilah alasan bagi ayat:
فَتَعٰلَى اللَّهُ المَلِكُ الحَقُّ ۗ وَلا تَعجَل بِالقُرءانِ مِن قَبلِ أَن يُقضىٰ إِلَيكَ وَحيُهُ ۖ وَقُل رَبِّ زِدنى عِلمًا
“Maka
Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu
tergesa-gesa membaca Al Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya
kepadamu, dan katakanlah: ""Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan”. (Surah Ta Ha, ayat 114).Keadaan ini menjadi jelas sewaktu Jibrail menemani Nabi s.a.w pada malam mikraj, Jibrail tidak terdaya untuk pergi lebih jauh daripada Sidratul Muntaha. Dia berkata, “Jika aku ambil satu langkah lagi aku akan terbakar”. Jibrail membiarkan Nabi s.a.w meneruskan perjalanan seorang diri.
Allah menggambarkan pokok zaitun yang diberkati, pokok keesaan, bukan dari timur dan bukan dari barat. Dalam lain perkataan ia tidak ada permulaan dan tidak ada kesudahan, dan cahayanya yang menjadi sumber tidak terbit dan tidak terbenam. Ia kekal pada masa lalu dan tiada kesudahan pada masa akan datang. Kedua-dua Zat Allah dan sifat-sifat-Nya adalah kekal abadi. Kedua-dua kenyataan Zat-Nya dan kenyataan sifat-Nya bergantung kepada Zat-Nya.
Penyembahan yang sebenar hanya boleh dilakukan apabila hijab yang menutup hati tersingkap agar cahaya abadi menyinarinya. Hanya selepas itu hati menjadi terang dengan cahaya Ilahi. Hanya selepas itu roh menyaksikan perumpamaan Ilahi itu.
Tujuan diciptakan alam maya adalah untuk ditemui khazanah rahsia itu. Allah berfirman melalui Rasul-Nya:
“Aku adalah Perbendaharaan Yang Tersembunyi. Aku suka dikenali lalu Aku ciptakan makhluk agar Aku dikenali”.
Ini bermakna Dia boleh dikenali di dalam dunia ini melalui sifat-sifat-Nya. Tetapi untuk melihat dan mengenali Zat-Nya sendiri hanyalah boleh terjadi di akhirat. Di sana melihat Allah adalah secara langsung sebagaimana yang Dia kehendaki dan yang melihatnya adalah mata bayi hati.
“Beberapa muka pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannya mereka melihat”. (Surah Qiamat, ayat 22 & 23).
Nabi s.a.w bersabda, “Aku melihat Tuhanku di dalam rupa jejaka tampan”. Mungkin ini adalah bayangan bayi hati. Bayangan adalah cermin. Ia menjadi alat untuk menzahirkan yang ghaib. Hakikat Allah Yang Maha Tinggi tidak menyerupai sesuatu samada bayangan atau bentuk. Bayangan adalah cermin, walaupun yang kelihatan bukanlah cermin dan bukan juga orang yang melihat ke dalam cermin. Fikirkan tentang itu dan cubalah memahaminya kerana ia adalah hakikat kepada alam rahsia-rahsia.
Tetapi semuanya berlaku pada makam sifat. Pada makam Zat semua kenyataan hilang, lenyap. Orang yang di dalam makam Zat itu sendiri lenyap tetapi mereka merasai zat itu dan tiada yang lain. Betapa jelas Nabi s.a.w menggambarkannya, “Aku daripada Allah dan yang beriman daripadaku”. Dan Allah berfirman melalui Rasul-Nya:
“Aku ciptakan cahaya Muhammad daripada cahaya Wujud-Ku sendiri”.
Maksud Wujud Allah adalah Zat-Nya Yang Maha Suci, menyata di dalam sifat-sifat-Nya Yang Maha Mengasihani. Ini dinyatakan-Nya melalui Rasul-Nya:
“Rahmat-Ku mendahului murka-Ku”.
Rasul yang dikasihi Allah adalah cahaya kebenaran sebagaimana Allah berfirman:
“Tidak Kami utuskan engkau melainkan menjadi rahmat kepada seluruh alam”. (Surah Anbiyaa’, ayat 107).
يٰأَهلَ
الكِتٰبِ قَد جاءَكُم رَسولُنا يُبَيِّنُ لَكُم كَثيرًا مِمّا كُنتُم
تُخفونَ مِنَ الكِتٰبِ وَيَعفوا عَن كَثيرٍ ۚ قَد جاءَكُم مِنَ اللَّهِ
نورٌ وَكِتٰبٌ مُبينٌ
“Hai
Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan
kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak
(pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari
Allah, dan kitab yang menerangkan.”. (Surah Maaidah, ayat 15).Pentingnya utusan Allah yang dikasihi-Nya itu jelas dengan firman-Nya kepada baginda, “Jika tidak kerana engkau Aku tidak ciptakan makhluk”.
رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
KITAB SIRRUL ASROR BAB 11
TABIR CAHAYA DAN KEGELAPAN
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
TABIR CAHAYA DAN KEGELAPAN.اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Allah berfirman:
وَمَن كانَ فى هٰذِهِ أَعمىٰ فَهُوَ فِى الءاخِرَةِ أَعمىٰ وَأَضَلُّ سَبيلًا
“Dan
barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat
(nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang
benar).”. (Surah Al-Isra, ayat 72). Bukan buta mata yang di kepala tetapi buta mata yang di hati yang menghalangi seseorang dari melihat cahaya hari akhirat. Firman Allah:
فَإِنَّها لا تَعمَى الأَبصٰرُ وَلٰكِن تَعمَى القُلوبُ الَّتى فِى الصُّدورِ
“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”. (Surah Hajj, ayat 46). Hati menjadi buta disebabkan oleh kelalaian, yang membuat seseorang lupa kepada Allah dan lupa kepada kewajiban mereka, tujuan mereka, ikrar mereka dengan Allah, ketika mereka masih berada di dalam dunia. Sebab utama kelalaian adalah kebodohan terhadap hakikat (kebenaran) undang-undang dan peraturan Tuhan. Apa yang menyebabkan seseorang itu tetap di dalam kebodohan ialah kegelapan yang menyeluruh menutupi seseorang dari luar dan sepenuhnya menguasai batinnya. Sebagian dari nilai-nilai itu yang mendatangkan kegelapan ialah sifat-sifat angkuh, sombong, megah, dengki, bakhil, dendam, bohong, mengumpat, fitnah dan lain-lain sifat keji. Sifat-sifat yang keji itulah yang merendahkan ciptaan Tuhan yang sangat mulia hingga jatuh kepada tahap yang paling rendah.
Untuk membebaskan seseorang dari kejahatan itu dia perlu menyucikan dan menyinarkan cermin hatinya. Penyucian ini dilakukan dengan mendapatkan pengetahuan, dengan beramal menurut pengetahuan itu, dengan usaha dan keberanian, melawan ego diri, menghapuskan yang banyak pada diri, mencapai keesaan. Perjuangan ini terus diperjuangkan hingga hati menjadi hidup dengan cahaya keesaan – dan dengan cahaya keesaan itu mata hati yang suci akan melihat hakikat sifat-sifat Allah di sekeliling dan pada dirinya.
Baru setelah itu kamu ingat akan kediaman kamu yang sebenarnya yang darinya kamu datang. Kemudian kamu akan ada rasa kerinduan dan keinginan untuk kembali kepada rumah kediaman yang sebenarnya itu, dengan pertolongan Yang Maha Mengasihani roh suci pada diri kamu akan menyatu dengan-Nya.
Bila sifat-sifat kegelapan terangkat, cahaya mengambil alih tempatnya dan orang yang memiliki mata rohani akan melihat. Dia mengenali apa yang dia lihat dengan cahaya nama-nama sifat Ilahiah. Kemudian dirinya dibanjiri oleh cahaya dan bertukar menjadi cahaya. Cahaya ini masih lagi hijab menutupi cahaya suci Zat, tetapi masanya akan sampai bila ini juga akan terangkat, yang tinggal hanya cahaya suci Zat itu sendiri.
Hati mempunyai dua mata, satu yang sempit dan satu lagi yang luas. Dengan mata yang sempit seseorang boleh melihat kenyataan sifat-sifat dan nama-nama Allah.
Penglihatan ini berterusan sepanjang perkembangan kerohaniannya. Mata yang luas melihat hanya kepada apa yang dijadikan kelihatan oleh cahaya keesaan dan yang esa. Hanya bila seseorang sampai kepada daerah maqom dengan Allah dia akan melihat, di dalam alam penghujung bagi kenyataan Zat Allah, Yang Esa dan yang Mutlak.
Bagi yang mencapai maqom-maqom ini ketika masih di dalam dunia, di dalam kehidupan ini kamu mestilah membersihkan diri kamu dari sifat-sifat keduniaan, yang ego dan keegoan. Jarak kamu mengembara di dalam kenaikan kamu ke arah makam-makam tersebut tergantung kepada sejauh mana kamu mengasingkan diri darihawa nafsu yang rendah dan ego diri kamu.
Pencapaian kamu kepada maqom yang kamu inginkan bukanlah seperti barang kebendaan sampai ke tempat kebendaan. Ia juga bukan ilmu yang membawa seseorang kepada sesuatu yang menjadi diketahui (dari tidak tahu), juga bukan pertimbangan yang memperoleh apa yang difikirkan, bukan juga khayalan yang menyatu dengan apa yang dikhayalkan. maqom yang kamu ingin capai ialah kesadaran tentang ketiadaan (kekosongan) kamu dari segala sesuatu kecuali Zat Allah. Pencapaian ini adalah perubahan suasana yang terjadi, bukan perubahan pada sesuatu yang nyata. Di sana tiada jarak, tiada dekat atau jauh, tiada kesampaian, tiada ukuran, tiada arah, tiada ruang.
Dia Maha Besar, segala puji untuk-Nya. Dia Maha Pengampun. Dia menjadi nyata dalam apa yang Dia sembunyikan darikamu. Dia menyatakan Diri-Nya sebagaimana Dia melabuhkan tirai di antara Dia dengan kamu. Pengenalan tentang Diri-Nya tersembunyi di dalam ketidak upayaan mengenali-Nya.
Jika ada di antara kamu yang sampai kepada cahaya yang diterangkan dalam buku ini, ketika kamu masih lagi berada di dalam dunia, buatlah muhasabah (hisab) terhadap diri kamu, buku catatan kamu tentang amalan kamu. Hanya di bawah cahaya, kamu boleh melihat apa yang kamu sudah buat dan sedang buat; buat perkiraan kamu. Kamu akan membaca buku catatan kamu di hadapan Tuhan kamu pada hari pembalasan. Itu adalah muktamad.
Di sana kamu tidak ada peluang menolaknya. Jika kamu lakukan di sini ketika kamu masih ada waktu, kamu akan termasuk ke dalam golongan yang diselamatkan. Jika tidak, azab dan siksa menjadi bagian kamu di akhirat. Hidup ini akan berakhir. Di sana ada azab di dalam kubur, ada hari pembalasan, ada neraka yang menimbang hingga dosa yang paling kecil dan kebaikan yang paling kecil. Kemudian ada jambatan yang lebih kecil dari rambut dan lebih tajam dari mata pedang, penghujungnya ialah taman, sementara di bawahnya ialah neraka yang penuh dengan kecelakaan, penderitaan, semuanya akan terbentang apabila kehidupan yang singkat ini berakhir.
رَبَّنَا
اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
KITAB SIRRUL ASROR BAB 12
KEBAHAGIAAN KARENA AMAL SHOLEH
KEBAHAGIAAN KARENA AMAL SHOLEH
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Patut
diketahui bahwa manusia termasuk pada salah satu dari dua golongan,
golongan pertama ialah yang berada dalam kedamaian, keimanan, bahagia
dalam melakukan ketaatan kepada Allah, sementara golongan kedua berada
dalam keadaan tidak selamat, keraguan dan kerisauan dalam keingkaran
terhadap peraturan Tuhan. Kedua nilai, ketaatan dan keingkaran, ada di
dalam diri seseorang. Jika kesucian, kebaikan dan keikhlasan lebih
menguasai, sifat-sifat mementingkan diri akan bertukar menjadi suasana
kerohanian dan bagian diri yang ingkar akan dikalahkan oleh bagian diri
yang baik. Sebaliknya jika seseorang mengikuti hawa nafsu yang rendah
dan kesenangan ego dirinya, sifat-sifat ingkar akan menguasai bagian
diri yang satu lagi untuk menjadikannya ingkar dan jahat. Jika
kedua-dua sifat yang berlawanan itu sama-sama kuat diharapkan yang baik
itu boleh menang, sebagaimana yang dijanjikan:
مَنْ
جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَنْ جَاءَ
بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَى إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
Barangsiapa
membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat
amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak
diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka
sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).(Surah An’aam, ayat 160).
Dan
jika Allah kehendaki ditambah-Nya lagi ganjaran atas kebaikan. Namun
orang yang kebajikan dan kejahatannya sama banyak mesti lulus
perbicaraan pada hari pembalasan. Orang yang berhasil mengubah sifat
mementingkan diri kepada tidak mementingkan diri, hawa nafsu yang
rendah kepada cita-cita kerohanian, baginya tiada hisab, tiada catatan
akan diberikan kepadanya. Dia akan memasuki surga tanpa melalui huru
hara hari kiamat.
فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ
Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan.. (Surah Qari’ah, ayat 6 & 7).
Orang
yang kejahatannya lebih berat daripada kebaikannya akan dihukum
menurut kadar kejahatannya. Kemudian dia dikeluarkan dari neraka, jika
dia beriman, dan akan masuk syurga.
Taat
dan ingkar bermakna baik dan jahat. Kedua-dua ini ada dalam diri
seseorang manusia. Yang baik boleh berubah menjadi jahat dan yang jahat
boleh berubah menjadi baik. Nabi s.a.w bersabda,
“Orang
yang kebaikan menguasainya menemui keselamatan, keimanan dan
kegembiraan dan menjadi baik. Orang yang kejahatannya lebih menguasai
kebaikan, dia menjadi ingkar dan jahat. Orang yang menyadari
kesalahannya dan bertaubat dan mengubah haluannya akan mendapati suasana
ingkar akan bertukar menjadi taat dan beribadat”.
Telah
menjadi ketentuan bahwa baik dan jahat, kehidupan yang diberkati bagi
orang yang taat dan kesengsaraan bagi yang ingkar, adalah keadaan yang
setiap orang dilahirkan dengannya. Kedua-duanya tersembunyi di dalam
bakat atau keupayaan seseorang. Nabi s.a.w bersabda,
“Orang
yang bertuah menjadi baik adalah baik ketika di dalam kandungan
ibunya, dan orang berdosa yang jahat adalah pendosa di dalam kandungan
ibunya”.
Begitulah
keadaannya dan tiada siapa yang berhak berbicara mengenainya. Urusan
takdir bukan untuk dibicarakan. Jika dibiarkan perbincangan demikian ia
akan membawa kepada bid'ah dan kekufuran.
