Allahu Akbar … TernyataRasulullah SAW Masih Hidupsampai Sekarang!!
Penjelasan bahwa Rasulullah Muhammad saw masih hidup setelah kewafatannya saya kutipkan dari kitab Tanwirul Halak karya Imam Suyuti. Berikut kutipan dari Kitab Tanwirul Halak: Imam al-Baihaqi telah membahas sepenggal kehidupan para nabi. Ia menyatakan dalam kitab Dalailun Nubuwwah: “Para nabi hidup di sisi Tuhan mereka seperti para syuhada.” Abu Manshur ‘Abdul Qahir bin Thahir al-Baghdadi mengatakan: “Para sahabat kami yang ahli kalam al-muhaqqiqun berpendapat bahwa Nabi kita Muhammad saw hidup setelah wafatnya. Adalah beliau saw bergembira dengan ketaatan ummatnya dan bersedih dengan kemaksiatan mereka, dan beliau membalas shalawat dari ummatnya.” Ia menambahkan, “Para nabi as tidaklah dimakan oleh bumi sedikit pun. Musa as sudah meninggal pada masanya, dan Nabi kita mengabarkan bahwa beliau melihat ia shalat di kuburnya. Disebutkan dalam hadis yang membahas masalah mi’raj, bahwasanya Nabi Muhammad saw melihat Nabi Musa as di langit ke empat serta melihat Adam dan Ibrahim. Jika hal ini benar adanya, maka kami berpendapat bahwa Nabi kita Muhammad saw juga hidup setelah wafatnya, dan beliau dalam kenabiannya.” Al-Qurtubi dalam at-Tadzkirah mengenai hadis kematian dari syeikhnya mengatakan: “Kematian bukanlah ketiadaan yang murni, namun kematian merupakan perpindahan dari satu keadaan kepada keadaan lain. Hal ini menunjukkan bahwa para syuhada (orang yang mati syahid) setelah kematian mereka, mereka hidup dengan diberikan rejeki, dalam keadaan gembira dan suka cita. Hal ini merupakan sifat orang-orang yang hidup di dunia. Jika sifat kehidupan di dunia ini saja diberikan kepada para syuhada (orang yang mati syahid), tentu para nabi lebih berhak untuk menerimanya.” Benar, ungkapan yang mengatakan bahwa bumi tidak memakan jasad para nabi as. Hal itu terbukti bahwa Nabi Muhammad saw berkumpul dengan para nabi pada malam isra’ di Baitul Maqdis dan di langit, serta melihat Nabi Musa berdiri shalat di kuburnya. Nabi juga mengabarkan bahwa beliau menjawab salam dari orang yang mengucapkan salam kepadanya. Sampai hal yang lebih dari itu, di mana secara global hal tersebut bisa menjadi dasar penyangkalan terhadap kematian para nabi as yang semestinya adalah mereka kembali; gaib dari pada kita, hingga kita tidak bisa menemukan mereka, padahal mereka itu wujud, hidup dan tidaklah melihat mereka seorang pun dari kita melainkan orang yang oleh Allah diberikan kekhususan dengan karamah. Abu Ya’la dalam Musnad-nya dan al-Baihaqi dalam kitab Hayatul Anbiya’ mengeluarkan hadis dari Anas ra: Nabi saw bersabda: “Para nabi hidup di kubur mereka dalam keadaan mengerjakan shalat.” Al-Baihaqi mengeluarkan hadis dari Anas ra: Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya para nabi tidaklah ditinggalkan di dalam kubur mereka setelah empat puluh malam, akan tetapi mereka shalat di hadapan Allah SWT sampai ditiupnya sangkakala.” Sufyan meriwayatkan dalam al- Jami’, ia mengatakan: “Syeikh kami berkata, dari Sa’idbin al- Musayyab, ia mengatakan, “Tidaklah seorang nabi itu tinggal di dalam kuburnya lebih dari empat puluh malam, lalu ia diangkat.” Al-Baihaqi menyatakan, atas dasar inilah mereka layaknya seperti orang hidup kebanyakan, sesuai dengan Allah menempatkan mereka. ‘Abdur Razzaq dalam Musnadnya meriwayatkan dari as-Tsauri, dari Abil Miqdam, dari Sa’id bin Musayyab, ia berkata: “Tidaklah seorang nabi mendiami bumi lebih dari empat puluh hari.” Abui Miqdam meriwayatkan dari Tsabit bin Hurmuz al-Kufi, seorang syeikh yang shaleh, Ibn Hibban dalam Tarikhnya dan Thabrani dalam al-Kabir serta Abu Nua’im dalam al-Hilyah, dari Anas ra berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seorang nabi pun yang meninggal, kemudian mendiami kuburnya kecuali hanya empat puluh hari.” Imamul Haramairi dalam kitab an-Nihayah, dan ar-Rafi’i dalam kitab as-Syarah diriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda “Aku dimuliakan oleh Tuhanku dari ditinggalkannya aku dikubur selama tiga hari.” Imam al- Haramain menambahkan, diriwayatkan lebih dari dua hari. Abui Hasan bin ar-Raghwati al- Hanbali mencantumkan dalam sebagian kitab-kitabnya: “Sesungguhnya Allah tidak meninggalkan seorang nabi pun di dalam kuburnya lebih dari setengah hari.” Al-Imam Badruddin bin as-Shahib dalam Tadzkirahnya membahas dalam satu bab tentang hidupnya Nabi saw setelah memasuki alam bnrzokh. Ia mengambil dalil penjelasan Pemilik syari’at (Allah) dari firmanNya: “Janganlah kamu mengira bahwa orang- orang yang gugur di jalan Allah, itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rejeki,” (QS. Ali ‘Imran: 169). Keadaan di atas menjelaskan tentang kehidupan alam barzakh setelah kematian, yang dialami oleh salah satu golongan dari ummat ini yang termasuk dalam golongan orang-orang yang bahagia (sn’ada’). Apakah hal- ikhwal mereka lebih tinggi dibandingkan dengan kedudukan Nabi saw? Sebab mereka memperoleh kedudukan semacam ini dengan barakah dan dengan sebab mereka mengikuti beliau, serta bersifat dengan hal yang memang selayaknya mereka memperoleh ganjaran kedudukan ini dengan syahadah (kesaksian), dan syahadah Nabi Muhammad saw itu merupakan paling sempurnanya syahadah. Nabi Muhammad saw bersabda: “Aku melewati Nabi Musa as pada malam aku dasra’kan berada di sisi bukit pasir merah, ia sedang berdiri shalat di kuburnya.” Hal ini jelas sebagai penetapan atas hidupnya Musa as, sebab Nabi saw menggambarkannya sedang melakukan shalat dalam posisi berdiri. Hal semacam ini tidaklah disifati sebagai ruh, melainkan jasad, dan pengkhususannya di kubur merupakan dalilnya. Sebab sekiranya (yang tampak itu) adalah sifat-sifat ruh, maka tidak memerlukan pengkhususan di kuburnya. Tidak seorang pun yang akan mengatakan/ berpendapat bahwa ruh-ruh para nabi terisolir (terpenjara) di dalam kubur beserta jasadnya, sedangkan ruh-ruh para su’ada’ (orang-orang yang bahagia/sentosa) dan kaum mukminin berada di surga. Di dalam ceritanya, Ibn ‘Abbas menuturkan ra: “Aku merasa tidak sah shalatku sepanjang hidup kecuali sekali shalat saja. Hal itu terjadi ketika aku berada di Masjidil Haram pada waktu Shubuh. Ketika imam takbiratul ihram, aku juga melakukan hal yang sama. Tiba-tiba aku merasa ada kekuatan yang menarikku; kemudian aku berjalan bersama Rasuhdlah antara Mekkah dan Madinah. Kemudian kami melewati sebuah lembah. Nabi bertanya, “Lembah apakah ini?”Mereka menjawab, “Lembah Azraq.” Kemudian Ibn ‘Abbas berkata, “Seolah-olah aku melihat Musa meletakkan kedua jari telunjuk ke telinganya sambil berdoa kepada Allah dengan talbiyah melewati lembah ini. Kemudian kami melanjutlam perjalanan hingga kami sampai pada sebuah sungai kecil di bukit.” Ibn ‘Abbas melanjutkan kisahnya, “Seolah-olah aku melihat Nabi Yunus di atas unta yang halus, di atasnya ada jubah wol melewati lembah ini sambil membaca talbiyah.” Dipertanyakan di sini, bagaimana Ibn ‘Abbas bisa menuturkan tentang haji dan talbiyah mereka, padahal mereka sudah meninggal? Dijawab: bahwasanya para syuhada itu hidup di sisi Tuhan mereka dengan diberikan rejeki, maka tidak jauh pula, jika mereka haji dan shalat serta bertaqarrub dengan semampu mereka, meskipun mereka berada di akhirat. Sebenarnya mereka di dunia mi, yakni kampungnya amal, sampai jika telah habis masanya dan berganti ke kampung akhirat, yakni kampungnya jaza’ (pembalasan), maka habis pula amalnya. Ini pendapat dari al-Qadhi Iyadh. Al-Qadhi Iyadh mengatakan bahwa mereka itu melaksanakan haji dengan jasad mereka dan meninggalkan kubur mereka, maka bagaimana bisa diingkari berpisahnya Nabi saw dengan kuburnya, jika beliau haji, shalat ataupun isra’ dengan jasadnya ke langit, tidaklah beliau terpendam di dalam kubur. Kesimpulannya dari beberapa penukilan dan hadis tersebut, bahwa Nabi saw hidup dengan jasad dan ruhnya. Dan beliau melakukan aktivitas dan berjalan, sekehendak beliau di seluruh penjuru bumi dan di alam malakut. Dan beliau dalam bentuk/keadaan seperti saat sebelum beliau wafat, tidak berubah sedikit pun. Beliau tidak tampak oleh pandangan sebagaimana para malaikat yang wujudnya adalah ada dan hidup dengan jasad mereka. Jika Allah berkehendak mengangkat hijab tersebut terhadap orang yang Dia kehendaki sebagai bentuk anugerah dengan melihat Nabi, maka orang tersebut akan melihat beliau dalam keadaan apa adanya (seperti saat beliau hidup) dan tidak ada sesuatu pun yang menghalangi dari hal tersebut serta tidak ada pula yang menentang atas pengkhususan melihat yang semisalnya.Air mata rosululloh
