أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Siapa yang Tidak Meyakini Allah Di Atas Langit, Dialah Jahmiyah
Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.
Perlu diketahui bahwa syubhat atau berbagai kerancuan dari Abu Salafy cs yang menyatakan kebenciannya pada dakwah Ahlus Sunnah Salafiyah sebenarnya hanyalah warisan dari pemahaman aliran sesat Jahmiyah, akar dari pemahaman mereka. Para ulama secara tegas mewanti-wanti pemikiran sesat tersebut. Sampai-sampai Adz Dzahabi dalam kitabnya Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar membawakan berbagai perkataan ulama masa silam yang jelas-jelas menyatakan bahayanya pemikiran Jahmiyah. Itulah yang akan kami nukil dalam posting kali ini dan posting selanjutnya. Adz Dzahabi menyebutkan perkataan ulama besar tersebut untuk membantah perkataan Jahmiyah dan orang-orang yang mengikutinya, di mana mereka tidak meyakini Allah di atas langit, dan tidak meyakini Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy-Nya.
Juga mungkin masih banyak di antara kita yang ragu dengan kurang jelas dalam memahami ayat-ayat yang menyatakan bahwa Allah itu bersama dengan kita atau Allah itu dekat. Semuanya terjawab pula dalam penjelesan ulama-ulama besar berikut ini. Hanya Allah yang beri taufik kepada Al Haq (kebenaran).
Al Auza’i Abu ‘Amr ‘Abdurrahman bin ‘Amr[1], Seorang Alim di Negeri Syam di Masanya Berbicara Mengenai Keyakinannya
Muqothil bin Hayyan[4], Seorang Alim di Negeri Khurosan dan Sezaman dengan Al Auza’i Meyakini Keberadaan Allah di Atas
Adz Dzahabi mengatakan, “Muqotil adalah ulama yang tsiqoh dan dia adalah imam besar yang semasa dengan Al Auza’i.”[6]
Sufyan Ats Tsauri[7], Ulama Besar di Masanya
Seorang Alim Besar Negeri Khurosan, Abdullah bin Al Mubarok Menyatakan Allah Berada di Atas Langit Ketujuh
‘Abbad bin Al ‘Awwam[11], Muhaddits (Pakar Hadits) dari Daerah Wasith
Syaikhul Islam Yazid bin Harun[13]
Sa’id bin ‘Amir Adh Dhuba’i[15], Ulama Bashroh
‘Abdurrahman bin Mahdi[17], Seorang Imam Besar
Wahb bin Jarir[19], Ulama Besar Bashroh
Al Qo’nabi[21], Ulama Besar di Masanya
Al Humaidi[24] (Abdullah bin Az Zubair Al Qurosyi Al Asadi Al Humaidi), Ulama Besar Makkah, Murid dari Sufyan bin ‘Uyainah, Guru dari Imam Al Bukhari
Al Humaidi mengatakan,
Semisal pula firman Allah,
Kesimpulan dari pembahasan ini: Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah dari masa ke masa telah menyepakati (berijma’) bahwa Allah berada di atas ‘Arsy. Dan tidak ada satu pun dari mereka yang menyatakan bahwa Allah tidak berada di atas ‘Arsy-Nya. Tidak mungkin seorang pun yang bisa menukil dari para ulama yang ada yang menyatakan bahwa Allah tidak di atas ‘Arsy-Nya baik secara nash (dalil tegas) atau secara zhahir (dalil yang mengandung makna lebih kuat).
Pembuktian dari ulama-ulama Ahlus Sunnah dari masa ke masa masih berlanjut pada posting selanjutnya insya Allah. Begitu pula berbagai kerancuan yang dikemukakan oleh pengikut Jahmiyah tentang istiwa’ Allah, Allah ada tanpa tempat, dan lainnya masih berlanjut dalam posting selanjutnya.
Semoga Allah memberi kemudahan.
Diselesaikan ketika waktu Dhuha di Panggang-GK, 26 Rabi’ul Akhir 1431 H (10/04/2010),
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal (Abu Rumaysho Al Ambony)
Artikel www.rumaysho.com
[1] Al Auza’i hidup sebelum tahun 157 H.