Lagipula
tiada siapa boleh menjadikan takdir sebagai alasan untuk membuang
segala ikhtiar, semua perbuatan baik. Seseorang itu tidak boleh
mengatakan, ‘Jika aku ditakdirkan menjadi baik maka aku bersusah payah
membuat kebaikan sedangkan aku sudah diberkati’. Atau berkata, ‘Jika
aku sudah ditakdirkan menjadi jahat apa gunanya aku berbuat kebaikan’.
Jelas sekali pendirian demikian tidak benar. Tidak wajar mengatakan,
‘Jika keadaan aku sudah ditakdirkan pada azali apa untung atau rugi yang
aku harapkan dengan usahaku sekarang’. Contoh yang baik diberikan
kepada kita adalah perbandingan di antara Adam a.s dengan iblis yang
dilaknat. Iblis meletakkan kesalahan kepada takdir, yang menyebabkan
dia menjadi derhaka, maka dia menjadi kafir dan dibuang jauh daripada
keampunan dan kehampiran Tuhan. Adam a.s mengakui kesilapannya dan
memohon keampunan, menerima keampunan dari Allah dan diselamatkan.
Menjadi
kewajiban bagi orang Islam yang beriman untuk tidak coba memahami
sebab-sebab yang tersimpan di dalam takdir. Orang berbuat demikian akan
menjadi keliru dan tidak mendapat apa-apa melainkan keraguan. Bahkan
dia mungkin kehilangan keyakinan. Orang yang beriman mestilah
mempercayai kepada kebijaksanaan Allah yang mutlak. Segala yang manusia
lihat terjadi pada dirinya di dalam dunia ini mesti ada alasan tetapi
alasan itu bukan untuk difahami melalui lojik manusia karena ia
berdasarkan kebijaksanaan Tuhan. Di dalam kehidupan ini bila kamu temui
pencacian terhadap Tuhan, kemunafikan, keingkaran, penipuan dan
lain-lain yang jahat, jangan biarkan perkara-perkara tersebut
menggoncangkan iman kamu.
Ketahuilah
Allah Yang Maha Tinggi dengan kebijaksanaan mutlak bertanggungjawab
kepada semua perkara dan Dia lakukan apa yang kelihatan sebagai tidak
baik sebagai menyatakan kekuasaan-Nya yang mutlak. Penampakan kekuasaan
yang demikian mungkin menyebabkan ada orang yang tidak bertahan dan
menganggapnya sebagai tidak baik tetapi ada rahasia besar di sebaliknya
yang tiada makhluk yang tahu melainkan Rasulullah s.a.w. Ada kisah
orang arif berdoa kepada Tuhannya, “Wahai Yang Maha Suci, semua telah
diatur oleh Engkau. Takdirku adalah kepunyaan-Mu. Ilmu yang Engkau
letakkan padaku adalah milik-Mu”. Ketika itu dia mendengar jawaban tanpa
suara tanpa sepatah perkataan, keluar dari dalam dirinya mengatakan,
“Wahai hamba-Ku. Segala yang engkau katakan adalah kepunyaan Yang Maha
Esa dan dalam keesaan. Ia bukan milik hamba-hamba”. Hamba yang beriman
itu berkata, “Wahai Tuhanku, aku telah menzalimi diriku, aku bersalah,
aku berdosa”. Selepas pengakuan itu sekali lagi dia mendengar dari
dalam dirinya, “Dan Aku mempunyai keampunan terhadap dirimu. Aku telah
hapuskan kesalahan-kesalahan kamu, Aku telah ampuni kamu”.
Biar
mereka yang beriman tahu dan bersyukur yang segala kebaikan yang
mereka lakukan bukanlah dari mereka tetapi melalui mereka, kejayaan
datangnya dari Pencipta. Bila mereka bersalah biar mereka tahu bahawa
kesalahan mereka datangnya dari diri mereka sendiri, kepunyaan mereka
dan mereka boleh bertaubat. Kesalahan datangnya dari keegoan mereka
yang batil. Jika kamu memahami ini dan mengingatinya kamu termasuk ke
dalam golongan yang disebut Allah:
وَالَّذِينَ
إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ
فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ
وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
أُولَئِكَ
جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا
الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ
Dan
(juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa
selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya
itu, sedang mereka mengetahui.Mereka itu balasannya ialah ampunan dari
Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang
mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang
beramal.. (Surah Imraan, ayat 135 & 136).
Adalah
baik bagi orang yang beriman mengakui yang dirinya sendirilah puncak
semua kesalahan dan dosanya. Itulah yang akan menyelamatkannya. Itu
lebih baik dan lebih benar daripada meletakkan kesalahan dirinya kepada
Yang Maha Perkasa, Maha Kuasa, Pencipta semua perkara.
Bila Nabi s.a.w bersabda, “Telah diketahui bila seseorang itu berada di dalam kandungan ibunya dia akan menjadi baik atau pendosa”
baginda maksudkan ‘dalam kandungan ibu’ itu adalah empat anasir yang
melahirkan semua kekuatan atau tenaga dan kebolehan lahiriah. Dua
daripada anasir tersebut adalah tanah dan air yang bertanggungjawab
kepada pertumbuhan keyakinan dan pengetahuan, melahirkan kehidupan dan
lahir dalam hati sebagai tawaduk (kerendahan diri). Dua anasir lain
ialah api dan angin yang bertentangan dengan tanah dan air – membakar,
membinasa, membunuh. Kudrat Tuhan yang menyatukan anasir-anasir yang
berlawanan dan berbeza menjadi satu. Bagaimana air dan api bisa bersama?
Bagaimana cahaya dan kegelapan bisa terkandung di dalam awan?
هُوَ الَّذِي يُرِيكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا وَيُنْشِئُ السَّحَابَ الثِّقَالَ
وَيُسَبِّحُ
الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيفَتِهِ وَيُرْسِلُ
الصَّوَاعِقَ فَيُصِيبُ بِهَا مَنْ يَشَاءُ وَهُمْ يُجَادِلُونَ فِي
اللَّهِ وَهُوَ شَدِيدُ الْمِحَالِ
Dia-lah
Tuhan yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan
dan harapan, dan Dia mengadakan awan mendung.Dan guruh itu bertasbih
dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut
kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada
siapa yang Dia kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah,
dan Dia-lah Tuhan Yang Maha keras siksa-Nya.
. (Surah ar-Ra’d, ayat 12 & 13).
. (Surah ar-Ra’d, ayat 12 & 13).
Satu hari wali Allah Yahya bin Mua’adh ar-Razi ditanya, “Bagaimana mengenali Allah?’ Dia menjawab, “Melalui gabungan yang bertentangan”.
Pertentangan
termasuk pada, dan sebenarnya keperluan bagi, memahami sifat-sifat
Allah. Dengan menghadapkan diri kepada hakikat Ilahi seseorang menjadi
cermin yang membalikkan kebenaran itu, juga sifat Yang Maha Perkasa
dibalikkan. Dalam diri manusia terkandung seluruh alam maya. Sebab itu
dia dipanggil penggabung yang banyak. Allah menciptakan manusia dengan
dua tangan-Nya, tangan kemurahan-Nya dan tangan keperkasaan-Nya,
keperkasaan dan kekuasaan. Jadi, manusia adalah cermin yang menunjukkan
kedua-dua belah, yang kasar serta tebal dan yang halus serta indah.
Semua
nama-nama Ilahi nyata pada manusia. Semua makhluk yang lain hanya
sebelah saja. Allah menciptakan iblis dan keturunannya dengan sifat
kekerasan-Nya. Dia ciptakan malaikat dengan sifat kemurahan-Nya.
Nilai-nilai kesucian dan kebaktian yang berterusan terkandung dalam
kejadian malaikat, sementara iblis dan keturunannya yang diciptakan
dengan sifat kekerasan-Nya, mempunyai nilai kejahatan, kerana itu iblis
menjadi takabur, dan bila Allah perintahkan sujud kepada Adam dia
ingkar.
Oleh
kerana manusia mempunyai kedua-dua ciri alam tinggi dan rendah, dan
Allah telah memilih utusan-utusan dan wali-wali-Nya dari kalangan
manusia, mereka tidak bebas daripada kesilapan. Nabi-nabi dipelihara
dari dosa-dosa besar tetapi kekhilapan kecil harus berlaku pada mereka.
Wali-wali pula tidak terjamin dipelihara daripada dosa tetapi adalah
dikatakan wali-wali itu hampir dengan Tuhan, mencapai makam
kesempurnaan, mereka masuk ke bawah perlindungan Tuhan dari dosa-dosa
besar.
Syaqiq
al-Baqi berkata, “Terdapat lima tanda kebenaran: perangai yang lemah
lembut dan lembut hati, menangis kerana menyesal, mengasingkan diri dan
tidak peduli tentang dunia, tidak bercita-cita tinggi, dan memiliki
rasa hati (gerak hati atau intuisi). Tanda-tanda pendosa juga lima;
keras hati, mempunyai mata yang tidak pernah menangis, mencintai dunia
dan kesenangannya, bercita-cita tinggi, tidak bermalu dan tidak ada
rasa atau gerak hati”.
Nabi
s.a.w meletakkan empat nilai pada orang yang baik-baik, “Boleh
dipercayai dan menjaga apa yang diamanahkan kepadanya dan
mengembalikannya. Menepati janji. Bercakap benar, tidak berbohong.
Tidak kasar dalam perbincangan dan tidak menyakitkan hati orang lain”.
Baginda s.a.w juga memberitahu empat tanda pendosa, “Tidak boleh
dipercayai dan merosakkan amanah yang diberikan kepadanya, mungkir
janji, menipu, suka bertengkar, memaki apabila berbincang dan
menyakitkan hati orang lain”. Seterusnya pendosa tidak dapat
memaafkan kawan-kawannya. Ini tanda tiada iman kerana kemaafan menjadi
tanda utama orang beriman. Allah memerintahkan rasul-Nya:
“Berilah maaf, dan suruhlah mereka (manusia) berbuat kebaikan, dan berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh”.
Perintah
‘maafkanlah’ bukan hanya tertuju kepada Rasulullah s.a.w seorang
sahaja. Ia mengenai semua orang dan tentu sahaja termasuk mereka yang
beriman dengan Rasulullah s.a.w. Perkataan ‘maafkanlah’ bermakna
jadikan tabiat memafkan, jadikan sifat atau peribadi. Siapa yang ada
sifat pemaaf menerima satu daripada nama-nama Allah – ar-Rauf – Yang
Memaafkan. “Barangsiapa memaafkan dan membereskan maka ganjarannya (adalah) atas (tanggungan) Allah”. (Surah Syura, ayat 40).
Ketahuilah
ketaatan kepada Allah bertukar menjadi ingkar, kejahatan dan dosa
menjadi kebaikan, tidak berlaku dengan sendiri, tetapi dengan
rangsangan, pengaruh, tindakan serta usaha diri sendiri. Nabi s.a.w
bersabda, “Semua anak dilahirkan muslim. Ibu bapaknya yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi”. Setiap orang ada bakat untuk
menjadi baik atau jahat, boleh memiliki sifat-sifat baik dan buruk
dalam masa yang sama. Jadi, adalah salah menghukum seseorang atau
sesuatu sebagai sepenuhnya baik atau buruk. Tetapi benar jika dikatakan
seseorang itu lebih banyak kebaikannya daripada kejahatannya ataupun
sebaliknya.
Ini
bukan bermakna manusia masuk syurga tanpa amalan baik, juga bukan dia
dihantar ke neraka tanpa amalan buruk. Berfikir cara demikian
bertentangan dengan prinsip Islam. Allah menjanjikan syurga kepada
hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal salih dan diancam-Nya
orang-orang yang berdosa dengan azab neraka.
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ
Barangsiapa
yang mengerjakan amal saleh, maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan
barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya
sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan (Surah Jaasiaah, ayat 15).
الْيَوْمَ تُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ لَا ظُلْمَ الْيَوْمَ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Pada
hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya.
Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat
hisabnya. (Surah Mukmin, ayat 17).
وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dan
kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan
mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat
apa-apa yang kamu kerjakan.
. (Surah Baqaraah, ayat 110).
رَبَّنَا
اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
KITAB SIRRUL ASROR BAB 13
TENTANG KATA SUFI
TENTANG KATA SUFI
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Ada satu golongan yang
dikenal sebagai sufi. Empat tafsiran diberikan kepada istilah sufi. Ada yang
melihatnya pada keadaan dzahir mereka memakai baju bulu yang kasar. Bulu dalam
bahasa Arab ialah suf. Dari perkataan ini mereka dipanggil sufi. Yang lain
melihat kepada kehidupan mereka yang bebas dari urusan dunia ini serta
kedamaian dan ketenteraman mereka, keadaan yang sesuai dengan bahasa Arab safa.
Dari perkataan safa itu timbul istilah sufi. Yang lain pula memandang lebih
mendalam, kepada hati mereka yang suci murni dan bebas dari apa saja
kecuali Zat Allah. Dalam bahasa Arab safi berarti kesucian hati dan dari
perkataan itu dikatakan timbul istilah sufi. Yang lain memanggil mereka sufi
karena mereka hampir dengan Allah dan akan berdiri di barisan pertama di hadapan
Allah pada hari kiamat. Safi dalam bahasa Arab bermakna barisan.
Terdapat empat alam, empat
dunia.
Pertama ialah alam atau dunia jasad - tanah, air, api dan angin merupakan
jirim dalam alam ini.
Kedua ialah alam makhluk rohani - malaikat, jin, mimpi dan
kematian, ganjaran Allah - taman surga dan keadilan Allah - tujuh neraka.
Ketiga ialah alam huruf, nama-nama indah bagi sifat-sifat Allah, dan Loh
Tersembunyi (Loh Mahfuz) yang menjadi sumber kepada perintah-perintah Allah.
Keempat ialah alam Zat Allah Yang Maha Suci, alam yang tidak boleh digambarkan
atau diuraikan karena pada alam ini atau tahap ini tidak ada perkataan,
nama-nama, sifat-sifat atau persamaan. Tiada siapa kecuali Allah mengetahuinya.
Terdapat pula empat jenis
ilmu.
Pertama ilmu tentang peraturan-peraturan Allah, dan berhubung dengan aspek
lahir kehidupan dunia ini.
Kedua ialah ilmu kerohanian, pengetahuan batin
tentang sebab dan akibat.
Ketiga ialah ilmu tentang jiwa, roh, mengenal diri dan
melaluinya pengetahuan tentang ketuhanan .
Keempat ilmu tentang
kebenaran atau hakikat.
Roh juga ada empat jenis, roh
kebendaan, roh yang arif, roh yang memerintah (roh sultan) dan roh kudus (roh
suci).
Yang zahir, kenyataan bagi
Pencipta, juga ada empat jenis.
Pertama ialah kenyataan di dalam rupa, bentuk,
warna.
Kedua ialah kenyataan perbuatan dan tindak balas
dalam perkara yang berlaku.