Oleh : Fuad Kauma Tangisan ketakutan inilah yang sering dilakukan Nabi Muhammad SAW, dalam munajatnya kepada Allah, diantara tangisan itu adalah : 1. Air mata Rasulullah menjelang perang Badar. Nabi Muhammad menangis dalam shalatnya menjelang perang Badar, dalam usahanya memohon pertolongan Allah agar kaum muslimin diberikan kemenangan, untuk mengembalikan wibawa kaum muslim dari penindasan dan penghinaan kaum kafir Quraisy. 2. Air mata Rasulullah melihat jasad Mush’ab. Mush’ab meninggal pada perang Badar, sebagai Duta Islam yang pertama yang menyampaikan agama tauhid. Ketika tak ada sehelai kain yang mampu menutupi jasadnya maka Rasulullah mengatakan, ‘Tutuplah ke bagian kepalanya (kain burdah), sedang kakinya tutupilah dengan rumput idzkir’. 3. Air mata Rasulullah mendengar kematian Ja’far. Sahabat Rasulullah yang meninggal pada perang Mu’tah. 4. Air mata Rasulullah atas kematian Utsman bin Mazh’un. Utsman bin Mazh’un adalah muhajiran pertama yang meninggal di Madinah, dan Nabi Muhammad mencium kening dari jasad Ustman dan berkata, ‘Semoga Allah memberimu rahmat, wahai Abu Saib. Kamu pergi meninggalkan dunia, tak satupun keuntungan yang kamu peroleh daripadanya(dunia), serta tak satupun kerugian (dunia) pun deritanya daripadamu’. 5. Air mata Rasulullah melihat jasad Hamzah. Hamzah adalah paman Rasulullah, yang meninggal pada perang Uhud, perang balasan kaum kafir atas kekalahannya pada perang Badar. 6. Air mata Rasullulah melihat Sa’ad bin Ubadah sakit. 7. Air mata Rasulullah mendengar kematian Abdullah. Sahabat nabi yang pertama kali di Baiat, Baiat terkanal dengan Baiatul Aqabah 1, dan meninggal pada saat perang Mu’tah. 8. Air mata Rasulullah mengingat nasib Husain. Saat kelahiran cucu Rasulullah yang kedua nabi Muhammad menangis sambil memangku Husain, karena Nabi telah tahu nasib Husain akan dibantai di Padang Karbala. 9. Air mata Rasulullah ketika putranya meninggal. Ibrahim adalah putra Nabi Muhammad dari istrinya yang bernama Mariyah Al-Qibthiyyah, meninggal saat berusia kurang dari 2 tahun. 10. Air mata Rasulullah terhadap kematian Ruqayyah. Ruqayyah adalah putri sulung Nabi Muhammad dari khadijah. 11. Air mata Rasulullah melihat penderitaan Fatimah. Fatima Az-Zarrah putri terakhir Rasulullah. 12. Air mata Rasulullah melihat kemelaratan Fatimah. 13. Air mata Rasulullah melihat kemurahan hati Fatimah. Sabda nabi, “Roh suci (malaikat Jibril as) telah dating padaku memberitahu bahwa pada saat Fatimah meninggal dunia, di dalam kuburnya ia akan didatangi malaikat dan ditanya, ‘Siapa tuhanmu?’ Maka Fatimah menjawab, ‘Allah tuhanku’. Dan ditanya lagi, ‘Siapa nabimu?’ Ia akan menjawab, ‘Ayahku’. “Barang siapa di kemudian hari berziarah ke pusaraku (makamku), di sama artinya mengunjungiku di kala aku masih hidup. Dan barang siapa berziarah ke makam Fatimah, dia sama dengan berziarah ke pusaraku”. 14. Air mata Rasulullah mengingat ibunya. 15. Air mata Rasulullah teringat keyatimannya. 16. Air mata Rasulullah mengingat kemalangannya. 17. Air mata Rasulullah ditinggalkan istri tercinta. 18. Air mata Rasulullah melihat kalung putrinya. 19. Air mata Rasulullah melihat pilihan Zaid bin Haritsah. 20. Zaid merupakan tawanan yang dicuri perampok kemudian di beli oleh paman Khadijah yaitu Hakim bin Hizam dan di berikan kepada Rasulullah suami Khadijah, ketika ayah dan paman zaid datang ingin menebusnya dari Rasulullah maka Zaid lebih memilih Rasulullah, kemudian Zaid diangkat anak oleh Rasulullah. 21. Air mata Rasulullah menghayati isi Al-Quran. 22. Air mata Rasulullah mendengar peringatan. 23. Air mata Rasulullah mengingat siksaan wanita. 24. Air mata Rasulullah mengingat nasib umatnya. 25. Air mata Rasulullah mengingat hari hisab. 26. Air mata Rasulullah dalam mensyukuri nikmat. 27. Air mata Rasulullah dalam shalat gerhana matahari. 28. Air mata Rasulullah mendengar protes seorang ayah. 29. Air mata Rasulullah melihat kasih sayang sahabatnya. 30. Air mata Rasulullah teringat siksaan musyrikin Quraisy. 31. Air mata Rasulullah ketika ingat neraka. 32. Air mata Rasulullah atas kematian anak Usman bin Zaid. Menangis adalah sesuatu yang alamiah dan fitrah manusia ketika hatinya sedang dirundung duka dan kesedihan. Begitu juga yang dialami oleh Rasulullah SAW. Ketika bersedih, beliau menangis tapi tak bersuara hanya meneteskan air mata.Tahukah Anda: Islam Masukke Nusantara Saat RasulullahSAW Masih Hidup
Islam masuk ke Nusantara dibawa para pedagang dari Gujarat, India, di abad ke 14 Masehi. Teori masuknya Islam ke Nusantara dari Gujarat ini disebut juga sebagai Teori Gujarat. Demikian menurut buku- buku sejarah yang sampai sekarang masih menjadi buku pegangan bagi para pelajar kita, dari tingkat sekolah dasar hingga lanjutan atas, bahkan di beberapa perguruan tinggi. Namun, tahukah Anda bahwa Teori Gujarat ini berasal dari seorang orientalis asal Belanda yang seluruh hidupnya didedikasikan untuk menghancurkan Islam? Orientalis ini bernama Snouck Hurgronje, yang demi mencapai tujuannya, ia mempelajari bahasa Arab dengan sangat giat, mengaku sebagai seorang Muslim, dan bahkan mengawini seorang Muslimah, anak seorang tokoh di zamannya. Menurut sejumlah pakar sejarah dan juga arkeolog, jauh sebelum Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, telah terjadi kontak dagang antara para pedagang Cina, Nusantara, dan Arab. Jalur perdagangan selatan ini sudah ramai saat itu. Mengutip buku Gerilya Salib di Serambi Makkah (Rizki Ridyasmara, Pustaka Alkautsar, 2006) yang banyak memaparkan bukti-bukti sejarah soal masuknya Islam di Nusantara, Peter Bellwood, Reader in Archaeology di Australia National University, telah melakukan banyak penelitian arkeologis di Polynesia dan Asia Tenggara. Bellwood menemukan bukti- bukti yang menunjukkan bahwa sebelum abad kelima masehi, yang berarti Nabi Muhammad SAW belum lahir, beberapa jalur perdagangan utama telah berkembang menghubungkan kepulauan Nusantara dengan Cina. Temuan beberapa tembikar Cina serta benda-benda perunggu dari zaman Dinasti Han dan zaman-zaman sesudahnya di selatan Sumatera dan di Jawa Timur membuktikan hal ini. Dalam catatan kakinya Bellwood menulis, “Museum Nasional di Jakarta memiliki beberapa bejana keramik dari beberapa situs di Sumatera Utara. Selain itu, banyak barang perunggu Cina, yang beberapa di antaranya mungkin bertarikh akhir masa Dinasti Zhou (sebelum 221 SM), berada dalam koleksi pribadi di London. Benda-benda ini dilaporkan berasal dari kuburan di Lumajang, Jawa Timur, yang sudah sering dijarah…” Bellwood dengan ini hendak menyatakan bahwa sebelum tahun 221 SM, para pedagang pribumi diketahui telah melakukan hubungan dagang dengan para pedagang dari Cina. Masih menurutnya, perdagangan pada zaman itu di Nusantara dilakukan antar sesama pedagang, tanpa ikut campurnya kerajaan, jika yang dimaksudkan kerajaan adalah pemerintahan dengan raja dan memiliki wilayah yang luas. Sebab kerajaan Budha Sriwijaya yang berpusat di selatan Sumatera baru didirikan pada tahun 607 Masehi (Wolters 1967; Hall 1967, 1985). Tapi bisa saja terjadi, “kerajaan-kerajaan kecil” yang tersebar di beberapa pesisir pantai sudah berdiri, walau yang terakhir ini tidak dijumpai catatannya. Di Jawa, masa sebelum masehi juga tidak ada catatan tertulisnya. Pangeran Aji Saka sendiri baru “diketahui” memulai sistem penulisan huruf Jawi kuno berdasarkan pada tipologi huruf Hindustan pada masa antara 0 sampai 100 Masehi. Dalam periode ini di Kalimantan telah berdiri Kerajaan Hindu Kutai dan Kerajaan Langasuka di Kedah, Malaya. Tarumanegara di Jawa Barat baru berdiri tahun 400-an Masehi. Di Sumatera, agama Budha baru menyebar pada tahun 425 Masehi dan mencapai kejayaan pada masa Kerajaan Sriwijaya. Temuan G. R Tibbets Adanya jalur perdagangan utama dari Nusantara—terutama Sumatera dan Jawa—dengan Cina juga diakui oleh sejarahwan G. R. Tibbetts. Bahkan Tibbetts- lah orang yang dengan tekun meneliti hubungan perniagaan yang terjadi antara para pedagang dari Jazirah Arab dengan para pedagang dari wilayah Asia Tenggara pada zaman pra Islam. Tibbetts menemukan bukti-bukti adanya kontak dagang antara negeri Arab dengan Nusantara saat itu. “Keadaan ini terjadi karena kepulauan Nusantara telah menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad kelima Masehi, ” tulis Tibbets. Jadi peta perdagangan saat itu terutama di selatan adalah Arab-Nusantara-China. Sebuah dokumen kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa menjelang seperempat tahun 700 M atau sekitar tahun 625 M—hanya berbeda 15 tahun setelah Rasulullah menerima wahyu pertama atau sembilan setengah tahun setelah Rasulullah berdakwah terang- terangan kepada bangsa Arab— di sebuah pesisir pantai Sumatera sudah ditemukan sebuah perkampungan Arab Muslim yang masih berada dalam kekuasaan wilayah Kerajaan Budha Sriwijaya. Di perkampungan- perkampungan ini, orang-orang Arab bermukim dan telah melakukan asimilasi dengan penduduk pribumi dengan jalan menikahi perempuan- perempuan lokal secara damai. Mereka sudah beranak–pinak di sana. Dari perkampungan- perkampungan ini mulai didirikan tempat-tempat pengajian al-Qur’an dan pengajaran tentang Islam sebagai cikal bakal madrasah dan pesantren, umumnya juga merupakan tempat beribadah (masjid). Temuan ini diperkuat Prof. Dr. HAMKA yang menyebut bahwa seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 M telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang membuat kampung dan berdiam di pesisir Barat Sumatera. Ini sebabnya, HAMKA menulis bahwa penemuan tersebut telah mengubah pandangan orang tentang sejarah masuknya agama Islam di Tanah Air. HAMKA juga menambahkan bahwa temuan ini telah diyakini kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia Islam di Princetown University di Amerika. Pembalseman Firaun Ramses II Pakai Kapur Barus Dari Nusantara Dari berbagai literatur, diyakini bahwa kampung Islam di daerah pesisir Barat Pulau Sumatera itu bernama Barus atau yang juga disebut Fansur. Kampung kecil ini merupakan sebuah kampung kuno yang berada di antara kota Singkil dan Sibolga, sekitar 414 kilometer selatan Medan. Di zaman Sriwijaya, kota Barus masuk dalam wilayahnya. Namun ketika Sriwijaya mengalami kemunduran dan digantikan oleh Kerajaan Aceh Darussalam, Barus pun masuk dalam wilayah Aceh. Amat mungkin Barus merupakan kota tertua di Indonesia mengingat dari seluruh kota di Nusantara, hanya Barus yang namanya sudah disebut-sebut sejak awal Masehi oleh literatur- literatur Arab, India, Tamil, Yunani, Syiria, Armenia, China, dan sebagainya. Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, salah seorang Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di Aleksandria Mesir, pada abad ke-2 Masehi, juga telah menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang dikenal menghasilkan wewangian dari kapur barus. Bahkan dikisahkan pula bahwa kapur barus yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II atau sekitar 5. 