Kanjeng Nabi Khidir berhenti sejenak,
lalu berkata “ Matahari berbeda dengan Bulan “, perbedaannya terdapat
pada cahaya yang dipancarkannya sudahkah hidayah iman terasa dalam
dirimu? Tauhid adalah pengetahuan penting untuk menyembah pada Allah,
juga makrifat harus kita miliki untuk mengetahui kejelasan yang
terlihat, ya ru’yat ( melihat dengan mata telanjang ) sebagai saksi
adanya yang terlihat dengan nyata.
Maka dari itu kita dalami sifat dari
Allah, sifat Allah yang sesungguhnya, Yang Asli, asli dari Allah.
Sesungguhnya Allah itu, allah yang hidup. Segala afalnya (perbuatanya)
adalah bersal dari Allah. Itulah yang demaksud dengan ru’yati. Kalau
hidupmu senantiasa kamu gunakan ru’yat, maka itu namanya khairat
(kebajikan hidup). Makrifat itu hanya ada di dunia. Jauhar awal khairat
(mutiara awal kebajikan hidup), sudah berhasil kau dapatkan. Untuk itu
secara tidak langsung sudah kamu sudah mendapatkan pengawasan kamil
(penglihatan yang sempurna). Insan Kamil (manusia yang
sempurna) berasal dari Dzatullah (Dzatnya Allah). Sesungguhnya ketentuan
ghaib yang tersurat, adalah kehendak Dzat yang sebenarnya. Sifat Allah
berasal dari Dzat Allah. Dinamakan Insan Kamil kalau mengetahui keberadaan Allah itu. Bilamana tidak tertulis namamu, di dalam nuked ghaib insan kamil,
itu bukan berarti tidak tersurat. Ya, itulah yang dinamakan puji budi
(usaha yang terpuji). Berusaha memperbaiki hidup, akan menjadikan
kehidupan nyawamu semakin baik. Serta badannya, akan disebut badan
Muhammad, yang mendapat kesempurnaan hidup”.
Syekh Malaya berkata lemah lembut, “mengapa sampai ada orang mati yang dimasukkan neraka? Mohon penjelasan yang sebenarnya”.
Kanjeng Nabi Khidir berkata dengan
tersemyum manis, “Wahai Malaya! Maksudnya begini. Neraka jasmani juga
berada di dalam dirimu sendiri, dan yang diperuntukkan bagi siapa saya
yang belum mengenal dan meniru laku Nabiyullah. Hanya ruh yang tidak
mati. Hidupnya ruh jasmani itu sama dengan sifat hewan, maka akan
dimasukkan ke dalam neraka. Juga yang mengikuti bujuk rayu iblis, atau
yang mengikuti nafsu yang merajalela seenaknya tanpa terkendali, tidak
mengikuti petunjuk Gusti Allah SWT. Mengandalkan ilmu saja, tanpa
memperdulikan sesama manusia keturunan Nabi Adam, itu disebut iman
tadlot. Ketahuilah bahwa umat manusia itu termasuk badan jasmanimu.
Pengetahuan tanpa guru itu, ibarat orang menyembah tanpa mengetahui yang
disembah. Dapat menjadi kafir tanpa diketahui, karena yang disembah
kayu dan batu, tidak mengerti apa hukumnya, itulah kafir yang bakal
masuk neraka jahanam.
Adapun yang dimaksudkan Rud Idhafi adalah
sesuatu yang kelak tetap kekal sampai akhir nanti kiamat dan tetap
berbentuk ruh yang berasal dari ruh Allah. Yang dimaksud dengan cahaya
adalah yang memancar terang serta tidak berwarna, yang senantiasa
meserangi hati penuh kewaspadaan yang selalu mawas diri atau introspeksi
mencari kekurangan diri sendiri serta mempersiapkan akhir kematian
nanti. Merasa sebagai anak Adam yang harus mempertanggungjawabkan segala
perbuatan.
Ruh Idhafi seudah ada sebelum tercipta.
