MASJID DEMAK : Tempat berkumpul Para WALI
JENIS-JENIS KARAMAH WALI ALLAH
Al-Tajj al-Subki menjelaskan macam-macam karamah dalam kitab Al-Tabaqah al-Kubra sebagai berikut:
1. Menghidupkan yang sudah mati
Kisah
Abu 'Ubaid al-Bisri dalam sebuah peperangan ketika memohon kepada Allah
untuk menghidupkan kembali binatang yang dikendarainya, maka hiduplah
binatang yang sudah mati itu. Kisah Mifraj al-Dimamini ketika berkata
kepada ayam yang dipanggang, "Terbanglah!" Tiba-tiba ayam itu terbang.
Kisah Syaikh al-Ahdai ketika memanggil seekor kucing yang sudah mati,
lalu kucing itu mendatanginya. Hikayat Syaikh 'Abdul Qadir ketika
berbicara dengan ayam setelah ia menyantap dagingnya, "Bangunlah dengan
izin Allah, Zat Yang Menghidupkan tulang-tulang yang remuk," tiba-tiba
ayam itu bangkit kembali. Kisah Syaikh Abu Yusuf al-Dahmani ketika
mendatangi sesosok mayat, ia berkata, "Bangkitlah! Dengan izin Allah,"
lalu mayat itu berdiri dan hidup kembali dalam waktu yang cukup lama.
Kisah Syaikh Zainuddin al-Faruqi al-Syafi'i, guru besar Syam, yang
diriwayatkan oleh Al-Subki bahwa di rumah Syaikh Zainuddin, ada anak
kecil yang jatuh dari atap lalu meninggal. Syaikh Zainuddin kemudian
berdoa kepada Allah, hingga akhirnya anak tersebut hidup kembali.
(Riwayat Syaikh Fathuddin Yahya, putra Syaikh Zainuddin) Al-Subki
selanjutnya berkata, "Tidak ada cara untuk menghitung cerita-cerita
seperti ini karena banyaknya. Tetapi saya atau mungkin juga orang lain
belum yakin bahwa seorang wali bisa menghidupkan orang yang sudah lama
mati dan telah menjadi tulang belulang
kemudian mayat itu hidup untuk waktu lama. Hal ini belum pernah kami
temui dan saya tidak percaya hal itu bisa dilakukan oleh seorang wali,
tetapi tidak diragukan bahwa kejadian semacam itu pernah dilakukan oleh
nabi-nabi Hal ini bisa terjadi melalui mukjizat bukan dengan karamah.
Seorang nabi sebelum tertutupnya pintu kenabian bisa menghidupkan umat
yang telah hancur beberapa abad, kemudian mereka hidup kembali untuk
waktu lama. Saya tidak percaya bahwa wali bisa menghidupkan Imam Syafi'i
atau Imam Abu Hanifah lalu keduanya hidup dalam waktu lama sebelum wali
tersebut wafat atau bahkan hanya untuk waktu singkat dan mereka bisa
bergaul dengan orang yang hidup sebagaimana mereka bergaul sebelum
wafat.'
2. Dapat berbicara dengan orang mati
Karamah ini lebih banyak terjadi dibandingkan karamah sebelumnya.
Misalnya kisah tentang Abu Sa'id al-Kharazi r.a., Syaikh 'Abdul Qadir
r.a., dan golongan wali setelah mereka yakni beberapa guru Syaikh Imam
al-Walid, ayahanda dari Imam Taqiyuddin al-Subki.
3. Membelah dan mengeringkan laut, serta berjalan di atas air Karamah ini sering terjadi. Syaikhul Islam dan pemimpin kaum
mutaakhirin, Taqiyuddin bin Daqiqil 'Id juga telah mengalami hal ini
4. Merubah benda-benda
Diceritakan bahwa Syaikh 'Isa al-Hatar al-Yamani pernah didatangi utusan
seseorang yang mengolok-oloknya dengan membawa dua bejana penuh arak.
Kemudian Syeikh 'Isa menuangkan arak dari salah satu bejana ke wadah
lainnya dan Syaikh berkata kepada murid-muridnya, "Dengan menyebut nama
Allah, makanlah!" Mereka lalu memakannya dan tiba-tiba arak itu berubah
menjadi mentega dan tidak terlihat sedikit pun warna maupun aroma arak.
