

Penjelasan
bahwa Rasulullah Muhammad saw masih hidup setelah kewafatannya saya
kutipkan dari kitab Tanwirul Halak karya Imam Suyuti. Berikut kutipan
dari Kitab Tanwirul Halak: Imam al-Baihaqi telah membahas sepenggal
kehidupan para nabi. Ia menyatakan dalam kitab Dalailun Nubuwwah: “Para
nabi hidup di sisi Tuhan mereka seperti para syuhada.” Abu Manshur
‘Abdul Qahir bin Thahir al-Baghdadi mengatakan: “Para sahabat kami yang
ahli kalam al-muhaqqiqun berpendapat bahwa Nabi kita Muhammad saw hidup
setelah wafatnya. Adalah beliau saw bergembira dengan ketaatan ummatnya
dan bersedih dengan kemaksiatan mereka, dan beliau membalas shalawat
dari ummatnya.” Ia menambahkan, “Para nabi as tidaklah dimakan oleh bumi
sedikit pun. Musa as sudah meninggal pada masanya, dan Nabi kita
mengabarkan bahwa beliau melihat ia shalat di kuburnya. Disebutkan dalam
hadis yang membahas masalah mi’raj, bahwasanya Nabi Muhammad saw
melihat Nabi Musa as di langit ke empat serta melihat Adam dan Ibrahim.
Jika hal ini benar adanya, maka kami berpendapat bahwa Nabi kita
Muhammad saw juga hidup setelah wafatnya, dan beliau dalam kenabiannya.”
Al-Qurtubi dalam at-Tadzkirah mengenai hadis kematian dari syeikhnya
mengatakan: “Kematian bukanlah ketiadaan yang murni, namun kematian
merupakan perpindahan dari satu keadaan kepada keadaan lain. Hal ini
menunjukkan bahwa para syuhada (orang yang mati syahid) setelah kematian
mereka, mereka hidup dengan diberikan rejeki, dalam keadaan gembira dan
suka cita. Hal ini merupakan sifat orang-orang yang hidup di dunia.
Jika sifat kehidupan di dunia ini saja diberikan kepada para syuhada
(orang yang mati syahid), tentu para nabi lebih berhak untuk
menerimanya.” Benar, ungkapan yang mengatakan bahwa bumi tidak memakan
jasad para nabi as. Hal itu terbukti bahwa Nabi Muhammad saw berkumpul
dengan para nabi pada malam isra’ di Baitul Maqdis dan di langit, serta
melihat Nabi Musa berdiri shalat di kuburnya. Nabi juga mengabarkan
bahwa beliau menjawab salam dari orang yang mengucapkan salam kepadanya.
Sampai hal yang lebih dari itu, di mana secara global hal tersebut bisa
menjadi dasar penyangkalan terhadap kematian para nabi as yang
semestinya adalah mereka kembali; gaib dari pada kita, hingga kita tidak
bisa menemukan mereka, padahal mereka itu wujud, hidup dan tidaklah
melihat mereka seorang pun dari kita melainkan orang yang oleh Allah
diberikan kekhususan dengan karamah. Abu Ya’la dalam Musnad-nya dan
al-Baihaqi dalam kitab Hayatul Anbiya’ mengeluarkan hadis dari Anas ra:
Nabi saw bersabda: “Para nabi hidup di kubur mereka dalam keadaan
mengerjakan shalat.” Al-Baihaqi mengeluarkan hadis dari Anas ra: Nabi
saw bersabda, “Sesungguhnya para nabi tidaklah ditinggalkan di dalam
kubur mereka setelah empat puluh malam, akan tetapi mereka shalat di
hadapan Allah SWT sampai ditiupnya sangkakala.” Sufyan meriwayatkan
dalam al- Jami’, ia mengatakan: “Syeikh kami berkata, dari Sa’idbin al-
Musayyab, ia mengatakan, “Tidaklah seorang nabi itu tinggal di dalam
kuburnya lebih dari empat puluh malam, lalu ia diangkat.” Al-Baihaqi
menyatakan, atas dasar inilah mereka layaknya seperti orang hidup
kebanyakan, sesuai dengan Allah menempatkan mereka. ‘Abdur Razzaq dalam
Musnadnya meriwayatkan dari as-Tsauri, dari Abil Miqdam, dari Sa’id bin
Musayyab, ia berkata: “Tidaklah seorang nabi mendiami bumi lebih dari
empat puluh hari.” Abui Miqdam meriwayatkan dari Tsabit bin Hurmuz
al-Kufi, seorang syeikh yang shaleh, Ibn Hibban dalam Tarikhnya dan
Thabrani dalam al-Kabir serta Abu Nua’im dalam al-Hilyah, dari Anas ra
berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seorang nabi pun yang
meninggal, kemudian mendiami kuburnya kecuali hanya empat puluh hari.”
