أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
MAQAM-MAQAM PARA SALIKIN (ZUHUD)
ZUHUD
Nabi Muhammad
Saw. bersabda ; “Jika Diantara kamu sekalian melihat orang laki-laki
yang selalu zuhud dan berbicara bear, maka dekatilah dia. Sesungguhnya
dai adalah orang yang mengajarkan kebijaksanaan”.(hadist disebutkan
dalam al-kanz jilid 3 hal. 183 nomor 6069, diriwyatkan oleh Abu Khlad
dan Abu Na'im bersma Al-Baihaqi meriwayatkannya juga darinya, sementara
As-Suyuthi menganggapnya lemah didalam Al Jami'ush Shaghiir jilid 1
hal.84 nomor 635.
Seorang
maha guru berkata, “Ulama berbeda pendapat tentang zuhud.” Diantara
mereka ada yang berpendapat, yang dimaksud zuhud adalah meninggalkan
(hal, perbuatan, barang) yang haram karena yang halal diprbolehkan oleh
Allah Swt. Apabila Allah Swt. memberikan sebuah kenikmatan kepada
seorang hamba lantas dia bersyukur kepada-Nya, maka Allah Swt. akan
membalasnya dengan setimpal.
Diantara mereka
juga ada yang berpendapat, meninggalkan hal yang haram adalah wajib dan
hal yang halal adalah keutamaan. Orang yang meninggalkan harta dan
selalu beribadah disebut orang yang sabar terhadap dirinya sendiri, rela
yerhadap apa yang telah ditetapkan Allah Swt, menerima apa yang telah
diberikan Allah Swt, dan lapang dada terhadap apa yang telah ditentukan
Allah Swt. memberikan gambaran tentang zuhud kepada manusia dengan
firmannya:
“Katakan Muhammad, kesenangan dunia adalah sebentar dan akhirat lebih baik bagi orang yang bertakwa.”
(QS. An-Nisa’ :77)
Selain itu terdapat beberapa ayat lain yang mencela kehidupan dunia dan menganjurkan hidup zuhud.
Sebagian yang
lain berpendapat, apabila seseorang menafkankan hartanya, selalu sabar,
dan meninggalkan apa yang dilarang oleh syarak, alangkah lebih
sempurnanya jika dia zuhud terhadap hal yang halal.
Menurut ulama
yang lain, selayaknya bagi seorang hamba jangan memilih meninggalkan hal
yang halal karena terpaksa, jangan memilih mensari hal yang tidak ada
faedahnya dari sesuatu yang tidak dibutuhkan, dan hendaklah memelihara
pembagian rezeki yang telah ada. Apabila Allah Swt. memeberikan rezeki
berupa harta yang halal, maka hendaklah bersyukur. Apabila Allah Swt.
memberikan rezeki yang hanya sekedar cukup, maka hendaknya jangan
memaksa diri mencari harta yang tidak berfaedah. Oleh karena itu, sabar
lebih baik bagi orang yang fakir, sedangkan syukur lebih relevan (cocok,
sesuai) bagi orang yang mempunyai harta yang halal.
Menurut Sufyan
Ats-Tsauri, yang dimaksud zuhud adalah memperkecil cita-cita,
bukanmemakan sesuatu yang keras dan bukan pula memakai pakaian mentel
yang kusut. Menurut As-Sirri, Allah Swt. menghilangkan kenikmatan dunia,
melarangnya, dan mengeluarkannya dari para kekasihnya. Allah Swt. tidak
rela jika mereka menikmati dunia.
Menurut komentar
lain, kta-kata zuhud dikutip dari firman Allah Swt. yang berbunyi :
"Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita
terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu
gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu". (QS Al-Hadid:23)
Orang yang zuhud
tidak akan bangga dengan kenikmatan dunia dan tidak akan mengeluh
karena kehilangan dunia. Sedangkan mennurut pedapat Abu Utsman, yang
dimaksud zuhud adalah meninggalkan kenikmatan dunia dan tidak
mempedulikan orang yang dapat menkmatinya.
Ustadz Abu Ali
Ad-Daqaq mengatakan, “ Zuhud merupaka sikap anti kemewahan dunia, tidak
berkeinginan membangun pondok (ribath) dan mesjid.” Menurut Yahya bin
Mu’adz, zuhud membawa implikasi mendermakan harta benda, sedangkan cinta
membawa implikasi mendermakan diri sendiri. Menurut Ibnu Jalla’, yang
dimaksud zuhud adalah memandang kehidupan dunia hanya sekedar pergeseran
bentuk yang tidak mempunyai arti dalam pandangan. Oleh karenanya, ia
akan mudah sirna,. Ibnu Khafif berpendapat, tanda-tanda zuhud adalah
merasa senang meninggalkan harta benda, sedangkan yang dimaksud zuhud
adalah hati merasa terhibur meninggalkan berbagai bentuk kehidupan dan
menghindarkan diri dari harta benda. Sedangkan menurut pendapat yang
lain, yang dimaksud zuhud adalah jiwa merasa tenang meninggalkan
kehidupan dunia tanpa keterpaksaan.