Banyak orang menceritakan kisah semacam ini.
5. Melipat jarak bumi
Diceritakan bahwa beberapa wali berkumpul di Masjid Tharsus, mereka
ingin sekali mengunjungi Masjidil Haram. Mereka kemudian memasukkan
kepala ke dalam saku masing-masing. Ketika kepala mereka dikeluarkan,
mereka sudah sampai di Masjidil Haram. Hikayat-hikayat semacam ini
sampai kepada kita dengan jalan mutawatir, tidak ada yang
mengingkarinya, kecuali para pendusta.
6. Berbicara dengan benda mati dan binatang
Tidak
diragukan hal ini sering terjadi Diceritakan bahwa Ibrahim bin Adham
memanggil sebatang pohon delima ketika ingin sekali me
makannya. Beliau memakannya, mulanya buahnya kecil, tetapi kemudian
memanjang, dan yang mulanya asam, menjadi manis. Peristiwa ini terjadi
dua kali dalam setahun.
7. Menyembuhkan berbagai macam penyakit
Al-Sari menceritakan bahwa ia pernah bertemu dengan seorang laki-laki di
sebuah gunung yang dapat menyembuhkan cacat sebagian anggota badan,
buta, dan penyakit lain. Diceritakan pula kisah Syaikh 'Abdul Qadir
ketika berkata kepada seorang bocah yang lumpuh, buta, dan sakit lepra,
"Bangunlah dengan izin Allah." Akhirnya bocah tersebut bangun tanpa
kesulitan.
8. Menundukkan binatang
Seperti hikayat Abu Sa'id bin Abu Khair al-Mihani yang menundukkan
singa dan hikayat Ibrahim al-Khawwash. Juga kemampuan menundukkan benda
mati seperti hikayat Syaikhul Islam 'Izzuddin bin 'Abdussalam yang
menundukkan angin dalam peristiwa al-Faranji, "Angin, bawalah mereka!"
9. Melipat waktu
10. Membentangkan waktu
Dua macam karamah di atas sulit dipahami, dan lebih baik kita
menyerahkan pemahamannya kepada para ulama. Hikayat-hikayat tentang
keduanya cukup banyak.
11. Terkabulnya doa
Karamah macam ini sering terjadi dan kita juga sering menyaksikannya.
12. Mengendalikan lisan ketika berkata dan fasih bicaranya.
13. Memikat hati dalam majelis hingga mempengaruhi akhir keputusan yang diambil
14. Memberitahukan dan menyingkap hal-hal gaib. Karamah ini merupakan tingkatan yang melampaui batas pengetahuan kita
15. Sabar atas ketiadaan makanan dan minuman dalam waktu yang cukup lama
16. Mengendalikan perubahan musim
Banyak orang menceritakan bahwa ada wali yang selalu diikuti hujan,
diantaranya Syaikh 'Abdul'Abbas al-Syathir (dari kelompok ulama
mutaakhirin) yang pernah menjual hujan dengan harga beberapa dirham.
Banyak hikayat tentang karamah semacam ini, sehingga tidak ada alasan
untuk mengingkarinya.
17. Mampu memperoleh banyak makanan
18. Terjaga dari memakan makanan haram
Diceritakan bahwa Al-Harits al-Muhasibi mampu mencium aroma panas
makanan yang haram sehingga ia tidak jadi memakannya. Ada yang
mengatakan tubuhnya bergerak-gerak jika menemukan makanan haram. Syaikh
Abu 'Abbas al-Mursi juga mempunyai kemampuan serupa.
19. Melihat tempat yang jauh dari belakang h ijab
Sebagaimana diceritakan bahwa Syaikh Abu Ishaq al-Syirazi mampu melihat Ka'bah, padahal ia sedang berada di Baghdad.
20. Ditakuti
Orang yang menyaksikannya secara langsung bisa meninggal seperti sahabat
Abu Yazid al-Busthami, atau menjadi tidak berkutik di hadapannya, atau
mengaku bahwa ia menyembunyikan sesuatu darinya, dan lain-lain.