Imamul Haramairi dalam kitab an-Nihayah, dan ar-Rafi’i dalam kitab
as-Syarah diriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda “Aku dimuliakan oleh
Tuhanku dari ditinggalkannya aku dikubur selama tiga hari.” Imam al-
Haramain menambahkan, diriwayatkan lebih dari dua hari. Abui Hasan bin
ar-Raghwati al- Hanbali mencantumkan dalam sebagian kitab-kitabnya:
“Sesungguhnya Allah tidak meninggalkan seorang nabi pun di dalam
kuburnya lebih dari setengah hari.” Al-Imam Badruddin bin as-Shahib
dalam Tadzkirahnya membahas dalam satu bab tentang hidupnya Nabi saw
setelah memasuki alam bnrzokh. Ia mengambil dalil penjelasan Pemilik
syari’at (Allah) dari firmanNya: “Janganlah kamu mengira bahwa orang-
orang yang gugur di jalan Allah, itu mati, bahkan mereka itu hidup di
sisi Tuhannya dengan mendapat rejeki,” (QS. Ali ‘Imran: 169). Keadaan di
atas menjelaskan tentang kehidupan alam barzakh setelah kematian, yang
dialami oleh salah satu golongan dari ummat ini yang termasuk dalam
golongan orang-orang yang bahagia (sn’ada’). Apakah hal- ikhwal mereka
lebih tinggi dibandingkan dengan kedudukan Nabi saw? Sebab mereka
memperoleh kedudukan semacam ini dengan barakah dan dengan sebab mereka
mengikuti beliau, serta bersifat dengan hal yang memang selayaknya
mereka memperoleh ganjaran kedudukan ini dengan syahadah (kesaksian),
dan syahadah Nabi Muhammad saw itu merupakan paling sempurnanya
syahadah. Nabi Muhammad saw bersabda: “Aku melewati Nabi Musa as pada
malam aku dasra’kan berada di sisi bukit pasir merah, ia sedang berdiri
shalat di kuburnya.” Hal ini jelas sebagai penetapan atas hidupnya Musa
as, sebab Nabi saw menggambarkannya sedang melakukan shalat dalam posisi
berdiri. Hal semacam ini tidaklah disifati sebagai ruh, melainkan
jasad, dan pengkhususannya di kubur merupakan dalilnya. Sebab sekiranya
(yang tampak itu) adalah sifat-sifat ruh, maka tidak memerlukan
pengkhususan di kuburnya. Tidak seorang pun yang akan mengatakan/
berpendapat bahwa ruh-ruh para nabi terisolir (terpenjara) di dalam
kubur beserta jasadnya, sedangkan ruh-ruh para su’ada’ (orang-orang yang
bahagia/sentosa) dan kaum mukminin berada di surga. Di dalam ceritanya,
Ibn ‘Abbas menuturkan ra: “Aku merasa tidak sah shalatku sepanjang
hidup kecuali sekali shalat saja. Hal itu terjadi ketika aku berada di
Masjidil Haram pada waktu Shubuh. Ketika imam takbiratul ihram, aku juga
melakukan hal yang sama. Tiba-tiba aku merasa ada kekuatan yang
menarikku; kemudian aku berjalan bersama Rasuhdlah antara Mekkah dan
Madinah. Kemudian kami melewati sebuah lembah. Nabi bertanya, “Lembah
apakah ini?”Mereka menjawab, “Lembah Azraq.” Kemudian Ibn ‘Abbas
berkata, “Seolah-olah aku melihat Musa meletakkan kedua jari telunjuk ke
telinganya sambil berdoa kepada Allah dengan talbiyah melewati lembah
ini. Kemudian kami melanjutlam perjalanan hingga kami sampai pada sebuah
sungai kecil di bukit.” Ibn ‘Abbas melanjutkan kisahnya, “Seolah-olah
aku melihat Nabi Yunus di atas unta yang halus, di atasnya ada jubah wol
melewati lembah ini sambil membaca talbiyah.” Dipertanyakan di sini,
bagaimana Ibn ‘Abbas bisa menuturkan tentang haji dan talbiyah mereka,
padahal mereka sudah meninggal? Dijawab: bahwasanya para syuhada itu
hidup di sisi Tuhan mereka dengan diberikan rejeki, maka tidak jauh
pula, jika mereka haji dan shalat serta bertaqarrub dengan semampu
mereka, meskipun mereka berada di akhirat. Sebenarnya mereka di dunia
mi, yakni kampungnya amal, sampai jika telah habis masanya dan berganti
ke kampung akhirat, yakni kampungnya jaza’ (pembalasan), maka habis pula
amalnya. Ini pendapat dari al-Qadhi Iyadh. Al-Qadhi Iyadh mengatakan
bahwa mereka itu melaksanakan haji dengan jasad mereka dan meninggalkan
kubur mereka, maka bagaimana bisa diingkari berpisahnya Nabi saw dengan
kuburnya, jika beliau haji, shalat ataupun isra’ dengan jasadnya ke
langit, tidaklah beliau terpendam di dalam kubur. Kesimpulannya dari
beberapa penukilan dan hadis tersebut, bahwa Nabi saw hidup dengan jasad
dan ruhnya. Dan beliau melakukan aktivitas dan berjalan, sekehendak
beliau di seluruh penjuru bumi dan di alam malakut. Dan beliau dalam
bentuk/keadaan seperti saat sebelum beliau wafat, tidak berubah sedikit
pun. Beliau tidak tampak oleh pandangan sebagaimana para malaikat yang
wujudnya adalah ada dan hidup dengan jasad mereka. Jika Allah
berkehendak mengangkat hijab tersebut terhadap orang yang Dia kehendaki
sebagai bentuk anugerah dengan melihat Nabi, maka orang tersebut akan
melihat beliau dalam keadaan apa adanya (seperti saat beliau hidup) dan
tidak ada sesuatu pun yang menghalangi dari hal tersebut serta tidak ada
pula yang menentang atas pengkhususan melihat yang semisalnya.

Oleh : Fuad
Kauma Tangisan ketakutan inilah yang sering dilakukan Nabi Muhammad SAW,
dalam munajatnya kepada Allah, diantara tangisan itu adalah : 1. Air
mata Rasulullah menjelang perang Badar. Nabi Muhammad menangis dalam
shalatnya menjelang perang Badar, dalam usahanya memohon pertolongan
Allah agar kaum muslimin diberikan kemenangan, untuk mengembalikan
wibawa kaum muslim dari penindasan dan penghinaan kaum kafir Quraisy. 2.
