أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
1. KARAKTERISTIK AQIDAH ISLAM
1. KARAKTERISTIK AQIDAH ISLAM
Aqidah Islam adalah Aqidah Rabbaniy
(berasal dari Allah ) yang bersih dari pengaruh penyimpangan dan
subyektifitas manusia. Aqidah Islam memiliki karakteristik berikut ini :
1. Al Wudhuh wa al Basathah ( jelas dan ringan) tidak ada kerancuan di dalamnya seperti yang terjadi pada konsep Trinitas dsb.
2. Sejalan dengan fitrah manusia, tidak akan pernah bertentangan antara aqidah salimah (lurus) dan fitrah manusia. Firman Allah : “Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah..” QS. 30:30
3. Prinsip-prinsip aqidah yang baku, tidak ada penambahan dan perubahan dari siapapun. Firman Allah :”Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan lain selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah ?“ QS. 42:21
4. Dibangun
di atas bukti dan dalil, tidak cukup hanya dengan doktrin dan pemaksaan
seperti yang ada pada konsep-konsep aqidah lainnya. Aqidah Islam selalu
menegakkan : “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang
yang benar” QS 2:111
5. Al Wasthiyyah
(moderat) tidak berlebihan dalam menetapkan keesaan maupun sifat Allah
seperti yang terjadi pada pemikiran lain yang mengakibatkan penyerupaan
Allah dengan makhluk-Nya. Aqidah Islam menolak fanatisme buta seperti
yang terjadi dalam slogan jahiliyah “Sesungguhnya kami mendapati
bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang
yang mendapat petunjuk dengan mengikuti jejak mereka” QS. 43:22
2. PENGERTIAN MA’RIFATULLAH
Ma’rifatullah
(mengenal Allah) bukanlah mengenali dzat Allah, karena hal ini tidak
mungkin terjangkau oleh kapasitas manusia yang terbatas. Sebab bagaimana
mungkin manusia yang terbatas ini mengenali sesuatu yang tidak
terbatas?. Segelas susu yang dibikin seseorang tidak akan pernah
mengetahui seperti apakah orang yang telah membuatnya menjadi segelas
susu.
Menurut Ibn Al Qayyim : Ma’rifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul ma’rifah (orang-orang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya”.
Ma’rifatullah
tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun ma’riaftullah dimaknai
dengan pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan
Allah, mengenalkan rintangan dan gangguan yang ada dalam perjalanan
mendekatkan diri kepada Allah.
3. CIRI-CIRI DALAM MA’RIFATULLAH
Seseorang dianggap ma’rifatullah (mengenal Allah) jika ia telah mengenali
1. asma’ (nama) Allah
2. sifat Allah dan
3. af’al (perbuatan) Allah, yang terlihat dalam ciptaan dan tersebar dalam kehidupan alam ini.
Kemudian dengan bekal pengetahuan itu, ia menunjukkan :
1. sikap shidq (benar) dalam ber -mu’amalah (bekerja) dengan Allah,
2. ikhlas dalam niatan dan tujuan hidup yakni hanya karena Allah,
3. pembersihan diri dari akhlak-akhlak tercela dan kotoran-kotoran jiwa yang membuatnya bertentangan dengan kehendak Allah SWT
4. sabar/menerima pemberlakuan hukum/aturan Allah atas dirinya
5. berda’wah/ mengajak orang lain mengikuti kebenaran agamanya
6. membersihkan
da’wahnya itu dari pengaruh perasaan, logika dan subyektifitas
siapapun. Ia hanya menyerukan ajaran agama seperti yang pernah diajarkan
Rasulullah SAW.
Figur teladan dalam ma’rifatullah ini adalah Rasulullah SAW. Dialah orang yang paling utama dalam mengenali Allah SWT. Sabda Nabi : “Sayalah orang yang paling mengenal Allah dan yang paling takut kepada-Nya”. HR Al Bukahriy dan Muslim. Hadits
ini Nabi ucapkan sebagai jawaban dari pernyataan tiga orang yang ingin
mendekatkan diri kepada Allah dengan keinginan dan perasaannya sendiri.
Tingkatan berikutnya, setelah Nabi adalah ulama amilun ( ulama yang mengamalkan ilmunya). Firman Allah : “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” QS. 35:28
Orang
yang mengenali Allah dengan benar adalah orang yang mampu mewarnai
dirinya dengan segala macam bentuk ibadah. Kita akan mendapatinya
sebagai orang yang rajin shalat, pada saat lain kita dapati ia
senantiasa berdzikir, tilawah, pengajar, mujahid, pelayan masyarkat,
dermawan, dst. Tidak ada ruang dan waktu ibadah kepada Allah, kecuali
dia ada di sana. Dan tidak ada ruang dan waktu larangan Allah kecuali ia
menjauhinya.