21. Allah mencegah kejahatan yang akan menimpa seorang wali dan
mengubahnya menjadi kebaikan, seperti yang terjadi antara Imam Syafi'i
dan Khalifah Harun al-Rasyid.
22. Menampakkan diri dalam bentuk yang berbeda-beda
Dalam istilah sufi disebut alam mitsal (dunia penyerupaan). Mereka
menetapkannya sebagai dunia pertengahan antara dunia fisik dan dunia
metafisik sehingga disebut alam mitsal, yakni dunia yang lebih lembut
daripada dunia fisik dan lebih kasar daripada dunia metafisik. Ruh bisa
mengambil bentuk dan menampakkan diri dalam bentuk yang bermacam-macam
di alam mitsal lalu menyerupai manusia, berdasarkan firman Allah, Maka
ia (malaikat) menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang
sempurna (QS Maryam [19]: 17). Diceritakan bahwa Qadhib al-Ban
al-Musili, salah seorang Abdal, dituduh meninggalkan shalat oleh
seseorang yang belum pernah melihatnya. Ia tiba-tiba mengubah dirinya
menjadi beberapa bentuk lalu bertanya, "Dalam bentuk mana engkau
melihatku tidak melakukan shalat?"
Banyak kisah mengenai karamah semacam ini. Salah satu kisah yang
disepakati oleh para ulama Mutaakhirin adalah kisah tentang seorang sufi
besar di Kairo yang berwudhu tidak secara berurutan di madrasah
Suyufiyyah. Kemudian ada orang menegurnya, "Wahai Syaikh, wudhumu tidak
berurutan." Syaikh itu lalu menjawab, "Saya selalu berwudhu dengan urut,
kamu yang salah lihat." Ia lalu mengambil tangan orang itu dan
memperlihatkan Ka'bah kepadanya.
Orang itu kemudian melewati Mekah dan melihat Syaikh itu ada di Mekah, dan ia tinggal di sana beberapa tahun.
23. Allah memperlihatkan isi bumi kepada mereka Sebagaimana dalam hikayat Abu Turab, ketika kakinya menjejak
bumi, tiba-tiba air memancar. Ibn al-Subki mengatakan, "Karamah ini
terjadi sebagai berikut: Allah menciptakan air tidak pada tempatnya,
sementara bumi patuh pada kaki yang menginjaknya." Diceritakan pula
bahwa ada seseorang yang dilanda kehausan di tengah perjalanan
menunaikan ibadah haji, ia tidak menemukan seorang pun yang memiliki
air. Ia hanya menemukan seorang sufi sedang menyandarkan tongkat di
suatu tempat, sementara air memancar dari bawah tongkat itu. Selanjutnya
ia memenuhi bejana miliknya dengan air itu, kemudian ia menunjukkan
sumber air itu kepada jamaah haji rombongannya, akhirnya mereka memenuhi
bejana yang mereka bawa dengan air tersebut.
24. Kemudahan para ulama untuk menyusun karya dalam waktu relatif
singkat. Mereka mampu menyusun banyak kitab di tengah kesibukan dalam
bidang keilmuan sampai mereka wafat, padahal untuk menuliskan
kitab-kitab itu pun waktu yang ada tidak mencukupi apalagi untuk
mengarangnya. Hal ini termasuk karamah memanjangkan waktu seperti telah
kami sebutkan di muka. Para ulama sepakat bahwa umur Imam Syafi'i r.a.
tidak cukup untuk menyusun sepuluh kitabnya, padahal ia setiap hari
menghatamkan Al-Qur'an sambil merenungkannya. Dan setiap bulan Ramadhan
ia khatam dua kali sehari padahal ia sibuk mengajar, memberi fatwa,
berpikir dan berzikir serta terkadang tertimpa sakit karena ia terkena
satu atau dua penyakit atau lebih, dan mungkin ia terkena tiga puluh
macam penyakit. Demikian juga yang terjadi pada Imam Haramain Abu Ma'ali
al-Juwani r.a., bila umur, karya-karya yang dihasilkannya,
pertemuan-pertemuannya untuk pengajaran, dan waktu zikirnya di majelis
zikir yang tidak pernah terlewatkan dibandingkan, niscaya umurnya tidak
cukup untuk melakukan semua itu.