[2] Dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Kitab Al Asma’ wa Ash Shifat. Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 136. Ibnu Taimiyah sebagaimana dalam Al Aqidah Al Hamawiyah menyatakan bahwa sanadnya shahih, sebagaimana pula hal ini diikuti oleh muridnya (Ibnul Qayyim) dalam Al Juyusy Al Islamiyah.
[3] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 137
[4] Muqotil bin Hayyan semasa dengan Imam Al Auza’i, beliau hidup sebelum tahun 150 H.
[5] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 137. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini hasan. Perkataan ini dikatakan dalam kitab As Sunnah (hal. 71), dikeluarkan oleh Abu Daud dalam Masa-ilnya (hal. 263) dari Imam Ahmad. Juga diriwayatkan dari Al Lalika-i (2/92/1), Al Baihaqi (hal. 430-431). Dari riwayatnya tersebut, juga dikatakan dari Adh Dhohak. Riwayat ini juga adalah riwayat Al Ajuri (hal. 289). Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 138.
[6] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 137. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa dalam sanad yang disebutkan oleh Al Baihaqi (hal. 430-431) terdapat Ismail bin Qutaibah. Ibnu Abi Hatim tidak memberikan penilaian positif (ta’dil) atau negatif (jarh) terhadapnya. Telah diriwayatkan pula oleh Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad bin Musa Al Ka’bi, rowi dari atsar ini darinya. Beliau merupakan guru dari Al Hakim. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 138.
[7] Sufyan Ats Tsauri hidup pada tahun 97-161 H.
[8] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 137-138.
[9] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 149. Riwayat ini dishahihkan oleh Ibnu Taimiyah dalam Al Hamawiyah dan Ibnul Qayyim dalam Al Juyusy. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 152.
[10] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 150. Syaikh Al Albani mengatakan dikeluarkan dalam As Sunnah (hal. 7) dari Ahmad bin Nashr, dari Malik, telah mengabarkan kepadaku seseorang dari Ibnul Mubarok. Seluruh periwayatnya tsiqoh (terpercaya) kecuali yang tidak disebutkan namanya. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 152.
[11] ‘Abbad bin Al ‘Awwam hidup sekitar tahun 185 H.
[12] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 151.
[13] Yazid bin Harun hidup sebelum tahun 206 H.
[14] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 157. Abdullah bin Ahmad mengeluarkan dalam As Sunnah (hal. 11-12) dari jalannya. Namun Adz Dzahabi menyebutkan dari selain kitab itu yaitu dalam kitab Ar Rodd ‘alal Jahmiyah (bantahan terhadap Jahmiyah), Abdullah berkata, Abbas bin Al ‘Azhim Al Ambari telah mengabarkan pada kamim Syadz bin Yahya telah menceritakan pada kami. Juga riwayat ini dikeluarkan oleh Abu Daud dalam Masail (hal. 268), ia berkata, Ahmad bin Sinan telah menceritakan pada kami, ia berkata: Aku mendengar Syadz bin Yahya. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 168.
[15] Sa’id bin ‘Amir Adh Dhuba’iy hidup pada tahun 122-208 H.
[16] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 157 dan Mukhtashor Al ‘Uluw hal. 168.
[17] ‘Abdurrahman bin Mahdi hidup pada tahun 125-198 H.
[18] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 159. Dikeluarkan pula oleh Abdullah (hal. 10-11) dari jalannya, disebutkan secara ringkas. Ibnul Qayyim menshahihkan riwayat ini dalam Al Juyusy. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw hal. 170.
[19] Wahb bin Jarir meninggal tahun 206 H.
[20] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 159. Atsar ini dishahihkan oleh Ibnul Qayyim dalam Al Juyusy. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 170.
[21] Al Qo’nabi meninggal tahun 221 H.
[22] QS. Thoha: 5.
[23] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 166. Bunan bin Ahmad tidak mengapa, sejarah hidupnya disebutkan di Tarikh Bagdad. Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 178.
[24] Al Humaidi meninggal tahun 219 H.
[25] QS. Al Maidah: 64.
[26] QS. Az Zumar: 67
[27] QS. Thoha: 5.
[28] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 168. Ibnu Taimiyah telah menshahihkan atsar ini dari Al Humaidi dalam Kitabnya “Mufashol Al I’tiqod”. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw hal. 180.