Syirik itu dapat terjadi, tergantung saat menerima sesuatu yang ada,
itulah yang disebut Jauhar Ning. keenamnya jauhar awal. Jauhar
awal adalah mutiara ibaratnya. Mutiara yang indah penghias raga agra
nampak menarik. Mutiara akan tampak indah menawan. Bermula dari ibarat
ketujuh, dikala mendengarkan sabda Allah, maka Ruh Idhafi akan
menyesuaikan, yang terdapat di dalam Dzat Allah Yang Mutlak. Ruh serba
psrah kepada Dzatullah, itullah yang dimaksudkan Ruh Idhafi. Jauhar awal
itu pula, yang menimbulkan Shalat Daim. Shalat Daim tidak
perlu mengunakan air wudhu, untuk membersihkan khadas tidak disyaratkan.
Itulah shalat batin yang sebenarnya, diperbolehkan makan tidur syahwat
maupun buang kotoran, demikianlah tadi cara shalat Daim. Perbuatan itu
termasuk hal terpuji, yang sekaligus merupakan perwujudan syukur kepada
Allah. Jauhar tadi bersatu padu menghilangkan sesuatu yang menutupi atau
mempersulit mengetahui keberadaan Allah Yang Terpilih. Adanya itu
menujukkan adanya Allah, yang mustahil kalau tidak berwujud sebelumnya.
Kehidupan itu seperti layar dengan
wayangnya, sedang wayang itu tidak tahu warna dirinya. Akibat junub
sudah bersatu erat tetap bersih badan jisimmu. Adapun Muhammad badan
Allah. Nama Muhammad tidak pernah pisah dengan nama Allah. Bukakah
hidayah itu perlu diyakini? Sebagai pengganti Allah? Dapat pula disebut
utusan Allah. Nabi Muhammad juga termasuk badan mukmin atau orang yang
beriman. Ruh mukmin identik pula dengan Ruh Idhafi dalam keyakinanmu.
Disebut iman maksum, kalau sudah mendapat ketetapan sebagai panutan
jati. Bukankah demikian itu pengetahuanmu? Kalau tidak hidup begitu,
berarti itu sama dengan hewan yang tidak tahu adanya sesuatu di masa
yang telah lewat.
Kelak, karena tidak mengetahui
ke-Islaman, maka matinya tersesat, kufur serta kafir badannya namun bagi
yang telah mendapatkan pelajaran ini, segala permasalahan dipahamilebih
seksama baru dikerjakan, Allah itu tidak berjumlah tiga yang menjadi
suri tauladan adalah Nabi Muhammad.
Bukankah sebenarnya orang kufur itu,
mengingkari empat masalah prinsip. Di antaranya bingung karena tiada
pedoman manusia yang dapat diteladani. Kekafiran mendekatkan pada kufur
kafir. Fakhir dekat dengan kafir. Sebabnya karena kafir itu, buta dan
tuli tidak mengerti tentang surga dan neraka. Fakhir tidak akan
mendekatkan pada Tuhan. Tidak mungkin terwujud pendekatan ini, tidak
menyembah dan memuji, karena kekafirannya. Seperti itulah kalau fakhir
terhadap Dzatullah. Dan sesungguhnya Gusti Allah, mematikan kefakhiran
manusia, kepastianny ada di tanga Allah semata-mata. Adapun wujud
Dzatullah itu, tidak ada stu makhluk pun yang mengetahui kecuali Allah
sendiri. Ruh Idhafi menimbulkan iman. Ruh Idhafi berasal dari Allah Yang
Maha Esa, itulah yang disebut iman tauhid. Meyakini adanya Allah juga
adanya Muhammad sebagai Rasulullah.
Tauhid hidayah yang sudah ada padamu,
menyatu dengan Tuhan Yang Terpilih. Menyatu dengan Gusti Allah, baik di
dunia maupun di akhirat. Dan kamu harus menyatu bahwa Gusti Allah itu
ada dalam dirimu. Ruh Idhafi ada di dalam dirimu. Makrifat itu
sebutannya. Hidupnya disebut Syahadat, hidup tunggal didalam hidup.
Sujud rukuk sebagai penghiasnya. Rukuk berarti dekat dengan Tuhan
Pilihan. Penderitaan yang selalu menyertai menjelang ajal tidak akan
terjadi padamu, jangan takut menghadapi sakaratil maut. Jangan
ikut-ikutan takut menjelang pertemuanmu dengan Allah. Perasaan takut
itulah yang disebut dengan sekarat.
