Gerbang Pasarean Agung Raja-Raja Mataram
Kota Gede Yogyakarta
SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA MATARAM
DAN HUBUNGAN MISTIS DENGAN KANJENG RATU KIDUL
Kyai
Ageng Pemanahan bergelar Kyai Ageng Mataram. Mataram adalah nama daerah yang
dihadiahkan kepadanya oleh Sultan Sultan Hadiwijoyo, Sultan di Kerajaan Pajang.
Karena Kyai Ageng Mataram bersama putranya Hangabehi Loring Pasar (Danang
Sutowijoyo) telah dapat mengalahkan Raden Adipati Aryo Penangsang pada tahun
1527 M di Jipang Panolan.
Kyai
Ageng Pemanahan selanjutnya minta ijin kepada Sultan untuk menempati daerah
Mataram itu. Sultan Hadiwijoyo mengizinkan dan berpesan,” Seorang gadis dari
Kalinyamat itu supaya diasuh dan dijaga baik-baik. Apalagi sudah dewasa
hendaklah dibawa masuk ke Istana”.
Pesan
itu disanggupi oleh Kyai Ageng Pemanahan, tetapi ia memohon agar diperkenankan
mengajak putra Sultan Hangabehi Loring Pasar untuk pindah ke Mataram. Kyai
Ageng Pemanahan sekeluarga berangkatlah menuju tlatah Mataram disertai dua
orang menantunya, yakni Raden Dadap Tulis dan Tumenggung Mayang. Ditambah pula
Nyi Ageng Nis istri Kyai Ageng Mataram dan penasehatnya Ki Ageng Juru Martani.
Peristiwa ini terjadi pada hari Kamis Pon tanggal 3 Rabiulawal tahun Jimawal.
Dalam perjalanan mereka singgah berziarah ke Istana Pengging sehari semalam.
Kyai
Ageng sekeluarga melakukan doa dan sembahyang, memohon petunjuk kepada Tuhan,
melakukan semedi dan shalat hajat, doanya ternyata diterima Tuhan, muncul
pertanda pepohonan seketika menjadi condong, tetapi pohon serat tinggal tetap
tegap. Setelah sembahyang subuh mereka berangkat menuju Mataram dan berhenti di
desa Wiyoro. Selanjutnya membangun sebuah desa yakni desa Karangsari setelah
singgah sementara waktu Kyai Ageng Pemanahan dan Ki Juru Mertani mencari pohon
beringin yang telah ditanam oleh Sunan Kali Jogo untuk tetenger di sanalah
letaknya wilayah Mataram dimaksud.
Terdapatlah
pohon tersebut di sebelah barat daya Wiyoro. Lalu memilih tanah sebelah selatan
beringin yang hendak dipakai sebagai halaman dan rumah untuk bertempat tinggal
Kyai Ageng Pemanahan beserta keluarga. Mereka bekerja keras, hingga pembangunan
rumah beliau selesai dalam waktu singkat. Kemudian rumah baru segera
ditempati Kyai Ageng Pemanahan yang kemudian tersohor namanya dengan gelar Kyai
Ageng Mataram. Banyak saudara asing ke Mataram sehingga menambah ramai dan
makmurnya Mataram (sekarang dikenal dengan nama Kotagede, pusat kerajinan perak
di Yogyakarta).
Sahdan
gadis pingitan Sinuhun Sultan Hadiwijoyo yang berasal dari Kalinyamat kini
telah dewasa. Ngabehi Loring Pasar (Raden Danang Sutowijoyo) pun telah
dewasa. Ia mengganggu gadis pingitan tersebut. Hal ini segera diketahui oleh
ayahnya Ki Ageng Mataram. Anaknya dipanggil lalu bersabda:
Ki Ageng Mataram; Anakku..mengapa kamu berani mengganggu gadis pingitan,
alangkah amarahnya Sinuhun nanti apabila mengetahui.
Raden Sutowijoyo berkata; ”Saya berani melakukan hal itu, karena telah
menerima wahyu.
KAM : Bagaimana kamu dapat mengatakan demikian itu ?
R.S : Ya. Demikianlah ketika mendengar daun nyiur jatuh ayah Sultan
terkejut, lagi pula ketika hendak minum air kelapa itu terkejut pula.
Kyai
Ageng Mataram menyatakan, kini belum masanya dan mengajak putranya mengharap
untuk berjanji tetap setia. Keduanya berangkat, pergi ke kasultanan Pajang.