Air mata Rasulullah melihat jasad Mush’ab. Mush’ab meninggal pada
perang Badar, sebagai Duta Islam yang pertama yang menyampaikan agama
tauhid. Ketika tak ada sehelai kain yang mampu menutupi jasadnya maka
Rasulullah mengatakan, ‘Tutuplah ke bagian kepalanya (kain burdah),
sedang kakinya tutupilah dengan rumput idzkir’. 3. Air mata Rasulullah
mendengar kematian Ja’far. Sahabat Rasulullah yang meninggal pada perang
Mu’tah. 4. Air mata Rasulullah atas kematian Utsman bin Mazh’un. Utsman
bin Mazh’un adalah muhajiran pertama yang meninggal di Madinah, dan
Nabi Muhammad mencium kening dari jasad Ustman dan berkata, ‘Semoga
Allah memberimu rahmat, wahai Abu Saib. Kamu pergi meninggalkan dunia,
tak satupun keuntungan yang kamu peroleh daripadanya(dunia), serta tak
satupun kerugian (dunia) pun deritanya daripadamu’. 5. Air mata
Rasulullah melihat jasad Hamzah. Hamzah adalah paman Rasulullah, yang
meninggal pada perang Uhud, perang balasan kaum kafir atas kekalahannya
pada perang Badar. 6. Air mata Rasullulah melihat Sa’ad bin Ubadah
sakit. 7. Air mata Rasulullah mendengar kematian Abdullah. Sahabat nabi
yang pertama kali di Baiat, Baiat terkanal dengan Baiatul Aqabah 1, dan
meninggal pada saat perang Mu’tah. 8. Air mata Rasulullah mengingat
nasib Husain. Saat kelahiran cucu Rasulullah yang kedua nabi Muhammad
menangis sambil memangku Husain, karena Nabi telah tahu nasib Husain
akan dibantai di Padang Karbala. 9. Air mata Rasulullah ketika putranya
meninggal. Ibrahim adalah putra Nabi Muhammad dari istrinya yang bernama
Mariyah Al-Qibthiyyah, meninggal saat berusia kurang dari 2 tahun. 10.
Air mata Rasulullah terhadap kematian Ruqayyah. Ruqayyah adalah putri
sulung Nabi Muhammad dari khadijah. 11. Air mata Rasulullah melihat
penderitaan Fatimah. Fatima Az-Zarrah putri terakhir Rasulullah. 12. Air
mata Rasulullah melihat kemelaratan Fatimah. 13. Air mata Rasulullah
melihat kemurahan hati Fatimah. Sabda nabi, “Roh suci (malaikat Jibril
as) telah dating padaku memberitahu bahwa pada saat Fatimah meninggal
dunia, di dalam kuburnya ia akan didatangi malaikat dan ditanya, ‘Siapa
tuhanmu?’ Maka Fatimah menjawab, ‘Allah tuhanku’. Dan ditanya lagi,
‘Siapa nabimu?’ Ia akan menjawab, ‘Ayahku’. “Barang siapa di kemudian
hari berziarah ke pusaraku (makamku), di sama artinya mengunjungiku di
kala aku masih hidup. Dan barang siapa berziarah ke makam Fatimah, dia
sama dengan berziarah ke pusaraku”. 14. Air mata Rasulullah mengingat
ibunya. 15. Air mata Rasulullah teringat keyatimannya. 16. Air mata
Rasulullah mengingat kemalangannya. 17. Air mata Rasulullah
ditinggalkan istri tercinta. 18. Air mata Rasulullah melihat kalung
putrinya. 19. Air mata Rasulullah melihat pilihan Zaid bin Haritsah.
20. Zaid merupakan tawanan yang dicuri perampok kemudian di beli oleh
paman Khadijah yaitu Hakim bin Hizam dan di berikan kepada Rasulullah
suami Khadijah, ketika ayah dan paman zaid datang ingin menebusnya dari
Rasulullah maka Zaid lebih memilih Rasulullah, kemudian Zaid diangkat
anak oleh Rasulullah. 21. Air mata Rasulullah menghayati isi Al-Quran.
22. Air mata Rasulullah mendengar peringatan. 23. Air mata
Rasulullah mengingat siksaan wanita. 24. Air mata Rasulullah mengingat
nasib umatnya. 25. Air mata Rasulullah mengingat hari hisab. 26.
Air mata Rasulullah dalam mensyukuri nikmat. 27. Air mata Rasulullah
dalam shalat gerhana matahari. 28. Air mata Rasulullah mendengar
protes seorang ayah. 29. Air mata Rasulullah melihat kasih sayang
sahabatnya. 30. Air mata Rasulullah teringat siksaan musyrikin
Quraisy. 31. Air mata Rasulullah ketika ingat neraka. 32. Air mata
Rasulullah atas kematian anak Usman bin Zaid. Menangis adalah sesuatu
yang alamiah dan fitrah manusia ketika hatinya sedang dirundung duka dan
kesedihan. Begitu juga yang dialami oleh Rasulullah SAW. Ketika
bersedih, beliau menangis tapi tak bersuara hanya meneteskan air mata.