Siapa yang Tidak Meyakini Allah Di Atas Langit, Dialah Jahmiyah
Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.
Perlu diketahui bahwa syubhat atau berbagai kerancuan dari Abu Salafy cs yang menyatakan kebenciannya pada dakwah Ahlus Sunnah Salafiyah sebenarnya hanyalah warisan dari pemahaman aliran sesat Jahmiyah, akar dari pemahaman mereka. Para ulama secara tegas mewanti-wanti pemikiran sesat tersebut. Sampai-sampai Adz Dzahabi dalam kitabnya Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar membawakan berbagai perkataan ulama masa silam yang jelas-jelas menyatakan bahayanya pemikiran Jahmiyah. Itulah yang akan kami nukil dalam posting kali ini dan posting selanjutnya. Adz Dzahabi menyebutkan perkataan ulama besar tersebut untuk membantah perkataan Jahmiyah dan orang-orang yang mengikutinya, di mana mereka tidak meyakini Allah di atas langit, dan tidak meyakini Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy-Nya.
Juga mungkin masih banyak di antara kita yang ragu dengan kurang jelas dalam memahami ayat-ayat yang menyatakan bahwa Allah itu bersama dengan kita atau Allah itu dekat. Semuanya terjawab pula dalam penjelesan ulama-ulama besar berikut ini. Hanya Allah yang beri taufik kepada Al Haq (kebenaran).
Al Auza’i Abu ‘Amr ‘Abdurrahman bin ‘Amr[1], Seorang Alim di Negeri Syam di Masanya Berbicara Mengenai Keyakinannya
قال أبو عبد الله الحاكم أخبرني محمد بن علي
الجوهري ببغداد قال حدثنا إبراهيم بن الهيثم البلدي قال حدثنا محمد بن كثير
المصيصي قال سمعت الأوزاعي يقول كنا والتابعون متوافرون نقول إن الله
عزوجل فوق عرشه ونؤمن بما وردت به السنة من صفاته
Abu ‘Abdillah Al Hakim mengatakan, Muhammad bin Ali Al Jauhari telah
mengabarkan kepadaku di Bagdad. Ia mengatakan, Ibrahim bin Al Haitsam Al
Baladi telah menceritakan pada kami. Ia mengatakan, Muhammd bin Katsir
Al Missisiy telah menceritakan pada kami. Ia berkata, aku mendengar Al
Auza’i mengatakan, “Kami dan pengikut kami mengatakan bahwa Allah ‘azza
wa jalla berada di atas ‘Arsy-Nya. Kami beriman terhadap sifat-Nya yang
ditunjukkan oleh As Sunnah.”[2]
وروى أبو إسحاق الثعلبي المفسر قال سئل الأوزاعي عن قوله تعالى ثم استوى على العرش قال هو على عرشه كما وصف نفسه
Diriwayatkan dari Abu Ishaq Ats Tsa’labi –seorang pakar tafsir, ia
berkata, “Al Auza’i pernah ditanya mengenai firman Allah Ta’ala,
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
‘’Kemudian Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy-Nya”. Al Auza’iy
mengatakan, “Allah berada di atas ‘Arsy-Nya sebagaimana yang Dia sifati
bagi Diri-Nya.”[3]Muqothil bin Hayyan[4], Seorang Alim di Negeri Khurosan dan Sezaman dengan Al Auza’i Meyakini Keberadaan Allah di Atas
روى عبد الله بن أحمد بن حنبل في كتاب السنة
له عن أبيه عن نوح بن ميمون عن بكير بن معروف عن مقاتل بن حيان في قوله
تعالى ما يكون من نجوى ثلاثة إلا هو رابعهم قال هو على عرشه وعلمه معهم