Sinuhun Sultan Hadiwijoyo sedang bercengkerama dihadap para putranya dan
keluarganya. Melihat kedatangan Kyai Ageng Mataram diantar putranya. Lalu
sesudah berjabat tangan Ngabehi Loring Pasar pun menghadap menghaturkan
sembah-bakti. Sinuhun bertanya dengan keheranan mengapa datang menghadap bukan
waktunya menghadap. Kyai Ageng Mataram menyatakan bahwa menghadapnya itu karena
putranya telah berdosa besar berani melanggar dan mengganggu gadis pingitan
dari Kalinyamat.
Dengan
bijaksana Sinuhun Sultan Hadiwijoyo berkata,”Anak tidak berdosa, kalau demikian
memang salah saya, tidak memikirkan anak yang telah dewasa. Oleh karena sudah
terlanjur kamipun ikut menyetujui. Tetapi anak jangan dimurka, pinta Sinuhun
kepada Ki Ageng Mataram.
Waktu
sudah berjalan sekian lama, karena usianya sudah uzur, Ki Ageng Mataram gering
lalu mangkat pada hari Senin Pon 27 Ruwah tahun Je 1533. Dimakamkan di sebelah
barat Istana Mataram di Kotagede, Yogyakarta. Sementara itu, Ki Jurumartani
pergi ke negeri Pajang menghadapkan putra Ki Ageng Mataram. Sinuhun lalu
bercengkerama dengan Ki Jurumartani memberitahukan tentang mangkatnya Ki Ageng
Mataram, Sinuhun terkejut hatinya dan bersabda;
“Kakak
Jurumartani, sebagai ganti dari penghuni Mataram ialah Ngabehi Loring Pasar dan
harap dimufakati dengan nama Pangeran Haryo Mataram Senopati Pupuh”. Ki
Jurumartani menyanggupi lalu mohon ijin kembali, peristiwa ini terjadi pada
tahun 1540. Lalu Pangeran Haryo Mataram diangkat pada tahun Dal 1551 bergelar
Kanjeng Panembahan Senopati ing Ngalogo yang menguasai tanah Jawa. Kemudian
menurunkan raja-raja Surakarta dan Yogyakarta, demikian pula para Bupati di
pantai-pantai Jawa hingga sekarang.
Kanjeng
Panembahan Senopati memegang kekuasaan kerajaan 13 tahun lamanya. Sesudah
gering kemudian mangkat, pada hari Jumat Pon bulan Suro tahun Wawu 1563.
Dimakamkan di sebelah barat Masjid di bawah ayahandanya. Selanjutnya putranya
yang menggantikan dengan gelar Kanjeng Susuhunan Prabu Hanyokrowati.
Penobatannya dalam bulan yang bersamaan dengan wafatnya Kanjeng Panembahan
Senopati.
Pada suatu
hari, Kanjeng Susuhunan pergi berburu rusa ke hutan. Dengan tiada terasa telah
berpisah dengan para pengantar dan pengawalnya, kemudian beliau diserang
punggungnya oleh rusa dan beliau jatuh ke tanah. Sinuhun diangkat ke istana dan
ia perintahkan memanggil kakanda Panembahan Purboyo.
Sinuhun
bersabda, “Kakanda, andaikata kami sampai meninggal, oleh karena Gusti Hadipati
sedang bepergian, putramu Martopuro harap ditetapkan sebagai wakil menguasai
Negeri Mataram. Amanat tersebut disanggupi, Sinuhun terkenal dengan gelar
Sinuhun Seda Krapyak. Beliau mangkat pada bulan Besar, tuhan Jimawal 1565 dan
dimakamkan di sebelah bawah makan ayahandanya, Panembahan Senopati.
Demikian
sejarah singkat kerajaan Mataram, yang sampai saat ini terbukti masih berdiri
kokoh. Lalu dari keturunan manakah raja-raja besar Mataram ? Berikut ini saya
paparkan silsilah leluhur kerajaan Mataram:
1. Sinuhun
Brawijaya V, raja kerajaan Majapahit terakhir berputera Raden Bondan Kejawan
yang bergelar Kyai Ageng Tarub ke III.
2. Kyai
Ageng Tarub III mempunyai putra yakni Kyai Ageng Getas Pandowo.
3. Kyai
Ageng Getas Pandowo berputera Ki Ageng Selo.
4. Kyai
Ageng Selo berputera Ki Ageng Nis.
5. Ki
Ageng Nis berputera Ki Ageng Pemanahan (Ki Ageng Mataram).