Ketiga ialah kenyataan dalam sifat-sifat,
bakat-bakat, perangai-perangai sesuatu.
Keempat kenyataan bagi zat-Nya.
Akal atau daya menimbang juga
ada empat jenis: akal yang menguruskan soal-soal kehidupan duniawi, akal yang
menimbang dan memikirkan soal-soal akhirat, akal bagi roh yang bertugas dalam
bidang makrifat dan akhirnya akal yang meliputi.
Perkara yang dibincangkan
juga ada empat jenis. Empat jenis ilmu, empat jenis roh, empat jenis penzahiran
(kenyataan) dan empat jenis akal.
Ada orang yang berada pada tahap pertama ilmu,
roh, kenyataan dan akal. Mereka adalah penghuni surga pertama yang dipanggil
surga yang menjadi tempat kembali yang mensejahterakan, yaitu surga keduniaan.
Mereka yang berada pada tahap kedua ilmu, roh, kenyataan dan akal tergolong ke
dalam surga yang lebih tinggi, taman kesukaan dan kesenangan kurnia Allah
kepada makhluk-Nya, surga di dalam alam malaikat.. Sebagian manusia yang
mencapai tahap ketiga ilmu, roh, kenyataan dan akal (makrifat) berada di dalam
surga peringkat ketiga, surga langit-langit, surga nama-nama dan sifat-sifat
Ilahi dalam alam ketauhidan.
Namun, mereka yang mencari
dan terikat dengan ganjaran Allah, walaupun surga, tidak dapat melihat hakikat
kebenaran dalam diri mereka dan dalam benda-benda di sekeliling mereka. Mereka
yang arif, yang mencari hakikat, mereka yang mencapai suasana sebenar sufi,
suasana keinginan menyeluruh - tidak inginkan sesuatu apa pun kecuali Allah,
berhajat kepada Allah saja - meninggalkan segala-galanya dan tidak mencari
apa-apa kecuali yang HAQ. Mereka temui apa yang mereka cari dan masuk ke dalam
alam yang haq, dan kehampiran dengan Allah, dan hidup semata-mata kerana Zat
Allah, tidak kerana yang lain.
Ini sesuai dengan perintah
Allah, "Carilah keselamatan dengan Allah" dan
ikut nasihat Nabi s.a.w, "Kedua-duanya, dunia dan akhirat
terlarang bagi orang yang mencintai Allah". Nabi s.a.w tidak
bermaksud mengharamkan dunia akhirat, Apa yang baginda
maksudkan ialah orang yang berkehendak menemui Allah lebih dekat, keinginan hawa
nafsunya, egonya, kasih sayang dan cita-citanya kepada dunia dan akhirat, harus dihilangkan.
Pencari yang haq memberi
alasan: Dunia ini adalah ciptaan dan kita juga ciptaan. Semua yang dicipta
berhajat kepada Pencipta. Bagaimana mungkin yang berhajat meminta kepada yang
berhajat juga. Apa lagi jalan bagi yang diciptakan kecuali mencari Pencipta.
Allah berfirman melalui
Rasul-Nya, "Kecintaan-Ku, Wujud-Ku, adalah kecintaan
mereka kepada-Ku".
Nabi s.a.w bersabda, "Keadaanku yang sangat berhajat, kemiskinanku, adalah
kemegahanku".
Keadaan yang sangat berhajat dan kecintaan kepada Allah
menjadi asas kepada pencarian sufi. Keadaan kemiskinan yang menjadi kebanggaan
Nabi s.a.w bukanlah kekurangan sesuatu berbentuk keduniaan atau kebendaan. Ia
adalah pelepasan segala-galanya kecuali keinginan kepada Zat Allah. Ia adalah
segala sesuatu- bukan saja yang di dalam dunia ini, malah yang dijanjikan di
akhirat juga - dan lantaran itu suasana berhajat sepenuhnya untuk dipersembahkan
kepada Allah.
Inilah keadaan yang membawa
seseorang kepada kekosongan atau ketiadaan diri, lenyap di dalam zat Allah. Ia
adalah mengosongkan diri seseorang dari apa saja kecuali cinta Allah.
Kemudian hati menjadi bernilai atau layak untuk menerima janji Allah, "Aku tidak dapat dimuat oleh langit dan bumi tetapi mampu dimuat oleh hati hamba-hamba-Ku yang beriman".
Hamba yang beriman
adalah
yang melepaskan apa saja kecuali Yang Esa dari hatinya. Bila hati sudah
disucikan, Allah melapangkannya dan memuatkan Diri-Nya ke dalamnya. Abu
Yazid Al- Bustami menggambarkan keluasan hatinya dengan katanya, "Jika
segala yang maujud
di dalam dan di sekeliling arasy, keluasan semua ciptaan Allah,
diletakkan di
penjuru hati manusia sempurna dia tidak akan merasai beratnya".
Begitulah keadaan kekasih
Allah. Kasihilah mereka dan setia selalu bersama mereka karena yang mencintai
akan bersama-sama yang dicintai pada hari akhirat nanti. Tanda kecintaan itu
ialah mencari kehadiran bersama-sama mereka, berkehendak mendengar perkataan
mereka, dan dengan pandangan serta perkataan mereka, dapat merasakan kerinduan
terhadap Allah Yang Maha Tinggi.
Allah berfirman melalui
Nabi-Nya, "Aku merasakan kerinduan para hamba-Ku yang
beriman, yang baik-baik, hamba yang sejati, terhadap Diri-Ku dan Aku juga
merindukan mereka".
Kekasih Allah kelihatan
berbeda dari orang lain, kelakuan dan tindakan mereka juga berbeda. Pada
peringkat permulaan, ketika masih baru, tindakan mereka kelihatan seimbang
antara baik dengan buruk. Bila mereka maju lagi dan sampai kepada peringkat
pertengahan, perbuatan mereka penuh dengan manfaat. Dalam semua hal kebaikan
yang keluar melalui mereka bukan saja dalam ketaatan mereka mematuhi perintah
Allah dan peraturan agama, tetapi juga dalam perbuatan yang mengandungi puncak
kebahagiaan dan bersinar dengan cahaya kepada maksud bagi yang zahir.
Mereka seolah-olah dipakaikan
dengan pakaian dari cahaya yang berwarna warni yang memancar dari mereka
menurut makam (tingkatan) mereka.
Apabila mereka dapat
mengalahkan ego mereka dan kejahatan nafsu yang rendah dengan berkat kalimah
tauhid "La ilaha illa Llah" dan sampai kepada kewujudan yang bisa membedakan
antara yang haq dengan yang batil, yang benar dengan yang salah, cahaya biru
langit memancar keluar dari mereka.
Bila dalam peringkat
tersebut, dengan pertolongan dan ilham dari Allah, mereka berpindah sepenuhnya
ke dalam kebaikan dan meninggalkan kejahatan keseluruhannya, cahaya merah
membungkus atau membaluti mereka.
Dengan berkata nama Allah -
HU - nama itu tiada yang lain kecuali yang haq dapat menceritakannya, mereka
sampai kepada peringkat dipersucikan dari segala sifat-sifat keji dan
perbuatan jahat dan menemui suasana tenang dan aman, kemudian cahaya hijau
keluar dari mereka.
Bila semua ego dan keinginan,
bila semua kehendak diri sendiri dihapuskan melalui berkat HAQ, yang sebenarnya,
dan bila mereka menyerahkan kehendak mereka kepada kehendak Allah dan ridha
dengan apa juga yang datang dari-Nya, warna mereka berubah menjadi cahaya
putih.
Inilah gambaran orang-orang
sufi dari peringkat permulaan mereka di dalam perjalanan sampailah kepada
peringkat pertengahan. Tetapi seseorang yang sampai kepada perbatasan peringkat
ini tidak mempunyai bentuk atau warna. Dia menjadi seolah-olah sinaran cahaya
matahari. Cahaya matahari tidak berwarna. Sufi yang sampai kepada makam yang
paling tinggi tidak mempunyai kewujudan untuk membalikkan cahaya atau warna.
Jika ada, warnanya ialah hitam, yang menyerap semua warna. Inilah tanda keadaan
fana.
Orang ramai yang melihat
kepadanya, keadaan yang tiada warna ini, kelihatan gelap, menjadi tabir menutupi
cahaya makrifat yang dia miliki, seperti malam menutupi sinaran matahari. Allah
berfirman: An-Naba: 10 - 11
وَجَعَلنَا الَّيلَ لِباسًا وَجَعَلنَا النَّهارَ مَعاشًا
"Dan Kami jadikan malam itu (sebagai) pakaian. Dan Kami jadikan siang itu tempat penghidupan". (Surah Nabaa, ayat 10 & 11).
Bagi mereka yang sampai
kepada hakikat atau intisari akal dan ilmu, ada tanda dalam ayat di atas.
Mereka yang sampai kepada
kebenaran (hakikat) ketika di dalam dunia ini merasakan seolah-olah di
penjarakan di sini di dalam bilik kurungan di bawah tanah yang gelap. Mereka
menghabiskan hidup mereka di dalam kesusahan dan kesengsaraan. Mereka menanggung
kesusahan yang besar, tekanan-tekanan keadaan, di dalam dunia yang gelap
sepenuhnya.
Nabi s.a.w bersabda,
"Dunia ini adalah penjara bagi orang beriman".
Seperti yang baginda s.a.w kabarkan percubaan yang paling besar menimpa
para
nabi, kemudian yang hampir dengan Allah, kemudian dengan kadar menurun
mengikuti kadar seseorang itu mau menghampiri Allah. Jadi, adalah
sesuai bagi sufi
memakai pakaian hitam dan mengikat serban hitam di kepalanya, karena ia
adalah
pakaian orang yang bersedia menempuh kesusahan dan kesakitan di dalam
perjalanan
ini.
Di dalam kenyataan, hitam
adalah pakaian paling sesuai bagi mereka yang berkabung kerana kehilangan
kemanusiaan dan kewujudan diri mereka. Ramai manusia yang kehilangan anugerah
yang berharga karena kecuaian, sesuai hanya untuk kemanusiaan, bagi mereka yang
sedar, bagi yang bisa melihat kebenaran, enggan itu membunuh kehidupan abadi
dengan tangan mereka sendiri. Membuang kasih Ilahi yang kerinduan di dalam hati
mereka, memisahkan diri mereka enggan roh suci, mereka hilang kesempatan untuk
kembali kepada asal mereka, kepada penyebab.
Walaupun mereka tidak
mengetahuinya, merekalah yang menderita bala yang paling besar. Jika mereka
sadar yang mereka sudah kehilangan segala nikmat akhirat, kehidupan abadi,
mereka tentunya memakai pakaian hitam, pakaian berkabung. Janda yang kematian
suami berkabung selama empat bulan sepuluh hari. Ini adalah berkabung karena
kehilangan sesuatu di dalam dunia. Orang yang kehilangan kebaikan hidup yang
abadi seharusnya berkabung secara abadi juga.
Nabi s.a.w bersabda, "Mereka
yang ikhlas senantiasa berada di tepi bahaya besar". Betapa tepat gambaran ini
mengenai orang yang terpaksa berjalan berjingkit-jingkit dengan penuh
kewaspadaan! Tetapi inilah suasana sufi yang meninggalkan kewujudan dirinya dan
berada di dalam alam fana. Kefakirannya terhadap dunia ini yang ditinggalkannya
dan hajatnya yang penuh kepada Allah sangat besar, dan dia melepasi kemanusiaan
sebagai keindahan yang sangat lebih.
Mereka yang memperoleh penyaksian kepada yang haq, setelah menyaksikan keindahan kebenaran itu, tidak
ingin melihat yang lain lagi. Mereka tidak boleh melihat kecintaan dan kerinduan
kepada apa saja. Bagi mereka, Allah jualah yang menjadi yang dikasihi, hanya
Dia yang wujud. Begitulah keadaan mereka di dalam kedua-dua alam. Itulah
satu-satunya prinsip mereka. Akhirnya mereka menjadi insan, dan Allah ciptakan
insan supaya mengenali-Nya, supaya mencapai Zat-Nya.
Menjadi kewajiban bagi setiap
orang untuk mencari dan mengenali atau mengetahui tujuan dia diciptakan dan
menghayati maksud tujuan tersebut, kewajiban yang mereka tanggung di dalam dunia
ini dan di akhirat, supaya mereka tidak habiskan usia mereka di dalam kerugian,
agar mereka tidak menyesal selama-lamanya di akhirat - dibungkus, lemas di dalam
kerinduan yang akan mereka sedari akhirnya di dalam penyesalan yang abadi.
رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
KITAB SIRRUL ASROR BAB 14
PENYUCIAN DIRI
PENYUCIAN DIRI
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Dua jenis penyucian: Pertama
zahir, ditentukan oleh peraturan agama (Syari'at) dan dilakukan dengan membasuh tubuh badan
dengan air yang bersih. Keduanya ialah penyucian batin, dengan
menyadari kekotoran di dalam diri, menyadari dosanya dan bertaubat dengan
ikhlas. Penyucian batin memerlukan perjalanan kerohanian dan dibimbing oleh guru
kerohanian.
Menurut hukum dan peraturan
agama, seseorang menjadi tidak suci dan wudlu menjadi batal jika keluar sesuatu
dari rongga badan. Ini perlu diperbarui dengan wudlu. Dalam hal keluar mani
dan darah haid mandi wajib diperlukan. Dalam hal lain, bagian tubuh yang
terdedah - tangan, lengan, muka dan kaki - mesti dibasuh.
Mengenai pembaharuan
wudlu Nabi s.a.w bersabda, "Pada setiap pembaruan wudlu Allah perbarui kepercayaan hamba-Nya yang cahaya iman digilap dan memancar
dengan lebih bercahaya". Dan, "Mengulangi
bersuci dengan wudlu adalah cahaya di atas cahaya".
Kesucian batin juga
bisa hilang, mungkin lebih kerap daripada kesucian dzahir, dengan sifat
buruk, buruk perbuatan dan sifat yang merusakkan seperti sombong,
takabur, menipu,
mengumpat, fitnah, dengki dan marah. Perbuatan secara sadar dan tidak
sadar
memberi kesan kepada roh: mulut yang memakan makanan haram, bibir yang
berdusta,
telinga yang mendengar umpatan dan fitnah, tangan yang memukul, kaki
yang
membawa kepada kejahatan. Zina, yang juga satu dosa, bukan saja
dilakukan dengan alat kelamin. Nabi s.a.w bersabda, "Mata juga
berzina".
Bila kesucian batin
ditanamkan demikian dan wudlu kerohanian batal, membarui wudlu demikian adalah
dengan taubat yang ikhlas, yang dilakukan dengan menyadari kesalahan sendiri,
dengan penyesalan yang mendalam disertai oleh tangisan (yang menjadi air yang
membasuh kekotoran jiwa), dengan berazam tidak akan mengulangi kesalahan
tersebut, berhasrat meninggalkan semua kesalahan, dengan memohon keampunan
Allah, dan dengan berdoa agar Dia mencegahnya dari melakukan dosa lagi.