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad bin Hambal dalam kitab As
Sunnah-nya, dari ayahnya (Imam Ahmad), dari Nuh bin Maimun, dari Bukair
bin Ma’ruf, dari Muqotil bin Hayyan. Ketika Muqotil membicarakan ayat,
مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ
“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya”
(QS. Al Mujadilah: 7), beliau mengatakan, “Allah tetap berada di atas
‘Arsy-Nya, sedangkan ilmu-Nya yang senantiasa bersama makhluk-Nya.”[5]
وروى البيهقي بإسناده عن مقاتل بن حيان قال
بلغنا والله أعلم في قوله تعالى هو الأول والآخر هو الأول قبل كل شيء
والآخر بعد كل شيء والظاهر فوق كل شيء والباطن أقرب من كل شيء وإنما قربه
بعلمه وهو فوق عرشه مقاتل هذا ثقة إمام معاصر للأوزاعي ما هو بإبن سليمان
ذاك مبتدع ليس بثقة
Diriwayatkan dari Al Baihaqi dengan sanad darinya, dari Muqotil bin
Hayyan. Ia berkata, “Allah-lah yang lebih memahami firman-Nya:
هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآَخِرُ
Huwal awwalu wal akhiru … (Allah adalah Al Awwal dan Al Akhir …) (QS. Al Hadiid: 3). Makna Al Awwalu adalah sebelum segala sesuatu. Al Akhir adalah setelah segala sesuatu. Azh Zhohir adalah di atas segala sesuatu. Al Bathin adalah
lebih dekat dari segala sesuatu. Kedekatan Allah adalah dengan
ilmu-Nya. Sedangkan Allah sendiri berada di atas ‘Arsy-Nya.”Adz Dzahabi mengatakan, “Muqotil adalah ulama yang tsiqoh dan dia adalah imam besar yang semasa dengan Al Auza’i.”[6]
Sufyan Ats Tsauri[7], Ulama Besar di Masanya
روى غير واحد عن معدان الذي يقول فيه ابن المبارك هو أحد الأبدال قال سألت سفيان الثوري عن قوله عزوجل وهو معكم أينما كنتم قال علمه
Diriwayatkan lebih dari satu orang dari Mi’dan, yang Ibnul Mubarok
juga mengatakan hal ini. Ia mengatakan bahwa ia bertanya pada Sufyan Ats
Tsauri mengenai firman Allah ‘azza wa jalla,
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
“Dia (Allah) bersama kalian di mana saja kalian berada.”
(QS. Al Hadid: 4). Sufyan Ats Tsauri menyatakan bahwa yang dimaksudkan
adalah ilmu Allah (yang berada bersama kalian, bukan dzat Allah, pen).[8]Seorang Alim Besar Negeri Khurosan, Abdullah bin Al Mubarok Menyatakan Allah Berada di Atas Langit Ketujuh
صح عن علي بن الحسن بن شقيق قال قلت لعبد الله
بن المبارك كيف نعرف ربنا عزوجل قال في السماء السابعة على عرشه ولا نقول
كما تقول الجهمية إنه هاهنا في الأرض فقيل هذا لأحمد بن حنبل فقال هكذا هو
عندنا
Telah shahih dari ‘Ali bin Al Hasan bin Syaqiq, dia berkata, “Aku
berkata kepada Abdullah bin Al Mubarok, bagaimana kita mengenal Rabb
kita ‘azza wa jalla. Ibnul Mubarok menjawab, “Rabb kita berada di atas
langit ketujuh dan di atasnya adalah ‘Arsy. Tidak boleh kita mengatakan
sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Jahmiyah yang mengatakan
bahwa Allah berada di sini yaitu di muka bumi.” Kemudian ada yang
menanyakan tentang pendapat Imam Ahmad bin Hambal mengenai hal ini.