6. Ki
Ageng Pemanahan berputera Kanjeng Panembahan Senopati ing Ngalogo.
7. Kanjeng
Panembahan Senopati ing Ngalogo berputera Sinuhun Prabu Hanyokrowati.
8. Sinuhun
Prabu Hanyokrowati berputera Kanjeng Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo Kalipatullah
Panetep Panatagama Senopati ing Prang.
RIWAYAT BALOK
Balok Kayu Jati bernama
Kyai Tunggul Wulung
Panjang 5 m (diamater 25×25 cm)
Bagi
kebanyakan masyarakat Jawa khususnya Yogyakarta dan Solo, percaya dengan kisah
mistik raja-raja Mataram yang berhubungan erat dengan Kanjeng Ratu Kidul.
Kanjeng Ratu Kidul entitasnya bukan lah sejenis jin, siluman atau setan, tetapi
merupakan wujud panitisan dari bidadari, yang turun ke dalam dimensi gaibnya
bumi (bukan alam ruh/barzah), berperan menjaga keseimbangan alam semesta
khususnya sepanjang pesisir selatan Jawa dan wilayah samodra selatan Nusantara.
Menjaga kelestarian alam dengan mencegah atau menghukum manusia yang tidak
menghormati alam semesta ciptaan Tuhan YME, atau manusia yang merusak
keseimbangan alam dengan cara mengambil kekayaan alam secara serakah dan tamak.
Kanjeng Ratu Kidul sebagaimana raja atau ratu gung binatara yang bijaksana dan
sakti mandraguna, manembah tunduk kepada Gusti Ingkang Akaryo jagad. Namun
demikian, Kanjeng Ratu Kidul tetap sebagai entitas mahluk halus, dalam arti
tidak memiliki raga atau jasad dalam bentuk fisik.
Kisah
mistis di atas tidak terlepas dari sejarah pusaka balok kayu jati yang bernama
Kyai Tunggulwulung. Saat ini diletakkan di sebelah timur makam Gusti
Kanjeng Panembahan Senopati yang membujur ke utara, panjangnya 5 meter diameter
25 cm. Balok tersebut adalah bekas titihan (kendaraan/perahu) ketika Panembahan
Senopati bertapa menghanyutkan diri di sungai Opak hingga sampai di kratonnya
jagad halus, ialah Kanjeng Ratu Kidul. Kemudian mempunyai wilayah jajahan di
jagad halus. Seperti ditulis dalam kitab Wedhatama karya KGPAA Mangkunegoro IV,
dalam tembang Sinom, yang artinya sebagai berikut ;
1) Sekalipun
Kanjeng Ratu Kidul dapat menguasai samodra, apa pun kehendaknya terlaksanan.
Akan tetapi masih kalah wibawa dengan Gusti Kanjeng Panembahan Senopati.
2) Kanjeng
Ratu Kidul sangat mengharapkan bisanya terjalin persahabatan antara kerajaan mahluk
halus dengan kerajaan Senopaten. Selanjutnya memohon agar sekali tempo Gusti
Kanjeng Panembahan Senopati sudi mengadakan pertemuan di dalam dunia mahluk
halus. Sekalipun dengan susah payah Panembahan Senopati menyanggupi hingga
sampai turun temurun.
Selanjutnya wawancara antara Gusti Panembahan Senopati (GPS) dengan Kanjeng
Ratu Kidul (KRK), begini:
KRK : “…Marilah Kangmas Priyagung agigit, bersama dengan
kami, tinggalkan saja Sang Permaisuri serta abdi sentana putri. Anda di alam
kami akan mendapatkan ganti yang lebih memuaskan hati. Pindahlah dari Mataram,
hamba akan menerima dengan senang hati. Di dalam kerajaan kami Paduka akan
penuh wibawa, kami sembah dan kami siap mengabdi sampai akhir zaman.
GPS : “…Karena sudah demikian cinta Dinda dengan
saya, saya pun tidak akan menyia-nyiakan, saya sambut uluran kasih persahabatan
Dinda. Tetapi leluhur kami berpesan, bangsa manusia itu karena berasal dari
bumi sebaiknya sampai akhir hayatnya juga dikubur di bumi. Tidak pantas dan
merupakan pantangan kami merubah jenis menjadi mahluk halus. Oleh karena itu
jangan khawatir saya ingkar janji, setiap hari selalu terbayang kecantikan
wajah Adinda. Dalam waktu tertentu kita sekali tempo mengadakan pertemuan
saja”.