Islam masuk ke Nusantara dibawa para pedagang dari Gujarat, India, di
abad ke 14 Masehi. Teori masuknya Islam ke Nusantara dari Gujarat ini
disebut juga sebagai Teori Gujarat. Demikian menurut buku- buku sejarah
yang sampai sekarang masih menjadi buku pegangan bagi para pelajar kita,
dari tingkat sekolah dasar hingga lanjutan atas, bahkan di beberapa
perguruan tinggi.

Namun, tahukah
Anda bahwa Teori Gujarat ini berasal dari seorang orientalis asal
Belanda yang seluruh hidupnya didedikasikan untuk menghancurkan Islam?
Orientalis ini bernama Snouck Hurgronje, yang demi mencapai tujuannya,
ia mempelajari bahasa Arab dengan sangat giat, mengaku sebagai seorang
Muslim, dan bahkan mengawini seorang Muslimah, anak seorang tokoh di
zamannya. Menurut sejumlah pakar sejarah dan juga arkeolog, jauh sebelum
Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, telah terjadi kontak dagang antara
para pedagang Cina, Nusantara, dan Arab. Jalur perdagangan selatan ini
sudah ramai saat itu. Mengutip buku Gerilya Salib di Serambi Makkah
(Rizki Ridyasmara, Pustaka Alkautsar, 2006) yang banyak memaparkan
bukti-bukti sejarah soal masuknya Islam di Nusantara, Peter Bellwood,
Reader in Archaeology di Australia National University, telah melakukan
banyak penelitian arkeologis di Polynesia dan Asia Tenggara. Bellwood
menemukan bukti- bukti yang menunjukkan bahwa sebelum abad kelima
masehi, yang berarti Nabi Muhammad SAW belum lahir, beberapa jalur
perdagangan utama telah berkembang menghubungkan kepulauan Nusantara
dengan Cina. Temuan beberapa tembikar Cina serta benda-benda perunggu
dari zaman Dinasti Han dan zaman-zaman sesudahnya di selatan Sumatera
dan di Jawa Timur membuktikan hal ini. Dalam catatan kakinya Bellwood
menulis, “Museum Nasional di Jakarta memiliki beberapa bejana keramik
dari beberapa situs di Sumatera Utara. Selain itu, banyak barang
perunggu Cina, yang beberapa di antaranya mungkin bertarikh akhir masa
Dinasti Zhou (sebelum 221 SM), berada dalam koleksi pribadi di London.
Benda-benda ini dilaporkan berasal dari kuburan di Lumajang, Jawa Timur,
yang sudah sering dijarah…” Bellwood dengan ini hendak menyatakan bahwa
sebelum tahun 221 SM, para pedagang pribumi diketahui telah melakukan
hubungan dagang dengan para pedagang dari Cina. Masih menurutnya,
perdagangan pada zaman itu di Nusantara dilakukan antar sesama pedagang,
tanpa ikut campurnya kerajaan, jika yang dimaksudkan kerajaan adalah
pemerintahan dengan raja dan memiliki wilayah yang luas. Sebab kerajaan
Budha Sriwijaya yang berpusat di selatan Sumatera baru didirikan pada
tahun 607 Masehi (Wolters 1967; Hall 1967, 1985). Tapi bisa saja
terjadi, “kerajaan-kerajaan kecil” yang tersebar di beberapa pesisir
pantai sudah berdiri, walau yang terakhir ini tidak dijumpai catatannya.
Di Jawa, masa sebelum masehi juga tidak ada catatan tertulisnya.
Pangeran Aji Saka sendiri baru “diketahui” memulai sistem penulisan
huruf Jawi kuno berdasarkan pada tipologi huruf Hindustan pada masa
antara 0 sampai 100 Masehi. Dalam periode ini di Kalimantan telah
berdiri Kerajaan Hindu Kutai dan Kerajaan Langasuka di Kedah, Malaya.
Tarumanegara di Jawa Barat baru berdiri tahun 400-an Masehi. Di
Sumatera, agama Budha baru menyebar pada tahun 425 Masehi dan mencapai
kejayaan pada masa Kerajaan Sriwijaya. Temuan G. R Tibbets Adanya jalur
perdagangan utama dari Nusantara—terutama Sumatera dan Jawa—dengan Cina
juga diakui oleh sejarahwan G. R. Tibbetts. Bahkan Tibbetts- lah orang
yang dengan tekun meneliti hubungan perniagaan yang terjadi antara para
pedagang dari Jazirah Arab dengan para pedagang dari wilayah Asia
Tenggara pada zaman pra Islam. Tibbetts menemukan bukti-bukti adanya
kontak dagang antara negeri Arab dengan Nusantara saat itu. “Keadaan ini
terjadi karena kepulauan Nusantara telah menjadi tempat persinggahan
kapal-kapal pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad kelima
Masehi, ” tulis Tibbets. Jadi peta perdagangan saat itu terutama di
selatan adalah Arab-Nusantara-China. Sebuah dokumen kuno asal Tiongkok
juga menyebutkan bahwa menjelang seperempat tahun 700 M atau sekitar
tahun 625 M—hanya berbeda 15 tahun setelah Rasulullah menerima wahyu
pertama atau sembilan setengah tahun setelah Rasulullah berdakwah
terang- terangan kepada bangsa Arab— di sebuah pesisir pantai Sumatera
sudah ditemukan sebuah perkampungan Arab Muslim yang masih berada dalam
kekuasaan wilayah Kerajaan Budha Sriwijaya. Di perkampungan-
perkampungan ini, orang-orang Arab bermukim dan telah melakukan
asimilasi dengan penduduk pribumi dengan jalan menikahi perempuan-
perempuan lokal secara damai. Mereka sudah beranak–pinak di sana. Dari
perkampungan- perkampungan ini mulai didirikan tempat-tempat pengajian
al-Qur’an dan pengajaran tentang Islam sebagai cikal bakal madrasah dan
pesantren, umumnya juga merupakan tempat beribadah (masjid). Temuan ini
diperkuat Prof. Dr. HAMKA yang menyebut bahwa seorang pencatat sejarah
Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 M telah menemukan satu kelompok
bangsa Arab yang membuat kampung dan berdiam di pesisir Barat Sumatera.