Ibnul Mubarok menjawab, “Begitulah Imam Ahmad sependapat dengan kami.”[9]
وروى عبد الله بن أحمد في الرد على الجهمية
بإسناده عن ابن المبارك أن رجلا قال له يا أبا عبد الرحمن قد خفت الله من
كثرة ما أدعو على الجهمية
قال لا تخف فإنهم يزعمون أن إلهك الذي في السماء ليس بشيء
Diriwayatkan dari Abudllah bin Ahmad ketika membantah pendapat
Jahmiyah dan beliau membawakan sandanya dari Ibnul Mubarok. Ia ceritakan
bahwa ada seseorang yang mengatakan pada Ibnul Mubarok, “Wahai Abu
‘Abdirrahman (Ibnul Mubarok), sungguh pengenalan tentang Allah menjadi
samar karena pemikiran-pemikiran yang diklaim oleh Jahmiyah.” Ibnul
Mubarok lantas menjawab, “Tidak usah khawatir. Mereka mengklaim bahwa
Allah sebagai sesembahanmu yang sebenarnya berada di atas langit sana,
namun mereka katakan Allah tidak di atas langit.”[10]‘Abbad bin Al ‘Awwam[11], Muhaddits (Pakar Hadits) dari Daerah Wasith
قال عباد بن العوام كلمت بشرا المريسي وأصحابه
فرأيت آخر كلامهم ينتهي إلى أن يقولوا ليس في السماء شيء أرى أن لا
يناكحوا ولا يوارثوا
‘Abbad bin Al ‘Awwam mengatakan, “Aku pernah berkata Basyr Al Murosi
dan pengikutnya, aku pun melihat bahwa mereka mengatakan, “Tidak atas
langit tidak ada sesuatu pun. Aku menilai bahwa orang semacam ini tidak
boleh dinikahi dan diwarisi.”[12]Syaikhul Islam Yazid bin Harun[13]
قال الحافظ أبو عبد الرحمن بن الإمام أحمد في
كتاب الرد على الجهمية حدثني عباس العنبري أخبرنا شاذ بن يحيى سمعت يزيد بن
هارون وقيل له من الجهمية قال من زعم أن الرحمن على العرش استوى على خلاف
ما يقر في قلوب العامة فهو جهمي
Al Hafizh Abu ‘Abdirrahman bin Al Imam Ahmad dalam kitab bantahan
terhadap Jahmiyah, ia mengatakan, ‘Abbas Al Ambari telah menceritakan
padaku, ia mengatakan, Syadz bin Yahya telah menceritakan pada kami
bahwa ia mendengar Yazid bin Harun ditanya tentang Jahmiyah. Yazid
mengatakan, “Siapa yang mengklaim bahwa Allah Yang Maha Pengasih menetap
tinggi di atas ‘Arsy namun menyelisih apa yang diyakini oleh hati
mayoritas manusia, maka ia adalah Jahmi.”[14]Sa’id bin ‘Amir Adh Dhuba’i[15], Ulama Bashroh
قال عبد الرحمن بن أبي حاتم حدثنا أبي قال
حدثت عن سعيد ابن عامر الضبعي أنه ذكر الجهمية فقال هم شر قولا من اليهود
والنصارى قد إجتمع اليهود والنصارى وأهل الأديان مع المسلمين على أن الله
عزوجل على العرش وقالوا هم ليس على شيء
‘Abdurrahman bin Abi Hatim berkata, ayahku menceritakan kepada kami,
ia berkata aku diceritakan dari Sa’id bin ‘Amir Adh Dhuba’I bahwa ia
berbicara mengenai Jahmiyah. Beliau berkata, “Jahmiyah lebih jelek dari
Yahudi dan Nashrani. Telah diketahui bahwa Yahudi dan Nashrani serta
agama lainnya bersama kaum muslimin bersepakat bahwa Allah ‘azza wa
jalla menetap tinggi di atas ‘Arsy. Sedangkan Jahmiyah, mereka katakan
bahwa Allah tidak di atas sesuatu pun.”[16]‘Abdurrahman bin Mahdi[17], Seorang Imam Besar
ابن مهدي قال إن الجهمية أرادوا أن ينفوا أن يكون الله كلم موسى وأن يكون على العرش أرى أن يستتابوا فإن تابوا وإلا ضربت أعناقهم
‘Abdurrahman bin Mahdi mengatakan bahwa Jahmiyah menginginkan agar
dinafikannya pembicaraan Allah dengan Musa, dinafikannya keberedaan
Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy. Orang seperti ini mesti dimintai
taubat. Jika tidak, maka lehernya pantas dipenggal.[18]Wahb bin Jarir[19], Ulama Besar Bashroh
محمد بن حماد قال سمعت وهب بن جرير يقول إياكم
ورأي جهم فإنهم يحاولون أنه ليس شيء في السماء وما هو إلا من وحي إبليس ما
هو إلا الكفر
Muhammad bin Hammad mengatakan bahwa ia mendengar Wahb bin Jarir
berkata, “Waspadalah dengan pemikiran Jahmiyam. Sesungguhnya mereka