Sembahyang adalah menghadap
Tuhan. Berwudlu, supaya berada di dalam keadaan suci, menjadi syarat untuk
bersembahyang. Orang arif tahu penyucian dzahir saja tidak cukup, karena
Allah melihat jauh ke dalam lubuk hati, yang perlu diberi wudlu dengan cara
bertaubat. Firman Allah:
هٰذا ما توعَدونَ لِكُلِّ أَوّابٍ حَفيظٍ ﴿٣٢﴾
Inilah
yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu
kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya).. (Surah Qaaf, ayat
32).
Penyucian tubuh dan wudlu zahir terikat dengan masa karena tidur membatalkan wudlu. Penyucian ini terikat
dengan siang dan malam bagi kehidupan di dalam dunia. Penyucian alam batin,
wudlu bagi diri yang tidak kelihatan, tidak ditentukan oleh masa. Ia untuk
seluruh kehidupan - bukan saja kehidupan sementara di dunia tetapi juga
kehidupan abadi di akhirat.
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
BAB 15 : TENTANG KATA SUFIBersuci Ma’rifat di Alam Tajrid
Mensucikan ma’rifat terbagi kepada dua macam: 1. Bersuci untuk ma’rifat sifat’ 2. Bersuci untuk ma’rifat dzat. Kesucian ma’rifat sifat dihasilkan harus dengan talqin dzikir dan membersihkan cermin hati dengan nama-nama Allah dari segala nafsu basyariyah (manusia) dan hayawaniyah (kebinatangan). Bila sudah dibersihkan, maka datanglah kemampuan melihat dengan mata hati dari sifat-sifat Allah. Hati akan melihat pantulan keindahan Allah pada cermin hati. Rasul bersabda:
“Seseorang mukmin mata hatinya akan mampu melihat dengan cahaya dari Allah”.
Sabda Rasul: “Seorang mukmin adalah cermin Allah Yang Mukmin”. (Al-Mukmin adalah salah satu dari Asmaul Husna).
Juga Hadits Rasul: “Orang yang Alim mengukir dan orang yang Arif membersihkan”.
Bilamana pembersihan hati telah sempurna dengan terus-menerus berdzikir dengan Asma Allah, maka seorang insan akan meraih ma’rifat sifat dengan selalu musyahadah pada cermin hati.
Bersuci di tingkat ma’rifat zat hanya dapat dicapai dengan selalu menggunakan Asma Tauhid yang tiga yang merupakan akhir dari dua belas Nama-nama Allah pada Ainu Sirri (di dalam rasa pada kedalaman hati) dan akan menghasilkan kemampuan melihat dengan penglihatan sirri dari cahaya Tauhid.
Bila telah lahir cahaya dzat, maka leburlah jiwa manusia secara menyeluruh. Hal ini disebut maqam Istihlak (lebur diri) dan Fana al-Fana (peleburan yang hakiki). Inilah Tajalli yang menghapus seluruh cahaya-cahaya. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Qashash ayat 88: “Segala sesuatu akan hancur, kecuali Zat Allah”. Firman Allah:
“Allah menghapus apa yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang Dia kehendaki dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfuz)” (QS. Ar-Ra’d: 39).
Oleh karena itu ruh Al-Qudsi (ruh manusia yang paling dalam yang diciptakan langsung dari Nur Muhammad). Ia kekal melihat dengan lubuk hati kepada Allah, dari Allah, beserta Allah, di jalan Allah, dan untuk Allah, tanpa cara dan perumpamaan.
Firman Allah dalam Al-Quran: “Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai Allah”, maka yang ada hanyalah Nur Mutlak (Cahaya Murni) yang semurni-murninya. Dan bila sampai di tingkat ini tidak boleh diberitakan kepada siapa pun, karena ini adalah alam peleburan. Akal sudah tidak berfungsi lagi untuk membicarakannya dan tidak ada teman lagi kecuali Allah. Sesuai dengan sabda Rasul:
“Aku punya kesempatan khusus dengan Allah, malaikat dan nabi yang diutus pun tak akan mampu mencapainya (yang dimaksud nabi di sini adalah jasad Nabi)”.
Ini adalah alam tersendiri dari selain Allah. Firman Allah:
“Bersihkanlah hatimu dari selain Aku sampailah kepada-Ku”.
Yang dimaksud dengan menyendiri ialah peleburan diri dari sifat manusia dan beralih di dalam alamnya mencapai sifat-sifat Allah. Rasul bersabda:
“Berakhlaklah kamu dengan akhlak Allah” (artinya jadikanlah sifat-sifat Allah menjadi sifatmu).
BAB 16 :Zakat Syariat dan Zakat Tariqat
Zakat syariat adalah seseorang memberikan sesuatu dari hasil usahanya
bagi asnaf yang telah ditentukan dan pada waktu yang tertentu pula
setiap tahun dengan nisab yang telah ditentukan.
Zakat di dalam tariqat ialah memberikan hasil usaha bangsa akhirat kepada orang yang fakir agama dan miskin akhirat.
Yang menjadi sebab zakat disebut sadaqah, seperti firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 60: “Sesungguhnya sadaqah itu bagi orang-orang yang fakir”, karena zakat lebih dahulu sampai kepada Allah daripada kepada orang fakir dan yang dimaksudkan dengan penerimaan Allah adalah penerimaan Allah yang abadi. Dia memberikan pahala amalnya bagi orang lain, bila usaha keakhiratan pada orang yang berdosa, maka Allah mengampuninya, contohnya: pahala ganjaran, sadaqah, shalat, puasa, haji, tasbih, tahlil, bacaan Al-Quran, sifat dermawan dan amal-amal baik lainnya, sehingga tak ada lagi pahala bagi dirinya, maka ia menjadi orang yang pailit (bangkrut dalam arti kata ia tidak memiliki lagi pahala ibadahnya bagi dirinya).
Hadits Rasul:
“Orang yang (muflis) pailit akan berada pada kesentosaan dari Allah di dunia dan di akhirat”.
Sayyidina Rabi’ah Al-Adawiyah berkata dalam doanya:
“Ya Allah segala benda dunia yang ditetapkan untukku, berikanlah pada orang yang kafir dan segala pahala ganjaran akhirat yang ditentukan untukku berikanlah kepada orang yang beriman. Yang kuinginkan di dunia ini hanyalah mengingat-Mu dan yang kuinginkan di akhirat hanyalah bertemu dengan-Mu”.
Seorang manusia dengan segala yang dimilikinya semuanya adalah milik Allah, maka pada hari kiamat Allah akan melipathandakan pahala ganjaran amalannya menjadi sepuluh kali lipat sesuai dengan firman Allah:
“Barangsiapa yang melakukan amal kebajikan, maka ia mendapat pahala ganjaran sepuluh kali lipat” (QS. Al-An’am: 160).
Termasuk pula makna zakat adalah membersihkan hati dari sifat hawa nafsu, sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 245:
“Barangsiapa yang menunjukkan amal kebaikan kepada Allah, maka Allah akan melipatgandakan pahala ganjarannya dengan lupatan yang banyak”.
Firman Allah:
“Sungguh bahagia orang-orang yang membersihkan jiwanya” (QS. Asy-Syams: 9).
Yang dimaksudkan dengan Qard (meminjamkan) di sini ialah memberikan segala kebaikan di jalan Allah, karena berbuat baik pada makhluk Allah dan ikhlas karena Allah semata serta didasari oleh kasih sayang dan tidak diikuti dengan harapan terhadap imbalan. Firman Allah:
“Janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima” (QS. Al-Baqarah: 264).
Sama sekali tidak mengharap imbalan duniawi. Ini adalah salah satu bagian utama pada bab infak fi sabilillah. Firman Allah:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai” (QS. Ali Imran: 92).
Zakat di dalam tariqat ialah memberikan hasil usaha bangsa akhirat kepada orang yang fakir agama dan miskin akhirat.
Yang menjadi sebab zakat disebut sadaqah, seperti firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 60: “Sesungguhnya sadaqah itu bagi orang-orang yang fakir”, karena zakat lebih dahulu sampai kepada Allah daripada kepada orang fakir dan yang dimaksudkan dengan penerimaan Allah adalah penerimaan Allah yang abadi. Dia memberikan pahala amalnya bagi orang lain, bila usaha keakhiratan pada orang yang berdosa, maka Allah mengampuninya, contohnya: pahala ganjaran, sadaqah, shalat, puasa, haji, tasbih, tahlil, bacaan Al-Quran, sifat dermawan dan amal-amal baik lainnya, sehingga tak ada lagi pahala bagi dirinya, maka ia menjadi orang yang pailit (bangkrut dalam arti kata ia tidak memiliki lagi pahala ibadahnya bagi dirinya).
Hadits Rasul:
“Orang yang (muflis) pailit akan berada pada kesentosaan dari Allah di dunia dan di akhirat”.
Sayyidina Rabi’ah Al-Adawiyah berkata dalam doanya:
“Ya Allah segala benda dunia yang ditetapkan untukku, berikanlah pada orang yang kafir dan segala pahala ganjaran akhirat yang ditentukan untukku berikanlah kepada orang yang beriman. Yang kuinginkan di dunia ini hanyalah mengingat-Mu dan yang kuinginkan di akhirat hanyalah bertemu dengan-Mu”.
Seorang manusia dengan segala yang dimilikinya semuanya adalah milik Allah, maka pada hari kiamat Allah akan melipathandakan pahala ganjaran amalannya menjadi sepuluh kali lipat sesuai dengan firman Allah:
“Barangsiapa yang melakukan amal kebajikan, maka ia mendapat pahala ganjaran sepuluh kali lipat” (QS. Al-An’am: 160).
Termasuk pula makna zakat adalah membersihkan hati dari sifat hawa nafsu, sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 245:
“Barangsiapa yang menunjukkan amal kebaikan kepada Allah, maka Allah akan melipatgandakan pahala ganjarannya dengan lupatan yang banyak”.
Firman Allah:
“Sungguh bahagia orang-orang yang membersihkan jiwanya” (QS. Asy-Syams: 9).
Yang dimaksudkan dengan Qard (meminjamkan) di sini ialah memberikan segala kebaikan di jalan Allah, karena berbuat baik pada makhluk Allah dan ikhlas karena Allah semata serta didasari oleh kasih sayang dan tidak diikuti dengan harapan terhadap imbalan. Firman Allah:
“Janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima” (QS. Al-Baqarah: 264).
Sama sekali tidak mengharap imbalan duniawi. Ini adalah salah satu bagian utama pada bab infak fi sabilillah. Firman Allah:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai” (QS. Ali Imran: 92).
BAB 17: Saum Syariat dan Saum Tariqat
Saum (puasa) syariat adalah menahan diri dari makanan, minuman, dan bersetubuh di waktu siang. Saum tariqat adalah menahan seluruh anggota tubuh dari segala perbuatan yang diharamkan dan dilarang juga menjauhi sifat-sifat tercela, seperti ujub dan sebagainya lahir dan batin, siang maupun malam. Bila melakukan hal-hal tersebut tadi, maka batallah puasa tariqatnya. Saum syariat mempunyai waktu tertentu, saum tariqat selama hidup.
Nabi bersabda:
“Banyak orang yang berpuasa hasilnya hanyalah lapar dan dahaga”.
Dalam Hadits yang lain Nabi bersabda:
“Banyak yang berpuasa, tetapi berbuka. Banyak yang berbuka, tetapi berpuasa”.
Yaitu orang yang perutnya tidak berpuasa, tetapi ia menjaga anggota tubuhnya dari perbuatan terlarang dan menyakiti orang lain.
Firman Allah dalam hadits Qudsi:
“Puasa itu untukku dan Akulah yang akan membalasnya”.
Hadits Rasul:
“Bagi orang yang berpuasa akan mendapat dua kebahagiaan. Pertama, yaitu ketika berbuka. Kedua, ketika melihat Allah”.
Semoga kita mendapatkannya.
Pengertian Hadits tadi menurut syariat ialah kebahagiaan yang pertama ketika berbuka dengan memakan makanan di waktu maghrib. Kedua, ketika melihat bulan di malam lebaran pertama selesainya tugas puasa Ramadhan.
Adapun pengertian menurut tariqat ialah kebahagiaan yang pertama ketika masuk surga menikmati kenikmatan surga. Semoga Allah memberikannya kepada kita. Kedua, ru’yah. Yang dimaksud dengan ru’yah ialah melihat Allah pada hari kiamat dengan pandangan sirri secara nyata. Semoga kita mendapatkannya.
Saum hakikat ialah menjaga hati dari selain Allah dan menjaga rasa agar tidak mencintai selain Allah. Hadits Qudsi: “Manusia adalah rahasia-Ku dan Aku rahasianya”. Sir itu dari nur Allah, maka orang yang di tingkat ini tidak akan cenderung kepada selain Allah. Tidak ada yang dicintai, diingini, dan dicari selain Allah di dunia maupun di akhirat. Bila hati terjatuh pada mencintai selain Allah, maka batallah saum hakikatnya dan ia harus melakukan qadha dengan kembali mencintai Allah dan menemuinya di dunia dan akhirat, sesuai firman Allah: “Saum itu bagi-Ku dan Akulah yang akan membalasnya”.
BAB 18:Haji Syariat dan Haji Tariqat
Haji syariat ialah melakukan ibadah haji ke Baitullah dengan melaksanakan syarat-syarat dan rukun-rukunya, sehingga menghasilkan pahala haji. Bila kurang syaratnya, maka kurang pula pahalanya, bahkan membatalkannya karena Allah memeirntahkan menyempurnakan haji. Allah berfirman:
“Sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah” (QS. Al-Baqarah: 196).
Di antara pekerjaan haji adalah ihram, masuk ke Makkah dan Tawaf Qudum, Wukuf di Arafah, menginap di Muzdalifah, menyembelih hewan qurban di Mina, masuk ke tanah Haram, Taqaf keliling Ka’bah tujuh kali, minum air Zam-zam, shalat Sunat Tawaf di Makam Nabi Ibrahim kekasih Allah, melakukan Tahallul dari pekerjaan yang dilarang di waktu Ihram dan selainnya.
Pahala bagi haji syariat adalah selamat dari neraka dan siksa Allah. Firman Allah:
“Orang yang masuk ke Baitullah (beribadah haji), maka ia akan sentosa”.
Selanjutnya melakukan tawaf wada dan kembali ke negerinya masing-masing. Semoga kita diberi kemampuan untuk melaksanakannya.
Bekal dan kendaraan haji tariqat adalah adanya kecenderungan hati ingin mengambil talqin dari Shahibut-talqin, selanjutnya melaksanakan dzikir dengan lisn serta menghayati maknanya. Yang dimaksud dengan dzikir di sini ialah mengucapkan kalimat Laa Ilaha Illallah dengan lisan, selanjutnya menghidupkan hati dengan berdzikir kepada Allah dalam batin, sehingga hatinya menjadi bersih.