Demikian
sekilas riwayat balok Mataram, yang sedikit banyak dapat menguak sejatinya
hubungan gaib kerajaan Mataram secara turun temurun dengan kerajaan dunia halus
di laut selatan. Bagaimana menempatkan secara tepat dan bijaksana antara
manusia dengan mahluk halus yang juga ciptaan Gusti Allah Yang Maha Wisesa.
Dapat sebagai contoh bagi generasi sekarang bagaimana cara memahami hubungan
manusia dengan mahluk gaib. Seyogyanya manusia dapat bersikap bijaksana dan
tidak sombong, menempatkan mereka yang gaib sebagaimana interaksi dengan manusia
saling menghargai dan menghormati sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan. Karena
masih sebagai mahluk Tuhan, mahluk halus tetap memiliki karakter seperti halnya
manusia, ada yang baik ada yang jahat, ada yang manembah kepada Tuhan, tetapi
ada pula yang membangkang.
RIWAYAT SOKO GURU
Soko
Guru adalah tiang penyangga atap rumah berbahan kayu jati yang dikelilingi
ukiran halus dan indah, terletak di Pasarean Mataram, disebelah timur dan di
pacak suji, sbb;
Ketika
Kerajaan Kartasura yang bertahta adalah Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan
(ISKS) Mangkurat Amral tahun 1606 M, wilayah terkena bencana kelaparan, banyak
orang yang sengsara dan menderita kelaparan. ISKS sangat sedih hatinya,
kemudian memanggil adik Dalem Gusti Pangeran Puger. Adik Dalem lalu sowan
menghadap, Sinuhun bertitah,” kalau terus begini Dimas, saya hendak bunuh diri
saja dan saya minta diri. Saya sangat malu disembah rakyat senegara tetapi
tidak dapat membuat rakyat bahagia. Yang hina dina adalah nama ratu. Gusti
Pangeran Puger berkata, “Sabarlah dahulu Kangmas, jangan mudah putus asa. Saya
mohon diri dari Praja, hendak memohon pertolongan Tuhan, hendak sowan (ziarah)
ke Pasarean (makam) Mataram. Sinuhun mengijinkan, dan bersabda,”Saya hanya
dapat mengurangi makan dan tidur untuk membantu Dimas”. Sang pangeran Puger
mohon diri, terus mengundurkan diri dan mampir di Dalem Pugeran, untuk ganti
pakaian seperti santri desa. Menghimpit golok, memakai tongkat, dan membawa
tasbih, kemudian mampir ke Pleret.
Sesudah
shalat Isya’ terus menuju barat laut ke Kotagede, langsung menuju di bawah
ringin sepuh Mataram. Sesudah tengah malam lalu sesuci di sungai Gajahwong,
kemudian kembali duduk di bawah ringin sepuh Mataram. Masuk waktu subuh terus
ke Masjid, sesudah Subuh lalu sowan di Pasarean. Duduk berdekatan dengan tiang
di sebelah tenggara dan terus berdoa. Setelah selama empat puluh hari empat
puluh malam Pangeran Puger bertapa, maka makbul lah doanya, dilihatnya tepat di
atas tempat duduk ada tompo (gayung beras) yang bergantung pada tiang
tepat di atasnya. Kemudian tompo diambil dan dihimpit terus dibawa
pulang ke negara Kartasura.
Di
tengah perjalanan dari Pasarean Agung Mataram di Kotagede menuju Kartasura,
Pangeran Puger mampir ke pasar-pasar yang dilewatinya, menanyakan kepada para
bakul-bakul, dijawab bahwa sekarang beras dan sandang sudah murah. Sesampainya
di negara Kartasura, Pangeran Puger langsung sowan menghadap ke kraton, Sinuhun
baru dihadap para sentana. Melihat Rayi Dalem, Sinuhun terus merangkul dan
berkata, “Dimas, terkabullah permohonanmu”.
Dari
tulisan di atas dapat diambil benang merah bahwa, Raja atau penguasa yang
pantas menjadi sesembahan kawula adalah raja atau penguasa yang siap berkorban
untuk kesejahteraan rakyatnya. Raja/penguasa bijaksana adalah yang selalu sadar
bahwa kekuasaannya itu membutuhkan dukungan rakyatnya, tanpa rakyat maka tidak
akan ada raja yang menduduki tahta kerajaan. Begitulah antara lain contoh
pelajaran tentang manunggaling kawula lan gusti, pada aras
horisontal/habluminannas.
No comments:
Post a Comment