memalingkan makna bahwa di atas langit sesuatu pun (berarti Allah tidak
di atas langit, pen). Sesungguhnya pemikiran semacam ini hanyalah wahyu
dari Iblis. Perkataan semacam tidak lain hanyalah perkataan kekufuran.”[20]Al Qo’nabi[21], Ulama Besar di Masanya
قال بنان بن أحمد كنا عند القعنبي رحمه الله
فسمع رجلا من الجهمية يقول الرحمن على العرش استوى فقال القعنبي من لا يوقن
أن الرحمن على العرش استوى كما يقر في قلوب العامة فهو جهمي أخرجهما عبد
العزيز القحيطي في تصانيفه والمراد بالعامة عامة أهل العلم كما بيناه في
ترجمة يزيد بن هارون إمام أهل واسط ولقد كان القعنبي من أئمة الهدى حتى لقد
تغالى فيه بعض الحفاظ وفضله على مالك الإمام
Bunan bin Ahmad mengatakan, “Aku pernah berada di sisi Al Qo’nabi, ia
mendengar seorang yang berpahaman Jahmiyah menyebutkan firman Allah,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Ar Rahman (yaitu Allah) menetap tinggi di atas ‘Arsy.”[22]
Al Qo’nabi lantas mengatakan, “Siapa yang tidak meyakini Ar Rahman
(yaitu Allah) menetap tinggi di atas ‘Arsy sebagaimana diyakini oleh
para ulama, maka ia adalah Jahmi.”[23]Al Humaidi[24] (Abdullah bin Az Zubair Al Qurosyi Al Asadi Al Humaidi), Ulama Besar Makkah, Murid dari Sufyan bin ‘Uyainah, Guru dari Imam Al Bukhari
Al Humaidi mengatakan,
أصول السنة عندنا فذكر أشياء ثم قال وما نطق
به القرآن والحديث مثل وقالت اليهود يد الله مغلولة غلت أيديهم ومثل قوله
والسموات مطويات بيمينه وما أشبه هذا من القرآن والحديث لا نزيد فيه ولا
نفسره ونقف على ما وقف عليه القرآن والسنة ونقول الرحمن على العرش استوى
ومن زعم غير هذا فهو مبطل جهم
Aqidah yang paling pokok yang kami yakini (lalu beliau menyebutkan
beberapa hal): Ayat atau hadits yang menyebutkan (misalnya tangan Allah,
pen),
وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ
“Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu”[25]Semisal pula firman Allah,
وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ
“Dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya”[26],
dan juga ayat dan hadits yang semisal itu, kami tidak akan menambah dan
kami tidak akan menafsirkan (bagaimanakah hakekat sifat tersebut). Kami
cukup berdiam diri sebagaimana yang dituntunkan Al Quran dan Hadits
Nabawi (yang tidak menyebutkan hakekatnya). Kami pun meyakini,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Ar Rahman (yaitu Allah) menetap tinggi di atas ‘Arsy.”[27] Barangsiapa yang tidak meyakini seperti ini, maka dialah Jahmiyah yang penuh kebatilan.[28]Kesimpulan dari pembahasan ini: Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah dari masa ke masa telah menyepakati (berijma’) bahwa Allah berada di atas ‘Arsy. Dan tidak ada satu pun dari mereka yang menyatakan bahwa Allah tidak berada di atas ‘Arsy-Nya. Tidak mungkin seorang pun yang bisa menukil dari para ulama yang ada yang menyatakan bahwa Allah tidak di atas ‘Arsy-Nya baik secara nash (dalil tegas) atau secara zhahir (dalil yang mengandung makna lebih kuat).
Pembuktian dari ulama-ulama Ahlus Sunnah dari masa ke masa masih berlanjut pada posting selanjutnya insya Allah. Begitu pula berbagai kerancuan yang dikemukakan oleh pengikut Jahmiyah tentang istiwa’ Allah, Allah ada tanpa tempat, dan lainnya masih berlanjut dalam posting selanjutnya.
Semoga Allah memberi kemudahan.
Diselesaikan ketika waktu Dhuha di Panggang-GK, 26 Rabi’ul Akhir 1431 H (10/04/2010),
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal (Abu Rumaysho Al Ambony)
Artikel www.rumaysho.com
[1] Al Auza’i hidup sebelum tahun 157 H.