Ruh Idhafi tidak akan mati. Hidup mati,
mati hidup. Akuilah sedalam-dalamnya bahwa keberadaanmu itu, terjadi
karena Allah itu hidup dan menghidupi dirimu, dan menghidupi segala yang
hidup. Sastra Alif (huruf alif) harus dimintakan penjelasannya pada
guru. Jabar jer-nya pun harus berani susah payah mendalaminya. Terlebih
lagi poengetahuan tentang kafir dan syirik! Sesungguhnya semua itu,
tidak dapat dijelaskan dengan tepat maksud sesungguhnya. Orang yang
menjelaskan syariat itu berarti sudah mendapatkan anugrah sifat Gusti
Allah. Sebagai sarana pengabdian hamba kepada Gusti Allah. Yang
menjalankan shalat sesungguhnya raga.
Raga yang shalat itu terdorong oleh
adanya iman yang hidup pada diri orang yang menjalankannya. Seandainya
nyawa tidak hidup, maka Lam Tamsyur (maka tidak akan menolong) semua
perbuatan yang dijalankan. Secara yang tersurat, shalat itu adalah
perbuatan dan kehendak orang yang menjalankan, namun sebenarnya
Allah-lah yang berkehendak atas hambanya. Itulah hakikat dari Tuhan
penciptanya. Ruh Idhafi berada di tangan orang mukmin. Semua ruh berada
di tangan-Nya. Yaitu terdapat pada Ruh Idhafi. Ruh Idhafi adalah sifat
jamal (sifat yang bagus atau indah) keindahan yang berasal Dzatullah.
Ruh Idhafi nama sebuah tingkatan (maqom), yang tersimpan pada diri
utusan Allah (Rasulullah). Syarat jisim lathif (jasad halus0 itu, harus
tetap hidup dan tidak boleh mati.
Cahayanya berasal dari ruh itu, yang
terus menerus meliputi jasad. Yang mengisayaratkan sifat jalal (sifat
yang perkasa) dan sekaligus mengisyaratkat adanya sifat jamal (sifat
keindahan). Jauhar awal mayit (mutiara awal kematian) itu, memberi
isyarat hilangnya diri ini. Setelah semua menemui kematian di dunia,
maka akan berganti hidup di akherat. Kurang lebih tiga hari perubahan
hidup itu pasti terjadi. Asal mula manusia terlahir, dari adanya Ayah,
Ibu serta Tuhan Yang Maha Pencipta. Satu kelahiran berasal dari tiga
asal lahir.
Ya, itulah isyarat dari tiga hari.
Setelah dititipkan selama tujuh hari, maka dikembalikan kepada yang
meninipkan (yang memberi amanat). Titipan itu harus seperti sedia kala.
Bukankah tauhid itu sebagai srana untuk makrifat? Titipan yang ketiga
puluh hari, itu juga termasuk juga titipan, yang ada hanya kemiripan
dengan yang tujuh hari. Kalau menangis mengeluarkan air mata karena
menyesali sewaktu masih hidup. Seperti teringat semasa kehidupan itu
berasal dari Nur. Yang mana cahayanya mewujudkan dirimu. Hal itulah yang
menimbulkan kesedihan dan penyesalan yang berkepanjangan. Tak
terkecuali siapun yang merasakan itu semua, sebagaimana kamu mati, saya
merasa kehilangan.
Mati atau hilang bertepatan hari kematian
yang keempat puluh hari. Bagaimanakah yang lebih tepat untuk melukiskan
persamaan sesama makhluk hidup secara keseluruhannya? Allah dan
Muhammad semuannya berjumlah satu. Seratuspun dapat dilukiskan seperti
satu bentuk, seperti diibaratkan dengan adanya cahaya yang bersember
dari cahaya Muhammad yang sesungguhnya. Sama hal pada saat kamu memohon
sesuatu. Ruh jasad hilang di dalamnya, kehadirat Tuhan Yang Maha
Pemberi. Tepat pada hari keseribu, tidak ada yang tertinggal. Kembalinya
pada allah sudah dalam keaadaan yang sempurna. Sempurna seperti mula
pertama dalam keadaan yang sempurna. Sempurna seperti mula pertama
diciptakan”.