Pertama-tama dengan menggunakan Asmaus-sifat (nama-nama sifat Allah) sehingga muncul Ka’bah Sirri dengan cahaya sifat Jamaliyah. Sebagaimana firman Allah kepada Nabi Ibrahim dan Nabi:
“Agar engkau berdua membersihkan rumah-Ku bagi orang-orang yang datang bertawaf” (QS. Al-Hajj: 26).
Ka’bah zahir dibersihkan bagi orang-orang yang bertawaf di kalangan makhluk, sedangkan Ka’bah hati dibersihkan untuk dipandang Allah. Oleh karena itu sudah selayaknya dibersihkan dari selain Allah.
Selanjutnya berihram dengan cahaya Ruh Qudsi dan masuk ke Ka’bah hati, dan tawaf qudum dengan mulazamahkan nama yang kedua, yaitu: Lafaz Jalalah, “Allah”.
Selnjutnya berangkat ke Arafah Qalbi (hati), yaitu tempat munajat, maka berwukuflah di situ dengan mulazamahkan nama yang ketiga, yaitu “Hu” (Dia, Allah); dan nama yang keempat, yaitu “Haqqun” (Yang Maha Benar).
Selanjutnya berangkat ke Muzdalifah Fuad dan digabungkan dengan nama kelima, yaitu “Hayyun” (Yang Maha Hidup), dan nama yang keenam, yaitu “Qayyum” (Yang Ada dengan Sendirinya), lalu berangkat ke Mina Sir (rasa) yang terletak antara dua Haram (dua daerah) dan wukuf di sana.
Selanjutnya menyembelih nafsu muthma’innah dengan menggunakan nama yang ketujuh, yaitu “Qahhar” (Yang Maha Memaksa), karena “Qahhar” adalah “ismul fana” (nama kehancuran) yang menghilangkan penghalang kekufuran sebagaimana sabda Nabi saw.:
“Kufur dan Iman adalah dua tempat di belakang Arasy. Kedua-duanya merupakan penghalang antara hamba dengan Tuhannya. Salah satu hitam dan yang lainnya putih”.
Selanjutnya memotong rambut dari kepala Ruh Al-Qudsi dari sifat basyariyah (kesenangan manusiawi) dengan menggunakan nama kedelapan.
Selanjutnya masuk ke Haram sirri dengan menggunakan nama kesembilan dan sampailah kepada melihat orang-orang yang beri’tikaf dan ikut beri’tikaf di lingkungan Qurbah.
Dan bahagia dengan mulazamahkan nama kesepuluh dan melihat keindahan Shamadiyah Allah Yang Maha Suci dan Maha Agung tanpa dipertanyakan “bagaimana” dan tidak dapat diumpamakan.
Selanjutnya melakukan tawaf batin dengan tujuh putaran dengan mulazamahkan nama yang kesebelas. Nama yang kesebelas ini disertai dengan enam nama-nama cabang dan selanjutnya meminum minuman batin dari tangan Qurbah.
Allah memberi minum kepada mereka dengan minuman yang suci dari gelas nama keduabelas. Kemudian diliputi dengan Zat Yang Maha Kekal dan Maha Suci dari perumpamaan; maka manusia melihat kepada Allah dengan Nur Allah. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah: “Sesuatu yang tidak dapat dilihat dengan mata, tidak dapat didengar dengan telinga dan tidak tersirat pada hati seorang manusia”, yaitu Kalam Allah tanpa huruf tanpa suara dan tanpa perantara. Yang dimaksud dengan tidak tersirat dalam hati manusia, yaitu nikmatnya rasa melihat dan berkalan dengan Allah.
Selanjutnya bertahallul dari yang diharamkan Allah yaitu menukar sifat buruk dengan sifat yang baik dengan selalu mengulang-ulang Asma Tauhid, sesuai firman Allah:
“Manusia yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, mereka adalah orang-orang yang amal buruknya ditukar dengan kebaikan”.
Dan selanjutnya melepaskan diri dari tarikan nafsu dan selanjutnya aman dari rasa takut dan dukacita. Firman Allah dalam surah Yunus ayat 62:
“Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”.
Semoga kita diberi kemampuan untuk mendapatkannya dengan Fadhal dan kasih sayang serta kemuliaan-Nya.
Selanjutnya melaksanakan tawaf shadri dengan menggunakan seluruh asma dan kembalilah ke negeri asalnya masing-masing, yaitu di alam Al-Qudsi alam sebaik-baiknya dengan selalu melaksanakan nama yang keduabelas. Nama yang keduabelas ini sangat berkaitan dengan alam yakin.
Ta’qilan seperti ini adalah takwilan yang beredar di sekitar lisan dan akal saja. Adapun hal-hal yang di belakang ini tidak akan dapat diberitakan, karena tidak akan terkejar oleh kefahaman dan tidak akan difahami oleh hati dan tidak akan dapat dibahas. Sebagaimana sabda Nabi saw.: “Ada ilmu yang bagaikan mutiara di dalam kerang”. Di antara ilmu-ilmu hanya ulama-ulama khusus yang mengetahuinya, karena diberi oleh Allah. Kalau mereka membicarakannya, maka akan banyak yang menentangnya.
Seorang Arif hanya akan menyampaikan hal-hal yang lebih rendah dari yang disebutkan tadi. Sedangkan seorang Alim akan berbicara lebih tinggi dari yang dibicarakan tadi, karena ilmu seorang Arif adalah sir Allah Ta’ala. Selain Allah tidak ada yang mengetahuinya. Ini yang dimaksud dengan firman Allah dalam ayat Qursyi:
“Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya dan seterusnya” (QS. Al-Baqarah: 255).
Yaitu para nabi dan para wali Allah mengetahui segala rahasia dan yang samar. Allah, tiada Tuhan selain Allah. Allah yang mempunyai Asmaul Husna. Wallahu A’lam.
BAB 19:Getaran Hati dan Bersih Hati
Firman Allah:
“Gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah” (QS. Az-Zumar: 23).
Firman Allah:
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk menerima Agama Islam, lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya sama dengan orang yang membatu hatinya. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah” (QS. Az-Zumar: 22).
Sabda Nabi saw.:
“Sentuhan tarikan dari tarikan Allah Al-Haq sebanding dengan ibadah seluruh jin dan manusia”.
Sabda Nabi saw.:
“Orang yang tidak punya rasa kasih sayang berarti hatinya tidak hidup”.
Berkata Al-Junaid Rahimahullah:
“Bila Allah menanamkan rasa kasih sayang di dalam batin manusia, maka akan muncul perasaan bahagia dan sedih”.
Wajdu (getaran) itu ada dua macam: 1. Jismani; 2. Ruhani. Wajdu Jismani, yaitu getaran hati yang didorong oleh nafsu dan adanya timbul dari kekuatan jasad, bukan dengan tarikan kuat Ruhani; contohnya seperti riya’ (ingin diketahui orang), atau sum’ah (ingin dibesar-besarkan orang atau ingin terkenal). Ini semua hal yang batil, karena keberadaannya masih berkisar pada diri. Getaran seperti ini tidak boleh diikuti.
Getaran hati runai ialah bertambahnya kekuatan ruh dengan daya tarik Allah, seperti membaca Al-Quran dengan suara yang bagus atau sya’ir yang memenuhi aturan wazannya; atau berdzikir yang tembus sehingga jasad tidak mampu lagi bertahan dan tumbang. Gambaran seperti ini merupakan limpahan Rahmat Allah dan baik untuk diikuti sesuai firman Allah:
“Maka sampaikanlah berita gembira kepada hamba-hambaku yang mendengar kata-kata (nasihat) lalu mengikut yang baiknya”.
Begitu pula getaran ruhani ini terjadi ketika mendengarkan suara-suara orang yang menumpahkan kerinduannya pada Ilahi. Juga suara burung-burung dan irama lagi-lagu merupakan kekuatan ruh. Bila didorong oleh kekuatan getaran ruhani, maka tidak akan dimasuki oleh nafsu dan syaitan, karena syaitan hanya dapat mengganggu pada gerakan kegelapan nafsu, tidak pada cahaya Ruhaniyyah; bahkan syaitan akan terkulai, seperti ia terkulai dengan kalimat Hauqalah (Laa Haula Wala Quwwata illa Billahil ‘aliyil azim [tiada daya dan kebaikan, kecuali oleh Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung]); seperti leburnya garam yang dimasukkan pada air, hal ini dijelaskan oleh Hadits Rasul.
Bacaan ayat-ayat Al-Quran, syair-syair hikmat, mahabbah dan kenikmatan mahabbah, dan suara-suara kesedihan mengandung kekuatan cahaya bagi ruh. Cahaya harus bertemu dengan cahaya lagi, yaitu ruh. Sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nur ayat 26: “Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik”.
Getaran hati yang Syaitani (dari Syaitan) dan nafsani (dari nafsu) tidak mengandung cahaya, bahkan sebaliknya, mengandung kegelapan, kekufuran, dan kesesatan. Gelap bertemu gelap, yaitu nafsu diperkuat oleh nafsu. Sesuai firman Allah dalam surah An-Nur ayat 26: “Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji”. Ruh tidak menimbulkan kekuatan pada kegelapan itu.
Gerak getaran dalam getaran ruhani ada dua macam: 1. Getaran di atas sadar, 2. Getaran di bawah sadar.
Getaran di atas sadar seperti gerakan badan manusia yang bukan disebabkan rasa sakit atau penyakit. Gerakan-gerakan seperti ini bukan gerakan yang dituntut. Adapun gerakan yang di bawah sar yaitu yang ditimbulkan oleh penyebab-penyebab lain, seperti kekuatan ruh. Diri tidak akan mampu membuatnya, karena gerak ini mengalahkan gerakan badan, seperti gerakan panas; bila panas memuncak, manusia tidak akan mampu menahannya, diri sudah tidak dapat memilih-milih lagi. Getaran jiwa bila sudah menyelubungi gerakan ruhani, maka ini merupakan hakikat dari ruhaniah.
Getaran hati dan mendengar suara adalah dua alat, seperti sesuatu yang ada pada hati orang-orang yang sangat merindukan Allah dan orang-orang yang ahli ma’rifat. Getaran dan sima adalah makanan orang-orang yang mencintai Allah dan kekuatan bagi orang-orang yang kuat mencari pendekatan kepada Allah. Sebagaimana di dalam hadits Rasul:
“Mendengarkan suara bagi suatu golongan adalah fardhu, bagi golongan yang lain adalah sunnah, bahkan bagi satu golongan lagi adalah bid’ah”.
Fardhu bagi orang-orang yang khusus; sunnah bagi orang-orang yang sudah mencapai mahabbah; dan bid’ah bagi orang-orang yang masih lupa kepada Allah. Nabi saw. Bersabda:
“Orang yang tidak tergerak karena mendengar suara dan syair-syair bunga dengan bunganya, kayu dengan talu-taluannya, maka itu adalah percampuran yang rusak, tidak ada obatnya dan merupakan sebuah kekurangan yang lebih rendah dari keledai dan burung-burung, bahkan lebih rendah daripada sapi kerbau”.
Keledai, burung, sapi dan kerbau akan merasakan dampak dari suatu nada yang berirama; buktinya burung-burung yang hinggap di atas kepala Nabi Daud as, karena mendengar suara Nabi Daud as. Rasul bersabda: “Orang yang tidak punya getaran hati berarti tidak beragama”.
Getaran jiwa itu ada sepuluh jalan. Sebagian jelas dan terlihat bekasnya di dalam gerakan. Sebagian lagi samar, bekasnya tidak terlihat di dalam jasad, seperti cenderungnya hati pada zikrullah, membaca Al-Quran, menangis, rintihan kesakitan, rasa takut, rasa sedih, keputusasaan, kebingungan ketika melaksanakan zikrullah, termasuk pula di antaranya ialah perasaan menanggung beban, penyesalan, perubahan pada lahiriah dan batiniah, serta mencari ridha Allah dan merindukannya, juga termasuk di antaranya rasa panas dan sakit serta keluar keringat.
BAB 20:Khalwat dan Uzlah
“Muslim yang sempurna adalah manusia yang orang lain selamat dari tangannya dan lidahnya serta menjaga lidahnya dari kata-kata yang tidak berguna”.
Sabda Nabi saw.: “Selamatnya seorang manusia tergantung pada pengendalian lidahnya. Dan celakanya manusia pun tergantung pada lidahnya. Juga menjaga dua matanya dari khianat dan melihat yang diharamkan serta menjaga kedua kaki dan telinganya”.
Sabda Nabi saw.: “Dua ata ini suka berzina, dari zina anggota badan ini akan menimbulkan manusia yang buruk seperti rupa orang Habsyi dan akan bangun pada hari kiamat dan disaksikan di hadapan Allah; dan mengambil teman-temannya serta disiksa di dalam neraka”.
Jika ia bertaubat dan menjaga dirinya, maka akan masuk pada firman Allah:
“Dan orang-orang yang menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya” (QS. An-Nazi’at: 40-41).
Maka akan digantikan rupanya dengan rupa yang elok dan manis; seelok pemuda-pemuda surga; dan selamatlah dari segala keburukannya.
Khalwat menjadi benteng bagi seorang manusia dari maksiat dan amalannya menjadi amalan yang saleh, bahkan dia dapat mencapai darajat manusia yang baik. Allah berfirman:
“Orang yang mengharapkan ingin bertemu dengan Tuhannya hendaklah melaksanakan amal saleh dan tidak boleh menyekutukan apapun dalam beribadah kepada Tuhannya” (QS. Al-Kahfi: 110).
Khalwat batin adalah batinnya tidak boleh dimasuki oleh pikiran-pikiran bangsa nafsu dan syaitan, seperti menyenangi makanan, minuman, pakaian, mencintai keluarga, bintanag, kuda, dan sebagainya; juga seperti riya’, sum’ah dan kemasyhuran Nabi saw. Bersabda:
“Kemasyhuran dan angan-angan yang mengarah kepadanya itu berbahaya: sedangkan tidak menginginkan kemasyhuran dan segala sesuatu yang mengarah kepadanya adalah kesenangan”.
Hatinya secara sadar jangan dimasuki sombong, ujub, kikir, dengki, mengumpat, mengadu domba, dengki, memaksa, pemarah, dan sebagainya dari sifat-sifat yang tercela. Bila salah satu masuk ke dalam hati yang sedang khalwat, maka batallah khalwatnya; rusaklah hatinya dan rusaklah segala amal salehnya dan ikhlasnya, maka hatinya akan menjadi hati yang tiada manfaat. Sesuai dengan firman Allah:
“Sesungguhnya Allah tidak akan membiarkan terus berlangsung pekerjaan orang-orang yang membuat kerusakan” (QS. Yunus: 81).
Setiap orang yang dalam hatinya terdapat sifat-sifat seperti ini, maka ia termasuk mufsidin (orang-orang yang merusak) walaupun pada lahirnya ia termasuk seorang yang saleh.
Nabi saw bersabda: “Seorang sombong dan ujub merusakkan iman”.