Banyak wali yang mampu menghatamkan Al-QurKan 8 kali setiap harinya.
Imam Al-Rabani Syaikh Muhyiddin al-Nawawi r.a. telah mengisi hidupnya
untuk menyusun berbagai kitab, padahal usia hidupnya tidak cukup untuk
menuliskan kitab-kitab itu apalagi untuk mengarangnya, ditambah lagi
waktu untuk melakukan berbagai ibadah dan aktivitas lainnya. Demikian
juga Syaikh Imam al-Walid, ayahanda
dari Syaikhul Islam Imam Taqiyuddin al-Subki r.a. Jika waktunya untuk
menyusun berbagai kitab, ditambah dengan kegiatan ibadahnya,
aktivitas-aktivitas lain yang bermanfaat, mengajarkan ilmu, menuliskan
fatwa, membaca Al-Qursan, dan kesibukannya dalam urusan hukum dihitung,
niscaya umurnya tidak cukup untuk melakukan sepertiga dari
aktivitas-aktivitasnya itu. Semua itu terjadi berkat Allah yang Maha
Suci yang telah memberikan berkah dan rahmat kepada para wali.
25. Menghilangkan pengaruh racun dan hal yang membahayakan.
Diceritakan bahwa pada sua tu hari seorang syaikh ditantang oleh seorang
raja untuk menunjukkan karamahnya, "Kalau Engkau tidak bisa menunjukkan
hal yang luar biasa kepadaku, maka aku akan membunuh murid-muridmu
ini?" Saat itu, di dekat syaikh ada kotoran unta, lalu syaikh berkata,
"Lihatlah!" Tiba-tiba kotoran itu berubah menjadi emas. Di sisi syaikh
ada sebuah gayung tanpa air. Lalu ia mengambil gayung itu dan
melemparkannya ke udara. Sewaktu ia mengambilnya kembali, gayung itu
sudah penuh air, padahal posisi gayung itu terbalik tetapi tidak ada
setetes air pun yang tumpah. Sang raja berkomentar, "Ini sihir!"
Selanjutnya raja menyalakan api besar, lalu memerintahkan murid-murid
syaikh itu memasukinya. Selesai mengelilingi api, masuklah syaikh dan
beberapa muridnya ke dalam api. Kemudian syaikh keluar lagi dari api itu
dan menyambar putra kecil sang raja. Ia masuk kembali ke dalam api dan
menghilang selama satu jam sampai raja menduga anaknya ikut terbakar.
Kemudian Syaikh dan anak raja itu keluar sambil memegang apel dan
delima. Sang ayah bertanya, "Dari mana saja kamu?" Jawabnya, "Dari
taman." Berkomentarlah para punggawa raja, "Ini dibuat-buat, tidak
nyata." Sang raja berkata kepada Syaikh itu, "Kalau kamu bisa selamat
minum segelas racun ini, maka aku akan mempercayaimu." Syaikh itu
meminumnya, maka terkoyak-koyaklah pakaiannya. Hadirin lalu memberinya
pakaian yang lain, maka terkoyak-koyaklah kainnya. Demikian hal tersebut
dilakukan berulang-ulang hingga hancurlah pakaian syaikh tersebut
hingga kelihatan ototnya. Tetapi racun yang mematikan itu tidak
berpengaruh apa-apa.
Selanjutnya Al-Subki menjelaskan, "Menurut perkiraan saya, karamah para
wali lebih dari seratus macam. Macam-macam karamah yang telah saya
kemukakan di atas merupakan bukti bagi orang yang meremehkan dan
mengabaikannya. Semua karamah di atas telah banyak diriwayatkan dan
diceritakan dan telah tersebar pula khabar-khabar dan riwayat-riwayat
tentangnya. Jadi, selain kebenaran adalah
kesesatan, dan kalau bukan berupa penjelasan tentang hidayah berarti
sia-sia. Orang yang setuju tidak menyerah begitu saja, tetapi selalu
meminta kepada Tuhannya untuk menghubungkannya dengan orang-orang yang
saleh. Mereka senantiasa berjalan di atas jalan yang lurus. Kalau saya
mencoba membatasi apa yang terjadi pada para wali, berarti saya telah
mempersempit jiwa kita dan menghabiskan banyak kertas.' Imam' Abdur Rauf
al-Munawi menuturkan dalam pendahuluan kitab Thabaqah al-Shugra tentang
macam-macam karamah dengan gaya bahasa yang berbeda. Meskipun
pendapatnya tidak berbeda dengan pendapat Muhyiddin Ibnu 'Arabi dalam
kitab Mawaqi' al-Nujum, akan tetapi Al-Munawi memberikan ringkasan,
mengemukakan pendapat-nya sendiri, dan menolak pendapat yang sudah ada.