Nashr Abadzi
berkata, “Yang dimaksud orang zuhud adalah orang yang terisolir dalam
kehidupan dunia. Sedangkan yang dimaksud orang ma’rifat adalah orang
yang terisolir dalam kehidupan akhirat.” Menurut satu pendapat,
barangsiapa yang zuhudnya benar, maka dia akan menjadi orang yang rendah
hati di dunia ini. Oleh karena itu, dapat dikatakan, seandainya songkok
yang jatuh dari langit, maka ia tidak akan jatuh kecuali di atas kepala
orang yang menginginkannya. Menurut Junaid, yang dimaksud zuhud adalah
hati yang terhindar dari hal-hal negatif.
Ulama salaf
berbeda pendapat tentang arti zuhud. Menurut Sufyan Ats-Tsauri, Ahmad
bin Hambal, Isa bin Yunus, dan ulama yang lain, arti zuhud ialah
memperkecil cita-cita. Dalam pengertian ini terkandung beberapa indikasi
zuhud, beberapa sebab yang muncul, dan beberapa arti yang telah
ditetapkan. Menurut Abdullah bin Mubarak, arti zuhud ialah percaya
kepada Allah Swt. disertai sikap cinta terhadap kefakiran.Syaqiq
Al-Balkhi dan Yusuf bin Asbath sependapat dengan pandangan tersebut yang
juga mengandung beberapa indikasi zuhud. Oleh karena itu, seorang hamba
tidak akan mampu mengerjakan zuhud, kecuali ia percaya kepada Allah
Swt.
Menurut Abdul
Wahid bin Zaid, arti zuhud ialah ,meninggalkan dinar dari dirham.
Sedangkan menurut Abu Sulaiman Ad-Darani, arti zuhud adalah meninggalkan
berbagai aktivitas yang mengakibatkan jauh dari Allah Swt.
Imam Junaid
ditanya oleh Ruwaim tentang zuhud. Dia menjawab, “Memperkecil kehidupan
dunia dan menghilangkan berbagai pengaruh yang ada di dalam hati.”
Menurut As-Sriy, kehidupan yang zuhud tidak akan menjadi baik jika yang
bersangkutan masih menyibukkan diri. Demikian juga orang yang ma’rifat.
Junaid juga pernah ditanya tentang zuhud. Dia menjawab, “ Melepaskan
tangan dari harta benda dan melepaskan hati dari kesenangan hawa nafsu.
“Syibli pernah ditanya tentang zuhud. Dia menjawab, “Meninggalkan segala
bentuk kehidupan dunia untuk beribadah kepada Allah Swt.”
Menurut Yahya
bin Mu’adz, orang tidak akan sampai pada hakikat zuhud keculi dengan
tiga hal. Pertama, perbuatan tanpa ketergantungan (pamrih). Kedua,
ucapan tanpa keinginan hawa nafsu. Ketiga, kemuliaan tanpa kekuasaan.
Menurut Abu Hafsh, zuhud tidak akan terealisir kecuali dalam hal yang
halal. Demikian juga hal yang halal tidak akan terealisir kecuali dengan
zuhud.
Abu Utsman
berpendapat, Allah Swt. akan memberikan sesuatu kepada orang zuhud
melebihi apa yang dikehendaki, memberikan kepada orang yang cinta Allah
Swt. selain apa yang dia kehendaki, dan memberikan kepada orang yang
konsisten beribadah sesuai dengan apa yang dia kehendaki.
Menurut Yahya
bin Mu’adz, orang yang zuhud akan membuat cuka dan biji sawi sebagai
obat, sedangkan orang yang ma’rifat akan membuat minyak misik dan anbar
sebagai parfum. Sedangkan menurut Hasan Al- Bashri, arti zuhud ialah
benci terhadap orang yang menyukai harta kekayaan dan apa-apa yang
dimiliki.
Sebagian ulama telah ditanya, “Apakah zuhud itu?”
“Meninggalkan segala sesuatu yang dimiliki orang lain.”
Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Dzun Nun Al-Mishri, “Kapan saya harus zuhud?”
“Ketika engkau sudah mampu mengasingkan dirimu.”