Syekh Malaya terang hatinya, mendengarkan
pelajaran yang baru diterima dari gurunya Syekh Mahyuningrat Kanjeng
Nabi Khidir. Syekh Malaya senang hatinya sehingga beliu belum mau keluar
dari dalam tubuh Kanjeng Nabi Khidir. Syekh Malaya menghaturkan sembah,
sambil berkata manis seperti gula madu. “Kalau begitu hamba tidak mau
keluar dari raga dalam tuan. Lebih nyaman di sini saja yang bebas dari
sengsara derita, tiada selera makan tidur, tidak merasa ngantuk dan
lapar, tidak harus bersusah payah dan bebas dari rasa pegal dan nyeri.
Yang terasa hanyalah rasa nikmat dan manfaat”. Kanjeng Nabi Khidir
memperingatkan, “yang demikian tidak boleh kalau tanpa kematian”.
Kanjeng Nabi Khidir semakin iba kepada
pemohon yang meruntuhkan hatinya. Kata Kanjeng nabi Khidir, “kalau
begitu yang awas sajalah terhadap hambatan upaya. Jangan sampai kau
kembali. Memohonlah yang benar dan waspada. Anggaplah kalau sudah kau
kuasai, jangan hanya digunakan dengan dasar bila ingat saja, karena hal
itu sebagai rahasia Allah. Tidak diperkenankan mengobrol kepada sesama
manusia, kalau tanpa seizin-Nya! Sekiranya akan ada yang mempersolakan,
memperbincangkan masalah ini! Jangan sampai terlanjur! Jangan sampai
membanggakan diri! Jangan peduli terhadap gangguan, cobaan hidup! Tapi
justru terimalah dengan sabar! Cobaan hidup yang menuju kematian,
ditimbulkan akibat buah pikir. Bentuk yang sebenarnya ialah tersimpan
rapat di dalam jagadmu! Hidup tanpa ada yang menghidupi kecuali Allah
saja.
Tiada antara lamanya tentang adanya itu.
Bukankah sudah berada di tubuh? Sungguh, bersama lainnya selalu ada
dengan kau! Tak mungkin terpisahkan! Kemudian tidak pernah
memberitahunakan darimana asalnya dulu. Yang menyatu dalam gerak
perputaran bawana. Bukankah berita sebenarnya sudah ada padamu? Cara
mendengarnya adalah denga ruh sejati, tidak menggunakan telinga. Cara
melatihnya, juga tanpa dengan mata. Adpun telingannya, matanya yang
diberikan oleh allah. Ada padamu itu. Secara batinnya ada pada sukma itu
sendiri. Memang demikianlah penerapannya. Ibarat seperti batang pohon
yang dibakar, pasti ada asap apinya, menyatu dengan batang pohonnya.
Ibarat air dengan alunnya. Seperti minyak dengan susu, tubuhnya dikuasai
gerak dan kata hati.
Demikian pun dengan Hyang Sukma,
sekiranya kita mengetahui wajah hamba Tuhan dan sukma yang kita
kehendaki ada, diberitahu akan tempatnya seperti wayang ragamu itu.
Karena datanglah segala gerak wayang. Sedangkan panggungnya jagd. Bentuk
wayang adalah sebagai bentuk badan atau raga. Bergerak bila digerakkan.
Segala-galanya tanpa kelihatan jelas, perbuatan dengan ucapan. Yang
berhak menentukan semuanya, tidak tampak wajahnya. Kehendak justru tanpa
wujud dalam bentuknya. Karena sudah ada pada dirimu. Permisalan yang
jelas ketika berhias.
Yang berkaca itu Hyang Sukma, adapun
bayangan dalam kaca itu ialah dia yang bernama manusia sesungguhnya,
terbentuk di dalam kaca. Lebih besar lagi pengetahuan tentang kematian
ini dibandingkan dengan kesirnaan jagad raya, karena lebih lembutseperti
lembunya air. Bukankah lebih lembut kematian manusia ini? Artinya
lembut kesirnaan manusia? Artinya lebih dari, karena menentukan
segalanya. Sekali lagi artinya lembut ialah sangat kecilnya. Dapat
mengenai yang kasar dan yang kecil. Mencakup semua yang merangkak,
melata tiada bedanya, benar-benar serba lebih. Lebih pula dalam menerima
perintah dan tidak boleh mengandalkan pada ajaran dan pengetahuan.
Karena itu bersungguh-sungguhlah menguasainya. Pahamilah liku-liku solah
tingkah kehidupan manusia! Ajaran itu sebagai ibarat benih sedangkan
yang diajari ibarat lahan.