Sabda Nabi saw.: “Mengumpat itu lebih besar dosanya daripada zina”.
Sabda Nabi saw.: “Hasad itu menghancurkan kebaikan seperti halnya api menghancurkan kayu bakar”.
Sabda Nabi saw.: “Fitnah itu sesuatu yang tertidur, Allah akan melaknati orang yang membangunkannya”.
Sabda Nabi saw.: “Orang yang kikir tidak akan masuk surga, walaupun ia ahli ibadah”.
Sabda Nabi saw.: “Riya’ adalah syirik khafi, menyekutukan-Nya adalah kufur”.
Sabda Nabi saw.: “Tidak akan masuk surga orang yang mengumpat”.
Dan masih banyak hadits-hadits lain yang mencela akhlak-akhlak yang buruk maka inilah tingkatan pada kehati-hatian.
Maka tujuan tasawuf pada tahap awal adalah membersihkan hati dari semua itu; menahan nafsu dan hawa nafsu. Orang yang telah mampu memperbaikinya dengan khalwat, riyadhah dan diam serta mendawamkan zikir dengan keinginan, kecintaan, taubat dan ikhlas, dan i’tikad yang baik yang sesuia dengan Sunnah dan mengikuti jejak-jejak orang yang saleh pada masa dahulu, para tabi’in, para masyaikh dan para ulama amilin. Orang yang berkhalwat dengan taubat dan talqin serta menjalankan syariat-syariat ini, maka akan menjadi orang yang ikhlas kepada Allah; Ikhlas ilmunya dan amalnya, sehingga hatinya akan bersinar dan kulitnya pun akan menjadi lembut, lidahnya akan bersih, anggota badan pun akan bersih dari mulai lahir hingga batin. Amal ibadahnya akan dibawa ke hadirat Allah dan akan diterima oleh Allah. Doanya akan didengar sesuai dengan ucapan “Sami Allahu liman hamidah” (Allah mendengar pujian dari orang-orang yang memuji pada-Nya). Yakni menerima doanya, puji-pujian, serta ibadahnyal dan Allah akan memberi penggantinya pada hamba-Nya berupa pahala Qurbah dan Darajat, sesuai firman Allah:
“Kepada-Nyalah naik kalimat thayyibah dan amal-amal saleh menaikkan-Nya (QS. Al-Fathir: 10).
Yang dimaksud dengan kalimat tayyib adalah seorang manusia menjaga lisannya dari kata-kata yang tidak berguna, setelah keberadaan lidahnya adalah sebagai alat untuk berzikir kepada Allah dan bertauhid kepada-Nya sesuai dengan firman Allah:
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna” (QS. Al-Mukminun: 1-3).
Allah akan meninggikan ilmu, amal dan pengamalnya kepada Rahmat dan dekat kepada-Nya serta pada darajat-Nya dengan ampunan dan ridha Allah.
Bilamana darajat-darajat tadi telah dicapai oleh orang yang berkhalwat, maka hatinya akan seperti laut yang tidak akan berubah oleh sikap buruk manusia kepadanya, sebagaimana sabda Nabi saw.: “Jadilah kamu seperti laut yang tidak berubah”. Matilah segala tuntutan nafsu, seperti tenggelamnya Fir’aun dan keluarganya di dalam lautan dan jadilah kapal yang selamat berjalan tanpa halangan. Ruh Qudsinya akan menyelam sampai ke dasarnya dan mengambil permata hakikat. Dia akan mengeluarkan mutiara “ma’rifat” dan intan “latha’if”. Sebagaimana firman Allah: “Dari keduanya keluarlah mutiara dan permata”, karena laut ini dapat diperoleh oleh orang yang mampu memadukan lautan lahir dan batin; dan ia tidak akan lagi merubah hatinya. Taubatnya akan menjadi taubat yang hakiki; ilmunya bermanfaat; amalnya baik secara langsung tidak akan cenderung kepada larangan-larangannya; dan lupanya pun akan diampun dengan istighfar (mohon ampun), rasa penyesalan dan keyakinan.
BAB 21:Aurad Khalwat
Khalwat dilaksanakan dan bila mampu sambil berpuasa dan melaksanakan shalat lima waktu berjamaah di masjid pada waktunya; melaksanakan sunat-sunatnya, syarat-syarat dan rukun-rukunnya dengan sempurna. Shalat sunat 12 rakaat pada tengah malam, yaitu shalat tahajud dengan tiap dua rakaat satu salam, karena Rasul saw bersabda:
“Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Selanjutnya shalat sunat Witir tiga rakaat”.
Allah berfirman:
“Pada malam hari laksanakanlah Tahajud sebagai pekerjaan sunnah bagimu”.
Allah berfirman: “Lambung mereka jauh dari tempat tidur”.
Selanjutnya shalat sunnah dua rakaat setelah terbit matahari, yaitu shalat Israq. Kemudian dua rakaat shalat Isti’azah; rakaat pertama membaca surah Al-Falaq; rakaat kedua surah An-Nas. Selanjutnya dua rakaat Istikharah dengan membaca Ayat Qursi sekali, Al-Ikhlas tujuh kali pada rakaat pertama dan kedua. Selanjutnya enam rakaat shalat Dhuha dengan membaca surah yang sesuai kemampuan. Dilanjutkan dengan dua rakaat shalat Kaffaratul Bauli (shalat melebur dosa dari kencing); setiap rakaat setelah Al-Fatihah membaca surah Al-Kautsar tujuh kali. Shalat ini juga merupakan shalat yang menyelamatkan manusia dari siksa kubur. Nabi bersabda:
“Bersucilah kamu sekalian dari air kencing, sebab kebanyakan siksa kubur itu diakibatkan dari kecerobohan air kencing”.
Selanjutnya shalat empat rakaat, jika ia bermadzhab Imam Hanafi, laksanakan empat rakaat sekaligus; dan bila bermadzhab Imam Syafi’i laksanakan dua rakaat-dua rakaat pada siang hari. Bila dilakukan pada malam hari, baik bermadzhab Hanafi dan Syafi’i dilaksanakan dua rakaat-dua rakaat, yaitu shalat Tasbih.
Sifatnya di dalam madzhab Imam Hanafi jika waktu siang dengan niat: “Aku niat bershalat karena Allah, empat rakaat shalat Tasbih”. Kemudian bertakbiratul ihram, membaca tawajuh, dan bertasbih lima belas kali, yaitu “Subhanallah wal Hamdulillah wa Laa Ilaha Illallah Huwallahu Akbar. Laa Haula wa Laa Quwwata illa billahi ‘aliyyil ‘azhim” (Maha Suci Allah, Segala puji bagi Allah dan tiada Tuhan selain Allah, Allah Yang Maha Besar, dan tiada daya dan upaya kecuali oleh Allah Yang Maha Tinggi dan Agung). Kemudian membaca surah Al-Fatihah dan membaca satu surah atau ayat-ayat dari surah-surah yang panjang, seperti akhir surah Al-Baqarah; dilanjutkan dengan bertasbih sepuluh kali; lalu ruku’ dan membaca “Subhana rabiyal azhimi wabihamdi” tiga kali dan tasbih sepuluh kali kemudian ia bersujud dan membaca dalam sujudnya “Subhana rabiyal a’la wabihamdi” tiga kali, bertasbih sepuluh kali; lalu duduk antara dua sujud, bertasbih sepuluh kali; sujud lagi bertasbih sepuluh kali dan duduk bertasbih sepuluh kali lalu berdiri masuk pada rakaay kedua seperti bacaan pada rakaat pertama, hanya ditambah dengan “Tahiyyat”, lalu melaksanakan rakaat ketiga dan keempat. Maka bilangan tasbih pada setiap rakaat adalah tujuh puluh lima kali. Dan bilangan tasbih pada dua rakaat adalah seratus lima puluh kali. Dan bilangan tasbih pada empat rakaat adalah sebanyak tiga ratus kali.
Adapun tataara shalat Tasbih pada madzhab Imam Syafi’i baik dilaksanakan pada siang maupun malam hari adalah sebagai berikut: Pertama, niat: Niat bersholat dua rakaat shalat Tasbih. Kemudian takbiratul ihram; membaca tawajjuh; membaca Al-Fatihah;
- Membaca surah lalu bertasbih lima belas kali;
- Ketika ruku’ bertasbih sebanyak sepuluh kali;
- Ketida i’tidal bertasbih sebanyak sepuluh kali;
- Ketika sujud bertasbih sebanyak sepuluh kali;
- Ketika duduk antara dua sujud sebanyak sepuluh kali;
- Ketika sujud kedua bertasbih sebanyak sepuluh kali;
- Ketika duduk istirahat setelah sujud kedua sebanyak sepuluh kali.
Kemudian melanjutkannya pada rakaat kedua hingga di akhir dengan duduk terakhir membaca tasbih sepuluh kali dan membaca tahiyyat sehingga akhir dan bertasbih sepuluh kali dan memberi salam. Begitu pula dua rakaat yang terakhir.
Shalat Tasbih ini wajib dilaksanakan bagi orang yang berkhalwat, sekali dalam sehari semalam. Kalau tidak mampu, satu Jumat sekali. Kalau masih tidak mampu, sebulan sekali. Alau masih tidak mampu, setahun sekali. Kalau masih tidak mampu, satu kali seumur hidup.
Nabi saw bersabda kepada pamannya Sayyidina Abbas ra:
“Orang yang melaksanakan shalat Tasbih ini akan diampuni seluruh dosanya, walaupun lebih banyak daripada bilangan pasir dan bilangan bintang-bintang di langit dan hitungan segala sesuatu yang ada di atas bumi”.
Bagi orang yang sedang bersuluk, seyogyanya membaca Doa Saifi sekali atau dua kali sehari semalam; dan membaca Al-Quran kira-kira dua ratus ayat dan melaksanakan zikir sebanyak-banyaknya. Zikir jahar dilakukan bila ia berada pada tingkatan zikir jahar, begitu pula berzikir khafi bila ia berada pada tingkatan zikir khafi. Maqam zikir khafi adalah setelah hidupnya hati dan setelah berkemampun bicara dengan lisan sirri, sebagaimana firman Allah:
“Berzikirlah kamu kepada Allah, sebagaimana Allah telah memberi hidayah kepadamu”.
Yakni sesuai dengan martabat zikirmu. Selanjutnya pada setiap maqam ada nama tertentu dan tatakrama tertentu yang diketahui oleh para ahlinya. Juga membaca surah Al-Ikhlas sehari seratus kali, shalawat kepada Nabi saw sehari seratus kali dan membaca dan mengucap Istighfar yang artinya:
“Aku mohon ampunan kepada Allah yang tiada Tuhan kecuali Dia Yang Hidup dan Yang Ada tanpa diciptakan dari segala dosa yang telah aku perbuat dan yang akan datang dan dosa yang terang-terangan dan yang tersembunyi dan yang berlebihan dan segala dosa yang Engkau lebih mengetahuinya daripadaku. Engkau Yang Maha Awal dan Engkau Yang Maha Kekal dan Engkau berkuasa terhadap segala sesuatu”, seratus kali dan bila mampu tambahlah pekerjaan sunnah dan bacaan-bacaan.
BAB 22:Ketika Tidur dan Mengantuk
Hal-hal yang terjadi ketika tidur dan ngantuk adalah hal yang berfaedah. Firman Allah dalam surah Al-Fath ayat 27:“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasulnya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjid Haram. Insya Allah dalam keadaan aman”
Allah berfirman atas lisan Nabi Yusuf as:
“Sesungguhnya aku melihat sebelas bintang” (QS. Yusuf: 4).
Nabi saw bersabda:
“Setelah aku tidak ada lagi kenabian kecuali khabar-khabar gembira yang dilihat dalam mimpin oleh seorang mukmin atau ia diperlihatkan kepadanya”.
Firman Allah:
“Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat” (QS. Yunus: 64).
Sabda Nabi saw:
“Orang yang bermimpin melihat aku, berarti ia benar-benar melihat aku, sebab syaitan tidak akan menyerupai seperti aku”.
Dan menjadi orang-orang yang mengikutiku (mengikuti nabi) dengan cahaya syariat, tariqat, ma’rifat dan hakikat serta pandangan hati (basyirah). Allah berfirman:
“Aku dan orang-orang yang mengikuti-Ku mengajak (kamu) kepada Allah dengan basyirah” (QS. Yusuf: 108).
Syaitan tidak akan mampu menjelma menjadi semua cahaya-cahaya seperti ini, sebagaimana yang dikatakan oleh penyusun Kitab Al-Munzhir: “Syaitan tidak mampu menjelma bukan hanya pada Nabi saw saja, tetapi juga pada setiap saluran hikmat, kasih sayang dan hidayah, seperti para Nabi; para wali, Malaikat, Ka’bah, matahari, bulan, awan putih dan sebagainya, sebab syaitan adalah penyaliran sifat Al-Qahru (Yang Memaksa); ia tidak akan menjelma kecuali pada bentuk nama-nama yang menyesatkan. Orang yang berada pada penjelmaan nama-nama Al-Hadi (Pemberi Petunjuk) tidak akan dapat menjelma dalam penjelmaan Al-Mudhil, karena sesuatu yang berlawanan tidak akan muncul pada lawannya, seperti api dengan air. Api tidak akan beralih rupa menjadi air. Begitu pula sebaliknya, air tidak akan beralih rupa menjadi api, sebab antara air dan api terdapat perbedaan zat yang saling bertolak belakang. Dan Allah membedakan antara Hak dan Batil, antara benar dan salah, sebagaimana firman Allah dalam surah Ar-Ra’d ayat 17:
“Demikianlah Allah memberi perumpamaan (bagi) yang benar dan yang batil”.
Adapun penjelmaan syaitan dengan rupa ketuhanan dan pengakuan ketuhanan, hal itu dapat terjadi karena sifat Allah adalah: Jalal dan Jamal (Agung dan Indah).
Syaitan dapat menjelma dengan sifat Jalal, karena sifat Jalal adalah penjelmaan dari nama Al-Qahru. Dan lahirnya penjelmaan ketuhanan dan pengakuan ketuhanan adalah bersumber dari nama Al-Mudhillu saja. Syaitan menjelma dengan rupa ketuhanan bersumber dari Al-Mudhil saja. Ia tidak akan mampu menjelma dengan penjelmaan nama yang terpadu, karena nama yang terpadu bersumber dari petunjuk.
Dalam hal ini para ahli tariqat mempunyai pembahasan yang sangat luas. Firman Allah: “Dengan penglihatan hati (basyirah) aku dan orang-orang yang mengikutiku (setelahku)”, menunjukkan kepada Mursyid Pewaris Sempurna, yaitu Al-Irsyad. Kalimat “setelahku” dari ayat di atas adalah orang-orang yang mempunyai pandangan batin, seperti pandangan batinku dari satu arah, yaitu orang-orang yang mendapat wilayah-kamilah, yaitu para wali. Sebagaimana yang ditunjukkan dalam firman Allah: “Waliyyam Mursyida” (pemimpin yang dapat memberi petunjuk) (QS. Al-Kahfi: 17).