Al-Munawi berkata, "Perlu diketahui bahwa tujuan Allah menampakkan
karamah adalah untuk menunjukkan keajaiban-keajaiban-Nya dan
memperlihatkan tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada wali tersebut yang akan
menambah kecintaan wali kepada maqamnya dan memperkuat tujuannya.
Sebagaimana firman Allah, Agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda kebesaran Kami (QS Al-Isra' [17]: 1). Maksudnya adalah,
apabila seorang wali telah menaati Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan
memberikan karamah kepadanya seperti kemampuan untuk mengetahui orang
yang akan datang dari jarak jauh atau melalui hijab yang tebal, melihat
Ka'bah dari tempat yang jauh, menyaksikan alam gaib, dan hal-hal luar
biasa lainnya seperti yang dialami Nabi, sebagai penghormatan bagi orang
yang mengikuti dan mencintainya. Ia juga bisa menyaksikan alam malakut
seperti malaikat, alam jabarut seperti jin, dan alam ruh seperti Abdal
dan Autad. Para malaikat adalah makhluk yang difirmankan Allah sebagai,
Mereka bertasbih malam dan siang tiada hentinya (QS Al-Anbiya' [21]:
20). Apa anggapanmu terhadap orang yang menjadi teman para malaikat yang
tidak pernah lalai. Ia pasti orang yang selalu berzikir dan merenungi
kekurangan dirinya dengan menjalankan berbagai ketaatan untuk
mendapatkan kedudukan yang tinggi dan menyaksikan {musyahadah) Yang Maha
Agung dan Mulia, dan teman yang menyelamatkan dari kejahatan. Adapun
alam ruhani bisa disaksikan oleh setiap orang yang mempunyai sifat
seperti malaikat yang teguh dan sungguh-sungguh menaati perintah Allah
serta mempunyai sifat-sifat yang sempurna seperti Nabi Khidir a.s. dan
lain-lain. Tidakkah kau lihat Ibrahim al-Khawwas ketika bertemu dengan
Khidir, ia menjadikan pertemuan itu sebagai bentuk penghormatan.
Lalu ia bertanya kepada Khidir, 'Bagaimana aku bisa melihat engkau?' Khidir menjawab, Itu karena kebaikanmu terhadap ibumu.'"
Masih menurut Al-Munawi, pertemuan dengan makhluk-makhluk Allah yang
mulia harus kita yakini sebagai perhatian Allah kepada kita, karena
Allah-lah yang telah mempertemukan kita dengan makhluk-Nya yang taat dan
khawwash, yaitu makhluk yang Dia cintai dan mereka mencintai-Nya. Tidak
akan sengsara orang yang menjadi teman mereka karena mereka adalah
orang-orang yang telah terlepas dari unsur-unsur tanah dan keluar dari
kejelekan-kejelekan sifat manusia. Cahaya perlindungan Allah telah
mematangkan sifat-sifat ketanahan mereka yang baik, terberkati, lurus,
dan bercampur dengan sifat-sifat yang lembut, lalu mengeluarkan mereka
dari asal mula mereka untuk mencapai alam yang tinggi. Sehingga pada
akhirnya kebiasaan-kebiasan mereka menjadi luar biasa. Apabila manusia
memiliki sifat-sifat malaikat, maka ia akan keluar dari kebiasaan
manusia dan muncul darinya keajaiban seperti yang dimiliki malaikat
hasil dari musyahadatnya. Kebanyakan manusia seperti itu tidak bisa
dilihat oleh mata sebab terhalang oleh sesuatu, bisa dirasakan tetapi
tidak bisa dilihat, mampu berjalan di atas air, terbang di udara, tidak
terlihat, dan mampu berubah bentuk seperti alam ruhani, seperti Khidir
a.s. yang bisa menjelma menjadi bentuk yang ia inginkan.