Misal kacang dan kedelai. Yang disebar di
atas batu. Kalau batunya tanpa tanah pada saat kehujanan dan kepanasan,
pasti tidak tidak akan tumbuh. Tapi bila kau bijaksana, melihatmu
musnahkanlah pada matamu! Jadikanlah penglihatanmu sukma dan rasa.
Demikian pula wujudmu, suaramu. Serahkan kembali kepada yang Empunya
suara! Justru kau hanya mengakui saja sebagai pemiliknya. Sebenarnya
hanya mengatasnamai saja. Maka dari itu kau jangan memiliki kebiasaan
yang menyimpang, kecuali hanya kepada Hyang Agung. Dengan demikian kau
Hangraga Sukma. Yaitu kata hatimu sudah bulat menyatu dengan kawula
Gusti. Bicarakanlah manurut pendapatmu! Bila pendapatmu benar-benar
meyakinkan, bila masih merasakan sakit dan was-was, berarti kejangkitan
bimbang yang sebenarnya. Bila sudah menyatu dalam satu wujud. Apa kata
hatimu dan apa yang kau rasakan. Apa yang kau pikir terwujud ada. Yang
kau cita-citakan tercapai. Berarti sudah benar untukmu. Sebagai upah
atas kesanggupanmu sebagai khalifah di dunia. Bila sudah memahami dan
menguasai amalan dan ilmu ini, hendaknya semakin cermat dan teliti atas
berbagai masalah.
Masalah itu satu tempat dengan
pengaruhnya. Sebagai ibaratnya sekejap pun tak boleh lupa. Lahiriah kau
landasilah dengan pengetahuan empat hal. Semuanya tanggapilah secara
sama. Sedangkan kelimanya adalah dapat tersimpan dengan baik, berguna
dimana saja! Artinya mati di dalam hidup. Atau sama dengan hidup di
dalam mati. Ialah hidup abadi. Yang mati itu nafsunya. Lahiriah badan
yang menjalani mati. Tertimpa pada jasad yang sebenarnya. Kenyataannya
satu wujud. Raga sukma, sukma muksa.
Jelasnya mengalami kematian! Syekh
Malaya, terimalah hal ini sebagai ajaranku dengan senang hatimu! Anugrah
berupa wahyu akan datang kepadamu. Seperti bulan yang diterangi cahaya
temaram. Bukankah turnya wahyu meninggalkan kotoran? Bersih bening,
hilang kotorannya”.
Kemudian Kanjeng Nabi Khidir berkata
dengan lembut dan tersenyum. “Tak ada yang dituju, semua sudah tercakup
haknya. Tidak ada yang diharapkan dengan keprawiraan, kesaktian semuanya
sudah berlalu. Toh semuanya itu alat peperangan”. Habislah sudah
wejangan Kanjeng Nabi Khidir. Syekh Malaya merasa sungkan sekali di
dalam hati. Mawas diri ke dalam dirinya sendiri. Kehendak hati rasanya
sudah mendapat petunjuk yang cukup. Rasa batinya menjelajah jagad raya
tanpa sayap.
Keseluruh jagad raya, jasadnya sudah
terkendali. Menguasai hakekat semua ilmu. Misalnya bunga yang masih lam
kuncup, sekarang sudah mekar berkembang dan baunya semerbak mewangi.
Karena sudah mendapat san Pancaretna, kemudian Sunan Kalijaga disuruh
kelura dari raga Kanjeng Nabi Khidir kembali ke alamnya semula”.
Lalu Kanjeng Nabi Khidir berkata, “He,
Malaya. Kau sudah diterima Hyang Sukma. Berhasil menyebarkan aroma
Kasturi yang sebenarnya. Dan rasa yang memanaskan hatimu pun lenyap.
Sudah menjelajahi seluruh permukaan bumi. Artinya godaan hati ialah rasa
qonaah yang semakin dimantapkan. Ibarat memakai pakaian sutra yang
indah. Selalu mawas diri. Semua tingkah laku yang halus. Diserapkan
kedalam jiwa, dirawat seperti emas.