Ada
sebagian ulama yang mengatakan : “Duduk di sisi orang yang mengenali
Allah akan mengajak kita kepada enam hal dan berpaling dari enam hal,
yaitu : dari ragu menjadi yakin, dari riya menjadi ikhlash, dari ghaflah
(lalai) menjadi ingat, dari cinta dunia menjadi cinta akhirat, dari
sombong menjadi tawadhu’ (randah hati), dari buruk hati menjadi nasehat”
4. URGENSI MA’RIFATULLAH
a. Ma’rifatullah
adalah puncak kesadaran yang akan menentukan perjalanan hidup manusia
selanjutnya. Karena ma’rifatullah akan menjelaskan tujuan hidup manusia
yang sesungguhnya. Ketiadaan ma’rifatullah membuat banyak orang hidup
tanpa tujuan yang jelas, bahkan menjalani hidupnya sebagaimana makhluk
hidup lain (binatang ternak). QS.47:12
b. Ma’rifatullah adalah asas (landasan) perjalanan ruhiyyah
(spiritual) manusia secara keseluruhan. Seorang yang mengenali Allah
akan merasakan kehidupan yang lapang. Ia hidup dalam rentangan panjang
antara bersyukur dan bersabar.
Sabda Nabi : Amat
mengherankan urusan seorang mukmin itu, dan tidak terdapat pada
siapapun selain mukmin, jika ditimpa musibah ia bersabar, dan jika
diberi karunia ia bersyukur” (HR.Muslim)
Orang
yang mengenali Allah akan selalu berusaha dan bekerja untuk mendapatkan
ridha Allah, tidak untuk memuaskan nafsu dan keinginan syahwatnya.
c. Dari
Ma’rifatullah inilah manusia terdorong untuk mengenali para nabi dan
rasul, untuk mempelajari cara terbaik mendekatkan diri kepada Allah. Karena para Nabi dan Rasul-lah orang-orang yang diakui sangat mengenal dan dekat dengan Allah.
d. Dari Ma’rifatullah ini manusia akan mengenali kehidupan di luar alam materi, seperti Malaikat, jin dan ruh.
e. Dari Ma’rifatullah inilah manusia mengetahui perjalanan hidupnya, dan bahkan akhir dari kehidupan ini menuju kepada kehidupan Barzahiyyah (alam kubur) dan kehidupan akherat.
5. SARANA MA’RIFATULLAH
Sarana yang mengantarkan seseorang pada ma’rifatullah adalah :
a. Akal sehat
Akal
sehat yang merenungkan ciptaan Allah. Banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an
yang menjelaskan pengaruh perenungan makhluk (ciptaan) terhadap
pengenalan al Khaliq (pencipta) seperti firman Allah : Katakanlah “
Perhatikanlah apa yang ada di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan
Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang
tidak beriman. QS 10:101, atau QS 3: 190-191
Sabda Nabi : “Berfikirlah tentang ciptaan Allah dan janganlah kamu berfikir tentang Allah, karena kamu tidak akan mampu” HR. Abu Nu’aim
b. Para Rasul
Para
Rasul yang membawa kitab-kitab yang berisi penjelasan sejelas-jelasnya
tentang ma’rifatullah dan konsekuensi-konsekuensinya. Mereka inilah yang diakui sebagai orang yang paling mengenali Allah. Firman Allah :
“Sesungguhnya
Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti nyata
dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan )
supaya manusia dapat melaksanakan keadilan..” QS. 57:25
c. Asma dan Sifat Allah
Mengenali asma (nama) dan sifat Allah disertai dengan perenungan
makna dan pengaruhnya bagi kehidupan ini menjadi sarana untuk mengenali
Allah. Cara inilah yang telah Allah gunakan untuk memperkenalkan diri
kepada makhluk-Nya. Dengan asma dan sifat ini terbuka jendela bagi
manusia untuk mengenali Allah lebih dekat lagi. Asma
dan sifat Allah akan menggerakkan dan membuka hati manusia untuk
menyaksikan dengan seksama pancaran cahaya Allah. Firman Allah :
“Katakanlah : Serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asma’ al husna (nama-nama yang terbaik) QS. 17:110
Asma’ al husna inilah yang Allah perintahkan pada kita untuk menggunakannya dalam berdoa. Firman Allah :
“ Hanya milik Allah asma al husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma al husna itu…” QS. 7:180
Inilah
sarana efektif yang Allah ajarkan kepada umat manusia untuk mengenali
Allah SWT (ma’rifatullah). Dan ma’rifatullah ini tidak akan realistis
sebelum seseorang mampu menegakkan tiga tingkatan tauhid, yaitu : tauhid rububiyyah, tauhid asma dan sifat. Kedua tauhid ini sering disebut dengan tauhid al ma’rifah wa al itsbat ( mengenal dan menetapkan) kemudian tauhid yang ketiga yaitu tauhid uluhiyyah yang merupakan tauhid thalab (perintah) yang harus dilakukan.
No comments:
Post a Comment