Al-Munawi
menjelaskan lagi, "Ketahuilah bahwa manusia bisa berpindah dari
menyaksikan alam malakut yang ada di luar dirinya untuk melihat keadaan
alam khusus tersebut. Melihat di sini artinya terbuka mata batinnya
sehingga tersingkaplah baginya rahasia hakikat dan tampaklah cahaya yang
suci, yakni tersingkapnya selubung hati sehingga maksud-maksud ilahiah
dan rahasia-rahasia hakikat menjadi jelas. Hal itu menjelma dalam cermin
imajinasi penglihatan sehingga mata batin bisa melihatnya yang pada
akhirnya tampak kepadanya hal-hal gaib dan apa yang tersembunyi dalam
hati. Apabila hijab (penghalang) mata hati telah tersingkap dan tutupnya
telah terbuka, maka orang akan mampu mengetahui getaran-getaran hati
yang baik dan yang buruk. Oleh karena itu, apabila seorang wali mau,
niscaya ia bisa menunjukkan kemampuannya itu dan apabila tidak dia akan
menutupinya sesuai kondisi, waktu, dan kemaslahatan. Berdasarkan hal
ini, ada sebagian wali yang mampu menyingkap hal-hal gaib, dan sebagian
lain mampu menandai sifat-sifat orang lain dalam cermin hatinya karena
kesuciannya. Hal itu berlaku bagi orang yang melepaskan
keinginan-keinginan duniawi. Dan apabila ia menemukan keinginan yang
tidak sesuai dengan maqamnya, maka ia tahu bahwa itu adalah keinginan
orang-orang yang ada di hadapannya. Sebagian wali tidak mengetahui itu
keinginan siapa, maka ia berbicara tentang ciri-ciri orang yang sesuai
dengan keinginan tersebut. Dan sebagian lagi mengetahui siapa yang
menginginkannya, sehingga langsung menyatakannya kepada orang yang
dimaksud. Pangkal pengetahuannya adalah bahwa pada dasarnya antar hati
itu ada hubungan. Apabila terlintas dalam hati syaikh atau murid sesuatu
yang jelek maka muncullah asap yang membentuk awan gelap dalam hati
Syaikh. Apabila syaikh sedang berhadapan dengan orang yang mempunyai
keinginan jelek, maka asapnya semakin tebal, dan apabila ia memalingkan
wajah darinya maka asap itu menghilang. Apabila terlintas sesuatu yang
baik maka asap itu menjadi asap yang lembut dan berbau harum di
hidungnya. Keadaan itu terjadi apabila orang yang menginginkannya ada di
hadapannya. Apabila tidak ada, maka seperti ahli ma'rifa t yang berdiam
diri di sebuah masjid dan pada saat yang sama keluarganya atau orang
lain menginginkan makanan tertentu. Tiba-tiba makanan itu ada di
hadapannya, padahal ia tidak menginginkannya. Tahulah ia bahwa ia tidak
menginginkan makanan itu untuk dirinya, maka ia memberikan dan
mengirimkannya kepada orang yang menginginkannya."
Termasuk
kategori mukasyafah yang halus adalah terbersitnya suatu keinginan
dalam hati seorang wali, lalu di bajunya muncullah tanda bahwa
keinginannya itu diperintahkan atau dilarang oleh Allah. Sebagaimana
yang dialami Abu Madyan r.a. ketika ingin menceraikan istrinya, Abu '
Abbas al-Khasyab melihat tulisan di baju Syaikh Abu Madyan, "Pertahankan
istrimu!" Dan seperti yang dialami Ibnu 'Arabi r.a. ketika sibuk
menyusun sebuah kitab, ada yang berkata kepadanya, "Tulislah bab yang
sulit dipahami ini." Setelah itu, ia tidak tahu apa yang akan
dituliskannya dan bingung sesaat. Seteleh kebingungannya hilang, ia
melihat papan bertangkai yang bercahaya di hadapannya, di atasnya
terdapat tulisan hijau bercahaya, kemudian papan itu hilang.
|
No comments:
Post a Comment