Dihiasi dengan keselamatan, dan dipajang
seperti permata, agar mengetahui akan kemauan berbagai tingkah laku
manusia. Perhaluslah budi pekermu atau akhlak ini! Warna hati kita yang
sedang mekar baik, sering dinamakan Kasturi Jati. Sebagai pertanda bahwa
kita tidak mudah goyah, terhadap gerak-gerik, sikap hati yang ingin
menggapai sesuatu tanpa ilmu, ingin mendalami tentang ruh itu justru
keliru. Lagi pula secara penataan, kita itu ibaratnya busana yang
dipakai sebagai kerudung. Sedangkan yang ikat kepala sebagai sarungmu.
Kemudian terlibat ingatan ketika dulu. Ibarat mendalami mati ketika
berada di dalam rongga ragaku.
Tampak oleh Sunan Kalijaga cahaya. Yang
warnanya merah dan kuning itu, sebagai hambatan yang menghadang agar
gagal usaha atauu ikhtiar atau cita-citanya. Dan yang putih di tengah
itulah yang sebenarnya harus diikuti. Kelimanya harus tetap diwaspadai.
Kuasailah seketika jangan sampai lupa! Bisa dipercaya sifatnya. Berkat
kesediaanku berbuat sebagai penyekat. Untuk alat pembebas sifat
berbangga diri. Yang selalu didambakan siang dan malam. Bukankah aku
banyak sekali melekat atau mengetahui caranya pemuka agama yang ternyata
salah dalam penafsiran.
Dan penyampaian keterangannya?
Anggapannya sudah benar. Tak tahunya malah mematikan pengertian yang
benar. Akibatnya terperosok dalam penerapannya. Ada pemuka agama yang
ibaratnya menjadi murung. Ia hanya sekedar mencari tempat bertengger
saja. Yaitu pada batang kayu yang baik rimbun, lebat buahnya, kuat
batangnya. Untuk kemuliaan hidup baru. Ada orang yang berkedudukan, ada
yang ikut orang kaya. Akhirnya di masyarakatkan. Ibaratnya seperti
sekedar memperoleh kemuliaan sepele. Jadinya tersesat-sesat. Ada pula
yang justru memiliki jalan terpaksa.
Menumpuk kekayaan harta dan istri banyak.
Ada pula yang memilih jalan menguasai
putranya. Putra yang bakal menguasai hak asasi orang per orang. Semuanya
ingin mendapatkan yang serba lebih di dalam memiliki jalan mereka.
Kalau demikian halnya, menurut pendapatku, belumlah mereka disebut
pemuka agama yang berserah diri sepenuhnya kepada Allah, tapi masih
berkeinginan pribadi atau berambisi. Agar semua itu menjunjung harkat
dan martabat. Tatanan yang tidak pasti, belum bisa disebut manusia
utama.
Yang demikian itu menurut anggapannya dan
perasaannya mendapatkan kebahagiaan, kekayaan dan mengerti hak yang
benar. Bila kemudian tertimpa kedudukan, terlanjur terbiasa. Memilih
jalan sembarang tempat, tanpa mengahasilkan jerih payahnya dan tanpa
hasil. Dalam arti mengalami kegagalan total. Setidak-tidaknya
menimbulkan kecurigaan. Apa kebiasaan ketika hidup didunia. Ketika
menghadapi datangnya maut, disitulah biasanya tidak kuat menerima ajal.
Merasa berat meninggalkan kehidupan dunia yang tersangkal lagi. Pokoknya
masih lekat sekali pada kehidupan duniawi. Begitulah beratnya amencari
kemuliaan.
Tidak boleh lagi merasa terlekat kepada
anak-istri. Pada saat-saat menghadap ajatnya. Bila salah menjawab
pertanyaannya bumi, lebih baik jangan jadi manusia! Kalau matinya tanpa
pertanggung jawaban. Bila kau sudah merasa hatimu benar. Akan hidup
abadi tanpa hisab. Akibatnya, tubuh bumi itu keterdiamannya tidak
membantu. Kesepiannya tidak mencair. Tidak mempedulikan pembicaraan
orang lain yang ditujukan kepadanya. Yaitu bagaimana hilang dan mati
bersama raganya ialah diidamkannya. Sehingga mempertinggi semedinya,
untuk mengejar keberhasilan. Tapi sayang tanpa petunjuk Allah, apalagi
hanya semedi semata. Tidak disertai dukungan ilmu.
No comments:
Post a Comment