Muhammad bin
Fadhl berkata, “Mengutamakan zuhud ketika dalam keadaan kaya (serba
cukup) dan mengutamakan fitnah cobaan ketika dalam keadan fakir (sangat
butuh).” Allah Swt. berfirman :
"mereka
mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri,
sekalipun mereka dalam kesusahan (mereka butuh apa yang mereka
berikan)."
Al-Kattani
pernah berkata, “Berbagai persoalan yang tidak pernah diperselisihkan
oleh ulama Kuffah, Madinah, Irak, dan Syam adalah zuhud, kemurahan jiwa
(hati), dan memberikan nasihat kepada orang lain, yakni tidak seorangpun
dari ulama yang berpendapat bahwa berbagai persoalan tersebut merupakan
perilaku yang tidak terpuji.”
Yahya bin Mu’adz
telah ditanya oleh seseorang, “Kapan saya dapat memasuki tempat
pesanggrahan tawakal, memakai selendang zuhud dan duduk bersama
orang-orang yang zuhud?” Dia menjawab, “Apabila engkau telah mampu
melatih jiwamu secara samara-samar dalam batas-batas yang seandainya
Allah Swt. tidak memberikan rezeki kepadamu selama tiga hari, jiwamu
tidak akan menjadi lemah. Apabila engkau tidak sampai pada kedudukan
ini, maka dudukmu di permadani orang-orang yang zuhud adalah sia-sia,
sehingga engkau mengalami (mandapatkan) kecacatan.”
Bisyr Al-Mafi
berpendapat, zuhud ibarat benda milik yang tidak memperoleh tenpat
kecuali di hati yang suci (bersih). Muhammad bin Asy’ats Al-Bikindi
berkata, “Barangsiapa yang membahas tentang zuhud dan memberikan
peringatan, tetapi dia mencintai harta mereka, maka cintanya terhadap
akhirat akan dihilangkan oleh Allah Swt. dari hatinya.”
Menurut suatu
pendapat, apabila seorang hamba Allah Swt. meninggalkan kehidupan dunia,
maka Allah Swt. mengutus malaikat agar dia diberi hikmah di dalam
hatinya. Sebagian ulama pernah ditanya, “Untuk apa zuhud?” Dia menjawab,
“Untuk kepentingan diriku.”
Menurut Ahmad
bin Hanbal, zuhud terbagi menjadi tiga. Pertama, meninggalkan hal yang
haram. Ini zuhud orang yng awam. Kedua, meninggalkan hal yang halal. Ini
zuhud orang yang istimewa. Ketiga, meninggalkan segala hal yang
meyibukkan sehingga jauh dari Allah Swt. Ini zuhud orang yang ma’rifat.
Ustaz Abu Ali
Ad-Daqaq berkata, “Sebagian ulama pernah ditanya, kenapa engkau zuhud?”
Dia menjawab, “Karena apabila saya meninggalkan ha-hal yang banyak, maka
kecintaanku terhadap hal-hal yang sedikit akan menjadi hilang (jauh).”
Yahya bin Muadz berkata, “Dunia bagaikan pengantin perempuan.
Barangsiapa yang menginginkannya, bersikaplah lemah lembut terhadap
tukang sisir rambutnya. Orang yang zuhud akan menghitamkan muka
pengantin, mencukur rambutnya, dan membakar pakaiannya. Sedangkan orang
yang ma’rifat akan selalu sibuk mengingat Allah Swt. tanpa menoleh
kepadanya.”
Saya telah
mendengar As-Sary berkata, “Saya telah membiasakan diri terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan zuhud. Segala sesuatu yang kuinginkan telah
kuperoleh kecuali meninggalkan orang banyak. Oleh karena itu, saya belum
sampai dan belum memperolehnya.”
Menurut satu
pendapat, orang-orang yang zuhud tidak akan keluar kecuali pada dirinya
sendiri, karena mereka tidak menginginkan kenikmatan yang fana’(lenyap,
tidak abadi, yaitu dunia), tetapi menginginkan kenikmatan yang abadi
(akhirat). Menurut Nashr Abadzi, yang dimaksud zuhud adalah
mempertahankan darah orang-orang yang zuhud dan menumpahkan darah
orang-orang yang ma’rifat.
Sedangkan
menurut Hatim Al-Asham, yang dimaksud orang yang hendak zuhud adalah
orang yang mampu menyerbu (menyerang) hawa nafsunya sebelum kecerdikan
(akal pikirannya) tibul.
Imam Fudhail bin
Iyadh berkata, “Allah Swt. menjadikan segala kejelekan di dalam satu
rumah dan menjadikan cinta terhadap kehidupan dunia sebagai kuncinya.
Allah Swt. menjadikan segala kebaikan di dalam satu rumah dan
menjadikan zuhud sebagai kuncinya.
No comments:
Post a Comment