[2] Dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Kitab Al Asma’ wa Ash Shifat. Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 136. Ibnu Taimiyah sebagaimana dalam Al Aqidah Al Hamawiyah menyatakan bahwa sanadnya shahih, sebagaimana pula hal ini diikuti oleh muridnya (Ibnul Qayyim) dalam Al Juyusy Al Islamiyah.
[3] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 137
[4] Muqotil bin Hayyan semasa dengan Imam Al Auza’i, beliau hidup sebelum tahun 150 H.
[5] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 137. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini hasan. Perkataan ini dikatakan dalam kitab As Sunnah (hal. 71), dikeluarkan oleh Abu Daud dalam Masa-ilnya (hal. 263) dari Imam Ahmad. Juga diriwayatkan dari Al Lalika-i (2/92/1), Al Baihaqi (hal. 430-431). Dari riwayatnya tersebut, juga dikatakan dari Adh Dhohak. Riwayat ini juga adalah riwayat Al Ajuri (hal. 289). Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 138.
[6] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 137. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa dalam sanad yang disebutkan oleh Al Baihaqi (hal. 430-431) terdapat Ismail bin Qutaibah. Ibnu Abi Hatim tidak memberikan penilaian positif (ta’dil) atau negatif (jarh) terhadapnya. Telah diriwayatkan pula oleh Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad bin Musa Al Ka’bi, rowi dari atsar ini darinya. Beliau merupakan guru dari Al Hakim. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 138.
[7] Sufyan Ats Tsauri hidup pada tahun 97-161 H.
[8] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 137-138.
[9] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 149. Riwayat ini dishahihkan oleh Ibnu Taimiyah dalam Al Hamawiyah dan Ibnul Qayyim dalam Al Juyusy. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 152.
[10] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 150. Syaikh Al Albani mengatakan dikeluarkan dalam As Sunnah (hal. 7) dari Ahmad bin Nashr, dari Malik, telah mengabarkan kepadaku seseorang dari Ibnul Mubarok. Seluruh periwayatnya tsiqoh (terpercaya) kecuali yang tidak disebutkan namanya. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 152.
[11] ‘Abbad bin Al ‘Awwam hidup sekitar tahun 185 H.
[12] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 151.
[13] Yazid bin Harun hidup sebelum tahun 206 H.
[14] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 157. Abdullah bin Ahmad mengeluarkan dalam As Sunnah (hal. 11-12) dari jalannya. Namun Adz Dzahabi menyebutkan dari selain kitab itu yaitu dalam kitab Ar Rodd ‘alal Jahmiyah (bantahan terhadap Jahmiyah), Abdullah berkata, Abbas bin Al ‘Azhim Al Ambari telah mengabarkan pada kamim Syadz bin Yahya telah menceritakan pada kami. Juga riwayat ini dikeluarkan oleh Abu Daud dalam Masail (hal. 268), ia berkata, Ahmad bin Sinan telah menceritakan pada kami, ia berkata: Aku mendengar Syadz bin Yahya. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 168.
[15] Sa’id bin ‘Amir Adh Dhuba’iy hidup pada tahun 122-208 H.
[16] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 157 dan Mukhtashor Al ‘Uluw hal. 168.
[17] ‘Abdurrahman bin Mahdi hidup pada tahun 125-198 H.
[18] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 159. Dikeluarkan pula oleh Abdullah (hal. 10-11) dari jalannya, disebutkan secara ringkas. Ibnul Qayyim menshahihkan riwayat ini dalam Al Juyusy. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw hal. 170.
[19] Wahb bin Jarir meninggal tahun 206 H.
[20] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 159. Atsar ini dishahihkan oleh Ibnul Qayyim dalam Al Juyusy. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 170.
[21] Al Qo’nabi meninggal tahun 221 H.
[22] QS. Thoha: 5.
[23] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 166. Bunan bin Ahmad tidak mengapa, sejarah hidupnya disebutkan di Tarikh Bagdad. Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 178.
[24] Al Humaidi meninggal tahun 219 H.
[25] QS. Al Maidah: 64.
[26] QS. Az Zumar: 67
[27] QS. Thoha: 5.
[28] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 168. Ibnu Taimiyah telah menshahihkan atsar ini dari Al Humaidi dalam Kitabnya “Mufashol Al I’tiqod”. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw hal. 180.
No comments:
Post a Comment