000 tahun sebelum Masehi! Berdasakan buku Nuchbatuddar karya Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai daerah awal masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-7 Masehi. Sebuah makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai, Barus, di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi. Ini memperkuat dugaan bahwa komunitas Muslim di Barus sudah ada pada era itu. Sebuah Tim Arkeolog yang berasal dari Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO) Perancis yang bekerjasama dengan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua-Barus, telah menemukan bahwa pada sekitar abad 9-12 Masehi, Barus telah menjadi sebuah perkampungan multi-etnis dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya. Tim tersebut menemukan banyak benda-benda berkualitas tinggi yang usianya sudah ratusan tahun dan ini menandakan dahulu kala kehidupan di Barus itu sangatlah makmur. Di Barus dan sekitarnya, banyak pedagang Islam yang terdiri dari orang Arab, Aceh, dan sebagainya hidup dengan berkecukupan. Mereka memiliki kedudukan baik dan pengaruh cukup besar di dalam masyarakat maupun pemerintah (Kerajaan Budha Sriwijaya). Bahkan kemudian ada juga yang ikut berkuasa di sejumlah bandar. Mereka banyak yang bersahabat, juga berkeluarga dengan raja, adipati, atau pembesar-pembesar Sriwijaya lainnya. Mereka sering pula menjadi penasehat raja, adipati, atau penguasa setempat. Makin lama makin banyak pula penduduk setempat yang memeluk Islam. Bahkan ada pula raja, adipati, atau penguasa setempat yang akhirnya masuk Islam. Tentunya dengan jalan damai (Rz/eramuslim) Sejarahwan T. W. Arnold dalam karyanya “The Preaching of Islam” (1968) juga menguatkan temuan bahwa agama Islam telah dibawa oleh mubaligh- mubaligh Islam asal jazirah Arab ke Nusantara sejak awal abad ke-7 M. Setelah abad ke-7 M, Islam mulai berkembang di kawasan ini, misal, menurut laporan sejarah negeri Tiongkok bahwa pada tahun 977 M, seorang duta Islam bernama Pu Ali (Abu Ali) diketahui telah mengunjungi negeri Tiongkok mewakili sebuah negeri di Nusantara (F. Hirth dan W. W. Rockhill (terj), Chau Ju Kua, His Work On Chinese and Arab Trade in XII Centuries, St.Petersburg: Paragon Book, 1966, hal. 159). Bukti lainnya, di daerah Leran, Gresik, Jawa Timur, sebuah batu nisan kepunyaan seorang Muslimah bernama Fatimah binti Maimun bertanggal tahun 1082 telah ditemukan. Penemuan ini membuktikan bahwa Islam telah merambah Jawa Timur di abad ke-11 M (S. Q. Fatini, Islam Comes to Malaysia, Singapura: M. S. R.I., 1963, hal. 39). Dari bukti-bukti di atas, dapat dipastikan bahwa Islam telah masuk ke Nusantara pada masa Rasulullah masih hidup. Secara ringkas dapat dipaparkan sebagai berikut: Rasululah menerima wahyu pertama di tahun 610 M, dua setengah tahun kemudian menerima wahyu kedua (kuartal pertama tahun 613 M), lalu tiga tahun lamanya berdakwah secara diam-diam—periode Arqam bin Abil Arqam (sampai sekitar kuartal pertama tahun 616 M), setelah itu baru melakukan dakwah secara terbuka dari Makkah ke seluruh Jazirah Arab. Menurut literatur kuno Tiongkok, sekitar tahun 625 M telah ada sebuah perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatera (Barus). Jadi hanya 9 tahun sejak Rasulullah SAW memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir Sumatera sudah terdapat sebuah perkampungan Islam. Selaras dengan zamannya, saat itu umat Islam belum memiliki mushaf Al-Qur’an, karena mushaf Al-Qur’an baru selesai dibukukan pada zaman Khalif Utsman bin Affan pada tahun 30 H atau 651 M. Naskah Qur’an pertama kali hanya dibuat tujuh buah yang kemudian oleh Khalif Utsman dikirim ke pusat-pusat kekuasaan kaum Muslimin yang dipandang penting yakni (1) Makkah, (2) Damaskus, (3) San’a di Yaman, (4) Bahrain, (5) Basrah, (6) Kuffah, dan (7) yang terakhir dipegang sendiri oleh Khalif Utsman. Naskah Qur’an yang tujuh itu dibubuhi cap kekhalifahan dan menjadi dasar bagi semua pihak yang berkeinginan menulis ulang. Naskah-naskah tua dari zaman Khalifah Utsman bin Affan itu masih bisa dijumpai dan tersimpan pada berbagai museum dunia. Sebuah di antaranya tersimpan pada Museum di Tashkent, Asia Tengah. Mengingat bekas-bekas darah pada lembaran-lembaran naskah tua itu maka pihak-pihak kepurbakalaan memastikan bahwa naskah Qur’an itu merupakan al-Mushaf yang tengah dibaca Khalif Utsman sewaktu mendadak kaum perusuh di Ibukota menyerbu gedung kediamannya dan membunuh sang Khalifah. Perjanjian Versailes (Versailes Treaty), yaitu perjanjian damai yang diikat pihak Sekutu dengan Jerman pada akhir Perang Dunia I, di dalam pasal 246 mencantumkan sebuah ketentuan mengenai naskah tua peninggalan Khalifah Ustman bin Affan itu yang berbunyi: (246) Di dalam tempo enam bulan sesudah Perjanjian sekarang ini memperoleh kekuatannya, pihak Jerman menyerahkan kepada Yang Mulia Raja Hejaz naskah asli Al-Qur’an dari masa Khalif Utsman, yang diangkut dari Madinah oleh pembesar- pembesar Turki, dan menurut keterangan, telah dihadiahkan kepada bekas Kaisar William II (Joesoef Sou’yb, Sejarah Khulafaur Rasyidin, Bulan Bintang, cet. 1, 1979, hal. 390-391). Sebab itu, cara berdoa dan beribadah lainnya pada saat itu diyakini berdasarkan ingatan para pedagang Arab Islam yang juga termasuk para al-Huffadz atau penghapal al-Qur’an. Menengok catatan sejarah, pada seperempat abad ke-7 M, kerajaan Budha Sriwijaya tengah berkuasa atas Sumatera. Untuk bisa mendirikan sebuah perkampungan yang berbeda dari agama resmi kerajaan— perkampungan Arab Islam— tentu membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum diizinkan penguasa atau raja. Harus bersosialisasi dengan baik dulu kepada penguasa, hingga akrab dan dipercaya oleh kalangan kerajaan maupun rakyat sekitar, menambah populasi Muslim di wilayah yang sama yang berarti para pedagang Arab ini melakukan pembauran dengan jalan menikahi perempuan- perempuan pribumi dan memiliki anak, setelah semua syarat itu terpenuhi baru mereka—para pedagang Arab Islam ini—bisa mendirikan sebuah kampung di mana nilai-nilai Islam bisa hidup di bawah kekuasaan kerajaan Budha Sriwijaya. Perjalanan dari Sumatera sampai ke Makkah pada abad itu, dengan mempergunakan kapal laut dan transit dulu di Tanjung Comorin, India, konon memakan waktu dua setengah sampai hampir tiga tahun. Jika tahun 625 dikurangi 2, 5 tahun, maka yang didapat adalah tahun 622 Masehi lebih enam bulan. Untuk melengkapi semua syarat mendirikan sebuah perkampungan Islam seperti yang telah disinggung di atas, setidaknya memerlukan waktu selama 5 hingga 10 tahun. Jika ini yang terjadi, maka sesungguhnya para pedagang Arab yang mula-mula membawa Islam masuk ke Nusantara adalah orang-orang Arab Islam generasi pertama para shahabat Rasulullah, segenerasi dengan Ali bin Abi Thalib r. A.. Kenyataan inilah yang membuat sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara sangat yakin bahwa Islam masuk ke Nusantara pada saat Rasulullah masih hidup di Makkah dan Madinah. Bahkan Mansyur Suryanegara lebih berani lagi dengan menegaskan bahwa sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul, saat masih memimpin kabilah dagang kepunyaan Khadijah ke Syam dan dikenal sebagai seorang pemuda Arab yang berasal dari keluarga bangsawan Quraisy yang jujur, rendah hati, amanah, kuat, dan cerdas, di sinilah ia bertemu dengan para pedagang dari Nusantara yang juga telah menjangkau negeri Syam untuk berniaga. “Sebab itu, ketika Muhammad diangkat menjadi Rasul dan mendakwahkan Islam, maka para pedagang di Nusantara sudah mengenal beliau dengan baik dan dengan cepat dan tangan terbuka menerima dakwah beliau itu,” ujar Mansyur yakin. Dalam literatur kuno asal Tiongkok tersebut, orang-orang Arab disebut sebagai orang- orang Ta Shih, sedang Amirul Mukminin disebut sebagai Tan mi mo ni’. Disebutkan bahwa duta Tan mi mo ni’, utusan Khalifah, telah hadir di Nusantara pada tahun 651 Masehi atau 31 Hijriah dan menceritakan bahwa mereka telah mendirikan Daulah Islamiyah dengan telah tiga kali berganti kepemimpinan. Dengan demikian, duta Muslim itu datang ke Nusantara di perkampungan Islam di pesisir pantai Sumatera pada saat kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan (644-656 M). Hanya berselang duapuluh tahun setelah Rasulullah SAW wafat (632 M). Catatan-catatan kuno itu juga memaparkan bahwa para peziarah Budha dari Cina sering menumpang kapal-kapal ekspedisi milik orang-orang Arab sejak menjelang abad ke-7 Masehi untuk mengunjungi India dengan singgah di Malaka yang menjadi wilayah kerajaan Budha Sriwijaya. Gujarat Sekadar Tempat Singgah Jelas, Islam di Nusantara termasuk generasi Islam pertama. Inilah yang oleh banyak sejarawan dikenal sebagai Teori Makkah. Jadi Islam di Nusantara ini sebenarnya bukan berasal dari para pedagang India (Gujarat) atau yang dikenal sebagai Teori Gujarat yang berasal dari Snouck Hurgronje, karena para pedagang yang datang dari India, mereka ini sebenarnya berasal dari Jazirah Arab, lalu dalam perjalanan melayari lautan menuju Sumatera (Kutaraja atau Banda Aceh sekarang ini) mereka singgah dulu di India yang daratannya merupakan sebuah tanjung besar (Tanjung Comorin) yang menjorok ke tengah Samudera Hindia dan nyaris tepat berada di tengah antara Jazirah Arab dengan Sumatera. Bukalah atlas Asia Selatan, kita akan bisa memahami mengapa para pedagang dari Jazirah Arab menjadikan India sebagai tempat transit yang sangat strategis sebelum meneruskan perjalanan ke Sumatera maupun yang meneruskan ekspedisi ke Kanton di Cina. Setelah singgah di India beberapa lama, pedagang Arab ini terus berlayar ke Banda Aceh, Barus, terus menyusuri pesisir Barat Sumatera, atau juga ada yang ke Malaka dan terus ke berbagai pusat-pusat perdagangan di daerah ini hingga pusat Kerajaan Budha Sriwijaya di selatan Sumatera (sekitar Palembang), lalu mereka ada pula yang melanjutkan ekspedisi ke Cina atau Jawa. Disebabkan letaknya yang sangat strategis, selain Barus, Banda Aceh ini telah dikenal sejak zaman dahulu. Rute pelayaran perniagaan dari Makkah dan India menuju Malaka, pertama-tama diyakini bersinggungan dahulu dengan Banda Aceh, baru menyusuri pesisir barat Sumatera menuju Barus. Dengan demikian, bukan hal yang aneh jika Banda Aceh inilah yang pertama kali disinari cahaya Islam yang dibawa oleh para pedagang Arab. Sebab itu, Banda Aceh sampai sekarang dikenal dengan sebutan Serambi Makkah.Riwayat Wafatnya Rasulullah SAW