Ini sebabnya, HAMKA menulis bahwa penemuan tersebut telah mengubah
pandangan orang tentang sejarah masuknya agama Islam di Tanah Air. HAMKA
juga menambahkan bahwa temuan ini telah diyakini kebenarannya oleh para
pencatat sejarah dunia Islam di Princetown University di Amerika.
Pembalseman Firaun Ramses II Pakai Kapur Barus Dari Nusantara Dari
berbagai literatur, diyakini bahwa kampung Islam di daerah pesisir Barat
Pulau Sumatera itu bernama Barus atau yang juga disebut Fansur. Kampung
kecil ini merupakan sebuah kampung kuno yang berada di antara kota
Singkil dan Sibolga, sekitar 414 kilometer selatan Medan. Di zaman
Sriwijaya, kota Barus masuk dalam wilayahnya. Namun ketika Sriwijaya
mengalami kemunduran dan digantikan oleh Kerajaan Aceh Darussalam, Barus
pun masuk dalam wilayah Aceh. Amat mungkin Barus merupakan kota tertua
di Indonesia mengingat dari seluruh kota di Nusantara, hanya Barus yang
namanya sudah disebut-sebut sejak awal Masehi oleh literatur- literatur
Arab, India, Tamil, Yunani, Syiria, Armenia, China, dan sebagainya.
Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, salah seorang
Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di Aleksandria Mesir, pada abad
ke-2 Masehi, juga telah menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera
terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang dikenal
menghasilkan wewangian dari kapur barus. Bahkan dikisahkan pula bahwa
kapur barus yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke
Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan
Firaun sejak Ramses II atau sekitar 5. 000 tahun sebelum Masehi!
Berdasakan buku Nuchbatuddar karya Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai
daerah awal masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-7 Masehi.
Sebuah makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai, Barus, di batu
nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi. Ini
memperkuat dugaan bahwa komunitas Muslim di Barus sudah ada pada era
itu. Sebuah Tim Arkeolog yang berasal dari Ecole Francaise
D’extreme-Orient (EFEO) Perancis yang bekerjasama dengan peneliti dari
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua-Barus, telah
menemukan bahwa pada sekitar abad 9-12 Masehi, Barus telah menjadi
sebuah perkampungan multi-etnis dari berbagai suku bangsa seperti Arab,
Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu,
dan sebagainya. Tim tersebut menemukan banyak benda-benda berkualitas
tinggi yang usianya sudah ratusan tahun dan ini menandakan dahulu kala
kehidupan di Barus itu sangatlah makmur. Di Barus dan sekitarnya, banyak
pedagang Islam yang terdiri dari orang Arab, Aceh, dan sebagainya hidup
dengan berkecukupan. Mereka memiliki kedudukan baik dan pengaruh cukup
besar di dalam masyarakat maupun pemerintah (Kerajaan Budha Sriwijaya).
Bahkan kemudian ada juga yang ikut berkuasa di sejumlah bandar. Mereka
banyak yang bersahabat, juga berkeluarga dengan raja, adipati, atau
pembesar-pembesar Sriwijaya lainnya. Mereka sering pula menjadi
penasehat raja, adipati, atau penguasa setempat. Makin lama makin banyak
pula penduduk setempat yang memeluk Islam. Bahkan ada pula raja,
adipati, atau penguasa setempat yang akhirnya masuk Islam. Tentunya
dengan jalan damai (Rz/eramuslim) Sejarahwan T. W. Arnold dalam karyanya
“The Preaching of Islam” (1968) juga menguatkan temuan bahwa agama
Islam telah dibawa oleh mubaligh- mubaligh Islam asal jazirah Arab ke
Nusantara sejak awal abad ke-7 M. Setelah abad ke-7 M, Islam mulai
berkembang di kawasan ini, misal, menurut laporan sejarah negeri
Tiongkok bahwa pada tahun 977 M, seorang duta Islam bernama Pu Ali (Abu
Ali) diketahui telah mengunjungi negeri Tiongkok mewakili sebuah negeri
di Nusantara (F. Hirth dan W. W. Rockhill (terj), Chau Ju Kua, His Work
On Chinese and Arab Trade in XII Centuries, St.Petersburg: Paragon Book,
1966, hal. 159). Bukti lainnya, di daerah Leran, Gresik, Jawa Timur,
sebuah batu nisan kepunyaan seorang Muslimah bernama Fatimah binti
Maimun bertanggal tahun 1082 telah ditemukan. Penemuan ini membuktikan
bahwa Islam telah merambah Jawa Timur di abad ke-11 M (S. Q. Fatini,
Islam Comes to Malaysia, Singapura: M. S. R.I., 1963, hal. 39). Dari
bukti-bukti di atas, dapat dipastikan bahwa Islam telah masuk ke
Nusantara pada masa Rasulullah masih hidup. Secara ringkas dapat
dipaparkan sebagai berikut: Rasululah menerima wahyu pertama di tahun
610 M, dua setengah tahun kemudian menerima wahyu kedua (kuartal pertama
tahun 613 M), lalu tiga tahun lamanya berdakwah secara
diam-diam—periode Arqam bin Abil Arqam (sampai sekitar kuartal pertama
tahun 616 M), setelah itu baru melakukan dakwah secara terbuka dari