Ketahuilah, mimpi itu ada dua macam: 1. Mimpi Afaqi dan 2. Mimpi Anfusi. Masing-masing terbagi dua, anfusi dari akhlak yang terpuji atau akhlak yang tercela, seperti melihat bidadari, istana-istana, pemuda-pemuda pelayan surga, lapangan cahaya yang putih, seperti matahari, bulan, bintang dan sebagainya. Ini semua berkaitan dengan sifat hati.
Adapun yang berkaitan dengan nafsu muthma’innah, seperti bermimpi melihat hewan yang halal dagingnya atau burung-burung; karena kehidupan nafsu muthma’innah di surga bersumber dari jenis-jenis tadi, seperti kambing dan burung-burung.
Adapun sapi maka ia hanya datang dari surga kepada Nabi Adam as untuk bertani di dunia. Unta datang dari surga untuk memperindah Ka’bah yang zahir dan yang batin. Kuda sebagai alat untuk perang kecil dan perang besar. Semua itu adalah untuk akhirat. Nabi saw bersabda:
“Kambing itu diciptakan dari madu surga, sedangkan sapi diciptakan dari za’faran surga. Unta dari cahaya surga. Kuda dari angin surga.
Maka Bighal itu diciptakan dari sifat muthma’innah yang terendah. Bila seseorang bermimpin melihat Bighal, maka ia berarti malas dalam beribadah dan nafsunya berat.
Untuk keberhasilan upaya-upaya ini harus dilakukan dengan taubat dan amal saleh, maka ia akan mendapatkan imbalan yang baik.
Keledai diciptakan dari batu-batu surga. Ia diciptakan untuk keperluan Nabi Adam as dan keturunannya di dunia dalam rangka mencapai darajat akhirat.
Adapun yang berbicara dengan ruh yang merupakan khitab manusia yang sangat elok itu adalah menjelma dari cahaya ketuhanan; karena ahli surga seluruhnya dalam rupa yang sangat indah, sabda Nabi saw:
“Ahli surga adalah elok. Mereka bercelak (memakai sifat mata)”.
Sabda Nabi saw:
“Aku melihat Tuhanku dalam rupa pemuda yang sangat elok”.
Sebagian ulama mengatakan yang dimaksud dengan Hadits ini adalah Tajalli, yaitu Tuhan bertajalli dengan sifat ketuhanan pada cermin ruh yang disebut Tiflul Ma’ani, ia adalah pembimbing jasad dan menjadi perantaraan antara manusia dengan Tuhan.
Imam Ali ra berkata: “Kalau tidak ada bimbingan Tuhanku, aku tidak akan mengenal Tuhanku, bimbingan batin ini ada karena adanya pembimbingan zahir, yaitu ahli talqin, seperti para Nabi, para wali, mereka adalah para penerang hati dan jasad. Bila telah dimbimbing dengan ruh-ruh ini, maka tidak akan terbimbing lagi oleh ruh yang lain, firman Allah:
“Allah mendatangkan ruh atas perintahnya kepada siapa saja yang Ia kehendaki dari hamba-hamba-Nya” (QS. Al-mu’min: 15).
Mencari Mursyid itu wajib untuk mencapai ruh yang menimbulkan hidupnya hati dan mengenal Tuhan. Fahamilah!
Imam Ghazali berkata: “Sebenarnya boleh terjadi seseorang bermimpi melihat Tuhan di waktu tidur dalam rupa yang sangat indah dan ukhrawi”.
Ini berdasarkan ta’wil tersebut tadi. Kata Imam Ghazali pula: “Pembimbing ruh ini adalah sebuah perumpamaan yang diciptakan oleh Allah swt sebanding dengan kesiapan orang yang melihat itu sendiri. Yang terlihat dalam mimpi itu bukan hakikat Zat Allah, karena Zat Allah bersih dari segala rupa”.
Begitu pula melihat Nabi saw, tolok-ukurnya adalah sama. Nabi boleh saja dilihat dalam mimpi dengan rupa yang berbeda-beda sesuai dengan kadar kemampuan yang bermimpi itu sendiri.
Hanya orang-orang yang mendapat sebutan “Pewaris Sempurna”lah yang akan dapat melihat hakikat Nabi Muhammad, yaitu pewaris ilmunya, amalnya, perlakuannya, penglihatan hatinya serta shalat zahir dan batinnya bukan pada keadaan Nabi.
Begitu pula dalam Syarah Muslim dijelaskan: “Melihat Allah dengan rupa manusia dan cahaya itu merupakan ta’wil dan qiyas pada penjelmaan sifat-sifat seperti: Halnya Allah menjelmakan api dari pohon anggur kepada Nabi Musa as dan dari sifat Kalam-Nya”. Allah berfirman: “Apa yang ada pada tanganmu, ya Musa!” Api tersebut adalah cahaya; disebut api karena Nabi Musa as menduga bahwa itu adalah api, sebab pada saat itu beliau sedang mencari-cari api. Manusia tidak mengetahui lagi martabat yang paling rendah daripada kayu. Maka tidak heran kalau terjadi tajalli dengan sifat-sifat Allah pada hakikat kemanusiaan, setelah membersihkan hati. Dari sifat-sifat kehewanan berpindah kepada sifat-sifat kemanusiaan, seperti halnya penjelmaan yang terjadi pada para wali.
Abu Yazid Al-Bustami ra berkata ketika beliau melihat sebuah tajalli: “Maha suci aku, betapa agungnya aku”. Sayyid Al-Junaid ra berkata: “Di dalam jubahku tidak ada selain Allah”. Dan masih banyak lagi contoh-contoh lainnya. Dalam maqam ini terdapat rahasia-rahasia yang luar biasa bagi ahli tasawuf yang sangat panjang lebar penjelasannya.
Dalam bimbingan ruhani selalu ada keserasian. Orang yang di tingkat dasar tidak mempunyai keserasian antara dia dengan Allah dan antara dia dengan Nabinya; maka ia harus berada di bawah bimbingan orang yang telah mendapat bimbingan Allah. Orang di tingkat dasar hanya mempunyai keserasian dengan seorang wali, karena keserasian pada segi sama-sama manusia. Seperti halnya Nabi Muhammad saw di saat hidupnya. Di saat Nabi hidup di dunia manusia tidak memerlukan bimbingan orang lain, tetapi setelah beliau berpindah ke alam akhirat, maka ruh putuslah sifat keterkaitan dan beliau berada pada maqam Tajarrud Murni.
Begitu pula para aulia yang sudah terkait di akhirat, mereka tidak akan memberikan keirsyadan pada tujuannya (tidak langsung membimbing manusia lagi). Fahamilah: kalau engkau seorang ahli pemahaman. Kalau kamu tidak mampu memahami, carilah kefahamannya dengan riyadhah, untuk mencari cahaya yang akan meliputi nafsu kegelapan, kaerna pemahaman seperti ini hanya dapat dihasilkan dengan cahaya, bukan dengan lawan cahaya; karena cahaya akan datang dari tempat yang terhias dan memancar. Oleh karena itu orang yang di tingkat dasar tidak akan memiliki keserasian.
Adapun orang yang telah mencapai darajat kewalian di waktu hidup, maka ia memiliki keserasian dari dua sudut: Pertama: Ta’liqiyah (keterkaitan, dan Kedua: Tajridiyah (menyendiri dari sisi pewaris sempurna).
Maka ia mendapatkan wilayah di waktu hidup dengan wilayah ubudiyah nabawiyah dari Nabi Muhammad saw dan ia menyebarluaskannya di kalangan manusia. Fahamilah! Di belakang semua ini ada rahasia yang dalam yang dapat ditemukan hanya oleh ahlinya, firman Allah:
“Keagungan itu hanyalah bagi Allah, dan Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu’min” (QS. Al-Munafiqun: 8).
Adapun bimbingan arwah adalah Ruh Jismani membimbing pada jaad. Ruh Rowani membimbing di dalam hati. Ruh Sultani membimbing di dalam mata hati. Ruh Al-Qudsi membimbing sirri yang merupakan perantaraan antara manusia dengan Allah; dan sebagai penterjemah dari Allah kepada makhluk, karena Ruh Al-Qudsi adalah keluarga Allah dan Mahram-Nya.
Adapun mimpi yang muncul dari akhlak tercela bersumber dari nafsu Amarah, Lawwamah, dan Mulhimah. Semua ini akan terlihat dalam mimpim berbentuk binatang buas, seperti: macan (harimau), singa, serigala, beruang, anjing, babi, dan sebagainya; seperti kelinci, musang, kucing, alap-alap; dan binatang-binatang yang menyakiti seperti ular, kalajengking, tawon dan sebagainya. Sifat-sifat tercela ini merupakan sifat-sifat yang dijaga dan dijauhkan dari perjalanan ruh.
Harimau melambangkan sifat ujub, yaitu sombong kepada Allah merasa bsar diri di harapan Allah. Firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadap-Nya, sekali-kali bagi mereka tidak akan dibukakan pintu-pintu langit dan tidak pula mereka masuk surga hingga unta masuk ke lubang jarum” (QS. Al-A’raf: 40).
Begitu pula balasan bagi orang yang berbuat sombong kepada manusia. Singa melambangkan sifat sombong dan mengagung-agungkan diri pada manusia lain. Beruang melambangkan sifat pemarah dan selalu ingin mengalahkan orang yang di bawahnya. Serigala melambangkan sifat suka memakan barang yang haram. Anjing melambangkan sifat hubbud dunia (cinta dunia), memaksa dan marah karena urusan duniawi. Babi melambangkan sifat dendam, dengki, tamak dan mengikuti keinginan syahwat. Kelinci melambangkan sifat suka berhelah dan tipu daya dalam pengamalan urusan duniawi.
Musang seperti halnya kelinci, tetapi musang biasanya lebih banyak lupanya. Alap-alap melambangkan kecurigaan yang didasari oleh kebodohan dan mencintai kedudukan dan keagungan. Kucing melambangkan sifat kikiir dan munafik. Ular melambangkan sifat menyakiti orang lain dengan lisan seperti marah dan menjelek-jelekkan orang lain dan bohong. Juga terlihat di dalam mimpinya hewan-hewan buas yang man’nawi secara hakiki, itu semua dapat diketahui oleh ahlinya dengan pandangan hati.
Kalajengking melambangkan sifat suka berisyarat dengan kedipan mata, menakut-nakuti dan mengadu-adu. Tawon melambangkan sifat suka menyakiti orang lain dengan lisan secara samar (sindiran); bahkan terkadang ular pun menunjukkan permusuhan dengan manusia.
Bila seorang salik bermimpi memerangi binatang-binatang tadi dan ia tidak mampu mengalahkan, berarti ia harus meningkatkan perjuangannya dengan ibadah dan zikir, sehingga ia mampu mengalahkan sifat-sifat kebinatangan tadi dan melumpuhkannya, bahkan menghancurkan; dan menggantikannya dengan sifat-sifat manusia. Jika ia mampu menghancurkannya secara total, berarti ia sudah meninggalkan keburukan-keburukan secara total. Firman Allah tentang hak seorang ahli taubat:
“Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka” (QS. Muhammad: 2).
Dan bilamana seorang salik bermimpi melihat binatang-binatang tadi berubah wujud menjadi manusia, ini menunjukkan bahwa keburukannya telah diganti dengan kebaikan. Sesuai dengan firman Allah tentang hak-hak orang yang taubat:
“Dan orang-orang yang taubat, beirman dan beramal saleh, maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan” (QS. Al-Furqan: 70).
Yang berarti dia sudah lepas dari sifat-sifat yang menyakitkan. Dan bilamana seseorang sudah mencapai maqam ini, maka ia tidak boleh lengah, sebab terkadang kekuatan nafsu akan muncul kembali; bahkan terkadang menghancurkan nafsu muth’mainnah. Oleh karena itu Allah memerintahkan agar seseorang hamba menjauhi hal-hal yang dilarang dalam seluruh waktu, selama manusia hidup di dunia. Terkadang Nafsu Amarah terlihat di dalam mimpi dengan rupa orang-orang kafir. Nafsu Lawwamah dengan rupa seorang Yahudi. Nafsu Muthma’innah dengan rupa seorang Nasrani atau seorang ahli bid’ah.
BAB 23:Ahli Tasawuf
Ahli tasawuf ada 12 golongan. Golongan pertama Suniyyun. Mereka
adalah orang yang kata dan perbuatan sesuai dengan syariat dan tariqat
secara menyeluruh. Mereka adalah Ahli Sunnah wal Jamaah. Sebagian masuk
surga tanpa hisab dan tanpa siksa sama sekali. Sebagian lagi masuk surga
dengan hisab yang ringan dan mendapat sedikit siksa; masuk neraka
Jahanam, dikeluarkan, lalu masuk surga; mereka tidak abadi dalam neraka
seperti abadinya orang kafir, dan orang munafik. Yang sebelas lagi
mereka adalah termasuk ahli bid’ah, yaitu: 1. Halawiyyah, 2. Haliyyah,
3. Auliyaiyyah, 4. Tsamaraniyah, 5. Hubbiyyah, 6. Huriyyah, 7.
Ibdahiyyah, 8. Mutakasilah, 9. Mutajahilah, 10. Wafiqiyah, dan 11.
Ilhamiyyah.
Golongan Halawiyyah berpandangan bahwa melihat tubuh wanita cantik dan laki-laki yang tampan itu halal. Mereka berpendapat bahwa menari, memeluk dan mencium adalah mubah (dibolehkan) oleh agama. Golongan ini jelas kufur.
Galongan Haliyyah adalah mereka yang beranggapan bahwa menari dan bertepuk tangan adalah halal. Syeikhnya disebut “Haalah”, artinya orang yang sudah diatur oleh syara; dan ini adalah salah satu bid’ah yang tidak ada dalam sunnah Rasulullah saw.
Adapun golongan Auliyaiyyah adalah mereka yang beranggapan bahwa seorang hamba jika sudah sampai ke peringkat kewalian maka hilanglah darinya tuntutan-tuntutan syara dan mereka beranggapan bahwa Ali lebih unggul dari Nabi karena ilmu Nabi melalui perantaraan Malaikat Jibril, sedangkan ilmu Wali tanpa perantaraan. Ini pun ta’wil yang salah. Mereka rusak karena beritikad seperti itu dan termasuk kepada kekufuran.
Adapun golongan Tsamaraniyyah adalah mereka yang beranggapan bahwa kebersamaan itu sifatnya qadim, sehingga mereka menggugurkan tuntutan “amar” (suruhan) dan “nahi” (larangan), serta menghalalakan tabuhan-tabuhan juga mereka menganggap halal di antara mereka di kalangan orang wanita. Mereka pun termasuk kufur. Darahnya halal.
Golongan Hubbiyah adalah mereka yang beranggapan bahwa bila seorang hamba telah mencapai derajah mahabbah, maka dia lepas dari aturan syariat dan tidak menutup aurat.