Diriwayatkan bahwa surah AI-Maidah ayat 3 diturunkan pada waktu sesudah ashar yaitu pada hari Jumat di padang Arafah pada musim haji terakhir [Wada]. Pada masa itu Rasulullah s.a.w. berada di Arafah di atas unta. Ketika ayat ini turun Rasulullah s.a.w. tidak begitu jelas menangkap isi dan makna yang terkandung dalam ayat tersebut. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersandar pada unta beliau, dan unta beliau pun duduk perlahan- lahan.* Setelah itu turun malaikat jibril dan berkata: “Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah s.w.t.dan demikian juga apa yang terlarang olehnya. Karena itu kamu kumpulkan para sahabatmu dan beritahu kepada mereka bahwa hari ini adalah hari terakhir aku bertemu denganmu.” Setelah itu Malaikat Jibril a.s. pergi, maka Rasulullah s.a.w. pun berangkat ke Mekah dan terus pergi ke Madinah.Setelah Rasulullah s.a.w. mengumpulkan para sahabat beliau, maka Rasulullah s.a.w. pun menceritakan apa yang telah diberitahu oleh malaikat Jibril a.s. Ketika para sahabat mendengar hal yang demikian maka mereka pun gembira sambil berkata: “Agama kita telah sempurna. Agama kila telah sempuna.” Namun ketika Abu Bakar r.a. mendengar keterangan Rasulullah s.a.w. itu, maka ia tidak dapat menahan kesedihannya maka ia pun kembali ke rumah lalu mengunci pintu dan menangis dengan kuat. Abu Bakar r.a. menangis dari pagi hingga malam. Kisah tentang Abu Bakar r.a. menangis telah sampai kepada para sahabat yang lain, maka berkumpullah para sahabat di hadapan rumah Abu Bakar r.a. dan mereka berkata: “Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat kamu menangis sehingga begini sekali keadaanmu? Seharusnya kamu merasa gembira sebab agama kita telah sempurna.” Mendengarkan pertanyaan dari para sahabat maka Abu Bakar r.a. pun berkata: “Wahai para sahabatku, kalian semua tidak tahu tentang musibah yang menimpa kamu, tidakkah kalian tahu bahwa apabila sesuatu perkara itu telah sempurna menunjukkan bahwa perpisahan kita dengan Rasulullah s.a.w telah dekat. Hasan dan Husein menjadi yatim dan para isteri nabi menjadi janda.” Setelah mereka mendengar penjelasan dari Abu Bakar r.a. maka sadarlah mereka akan kebenaran kata-kata Abu Bakar r.a., lalu mereka menangis. Tangisan mereka telah didengar oleh para sahabat yang lain, maka mereka pun terus beritahu Rasulullah s.a.w. tentang apa yang mereka lihat itu. Berkata salah seorang dari para sahabat: “Ya Rasulullah s.a.w., kami baru kembali dari rumah Abu Bakar r.a. dan kami mendapati banyak orang menangis dengan suara yang kuat di hadapan rumah beliau.” Ketika Rasulullah s.a.w. mendengar keterangan dari para sahabat, maka berubahlah muka Rasulullah s.a.w. dan dengan bergegas beliau menuju ke rumah Abu Bakar r.a. Sesampainya Rasulullah s.a.w. sampai di rumah Abu Bakar r.a. maka Rasulullah s.a.w. melihat para sahabatnya sedang menangis dan bertanya: “Wahai para sahabatku, mengapa kamu semua menangis?.” Kemudian Ali R.a. berkata: “Ya Rasulullah s.a.w., Abu Bakar r.a. mengatakan dengan turunnya ayat ini membawa tanda bahwa waktu wafatmu telah dekat. Benarkah ini ya Rasulullah?.” Lalu Rasulullah s.a.w. berkata: “Semua yang dikatakan oleh Abu Bakar r.a. adalah benar, dan sesungguhnya masa untuk aku meninggalkan kamu semua telah hampir dekat.” Abu Bakar r.a. mendengar pengakuan Rasulullah s.a.w., maka ia pun menangis sekuat tenaganya sehingga ia jatuh pingsan, sementara Ali r.a. pula gemetar seluruh tubuhnya. Dan para sahabat yang lain menangis dengan sekuat-kuatnya yang mereka mampu. Pada saat sudah dekat ajal Rasulullah s.a.w., beliau menyuruh Bilal adzan untuk mengerjakan shalat, lalu berkumpul para Muhajirin dan Anshar di masjid Rasulullah s.a.w.. Kemudian Rasulullah s.a.w. menunaikan shalat dua raka’at bersama semua yang hadir. Setelah selesai mengerjakan shalat beliau bangun dan naik ke atas mimbar dan berkata: “Alhamdulillah, wahai para muslimin, sesungguhnya saya adalah seorang nabi yang diutus dan mengajak orang kepada jalan Allah dengan izin-Nya. Dan saya ini adalah sebagai saudara kandung kalian, yang kasih sayang pada kalian semua seperti seorang ayah. Oleh karena itu kalau ada yang mempunyai hak untuk menuntutku, maka hendaklah ia bangun dan balaslah saya sebelum saya dituntut di hari kiamat.” Rasulullah s.a.w. berkata demikian sebanyak 3 kali kemudian bangunlah seorang lelaki yang bernama ‘Ukasyah bin Muhshan dan berkata: “Demi ayahku dan ibuku ya Rasulullah s.a.w, kalau anda tidak mengumumkan kepada kami berkali-kali sudah tentu saya tidak mau melakukan hal ini.” Lalu ‘Ukasyah berkata lagi: “Sesungguhnya dalam Perang Badar saya bersamamu ya Rasulullah, pada masa itu saya mengikuti unta anda dari belakang, setelah dekat saya pun turun menghampiri anda dengan tujuan supaya saya dapat mencium paha anda, tetapi anda telah mengambil tongkat dan memukul unta anda untuk berjalan cepat, yang mana pada masa itu saya pun anda pukul pada tulang rusuk saya. Oleh itu saya ingin tahu sama anda sengaja memukul saya atau hendak memukul unta tersebut.” Rasulullah s.a.w. berkata: “Wahai ‘Ukasyah, Rasulullah s.a.w. sengaja memukul kamu.” [Rasulullah SAW melakukan pemukulan tersebut karena beliau tidak ingin dikultuskan oleh manusia termasuk sahabatnya itu. pen] Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata kepada Bilal r.a.: “Wahai Bilal, kamu pergi ke rumah Fatimah dan ambilkan tongkatku kemari.” Bilal keluar dari masjid menuju ke rumah Fatimah sambil meletakkan tangannya di atas kepala dengan berkata: “Rasulullah telah menyediakan dirinya untuk dibalas [diqishash].” Setelah Bilal sampai di rumah Fatimah maka Bilal pun memberi salam dan mengetuk pintu. Kemudian Fatimah r.a. menyahut dengan berkata: “Siapakah di pintu?.” Lalu Bilal r.a. berkata: “Saya Bilal, saya telah diperintahkan oleh Rasulullah s.a.w. untuk mengambil tongkat beliau.” Kemudian Fatimah r.a. berkata: “Wahai Bilal, untuk apa ayahku minta tongkatnya.” Berkata Bilal r.a.: “Wahai Fatimah, Rasulullah s.a.w. telah menyediakan dirinya untuk diqishash.” Bertanya Fatimah. r.a. lagi: “Wahai Bilal, siapakah manusia yang sampai hatinya untuk menqishash Rasulullah s.a.w.?.” Bilal r.a. tidak menjawab pertanyaan Fatimah r.a., segeralah Fatimah r.a. memberikan tongkat tersebut, maka Bilal pun membawa tongkat itu kepada Rasulullah S.A.W. Setelah Rasulullah S.A.W. menerima tongkat tersebut dari Bilal r.a. maka beliau pun menyerahkan kepada ‘Ukasyah. Bilal masuk sambil membawa cambuk dan memberikannya kepada Rasulullah saw. Setelah itu, Bilal kembali ke tempat duduknya sambil menatap tajam Ukasyah bin Muhsin. Namun, yang ditatap tetap tampak tenang dan tetap bergeming oleh kegelisahan di sekelilingnya. Orang seperti apakah Ukasyah ini? Bagaimana ia bisa sampai hati menuntut Rasul saw. untuk menerima cambukannya? Bukankah Ukasyah juga tahu bahwa beliau saw. tidak sengaja? Bukankah Ukasyah juga tahu bahwa memaafkan itu jauh lebih mulia? Bukankah Ukasyah juga melihat bahwa Rasulullah saw. saat itu sudah berusia enam puluh tiga tahun? Bukankah keimanan Ukasyah kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai pejuang Badar sudah tidak diragukan lagi? Kenapa bisa begini ya, Ukasyah? Kenapa? dipenuhi pikiran seperti itu, para sahabat Anshar dan Muhajirin menatap bolak-balik antara Rasulullah saw. dan Ukasyah dengan perasaan tegang. Ketegangan itu berubah menjadi keheningan yang mencekam ketika Rasulullah saw. memberikan cambuknya kepada Ukasyah. Begitu tangan Ukasyah bin Muhsin meraih cambuk dan menguraikannya dengan tenang dan perlahan, Abu Bakar Ash- Shiddiq dan Umar bin Khattab berdiri serempak. Sorot mata keduanya yang biasa tenang kini menyala seperti sedang berhadapan dengan musuh di medan tempur. Mereka berdua berkata, “Hai Ukasyah! Kami sekarang berada di hadapanmu! Pukul dan qisaslah kami berdua sepuasmu dan jangan sekali-kali engkau pukul Rasulullah saw.!” Suasana jadi mencekam sejenak karena Ukasyah tampak tidak mempedulikan mereka. Sementara Abu Bakar dan Umar tetap berdiri menantang. Namun, dengan lembut, Rasulullah s.a.w. berkata kepada kedua sahabat terkasihnya itu, “Duduklah kalian berdua. Allah telah mengetahui kedudukan kalian.” Hanya karena Rasulullah saw yang berkatalah, maka Abu Bakar dan Umar duduk. Namun, mata mereka tetap menatap Ukasyah. Tiba-tiba, seseorang kemudian berdiri pula dan kembali menatap Ukasyah dengan pandangan menantang. Orang ini juga sangat dikasihi Rasulullah saw, lelaki gagah itu adalah Ali bin Abi Thalib yang langsung berkata, “Hai Ukasyah! Aku ini sekarang masih hidup di hadapan Nabi saw. Aku tidak sampai hati melihat kalau engkau akan mengambil kesempatan qisas memukul Rasulullah. Inilah punggungku, maka qisaslah aku dengan tanganmu dan deralah aku semaumu dengan tangan engkau sendiri!” Namun, Ukasyah seolah tidak mendengar apa yang dikatakan Ali r.a. Tangannya terlihat semakin erat menggenggam cambuk. Setelah Ali berkata begitu, Rasulullah saw. cepat- cepat menukasnya dan meminta Ali kembali duduk, “Allah Swt. telah tahu kedudukanmu dan niatmu, wahai Ali!” Setelah itu cucu Rasulullah Hasan dan Husin bangun dengan berkata: “Wahai ‘Ukasyah, bukankah kamu tidak tahu bahwa kami ini adalah cucu Rasulullah s.a.w., kalau kamu menqishash kami sama dengan kamu menqishash Rasulullah s.a.w.” Mendengar kata-kata cucunya Rasulullah s.a.w. pun berkata: “Wahai buah hatiku, duduklah kalian berdua.” Berkata Rasulullah s.a.w. “Wahai ‘Ukasyah pukullah saya kalau kamu hendak memukul.” Kemudian ‘Ukasyah berkata: “Ya Rasulullah s.a.w., anda telah memukul saya sewaktu saya tidak memakai baju.” Maka Rasulullah s.a.w. pun membuka baju, terlihatlah kulit baginda yang putih dan halus maka menangislah semua yang hadir. seketika ‘Ukasyah melihat tubuh badan Rasulullah s.a.w. maka ia pun mencium beliau dan berkata; “Saya tebus anda dengan jiwa saya, ya Rasulullah s.a.w. siapakah yang sanggup memukul anda. Saya melakukan begini karena saya hendak menyentuh badan anda yang dimuliakan oleh Allah s.w.t dengan badan saya. Dan Allah s.w.t. menjaga saya dari neraka dengan kehormatanmu.” Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata: “Dengarlah kamu sekalian, sekiranya kamu hendak melihat ahli syurga, inilah orangnya.” Kemudian semua para jemaah bersalam-salaman atas kegembiraan mereka terhadap peristiwa yang sangat genting itu. Setelah itu para jemaah pun berkata: “Wahai ‘Ukasyah, inilah keuntungan yang paling besar bagimu, engkau telah memperolehi derajat yang tinggi dan bertemankan Rasulullah s.a.w. di dalam syurga.” Ketika ajal Rasulullah s.a.w hampir dekat maka beliau pun memanggil para sahabat ke rumah Siti Aisyah r.a. dan beliau berkata: “Selamat datang kamu semua semoga Allah s.w.t. mengasihi kamu semua, saya berwasiat kepada kamu semua agar kamu semua bertaqwa kepada Allah s.w.t. dan mentaati segala perintahnya. Sesungguhnya hari perpisahan antara saya dengan kamu semua hampir dekat, dan dekat pula saat kembalinya seorang hamba kepada Allah s.w.t dan menempatkannya di syurga. Kalau telah sampai ajalku maka hendaklah Ali yang memandikanku, Fadhl bin Abas hendaklah menuangkan air dan Usamah bin Zaid hendaklah menolong keduanya. Setelah itu kamu kafanilah aku dengan pakaianku sendiri apabila kamu semua menghendaki, atau kafanilah aku dengan kain yaman yang putih. Apabila kamu memandikan aku, maka hendaklah kamu letakkan aku di atas balai tempat tidurku dalam rumahku ini. Setelah itu kamu semua keluarlah sebentar meninggalkan aku. Pertama yang akan men-shalatkan aku ialah Allah s.w.t [bahasa kiasan. pen], kemudian yang akan men-shalati aku ialah Jibril a.s, kemudian diikuti oleh malaikat Israfil, malaikat Mikail, dan yang terakhir malaikat lzrail berserta dengan semua para pembantunya.Setelah itu baru kamu semua masuk bersama- sama men-sholati aku.” Manakala para sahabat mendengar ucapan yang sungguh menyayat hati itu maka mereka pun menangis dengan nada yang keras dan berkata: “Ya Rasulullah s.a.w. anda adalah seorang Rasul yang diutus kepada kami dan untuk semua, yang mana selama ini anda memberi kekuatan dalam memimpin kami dan sebagai Rasul yang meluruskan perkara kami. Apabila anda sudah tiada nanti kepada siapakah yang akan kami tanya setiap persoalan yang timbul nanti?.” Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata: “Dengarlah para sahabatku, aku tinggalkan kepada kamu semua jalan yang benar dan jalan yang terang, dan telah aku tinggalkan kepada kamu semua dua penasehat yang satu pandai bicara dan yang satu diam. Yang pandai bicara itu ialah Al-Qur’an dan yang diam itu ialah maut. Apabila ada sesuatu persoalan yang rumit di antara kamu, maka hendaklah kamu semua kembali kepada Al-Qur’an dan Hadis-ku dan apabila hati kamu keras maka lembutkan dia dengan mengambil pelajaran dari mati.” Setelah Rasulullah s.a.w. berkata demikian, maka sakit Rasulullah s.a.w. berawal. Dalam bulan safar Rasulullah s.a.w. sakit selama 18 hari dan sering dikunjungi oleh para sahabat. Menurut riwayat bahwa Rasulullah s.a.w. diutus pada hari Senin dan wafat pada hari Senin. Pada hari Senin penyakit Rasulullah s.a.w. bertambah berat, setelah Bilal r.a. selesaikan adzan shubuh, maka Bilal r.a. pun pergi ke rumah Rasulullah s.a.w.. Sesampainya Bilal r.a. di rumah Rasulullah s.a.w. maka Bilal r.a. pun memberi salam: “Assalaarnu’alaika ya rasulullah.” Lalu dijawab oleh Fatimah r.a.: “Rasulullah s.a.w. masih sibuk dengan urusan beliau.” Setelah Bilal r.a. mendengar penjelasan dari Fatimah r.a. maka Bilal r.a. pun kembali ke masjid tanpa memahami kata-kata Fatimah r.a. itu. Ketika waktu shubuh datang, lalu Bilal pergi sekali lagi ke rumah Rasulullah s.a.w. dan memberi salam seperti permulaan tadi, kali ini salam Bilal r.a. telah di dengar oleh Rasulullah s.a.w. dan baginda berkata; “Masuklah wahai Bilal, sesungguhnya penyakitku ini semakin berat, oleh itu kamu suruhlah Abu Bakar menjadi imam shalat shubuh berjamaah dengan mereka yang hadir.” Setelah mendengar kata-kata Rasulullah s.a.w. maka Bilal r.a. pun berjalan menuju ke masjid sambil meletakkan tangan di atas kepala dengan berkata: “Aduh musibah.” Sesampai di masjid maka Bilal r.a. pun memberitahu Abu Bakar tentang apa yang telah Rasulullah s.a.w. katakan kepadanya. Abu Bakar r.a. tidak dapat menahan dirinya apabila ia melihat mimbar kosong maka dengan suara yang keras Abu Bakar r.a. menangis sehingga ia jatuh pengsan. Melihat peristiwa ini maka riuh rendah dalam masjid, sehingga Rasulullah s.a.w. bertanya kepada Fatimah r.a.; “Wahai Fatimah apakah yang telah terjadi?.” Maka Fatimah r.a. pun berkata: “Kekacauan kaum muslimin, sebab anda tidak pergi ke masjid.” Kemudian Rasulullah s.a.w. memanggil Ali r.a. dan Fadhl bin Abas, lalu Rasulullah s.a.w. bersandar kepada keduanya untuk pergi ke masjid. Setelah Rasulullah s.a.w. sampai di masjid maka beliau pun bershalat shubuh bersama dengan para jamaah. Setelah selesai shalat shubuh maka Rasulullah s.a.w. pun berkata: “Wahai kaum muslimin, kamu semua sentiasa dalam pertolongan dan pemeliharaan Allah, karena itu hendaklah kamu semua bertaqwa kepada Allah s.w.t. dan mengerjakan segala perintahnya. Sesungguhnya aku akan meninggalkan dunia ini dan kamu semua, dan hari ini adalah hari pertama aku di akhirat dan hari terakhir aku di dunia.” Setelah berkala demikian maka Rasulullah s.a.w. pun pulang ke rumah beliau. Bunda Aisyah memandang Rasulullah saw. dengan penuh sayang. Biasanya, hati Bunda Aisyah dipenuhi kekaguman akan kegagahan suaminya tercinta itu. Sekarang, hati Bunda Aisyah dipenuhi rasa iba melihat suaminya itu dalam keadaan lemah dan sakit. Ingin rasanya Bunda Aisyah mencurahkan segala apa yang ada dalam dirinya untuk mengembalikan tenaga dan hidup suaminya. Namun, setelah kembali dari masjid, Rasulullah merasa bahwa setiap saat, badan beliau menjadi bertambah lemah. Hari itu tanggal 8 Juni tahun 632 M. Beliau meminta sebuah bejana berisi air dingin. Kemudian, meletakkan tangan beliau ke dalam air itu dan mengusapkan air ke wajahnya. Ada seorang laki-laki anggota keluarga Abu Bakar yang berkunjung dan membawa siwak. Beliau saw. memandang siwak itu demikian rupa yang menunjukkan bahwa beliau ingin bersiwak. Maka, Bunda Aisyah melunakkan ujung siwak itu dengan giginya, dan Rasulullah saw. pun menggosok dan membersihkan gigi beliau [Ini yang di maksud dalam Hadits bahwa ludah Bunda Aisyah bertemu dengan ludah Rasulullah SAW]. Kemudian Allah s.w.t. mewahyukan kepada malaikat lzrail: “Wahai lzrail, pergilah kamu kepada kekasihku dengan sebaik-baik rupa, dan apabila kamu hendak mencabut rohnya maka hendaklah kamu melakukan dengan cara yang paling lembut. Apabila kamu pergi ke rumahnya maka minta izinlah terlebih dahulu, kalau ia izinkan kamu masuk, maka masuklah kamu ke rumahnya dan kalau ia tidak izinkan kamu masuk maka hendaklah kamu kembali padaku.” sesudah malaikat lzrail mendapat perintah dari Allah s.w.t. maka malaikal lzrail pun turun dengan menyerupai orang Arab Badui. Setelah malaikat lzrail sampai di depan rumah Rasulullah s.a.w. maka ia pun memberi salam,Tiba-tiba dari luar pintu terdengar suara orang berseru mengucapkan salam, "Bolehkah aku masuk?" Tanya si tetamu itu, ketika puteri Rasulullah,Fatimah az-zahra membuka pintu. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya. "maafkanlah,ayahku sedang deman" kata Fatimah.Pintu di tutup dan beliau kembali menemani ayahnya yang sedang berbaring di pembaringan. Kemudian malaikat lzrail mengulangi lagi salamnya, dan kali ini seruan malaikat itu telah didengar oleh Rasulullah s.a.w Rasululullah memandang puterinya itu dan bertanya,"siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayah,baru sekali ini saya melihatnya." tutur Fatimah lembut. Lalu,Rasulullah menatap wajah puterinya itu dengan padangan yang menggetarkan.Renungannya cukup sayu seolah-olah bahagian demi bahagian wajah putrinya itu hendak dikenang. Bertanda bahwa beliau akan segera berpisah dengan putri kesayanganya itu. "Ketahuilah anakku bahwa dialah yang mehapuskan kenikmatan sementara dialah yang memisahkan pertemuan di dunia.Dialah malaikat maut." Kata-kata Rasulullah menyebabkan Fatimah ditimpa kesedihan yang amat sangat. Ketika Rasullullah s.a.w. mendengar tangisan Fatimah r.a. maka beliau pun berkata: “Janganlah kamu menangis wahai anakku, engkaulah orang yang pertama dalam keluargaku akan bertemu denganku.” Fatimah-pun tersenyum. Kemudian Rasulullah s.a.w. pun menjemput malaikat lzrail masuk. Maka malaikat lzrail pun masuk dengan mengucap: “Assalamu’alaikum ya Rasulullah.” Lalu Rasulullah s.a.w. menjawab: “Wa’alaikas saalamu, wahai lzrail engkau datang mengunjungiku atau untuk mencabut rohku?” Maka berkata malaikat lzrail: “Kedatangan saya adalah untuk mengunjungimu dan untuk mencabut rohmu, itu pun kalau anda izinkan, kalau anda tidak izinkan maka aku akan kembali.” Berkata Rasulullah s.a.w.: “Wahai lzrail, di manakah kamu tinggalkan Jibril?” Berkata lzrail: “Saya tinggalkan Jibril di langit dunia, semua para malaikat sedang memuliakan dia.” [Malaikat Jibril adalah salah satu malaikat yang memiliki kedudukan paling utama]. ”Bolehkah aku minta Jibril untuk turun?” Kata Rasulullah SAW pada Izrail. Tidak beberapa saat kemudian Jibril a.s. pun turun dan duduk dekat kepala Rasulullah s.a.w. Melihat kedatangan Jibril a.s. maka Rasulullah s.a.w. pun berkata: “Wahai Jibril, tahukah engkau bahwa ajalku sudah dekat” Berkata Jibril a.s.: “Ya aku memang tahu.” Rasulullah s.a.w. bertanya lagi: “Wahai Jibril, beritahu kepadaku kemuliaan yang menggembirakan aku disisi Allah s.w.t.” Berkata Jibril a.s.: “Sesungguhnya semua pintu langit telah dibuka, para malaikat bersusun rapi menanti rohmu dilangit. Semua pintu-pintu syurga telah dibuka, dan Semua bidadari sudah berhias menanti kehadiran rohmu.” Berkata Rasulullah s.a.w.: “Alhamdulillah, Namun sesungguhnya, bukan itu yang kutanyakan. wahai Jibril, gembirakanlah aku dengan keadaan umatku pada hari Kiamat nanti.” [Inilah orang yang begitu