Makkah ke seluruh Jazirah Arab. Menurut literatur kuno Tiongkok, sekitar
tahun 625 M telah ada sebuah perkampungan Arab Islam di pesisir
Sumatera (Barus). Jadi hanya 9 tahun sejak Rasulullah SAW
memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir Sumatera sudah
terdapat sebuah perkampungan Islam. Selaras dengan zamannya, saat itu
umat Islam belum memiliki mushaf Al-Qur’an, karena mushaf Al-Qur’an baru
selesai dibukukan pada zaman Khalif Utsman bin Affan pada tahun 30 H
atau 651 M. Naskah Qur’an pertama kali hanya dibuat tujuh buah yang
kemudian oleh Khalif Utsman dikirim ke pusat-pusat kekuasaan kaum
Muslimin yang dipandang penting yakni (1) Makkah, (2) Damaskus, (3)
San’a di Yaman, (4) Bahrain, (5) Basrah, (6) Kuffah, dan (7) yang
terakhir dipegang sendiri oleh Khalif Utsman. Naskah Qur’an yang tujuh
itu dibubuhi cap kekhalifahan dan menjadi dasar bagi semua pihak yang
berkeinginan menulis ulang. Naskah-naskah tua dari zaman Khalifah Utsman
bin Affan itu masih bisa dijumpai dan tersimpan pada berbagai museum
dunia. Sebuah di antaranya tersimpan pada Museum di Tashkent, Asia
Tengah. Mengingat bekas-bekas darah pada lembaran-lembaran naskah tua
itu maka pihak-pihak kepurbakalaan memastikan bahwa naskah Qur’an itu
merupakan al-Mushaf yang tengah dibaca Khalif Utsman sewaktu mendadak
kaum perusuh di Ibukota menyerbu gedung kediamannya dan membunuh sang
Khalifah. Perjanjian Versailes (Versailes Treaty), yaitu perjanjian
damai yang diikat pihak Sekutu dengan Jerman pada akhir Perang Dunia I,
di dalam pasal 246 mencantumkan sebuah ketentuan mengenai naskah tua
peninggalan Khalifah Ustman bin Affan itu yang berbunyi: (246) Di dalam
tempo enam bulan sesudah Perjanjian sekarang ini memperoleh kekuatannya,
pihak Jerman menyerahkan kepada Yang Mulia Raja Hejaz naskah asli
Al-Qur’an dari masa Khalif Utsman, yang diangkut dari Madinah oleh
pembesar- pembesar Turki, dan menurut keterangan, telah dihadiahkan
kepada bekas Kaisar William II (Joesoef Sou’yb, Sejarah Khulafaur
Rasyidin, Bulan Bintang, cet. 1, 1979, hal. 390-391). Sebab itu, cara
berdoa dan beribadah lainnya pada saat itu diyakini berdasarkan ingatan
para pedagang Arab Islam yang juga termasuk para al-Huffadz atau
penghapal al-Qur’an. Menengok catatan sejarah, pada seperempat abad ke-7
M, kerajaan Budha Sriwijaya tengah berkuasa atas Sumatera. Untuk bisa
mendirikan sebuah perkampungan yang berbeda dari agama resmi kerajaan—
perkampungan Arab Islam— tentu membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum
diizinkan penguasa atau raja. Harus bersosialisasi dengan baik dulu
kepada penguasa, hingga akrab dan dipercaya oleh kalangan kerajaan
maupun rakyat sekitar, menambah populasi Muslim di wilayah yang sama
yang berarti para pedagang Arab ini melakukan pembauran dengan jalan
menikahi perempuan- perempuan pribumi dan memiliki anak, setelah semua
syarat itu terpenuhi baru mereka—para pedagang Arab Islam ini—bisa
mendirikan sebuah kampung di mana nilai-nilai Islam bisa hidup di bawah
kekuasaan kerajaan Budha Sriwijaya. Perjalanan dari Sumatera sampai ke
Makkah pada abad itu, dengan mempergunakan kapal laut dan transit dulu
di Tanjung Comorin, India, konon memakan waktu dua setengah sampai
hampir tiga tahun. Jika tahun 625 dikurangi 2, 5 tahun, maka yang
didapat adalah tahun 622 Masehi lebih enam bulan. Untuk melengkapi semua
syarat mendirikan sebuah perkampungan Islam seperti yang telah
disinggung di atas, setidaknya memerlukan waktu selama 5 hingga 10
tahun. Jika ini yang terjadi, maka sesungguhnya para pedagang Arab yang
mula-mula membawa Islam masuk ke Nusantara adalah orang-orang Arab Islam
generasi pertama para shahabat Rasulullah, segenerasi dengan Ali bin
Abi Thalib r. A.. Kenyataan inilah yang membuat sejarawan Ahmad Mansyur
Suryanegara sangat yakin bahwa Islam masuk ke Nusantara pada saat
Rasulullah masih hidup di Makkah dan Madinah. Bahkan Mansyur Suryanegara
lebih berani lagi dengan menegaskan bahwa sebelum Muhammad diangkat
menjadi Rasul, saat masih memimpin kabilah dagang kepunyaan Khadijah ke
Syam dan dikenal sebagai seorang pemuda Arab yang berasal dari keluarga
bangsawan Quraisy yang jujur, rendah hati, amanah, kuat, dan cerdas, di
sinilah ia bertemu dengan para pedagang dari Nusantara yang juga telah
menjangkau negeri Syam untuk berniaga. “Sebab itu, ketika Muhammad
diangkat menjadi Rasul dan mendakwahkan Islam, maka para pedagang di
Nusantara sudah mengenal beliau dengan baik dan dengan cepat dan tangan
terbuka menerima dakwah beliau itu,” ujar Mansyur yakin. Dalam literatur
kuno asal Tiongkok tersebut, orang-orang Arab disebut sebagai orang-
orang Ta Shih, sedang Amirul Mukminin disebut sebagai Tan mi mo ni’.