Golongan Huriyyah sama dengan Haliyyah, tetapi mereka ada lebihnya, yaitu mengaku bahwa orang di kelas mereka suka bersetubuh dengan bidadari; dan bila mereka sadar, mereka mandi. Ini pun golongan yang bohong dan rusak.
Golongan Ibahiyyah adalah golongan yang meninggalkan amar ma’ruf nabi munkar, menghalalkan yang haram dan membolehkan bergaul dengan wanita (bergaul tanpa nikah).
Golongan Mutakasilah adalah mereka yang malas tidak mau berusaha, pekerjaannya meminta-minta dan mengaku bahwa mereka sudah meninggalkan dunia (pada lahirnya, padahal mereka mengejar-ngejar dunia batinnya). Mereka pun termasuk kenyataannya golongan yang hancur.
Golongan Mutajahilah adalah mereka yang sengaja memakai pakaian orang-orang fasiq. Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka” (QS. Al-Hud: 113).
Sabda Nabi saw:
“Orang yang meniru-niru suatu kaum, maka ia termasuk ke dalam kaum tersebut”.
Golongan Wafiqiyyah adalah mereka yang beranggapan bahwa tidak ada yang tahu kepada Allah, kecuali Allah, sehingga mereka meninggalkan upaya mencari ma’rifat. Mereka pun hancur karena bodoh.
Golongan Ilhamiyyah adalah mereka yang meninggalkan ilmu, bahkan melarang belajar. Mereka mengikuti para hukama; dan mengatakan bahwa Al-Quran adalah penghalang, sedangkan syair-syair adalah Qurannya ahli tariqah, sehingga mereka meninggalkan Al-Quran dan mempelajari syair; mengajarkan syair-syair kepada anak-anak mereka dan meninggalkan aurad. Mereka pun termasuk golongan yang hancur. Dalam batinnya terdapat kebatilan.
Ahlus Sunnah wal Jamaah berkata: “Sahabat ra adalah ahli Jazbah (ahli tarikan batin) karena kekuatannya menemani Nabi. Tarikan batin tersebut menyebar kepada syeikh-syeikh tariqat dan bercabang lagi pada silsilah yang banyak sehingga semakin melemah dan terputus pada kebanyakan umat yang tinggal adalah orang-orang yang meniru-niru sebagai Syeikh tanpa makna kedalaman dan tersebarlah kepada ahli-ahli bid’ah, sehingga menjadi beberapa cabang, di antaranya adalah Qalandariyyah, Haidariyah, Adham, dan masih banyak lagi yang lainnya. Adapun ahli Fiqih (ahli ilmu) dan Irsyad (tariqat yang benar) pada zaman ini sangat sedikit”.
Bagaimana cara menentukan tasawuf yang benar? Caranya dengan dua macam: 1. Lahiriyahnya dan 2. Batinnya.
Lahiriyahnya memegang teguh pada aturan syariat dalam perintah maupun larangan. Batinnya mengikuti jalur suluk dengan pandangan hati yang jelas bahwa yang diikuti adalah Nabi saw dan Nabi merupakan perantara antara dia dengan Allah. Dan antara dia dengan Nabi adalah ruh ruhani Nabi Muhammad saw yang mempunyai jismani pada tempatnya dan ruhani pada tempatnya, sebab syaitan tidak akan menjelma menjadi Nabi dan itu merupakan isyarat pada orang-orang salikin agar perjalanan mereka tidak dalam keadaan buta. Pada fasal ini terdapat tanda-tanda yang sangat halus untuk membedakan nama golongan yang benar dan salah yang tidak dapat ditemukan kecuali oleh ahlinya.
Golongan Halawiyyah berpandangan bahwa melihat tubuh wanita cantik dan laki-laki yang tampan itu halal. Mereka berpendapat bahwa menari, memeluk dan mencium adalah mubah (dibolehkan) oleh agama. Golongan ini jelas kufur.
Galongan Haliyyah adalah mereka yang beranggapan bahwa menari dan bertepuk tangan adalah halal. Syeikhnya disebut “Haalah”, artinya orang yang sudah diatur oleh syara; dan ini adalah salah satu bid’ah yang tidak ada dalam sunnah Rasulullah saw.
Adapun golongan Auliyaiyyah adalah mereka yang beranggapan bahwa seorang hamba jika sudah sampai ke peringkat kewalian maka hilanglah darinya tuntutan-tuntutan syara dan mereka beranggapan bahwa Ali lebih unggul dari Nabi karena ilmu Nabi melalui perantaraan Malaikat Jibril, sedangkan ilmu Wali tanpa perantaraan. Ini pun ta’wil yang salah. Mereka rusak karena beritikad seperti itu dan termasuk kepada kekufuran.
Adapun golongan Tsamaraniyyah adalah mereka yang beranggapan bahwa kebersamaan itu sifatnya qadim, sehingga mereka menggugurkan tuntutan “amar” (suruhan) dan “nahi” (larangan), serta menghalalakan tabuhan-tabuhan juga mereka menganggap halal di antara mereka di kalangan orang wanita. Mereka pun termasuk kufur. Darahnya halal.
Golongan Hubbiyah adalah mereka yang beranggapan bahwa bila seorang hamba telah mencapai derajah mahabbah, maka dia lepas dari aturan syariat dan tidak menutup aurat.
Golongan Huriyyah sama dengan Haliyyah, tetapi mereka ada lebihnya, yaitu mengaku bahwa orang di kelas mereka suka bersetubuh dengan bidadari; dan bila mereka sadar, mereka mandi. Ini pun golongan yang bohong dan rusak.
Golongan Ibahiyyah adalah golongan yang meninggalkan amar ma’ruf nabi munkar, menghalalkan yang haram dan membolehkan bergaul dengan wanita (bergaul tanpa nikah).
Golongan Mutakasilah adalah mereka yang malas tidak mau berusaha, pekerjaannya meminta-minta dan mengaku bahwa mereka sudah meninggalkan dunia (pada lahirnya, padahal mereka mengejar-ngejar dunia batinnya). Mereka pun termasuk kenyataannya golongan yang hancur.
Golongan Mutajahilah adalah mereka yang sengaja memakai pakaian orang-orang fasiq. Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka” (QS. Al-Hud: 113).
Sabda Nabi saw:
“Orang yang meniru-niru suatu kaum, maka ia termasuk ke dalam kaum tersebut”.
Golongan Wafiqiyyah adalah mereka yang beranggapan bahwa tidak ada yang tahu kepada Allah, kecuali Allah, sehingga mereka meninggalkan upaya mencari ma’rifat. Mereka pun hancur karena bodoh.
Golongan Ilhamiyyah adalah mereka yang meninggalkan ilmu, bahkan melarang belajar. Mereka mengikuti para hukama; dan mengatakan bahwa Al-Quran adalah penghalang, sedangkan syair-syair adalah Qurannya ahli tariqah, sehingga mereka meninggalkan Al-Quran dan mempelajari syair; mengajarkan syair-syair kepada anak-anak mereka dan meninggalkan aurad. Mereka pun termasuk golongan yang hancur. Dalam batinnya terdapat kebatilan.
Ahlus Sunnah wal Jamaah berkata: “Sahabat ra adalah ahli Jazbah (ahli tarikan batin) karena kekuatannya menemani Nabi. Tarikan batin tersebut menyebar kepada syeikh-syeikh tariqat dan bercabang lagi pada silsilah yang banyak sehingga semakin melemah dan terputus pada kebanyakan umat yang tinggal adalah orang-orang yang meniru-niru sebagai Syeikh tanpa makna kedalaman dan tersebarlah kepada ahli-ahli bid’ah, sehingga menjadi beberapa cabang, di antaranya adalah Qalandariyyah, Haidariyah, Adham, dan masih banyak lagi yang lainnya. Adapun ahli Fiqih (ahli ilmu) dan Irsyad (tariqat yang benar) pada zaman ini sangat sedikit”.
Bagaimana cara menentukan tasawuf yang benar? Caranya dengan dua macam: 1. Lahiriyahnya dan 2. Batinnya.
Lahiriyahnya memegang teguh pada aturan syariat dalam perintah maupun larangan. Batinnya mengikuti jalur suluk dengan pandangan hati yang jelas bahwa yang diikuti adalah Nabi saw dan Nabi merupakan perantara antara dia dengan Allah. Dan antara dia dengan Nabi adalah ruh ruhani Nabi Muhammad saw yang mempunyai jismani pada tempatnya dan ruhani pada tempatnya, sebab syaitan tidak akan menjelma menjadi Nabi dan itu merupakan isyarat pada orang-orang salikin agar perjalanan mereka tidak dalam keadaan buta. Pada fasal ini terdapat tanda-tanda yang sangat halus untuk membedakan nama golongan yang benar dan salah yang tidak dapat ditemukan kecuali oleh ahlinya.
BAB 24:Penutup
Seseorang yang belajar suluk harus mampu menggunakan daya pikir (fatin) dan menggunakan pandangan batin (basyir). Syair:
“Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang menggunakan daya pikir mereka, menjauhkan diri dari tertipu dunia dan menakuti cobaan-cobaan. Mereka menjadikan dunia sebagai jembatan dan menjadikan amal saleh sebagai bahtera; melihat kepada ujung segala perkara dan selalu memikirkan akibatnya. Mereka tidak tertipu dengan manisnya tingkah lahiriyah”.
Ahli tasawuf berkata: “Orang-orang yang sedang belajar suluk terkadang lupa terhadap yang merubahnya”. Firman Allah: “Tiada yang mereka aman dari makar/ azab Allah, kecuali orang-orang yang merugi” (QS. Al-A’raf: 99).
Di dalam Hadits Qudsi Allah berfirman kepada Nabi Muhammad saw:
“Wahai Muhammad, sampaikanlah khabar gembira kepada orang yang berdosa karena Aku mengampuninya. Aku Maha Pengampun dan berikanlah peringatan kepada orang-orang yang benar bahwa Aku sangat waspada”.
Sesungguhnya karamah para wali adalah benar; segala tingkah laku para wali adalah benar, tapi mereka tidak akan lepas dari makar kepada Allah dan istidraj. Lain halnya dengan mukjizat para nabi karena mukjizat Nabi aman dari semua itu selamanya, sehingga dikatakan: “Takut su’ul khatimah adalah penyebab selama dari su’ul khatimah”. Sayyid Hasan Al-Basri berkata: “Aulia Allah Ta’ala diangkat pada darajat surga Illiyyin karena rasa takutnya. Rasa takutnya lebih tinggi dari harapannya, agar tidak terjatuh oleh sifat basyariyah dan tidak terputus perjalanannya akibat tidak mewaspadainya”.
Sebagian para ulama berkata:
“Kalau manusia dalam keadaan sehat, maka rasa takutnya harus lebih besar daripada pengharapannya; dan bilamana sakit, harapannya harus lebih besar dari rasa takutnya”.
Sabda Nabi saw:
“Jika ditimbang rasa takut dan pengharapan seorang mukmin dua-duanya akan seimbang, tetapi bila sedang dicabut rahmat, maka pengharapannya ada di atas limpahan Allah”.
Dan berpikirlah dengan firman Allah:
“Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu” (QS. Al-A;raf: 156).
Dan firman-Nya lagi:
“Rahmat-Ku mendahului kemurkaan-Ku, sesungguhnya Allah Maha Pengasih”.
Wajib bagi seorang salik berpindah dari sifat Al-Qahru (memaksa) kepada kasih sayang Allah. Dan berpindah dari Allah menuju kepada Allah dengan selalu merasa rendah, hina, memohon ampunan dan mengakui segala dosa-dosanya. Orang seperti ini akan mencapai limpahan fadhilah Allah, kasih sayang dan rahmat-Nya terhadap segala dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Pengurus dan Maha Penyayang, Maha Pemberi dan Maha Mulia. Allah Maha Raja, Yang merajai Yang Agung. Rahmat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw dan seluruh keluarganya. Sahabatnya seluruhnya. Segala puji bagi Allah yang Mengurus seluruh alam. Amiin.
“Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang menggunakan daya pikir mereka, menjauhkan diri dari tertipu dunia dan menakuti cobaan-cobaan. Mereka menjadikan dunia sebagai jembatan dan menjadikan amal saleh sebagai bahtera; melihat kepada ujung segala perkara dan selalu memikirkan akibatnya. Mereka tidak tertipu dengan manisnya tingkah lahiriyah”.
Ahli tasawuf berkata: “Orang-orang yang sedang belajar suluk terkadang lupa terhadap yang merubahnya”. Firman Allah: “Tiada yang mereka aman dari makar/ azab Allah, kecuali orang-orang yang merugi” (QS. Al-A’raf: 99).
Di dalam Hadits Qudsi Allah berfirman kepada Nabi Muhammad saw:
“Wahai Muhammad, sampaikanlah khabar gembira kepada orang yang berdosa karena Aku mengampuninya. Aku Maha Pengampun dan berikanlah peringatan kepada orang-orang yang benar bahwa Aku sangat waspada”.
Sesungguhnya karamah para wali adalah benar; segala tingkah laku para wali adalah benar, tapi mereka tidak akan lepas dari makar kepada Allah dan istidraj. Lain halnya dengan mukjizat para nabi karena mukjizat Nabi aman dari semua itu selamanya, sehingga dikatakan: “Takut su’ul khatimah adalah penyebab selama dari su’ul khatimah”. Sayyid Hasan Al-Basri berkata: “Aulia Allah Ta’ala diangkat pada darajat surga Illiyyin karena rasa takutnya. Rasa takutnya lebih tinggi dari harapannya, agar tidak terjatuh oleh sifat basyariyah dan tidak terputus perjalanannya akibat tidak mewaspadainya”.
Sebagian para ulama berkata:
“Kalau manusia dalam keadaan sehat, maka rasa takutnya harus lebih besar daripada pengharapannya; dan bilamana sakit, harapannya harus lebih besar dari rasa takutnya”.
Sabda Nabi saw:
“Jika ditimbang rasa takut dan pengharapan seorang mukmin dua-duanya akan seimbang, tetapi bila sedang dicabut rahmat, maka pengharapannya ada di atas limpahan Allah”.
Dan berpikirlah dengan firman Allah:
“Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu” (QS. Al-A;raf: 156).
Dan firman-Nya lagi:
“Rahmat-Ku mendahului kemurkaan-Ku, sesungguhnya Allah Maha Pengasih”.
Wajib bagi seorang salik berpindah dari sifat Al-Qahru (memaksa) kepada kasih sayang Allah. Dan berpindah dari Allah menuju kepada Allah dengan selalu merasa rendah, hina, memohon ampunan dan mengakui segala dosa-dosanya. Orang seperti ini akan mencapai limpahan fadhilah Allah, kasih sayang dan rahmat-Nya terhadap segala dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Pengurus dan Maha Penyayang, Maha Pemberi dan Maha Mulia. Allah Maha Raja, Yang merajai Yang Agung. Rahmat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw dan seluruh keluarganya. Sahabatnya seluruhnya. Segala puji bagi Allah yang Mengurus seluruh alam. Amiin.
No comments:
Post a Comment