mulia. Pada saat ajalnya telah menjelang dan diberi kabar gembira tentang kehormatan yang akan diterimanya di langit, justru ia baru akan bisa gembira jika telah mendengar kabar tentang nasib umatnya nanti,betapa besarnya kasih sayang Rasulullah saw. kepada kita] Kemudian Jibril berkata lembut menghibur dan menenangkan, “Aku beri engkau kabar gembira bahwa Allah Swt. telah berfirman, 'Sesungguhnya, Aku telah mengharamkan surga bagi semua Nabi sebelum engkau memasukinya terlebih dahulu. Allah mengharamkan pula surga itu kepada sekalian umat manusia sebelum umatmu terlebih dahulu memasukinya.” [Betapa ruginya manusia yang dilahirkan sebagai umat Rasulullah SAW namun tidak taat pada risalahnya]. Maka, menarik napas legalah Rasulullah saw. Beliau bersabda, “Sekarang, barulah senang hatiku dan hilang susahku.” Kemudian, Rasulullah saw. menoleh kepada Malaikat Maut dan bersabda: “Wahai lzrail, dekatlah kamu kepadaku.” Setelah itu Malaikat lzrail pun memulai tugasnya, ketika roh nya sampai di dada, maka Rasulullah s.a.w. pun berkata: “Wahai Jibril, alangkah dahsyatnya rasa mati” Jibril a.s. memalingkan pandangan dari Rasulullah s.a.w. ketika mendengar kata-kata beliau itu. Melihat tingkah laku Jibril a.s tersebut .maka Rasulullah s.a.w. pun berkata: “Wahai Jibril, apakah kamu tidak suka melihat wajahku?” Jibril a.s. berkata: “Wahai kekasih Allah, siapakah yang sanggup melihat wajahmu dikala kamu dalam sakaratul maut?” Anas bin Malik r.a. berkata: “Ketika roh Rasulullah s.a.w. telah sampai di dada beliau telah bersabda: “Aku wasiatkan kepada kamu agar kamu semua menjaga shalat dan apa-apa yang telah diperintahkan atasmu.” Ali r.a. berkata: “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. ketika menjelang saat-saat terakhir, telah mengerakkan kedua bibir beliau sebanyak dua kali, dan saya meletakkan telinga, saya dengan Rasulullah s.a.w. berkata: “Umatku, umatku.” Hikmah dari kisah : - Rasulullah adalah pemimpin yang bertanggung jawab dan tidak dzolim sehingga beliau merelakan tubuhnya untuk di qisash (di hukum balas),karena beliau takut pernah mendzolimi orang lain. - Rasulullah adalah pemimpin yang sangat di cintai umat dan para sahabatnya sehingga ketika mengetahui ajal Rasul sudah dekat menangislah semua sahabat. - Rasulullah sangat mencintai kita sebagai umatnya sehingga detik- detik terakhir menjelang wafat beliau berkata ummati,ummati sampai tiga kali,bukan keluarga beliau ataupun Istri-istri beliau. - Kematian adalah peristiwa yang dahsyat,sampai-sampai malaikat maut dengan lembut mencabut Roh baginda Rasulullah pun masih terasa sakit.Terbelahnya Bulan
terbelahnya bulanSebagian orang mungkin belum mengetahui hal ini yaitu bulan pernah terbelah di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kejadian ini telah diceritakan dalam Al Qur’an dan dalam berbagai hadits. Kejadian ini pula adalah di antara tanda datangnya kiamat. Marilah kita lihat pembahasan selanjutnya. Allah Ta’ala berfirman, ﺍﻗْﺘَﺮَﺑَﺖِ ﺍﻟﺴَّﺎﻋَﺔُ ﻭَﺍﻧْﺸَﻖَّ ﺍﻟْﻘَﻤَﺮُ “Telah dekat (datangnya) kiamat dan telah terbelah bulan.” (QS. Al Qamar: 1) Terdapat hadits yang juga menyebutkan hal ini, sebagaimana yang disebutkan dalam shohih Bukhari. Dari Ibnu Mas’ud, beliau berkata, ﺍﻧْﺸَﻖَّ ﺍﻟْﻘَﻤَﺮُ ﻋَﻠَﻰ ﻋَﻬْﺪِ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻓِﺮْﻗَﺘَﻴْﻦِ ، ﻓِﺮْﻗَﺔً ﻓَﻮْﻕَ ﺍﻟْﺠَﺒَﻞِ ﻭَﻓِﺮْﻗَﺔً ﺩُﻭﻧَﻪُ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - » ﺍﺷْﻬَﺪُﻭﺍ » “Bulan terbelah menjadi dua bagian pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Satu belahan terdapat di atas gunung dan belahan lainnya berada di bawah gunung. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ’Saksikanlah’.” (HR. Bukhari no. 4864) Berita ini juga dikeluarkan oleh At Tirmidzi dari sahabat Anas, beliau berkata, ﺳَﺄَﻝَ ﺃَﻫْﻞُ ﻣَﻜَّﺔَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰَّ -ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ- ﺁﻳَﺔً ﻓَﺎﻧْﺸَﻖَّ ﺍﻟْﻘَﻤَﺮُ ﺑِﻤَﻜَّﺔَ ﻣَﺮَّﺗَﻴْﻦِ ﻓَﻨَﺰَﻟَﺖِ )ﺍﻗْﺘَﺮَﺑَﺖِ ﺍﻟﺴَّﺎﻋَﺔُ ﻭَﺍﻧْﺸَﻖَّ ﺍﻟْﻘَﻤَﺮُ( ﺇِﻟَﻰ ﻗَﻮْﻟِﻪِ )ﺳِﺤْﺮٌ ﻣُﺴْﺘَﻤِﺮٌّ ) “Penduduk Makkah meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu bukti. Akhirnya bulan terbelah di Makkah menjadi dua bagian, lalu turunlah ayat : ‘Telah dekat datangnya hari kiamat dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka (orang- orang musyrikin) melihat suatu tanda (mu'jizat), mereka berpaling dan berkata: "(Ini adalah) sihir yang terus menerus".(QS. Al Qamar: 1-2)” (HR. Tirmidzi no. 3286. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi mengomentari bahwa hadits ini shohih. Riwayat ini juga dibawakan oleh Jalaluddin As Suyuthi dalam Asbabun Nuzul, hal. 184, Darul Ibnu Haitsam.) Hadits terbelahnya bulan telah diriwayatkan oleh sekelompok sahabat di antaranya: Abdullah bin ‘Umar, Hudzaifah, Jubair bin Muth’im, Ibnu ‘Abbas, Anas bin Malik, dan juga diriwayatkan oleh seluruh ahli tafsir. Namun, sebagian orang merasa ragu tentang hal ini dan menyatakan bahwa terbelahnya bulan itu terjadi pada hari kiamat nanti sebagaimana hal ini diriwayatkan oleh ‘Utsman bin ‘Atho’ dari ayahnya, dll. Namun, perkataan semacam ini adalah perkataan yang syadz (yang menyelisihi pendapat yang lebih kuat) dan pendapat ini tidak bisa menggantikan kesepakatan yang telah ada. Alasannya adalah kata ‘terbelah’ (pada ayat di atas) adalah kata kerja bentuk lampau (dan berarti sudah terjadi). Sedangkan menyatakan bahwa kata kerja lampau ini berarti akan datang membutuhkan dalil, namun hal ini tidak diperoleh. – Inilah perkataan Ibnul Jauzi dalam Zaadul Masiir-. (Lihat tafsir surat Al Qomar ayat 1 di Zaadul Masiir, 5/449, Asy Syamilah) Intinya, kita haruslah meyakini kejadian di atas dengan penuh keyakinan karena ini adalah kabar yang disampaikan Allah dan Rasul-Nya. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada mereka ke jalan yang lurus. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala wa alihi wa shohbihi wa sallam.Wasiat Terakhir NabiMuhammad SAW
Ali bin Abi Tholib ra berkata : Ketika telah turun surat An Nashr, Rasulullah saw sakit dan pada hari kamis Rasulullah keluar dengan kepala yang diikat. Kemudian naik diatas mimbar dan duduk diatas mimbar dengan muka yang pucat dan airmata yang berlinang. Lalu memanggil Bilal dan menyuruhnya berseru di Madinah mengajak orang – orang supaya berkumpul untuk mendengar dan menerima wasiyat Nabi saw sebagai wasiyat yang terakhir. Maka berkumpullah semua penduduk Madinah, kecil, besar, laki – laki, dan perempuan sehingga mereka tinggalkan rumah terbuka dan pasar kosong, serta tidak ketinggalan gadis – gadis pingitan sama – sama keluar untuk mendengarkan wasiyat Rasulullah saw sehingga penuhlah masjid. Nabi saw berkata : “Berilah kesempatan kepada orang – orang yang di belakang supaya masuk.” Kemudian Nabi saw berdiri sambil menangis dan mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi roji’un, lalu memuji syukur kepada Allah sebagaimana lazimnya dan membaca sholawat untuk semua Nabi juga pada dirinya. Lalu bersabda : “Aku Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththolib bin Hasyim bangsa Arab kelahiran haram Mekkah yang tiada nabi sesudahku. Hai semua manusia, diriku ini telah diberitakan akan mati, telah dekat akan meninggalkan dunia ini dan aku telah rindu kepada Tuhanku, maka alangkah sedihnya meninggalkan ummatku, apakah yang mereka katakan kelak sepeninggalku, ya Allah selamatkan, selamatkan. Hai manusia, dengarlah wasiyatku, perhatikan dan ingat – ingatlah, yang hadir harus menyampaikan kepada yang tidak hadir. Karena ini wasiyatku yang terakhir kepada kamu. Hai manusia, Allah telah menerangkan kepada kamu dalam kitab yang diturunkanNya, apa yang halal dan yang haram, yang harus kamu lakukan dan yang kamu tinggalkan, maka gunakanlah yang halal, tinggalkanlah yang haram, percayalah pada yang mutasyabih, laksanakan yang muhkam (tegas) dan jadikan sebagai peringatanmu yang berupa contoh – contoh itu”. Nabi saw melihat ke langit sambil berkata : “Ya Allah saya telah menyampaikan maka saksikanlah. Hai manusia, awaslah kamu dari hawa nafsu yang sesat menyesatkan yang jauh dari tuntunan rahmat Allah dan surga, bahkan dekat kepada neraka. Hendaklah kamu menjaga jama’ah (persatuan) dan istiqomah (tetap lurus) karena ini dekat kepada Allah dan surga, jauh dari api neraka. Ya Allah saya telah menyampaikan. Hai manusia, takutlah kapada Allah, takutlah kepada Allah dalam menjaga agama dan amanat yang diamanatkan kepadamu. Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah dalam memelihara budak – budakmu, berilah mereka makan dari apa yang kamu makan, pakaian dari apa yang kamu pakai dan jangan memaksa mereka apa yang mereka tidak kuat, karena mereka itu juga tercipta dari daging dan darah, makhluk yang sama seperti kamu, ingatlah yang aniaya pada mereka, maka akulah lawannya pada hari kiamat dan Allah hakimnya. Takutlah kepada Allah dalam memelihara istri, tepatilah mahar mereka dan jangan menganiaya mereka niscaya kamu akan diharamkan dari hasanat – hasanatmu di hari kiamat. Ingatlah saya telah menyampaikan. Hai manusia, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, ajarkan kepada mereka akhlak sopan santun, sebab mereka ditanganmu bagaikan tawanan dan amanat, ingatlah saya telah menyampaikan. Hai manusia, patuhlah pada pemerintahmu dan jangan menentang mereka meskipun dari turunan budak Habasyi yang terpotong hidungnya, sebab yang patuh pada amir itu berarti ta’at padaku, siapa yang taat padaku berarti taat kepada Allah dan siapa yang menentang mereka berarti menentang aku dan siapa yang menentang aku berarti ma’siyat kepada Allah. Ingatlah jangan keluar dari mereka dan jangan memutuskan janjimu pada mereka. Ingatlah saya telah menyampaikan. Hai manusia, hendaklah kamu cinta pada keluargaku, ahli – ahli Al Qur’an dan cinta pada ulama – ulamamu, jangan kamu membenci atau hasud kepada mereka, jangan kamu menghina kepada mereka, ingatlah siapa yang cinta kepada mereka berarti