Disebutkan bahwa duta Tan mi mo ni’, utusan Khalifah, telah hadir di
Nusantara pada tahun 651 Masehi atau 31 Hijriah dan menceritakan bahwa
mereka telah mendirikan Daulah Islamiyah dengan telah tiga kali berganti
kepemimpinan. Dengan demikian, duta Muslim itu datang ke Nusantara di
perkampungan Islam di pesisir pantai Sumatera pada saat kepemimpinan
Khalifah Utsman bin Affan (644-656 M). Hanya berselang duapuluh tahun
setelah Rasulullah SAW wafat (632 M). Catatan-catatan kuno itu juga
memaparkan bahwa para peziarah Budha dari Cina sering menumpang
kapal-kapal ekspedisi milik orang-orang Arab sejak menjelang abad ke-7
Masehi untuk mengunjungi India dengan singgah di Malaka yang menjadi
wilayah kerajaan Budha Sriwijaya. Gujarat Sekadar Tempat Singgah Jelas,
Islam di Nusantara termasuk generasi Islam pertama. Inilah yang oleh
banyak sejarawan dikenal sebagai Teori Makkah. Jadi Islam di Nusantara
ini sebenarnya bukan berasal dari para pedagang India (Gujarat) atau
yang dikenal sebagai Teori Gujarat yang berasal dari Snouck Hurgronje,
karena para pedagang yang datang dari India, mereka ini sebenarnya
berasal dari Jazirah Arab, lalu dalam perjalanan melayari lautan menuju
Sumatera (Kutaraja atau Banda Aceh sekarang ini) mereka singgah dulu di
India yang daratannya merupakan sebuah tanjung besar (Tanjung Comorin)
yang menjorok ke tengah Samudera Hindia dan nyaris tepat berada di
tengah antara Jazirah Arab dengan Sumatera. Bukalah atlas Asia Selatan,
kita akan bisa memahami mengapa para pedagang dari Jazirah Arab
menjadikan India sebagai tempat transit yang sangat strategis sebelum
meneruskan perjalanan ke Sumatera maupun yang meneruskan ekspedisi ke
Kanton di Cina. Setelah singgah di India beberapa lama, pedagang Arab
ini terus berlayar ke Banda Aceh, Barus, terus menyusuri pesisir Barat
Sumatera, atau juga ada yang ke Malaka dan terus ke berbagai pusat-pusat
perdagangan di daerah ini hingga pusat Kerajaan Budha Sriwijaya di
selatan Sumatera (sekitar Palembang), lalu mereka ada pula yang
melanjutkan ekspedisi ke Cina atau Jawa. Disebabkan letaknya yang sangat
strategis, selain Barus, Banda Aceh ini telah dikenal sejak zaman
dahulu. Rute pelayaran perniagaan dari Makkah dan India menuju Malaka,
pertama-tama diyakini bersinggungan dahulu dengan Banda Aceh, baru
menyusuri pesisir barat Sumatera menuju Barus. Dengan demikian, bukan
hal yang aneh jika Banda Aceh inilah yang pertama kali disinari cahaya
Islam yang dibawa oleh para pedagang Arab. Sebab itu, Banda Aceh sampai
sekarang dikenal dengan sebutan Serambi Makkah.

Diriwayatkan
bahwa surah AI-Maidah ayat 3 diturunkan pada waktu sesudah ashar yaitu
pada hari Jumat di padang Arafah pada musim haji terakhir [Wada]. Pada
masa itu Rasulullah s.a.w. berada di Arafah di atas unta. Ketika ayat
ini turun Rasulullah s.a.w. tidak begitu jelas menangkap isi dan makna
yang terkandung dalam ayat tersebut. Kemudian Rasulullah s.a.w.
bersandar pada unta beliau, dan unta beliau pun duduk perlahan- lahan.*
Setelah itu turun malaikat jibril dan berkata: “Wahai Muhammad,
sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu, maka
terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah s.w.t.dan demikian juga
apa yang terlarang olehnya. Karena itu kamu kumpulkan para sahabatmu dan
beritahu kepada mereka bahwa hari ini adalah hari terakhir aku bertemu
denganmu.” Setelah itu Malaikat Jibril a.s. pergi, maka Rasulullah
s.a.w. pun berangkat ke Mekah dan terus pergi ke Madinah.Setelah
Rasulullah s.a.w. mengumpulkan para sahabat beliau, maka Rasulullah
s.a.w. pun menceritakan apa yang telah diberitahu oleh malaikat Jibril
a.s. Ketika para sahabat mendengar hal yang demikian maka mereka pun
gembira sambil berkata: “Agama kita telah sempurna. Agama kila telah
sempuna.” Namun ketika Abu Bakar r.a. mendengar keterangan Rasulullah
s.a.w. itu, maka ia tidak dapat menahan kesedihannya maka ia pun kembali
ke rumah lalu mengunci pintu dan menangis dengan kuat. Abu Bakar r.a.