cinta kepadaku, siapa yang cinta padaku maka cinta kepada Allah dan siapa yang benci pada mereka berarti benci padaku, siapa benci padaku maka benci kepada Allah. Ingatlah saya telah menyampaikan. Hai manusia, jagalah sholat lima waktu dengan menyempurnakan wudhu’, menyempurnakan ruku’ dan sujudnya. Hai manusia, keluarkan zakat hartamu, ingatlah siapa yang tidak mengeluarkan zakat, maka tidak dianggap sholatnya, tidak beragama, tidak dianggap puasa, haji dan jihadnya. Ya Allah saya telah menyampaikan. Hai manusia, sungguh Allah telah mewajibkan haji pada orang yang kuasa melakukan perjalanannya dan siapa yang tidak melaksanakannya, boleh pilih apakah akan mati yahudi, nasrani atau majusi, kecuali jika ia berudzur penyakit yang menahannya atau raja yang dzalim. Ingatlah bahwa ia tidak akan mendapat syafa’atku dan tidak akan minum dari haudh (telaga)-ku. Ingatlah saya telah menyampaikan. Hai manusia, sesungguhnya Allah akan mengumpulkan kamu pada hari kiamat di suatu lapangan dalam kedudukan yang sangat berat, mengerikan, pada hari yang tidak berguna harta atau anak buah, kecuali orang yang menghadap kepada Allah dengan hati yang suci bersih dari syirik, ingatlah saya telah menyampaikan. Hai manusia, jagalah lidahmu, tangiskan matamu, tundukkan hatimu, letihkan badanmu, berjihadlah melawan musuhmu, makmurkan mesjidmu, ikhlaskan imanmu, nasihatilah teman – temanmu, berbuatlah kebaikan untuk dirimu, jagalah kemaluanmu, bersedekahlah dari hartamu, jangan hasud menghasud niscaya akan hilang hasanatmu dan janganlah ghibah (menyebut aib orang lain) niscaya binasa kamu. Ingatlah saya telah menyampaikan. Hai manusia, berusahalah kamu untuk memerdekakan budak – budakmu dan berbuatlah kebajikan untuk hari kebutuhan dan hajatmu. Hai manusia, jangan menganiaya sebab Allah sendiri yang akan menuntut terhadap siapa yang kejam aniaya, kamu yang menanggung perhitunganmu dan kepada Allah kamu akan kembali, Allah tidak rela jika kamu berbuat ma’siyat. Hai manusia, sesungguhnya siapa yang berbuat kebajikan maka untungnya untuk dirinya sendiri, begitu pula sebaliknya jika berbuat kejahatan maka ditanggung sendiri, dan Tuhan tidak menganiaya pada hamba – hambanNya. Jagalah dirimu dari hari dimana kamu dihadapkan kepada Allah, kemudian tiap orang akan dibalas atas segala amal usahanya dan mereka tidak dianiaya. Hai manusia, sesungguhnya saya akan menghadap kepada Tuhanku dan saya telah diberitahu akan meninggal karena itu saya titipkan kamu kepada Allah yaitu agama dan amanatmu. Wassalamu alaikum hai para sahabatku dan semua ummatku. Wassalamu alaikum warohmatullah wabarokatuh”. Kemudian beliau turun dari mimbar lalu masuk rumah dan tidak keluar lagi sesudah itu. Shalawat dan salam atas beliau saw, keluarga, sahabat dan umatnya.Hadirnya Nabi Khidir AS pada wafatnya Nabi Muhammad SAW
Ibnu Mash’ud berkata: “Ketika Rosulullah saw telah mendekati ajalnya, beliau mengumpulkan kami sekalian dikediaman ibu kita Siti Aisyah, kemudian beliau memperhatikan kami sekalian sehingga berderrailah air matanya dan bersabda: “Selamat datang bagi kamu sekalian dan mudah-mudahan kamu sekalian dibelas kasihani oleh Allah, saya berwasiat agar kamu sekalian bertaqwa kepada Allah sertamentaatiNya. Sungguh telah dekat hari perpisahan kita dan telah dekat pula saat hamba yang dikembalikan pulang kepada Allah ta’ala dan menemui surgaNya. Kalau sudah datang saat ajalku, hendaklah Aly yang memandikan, Fadhal bin Abas yang menuangkan air, dan Usamah bin Zaid yang menolong keduanya, kemudian kafanilah aku dengan pakaianku sendiri, bila kamu sekalian menghendaki, atau dengan kain Yaman yang putih; Kalau kamu sekalian memandikan aku, maka taruhlah aku diatas balai tempat tidurku dirumahku ini, dekat dengan lobang lahatku. Sesudah itu keluarlah kamu sekalian barang sesaat meninggalkan aku. Pertama-tama yang mensholati aku ialah Allah Aza wajalla, kemudian malaikat Jibril, kemudian malaikat Isrofil, malaikat Mikail, kemudian malaikat Izroil dan beserta para pembantunya, selanjutnya semua para malaikat. Sesudah itu masuklah kamu sekalian dengan berkelompok-kelompok dan lakukan sholat untukku.”
Setelah mereka mendengarkan ucapan perpisahan Nabi Muhammad saw, mereka para sahabat menjerit dan menangis seraya berkata, “Wahai Rosullullah, Engkau adalah seorang Utusan untuk Kami sekalian , menjadi kekuatan dalam pertemuan Kami dan sebagai penguasa yang mengurus perkara Kami, bila mana Engkau telah pergi dari Kami, kepada siapakah Kami kembali dalam segala persoalan?”
Rosullullah bersabda,”Telah kutinggalkan kamu sekalian pada jalan yang benar dan diatas jalan yang terang dan telah kutinggalkan pula untuk kamu sekalian dua penasehat yang satu pandai bicara yang satunya diam saja, yang pandai bicara adalah al-Qur’an dan yang diam adalah ajal atau kematian. Apabila ada persoalan yang sulit bagimu, maka kembalilah kamu sekalian kepada Al-Qur’an dan kepada sunnah. Dan kalau hati kamu keras membatu maka lunakkan dia dengan mengambil tamsil ibarat dari hal ihwal mati.
Sesudah itu maka Rosullullah saw menderita sakit mulai akhir bulan Shafar selama delapan belas hari. Para sahabat pun menengok silih berganti. Sedang penyakit yang diderita mulai hari pertama sehingga akhir hayatnya ialah pusing kepala.
Rosullullah mulai menjadi Rosullullah pada hari senin dan wafat juga pada hari senin. Tatkala pada hari senin, penyakit beliau bertambah berat. Maka setelah Bilal selesai adzan subuh, dia pergi menghampiri pintu rumah Rosullullah saw sambil mengucapkan salam, “Assalamu alaika ya Rosullullah!” Siti Fatimah menjawab, “ Rosullullah masih sibuk dengan dirinya sendiri” Bilal terus kembali masuk ke Masjid, dia tidak memahami kata-kata Fatimah. Ketika waktu subuh makin terang, Bilal datang lagi menghampiri pintu rumah Rosullullah saw dan salam seperti semula. Rosullullah mendengar suara Bilal itu, maka beliau bersabda: ‘’ Masuklah hai Bilal, aku masih sibuk terhadap diriku sendiri dan penyakitku rasanya bertambah berat. Maka suruhlah Abu Bakar agar sholat berjamaah dengan orang-orang yang hadir. Bilalpun keluar sambil menangis dan meletakkan tangannya diatas kepala, sambil mengeluh, “Aduh musibah, susah, terputus harapan, telah habis hilang tempat tujuan, andaikata ibuku tidak melahirkan aku.”
Bilal terus masuk masjid dan berkata,”Hai sahabat Abu Bakar, sungguh Rosullullah menyuruh engkau agar sholat bersama-sama dengan orang yang hadir, karena Beliau sibuk mengurusi dirinya yang sedang sakit. Ketika Abu Bakar melihat mihrab (tempat sholat imam) kosong dan Rosullullah tidak hadir, maka Abu Bakar menjerit keras sekali dan jatuh tersungkur karena pingsan. Maka ributlah kaum muslimin, sehingga Rosullullah mendengar keributan mereka, dan bertanya kepada Fatimah, “Hai Fatimah mengapa pagi ini, dan apakah keributan di sana itu?” Siti Fatimah menjawab, “Keributan di sana itu ialah kaum muslimin sendiri , karena engkau tidak hadir”. Maka Rosullullah saw memanggil Ali dan Fadhan bin Abbas, lalu beliau bersandar kepada keduanya dan keluar rumah menuju masjid lalu sholat bersama-sama dengan mereka dua rekaat. Selesai sholat beliau berpaling ke belakang dan bersabda, ”Hai kaum muslimin, Kamu semua dalam pemeliharaan dan pertolongan Allah, oleh sebab itu bertaqwalah kepada Allah serta mentaatinya, maka sesungguhnya saya akan meninggalkan dunia ini. Dan di hari ini hari pertamaku di akhirat dan hari terakhir bagiku di dunia”.
Lalu Rosullullah saw berdiri dan pulang ke rumahnya. Kemudian Allah ta’ala memberi perintah kepada malaikat kematian, ”Turunlah Engkau kepada KekasihKu dengan sebaik-baiknya bentuk, dan lakukan dengan halus dalam mencabut ruhnya, kalau dia mengijinkan kamu masuk, masuklah dan kalau tidak mengijinkan maka janganlah masuk dan kembalilah”.
Maka malaikat kematian pun turun dengan bentuk seperti orang Arab Baduwi desa, seraya mengucapkan salam, “Assalamu ‘alaikum ya ahlal baiti nubuwwati wa ma’danir risalati adkhulu?(mudah-mudahan keselamatan tetap untuk kamu sekalian, wahai penghuni rumah kenabian dan sumber risalah, apakah saya boleh masuk?) ”
Maka Rosullullah saw mendengarkan suara malaikat kematian itu dan bersabda, “Hai Fatimah, siapa yang berada di pintu?” Siti Fatimah menjawab, “Seorang Arab Baduwi yang memanggi dantelah aku katakan bahwa Rosullullah sedang sibuk menderita sakitnya, kemudian memanggil lagi yang ketiga kali seperti itu juga, makadia memandang tajam kepadaku, sehingga menggigil gemetar badanku, terasa takut hatiku dan bergeraklah sendi-sendi tulangku seakan-akan hampir berpisah satu sama lainnya serta berubah menjadi pucat warnaku, Rosullullah saw bersabda, “Tahukah engkau wahai Fatimah, siapa dia” Siti Fatimah menjawab, “Tidak” Rosullullah bersabda, “Dia adalah Malaikat yang mencabut segala kelezatan, yang memutus segala macam nafsu syahwat, yang memisahkan perkumpulan-perkumpulan dan yang memusnahkan semua rumah serta meramaikan keadaan kuburan.”
Maka menangislah Siti Fatimah, dengan tangisan yang keras sekali sambil berkata, “ Aduhai celaka nantinya, sebab kematiannya Nabi yang terakhir, sungguh merupakan bencana besar dengan wafatnya orang yang paling taqwa, terputusnya dari pimpinannya para orang-orang yang suci serta penyesalan bagi kami sekalian karena terputusnya wahyu dari langit, maka sungguh saya terhalang mendengarkan perkataan engkau, dan tidak lagi bisa mendengarkan salam engkau sesudah hari ini” Kata Rosullullah, “Jangan Engkau menangis Fatimah, karena sesungguhnya, engkaulah dari antara keluargaku yang pertama berjumpa dengan aku” Selanjutnya Rosullullah saw bersabda, “Masuklah Engkau Malaikat Kematian, Maka Malaikat Kematianpun masuk sambil mengucapkan salam, “Assalamu ‘alaika yaa Rosullullah” Rosullullah menjawab, “Wa laika salam, hai malaikat kematian, engkau datang untuk berkunjung atau untuk mencabut nyawaku?” Kata malaikat Kematian, “Saya datang untuk berkunjung dan untuk mencabut nyawa, sekiranya Engkau mengijinkan. Kalau tidak maka saya akan kembali”.
Kata Rosullullah, “ Hai Malaikat Kematian, dimana Jibril Engkau tinggalkan?” Kata malaikat Kematian, ”Dia saya tinggalkan di langit duniadan para malaikat sedang menghormat memuliakan dia”. Tidak selang sesaat Malaikat Jibril as pun turun dan duduk diarah kepala Rosullullah saw. Kata Rosullullah saw, “Tahukah Engkau kalau ajalku telah dekat?” Jawab malaikat Jibril, “Ya Tahu, Yaa Rosullullah” Kata Rosullullah, “Beritahukanlah kepadaku kemuliaan yang menggembirakanku di sisi Allah”.
Kata Jibril, “Sungguh pintu-pintu langit telah dibuka, para malaikat telah berbaris rapi, menanti ruh engkau di langit, pintu-pintu surga telah telah dibuka dan para bidadari telah berhias menanti kehadiran ruh Engkau”.
Kata Rosullullah, “Alhamdulillah, Hai Jibril, berilah berita gembira tentang umatku di hari kiamat”. Jibril berkata, “Saya beritahukan, bahwa sesungguhnya bahwa Allah ta’ala berfirman, Sungguh telah Aku larang para nabi masuk ke dalam Surga, sehingga engkau masuk lebih dulu, dan Aku larang juga semua umat sehingga umat engkau masuk lebih dahulu.” Kata Rosullullah, “Sekarang telah puas hatiku dan hilanglah rasa susahku. Hai malaikat Kematian mendekatlah kepadaku.”
Malaikat Kematian mendekat dan melaksanakan tugasnya mencabut ruh Beliau, dan ketika ruh sampai di pusat (perut), Rosullullah berkata, “Hai Jibril, alangkah dahsyatnya rasa mati itu” maka malaikat Jibril memalingkan wajahnya dari Rosullullah saw, “Hai Jibril apakah Engkau tidak suka melihat wajahku?” Kata Jibril, “Wahai kekasih Allah, siapakah orangnya yang sampai hati melihat wajah Engkau, sedang Engkau di dalam sakaratul maut”.
Annas bin Malik ra berkata, “ketika ruh nabi Muhammad saw sampai di dada beliau bersabda, Aku wasiatkan agar kamu sekalan menjaga sholat dan apa-apa yang menjadi tanggungannmu maka, masih saja beliau berwasiat dengan keduanya itu sampai putuslah perkataannya.”
Kata Ali ra, ´Sungguh Rosullullah saw ketika menjelang akhir hanyatnya telah menggerakkan dua bbibirnya dua kali, dan ketika saya mendekatkan telinga, saya mendengarkan beliau mengucapkan dengan pelan-pelan, umatku… umatku…”
Maka ruh Rosulullah saw dicabut pada hari senin bulan Rabi’ul awwal. Seandainya dunia ini akan kekal bagi seseorang, Niscaya Rosulullah saw di dunia ini akan kekal.
Diriwayatkan, bahwa Ali telah membaringkan jenazah Rosullullah saw untuk dimandikan tiba-tiba ada suara dari sudut rumah yang mengatakan dengan keras sekali, “Muhammad jangan engkau mandikan karena dia sudah suci dan disucikan” maka timbullah keragu-raguan pada diri Ali terhadap suara itu. Kata Ali, “Siapa Engkau sebenarnya, karena sesungguhnya Nabi Muhammad saw telah memerintahkan untuk memandikan.”
Tiba-tiba ada suara lain yang mengatakan, “Wahai Ali, mandikanlah dia,karena sesungguhnya suara yang pertama tadi adalah suara Iblis terkutuk, sebab dengki terhadap Muhammad saw maka dia bermaksud agar beliau dimasukkan ke dalam kubur tanpa dimandikan”.
Kata Ali, “Semoga Allah membalas kebaikan kepadamu, sebab Engkau telah memberitahukan bahwa tadi itu suara iblis terkutuk, maka siapakah Engkau?” Suara itu menjawab, “Saya adalah Nabi Khidir, menghadiri jenazah Nabi Muhammad saw.”
Selanjutnya Ali ra, memandikan Jasad Nabi Muhammad saw, Fadhal bin Abbas dan Usamah bin Zahid ra yang menuangkan air dan malaikat Jibril telah datang dengan membawa obat penahan kehancuran jasad dari surga. Kemudian mereka mengkafani beliau serta menguburnya di kamar Siti Aisyah ra, di tengah malam Rabu, sedang Siti Aisyah ra berdiri di atas kubur Nabi Muhammad saw sambil berkata, “Hai orang yang belum pernah mengenakan pakaian dari sutra, dan belum pernah tidur di atas ranjang yang empuk, hai orang yang keluar dari dunia sedang perutnya belum pernah kenyang meskipun dengan roti,dengan gandum kasar; hai orang yang memilih tidur di atas tikar daripada balai/ranjang; hai orang yang tidak tidur sepanjang malam karena takut siksa neraka Sa’ir” (Duratun Nasihin, Pengajian ke 16)
9 Pedang Nabi Muhammad SAW
ini adalah pedang-pedang yang pernah dipakai oleh Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya untuk berdakwah. jumlah total pedang yang pernah digunakan ada 9 buah.
1.Al Mat'thur
Juga dikenal sebagai 'Ma'thur Al-Fijar' adalah pedang yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW sebelum dia menerima wahyu yang pertama di Mekah. Pedang ini diberi oleh ayahnya, dan dibawa waktu hijrah dari Mekah ke Medinah sampai akhirnya diberikan bersama-sama dengan peralatan perang lain kepada Ali bin Abi Thalib.
Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 99 cm. Pegangannya terbuat dari emas dengan bentuk berupa 2 ular dengan berlapiskan emeralds dan pirus. Dekat dengan pegangan itu terdapat Kufic ukiran tulisan Arab berbunyi: 'Abdallah bin Abd al-Mutalib'.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa 'uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
2.Al Adb
Al-'Adb, nama pedang ini, berarti "memotong" atau "tajam." Pedang ini dikirim ke para sahabat Nabi Muhammad SAW sesaat sebelum Perang Badar. Dia menggunakan pedang ini di Perang Uhud dan pengikut-pengikutnnya menggunakan pedang ini untuk menunjukkan kesetiaan kepada Nabi Muhammad SAW.
Sekarang pedang ini berada di masjid Husain di Kairo Mesir.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa 'uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
3.Dhu Al Faqar
Dhu Al Faqar adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan pada waktu perang Badr. Dan dilaporkan bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan pedang ini kepada Ali bin Abi Thalib, yang kemudian Ali mengembalikannya ketika Perang Uhud dengan bersimbah darah dari tangan dan bahunya, dengan membawa Dhu Al Faqar di tangannya. Banyak sumber mengatakan bahwa pedang ini milik Ali Bin Abi Thalib dan keluarga. Berbentuk blade dengan dua mata.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa 'uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
4.Al Battar
Al Battar adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan dari Banu Qaynaqa. Pedang ini disebut sebagai 'Pedangnya para nabi', dan di dalam pedang ini terdapat ukiran tulisan Arab yang berbunyi : 'Nabi Daud AS, Nabi Sulaiman AS, Nabi Musa AS, Nabi Harun AS, Nabi Yusuf AS, Nabi Zakaria AS, Nabi Yahya AS, Nabi Isa AS, Nabi Muhammad SAW'. Di dalamnya juga terdapat gambar Nabi Daud AS ketika memotong kepala dari Goliath, orang yang memiliki pedang ini pada awalnya. Di pedang ini juga terdapat tulisan yang diidentifikasi sebagai tulisan Nabataean.
Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 101 cm. Dikabarkan bahwa ini adalah pedang yang akan digunakan Nabi Isa AS kelak ketika dia turun ke bumi kembali untuk mengalahkan Dajjal.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa 'uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
5.Hatf
Hatf adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan dari Banu Qaynaqa. Dikisahkan bahwa Nabi Daud AS mengambil pedang 'Al Battar' dari Goliath sebagai rampasan ketika dia mengalahkan Goliath tersebut pada saat umurnya 20 tahun. Allah SWT memberi kemampuan kepada Nabi Daud AS untuk 'bekerja' dengan besi, membuat baju baja, senjata dan alat perang, dan dia juga membuat senjatanya sendiri. Dan Hatf adalah salah satu buatannya, menyerupai Al Battar tetapi lebih besar dari itu. Dia menggunakan pedang ini yang kemudian disimpan oleh suku Levita (suku yang menyimpan senjata-senjata barang Israel) dan akhirnya sampai ke tangan Nabi Muhammad SAW
Sekarang pedang ini berada di Musemum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade, dengan panjang 112 cm dan lebar 8 cm.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa 'uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
6.Al Mikhdham
Ada yang mengabarkan bahwa pedang ini berasal dari Nabi Muhammad SAW yang kemudian diberikan kepada Ali bin Abi Thalib dan diteruskan ke anak-anaknya Ali. Tapi ada kabar lain bahwa pedang ini berasal dari Ali bin Abi Thalib sebagai hasil rampasan pada serangan yang dia pimpin di Syria.
Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 97 cm, dan mempunyai ukiran tulisan Arab yang berbunyi: 'Zayn al-Din al-Abidin'.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa 'uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
7.Al Rasub
Ada yang mengatakan bahwa pedang ini dijaga di rumah Nabi Muhammad SAW oleh keluarga dan sanak saudaranya seperti layaknya bahtera (Ark) yang disimpan oleh bangsa Israel
Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 140 cm, mempunyai bulatan emas yang didalamnya terdapat ukiran tulisan Arab yang berbunyi: 'Ja'far al-Sadiq'.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa 'uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
8.Al Qadib
Al-Qadib berbentuk blade tipis sehingga bisa dikatakan mirip dengan tongkat. Ini adalah pedang untuk pertahanan ketika bepergian, tetapi tidak digunakan untuk peperangan. Ditulis di samping pedang berupa ukiran perak yang berbunyi syahadat: "Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad Rasul Allah - Muhammad bin Abdallah bin Abd al-Mutalib." Tidak ada indikasi dalam sumber sejarah bahwa pedang ini telah digunakan dalam peperangan. Pedang ini berada di rumah Nabi Muhammad SAW dan kemudian hanya digunakan oleh khalifah Fatimid.
Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Panjangnya adalah 100 cm dan memiliki sarung berupa kulit hewan yang dicelup.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa 'uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
9.Qal'a
Pedang ini dikenal sebagai "Qal'i" atau "Qul'ay." Nama yang mungkin berhubungan dengan tempat di Syria atau tempat di dekat India Cina. Ulama negara lain bahwa kata "qal'i" merujuk kepada "timah" atau "timah putih" yang di tambang berbagai lokasi. Pedang ini adalah salah satu dari tiga pedang Nabi Muhammad SAW yang diperoleh sebagai rampasan dari Bani Qaynaqa. Ada juga yang melaporkan bahwa kakek Nabi Muhammad SAW menemukan pedang ini ketika dia menemukan air Zamzam di Mekah.
Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 100 cm. Didalamnya terdapat ukiran bahasa Arab berbunyi: "Ini adalah pedang mulia dari rumah Nabi Muhammad SAW, Rasul Allah." Pedang ini berbeda dari yang lain karena pedang ini mempunyai desain berbentuk gelombang.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa 'uddah harbi-hi
No comments:
Post a Comment