menangis dari pagi hingga malam. Kisah tentang Abu Bakar r.a. menangis
telah sampai kepada para sahabat yang lain, maka berkumpullah para
sahabat di hadapan rumah Abu Bakar r.a. dan mereka berkata: “Wahai Abu
Bakar, apakah yang telah membuat kamu menangis sehingga begini sekali
keadaanmu? Seharusnya kamu merasa gembira sebab agama kita telah
sempurna.” Mendengarkan pertanyaan dari para sahabat maka Abu Bakar r.a.
pun berkata: “Wahai para sahabatku, kalian semua tidak tahu tentang
musibah yang menimpa kamu, tidakkah kalian tahu bahwa apabila sesuatu
perkara itu telah sempurna menunjukkan bahwa perpisahan kita dengan
Rasulullah s.a.w telah dekat. Hasan dan Husein menjadi yatim dan para
isteri nabi menjadi janda.” Setelah mereka mendengar penjelasan dari Abu
Bakar r.a. maka sadarlah mereka akan kebenaran kata-kata Abu Bakar
r.a., lalu mereka menangis. Tangisan mereka telah didengar oleh para
sahabat yang lain, maka mereka pun terus beritahu Rasulullah s.a.w.
tentang apa yang mereka lihat itu. Berkata salah seorang dari para
sahabat: “Ya Rasulullah s.a.w., kami baru kembali dari rumah Abu Bakar
r.a. dan kami mendapati banyak orang menangis dengan suara yang kuat di
hadapan rumah beliau.” Ketika Rasulullah s.a.w. mendengar keterangan
dari para sahabat, maka berubahlah muka Rasulullah s.a.w. dan dengan
bergegas beliau menuju ke rumah Abu Bakar r.a. Sesampainya Rasulullah
s.a.w. sampai di rumah Abu Bakar r.a. maka Rasulullah s.a.w. melihat
para sahabatnya sedang menangis dan bertanya: “Wahai para sahabatku,
mengapa kamu semua menangis?.” Kemudian Ali R.a. berkata: “Ya Rasulullah
s.a.w., Abu Bakar r.a. mengatakan dengan turunnya ayat ini membawa
tanda bahwa waktu wafatmu telah dekat. Benarkah ini ya Rasulullah?.”
Lalu Rasulullah s.a.w. berkata: “Semua yang dikatakan oleh Abu Bakar
r.a. adalah benar, dan sesungguhnya masa untuk aku meninggalkan kamu
semua telah hampir dekat.” Abu Bakar r.a. mendengar pengakuan Rasulullah
s.a.w., maka ia pun menangis sekuat tenaganya sehingga ia jatuh
pingsan, sementara Ali r.a. pula gemetar seluruh tubuhnya. Dan para
sahabat yang lain menangis dengan sekuat-kuatnya yang mereka mampu. Pada
saat sudah dekat ajal Rasulullah s.a.w., beliau menyuruh Bilal adzan
untuk mengerjakan shalat, lalu berkumpul para Muhajirin dan Anshar di
masjid Rasulullah s.a.w.. Kemudian Rasulullah s.a.w. menunaikan shalat
dua raka’at bersama semua yang hadir. Setelah selesai mengerjakan shalat
beliau bangun dan naik ke atas mimbar dan berkata: “Alhamdulillah,
wahai para muslimin, sesungguhnya saya adalah seorang nabi yang diutus
dan mengajak orang kepada jalan Allah dengan izin-Nya. Dan saya ini
adalah sebagai saudara kandung kalian, yang kasih sayang pada kalian
semua seperti seorang ayah. Oleh karena itu kalau ada yang mempunyai hak
untuk menuntutku, maka hendaklah ia bangun dan balaslah saya sebelum
saya dituntut di hari kiamat.” Rasulullah s.a.w. berkata demikian
sebanyak 3 kali kemudian bangunlah seorang lelaki yang bernama ‘Ukasyah
bin Muhshan dan berkata: “Demi ayahku dan ibuku ya Rasulullah s.a.w,
kalau anda tidak mengumumkan kepada kami berkali-kali sudah tentu saya
tidak mau melakukan hal ini.” Lalu ‘Ukasyah berkata lagi: “Sesungguhnya
dalam Perang Badar saya bersamamu ya Rasulullah, pada masa itu saya
mengikuti unta anda dari belakang, setelah dekat saya pun turun
menghampiri anda dengan tujuan supaya saya dapat mencium paha anda,
tetapi anda telah mengambil tongkat dan memukul unta anda untuk berjalan
cepat, yang mana pada masa itu saya pun anda pukul pada tulang rusuk
saya. Oleh itu saya ingin tahu sama anda sengaja memukul saya atau
hendak memukul unta tersebut.” Rasulullah s.a.w. berkata: “Wahai
‘Ukasyah, Rasulullah s.a.w. sengaja memukul kamu.” [Rasulullah SAW
melakukan pemukulan tersebut karena beliau tidak ingin dikultuskan oleh
manusia termasuk sahabatnya itu. pen] Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata
kepada Bilal r.a.: “Wahai Bilal, kamu pergi ke rumah Fatimah dan
ambilkan tongkatku kemari.” Bilal keluar dari masjid menuju ke rumah
Fatimah sambil meletakkan tangannya di atas kepala dengan berkata:
“Rasulullah telah menyediakan dirinya untuk dibalas [diqishash].”
Setelah Bilal sampai di rumah Fatimah maka Bilal pun memberi salam dan
mengetuk pintu. Kemudian Fatimah r.a. menyahut dengan berkata: “Siapakah
di pintu?.” Lalu Bilal r.a. berkata: “Saya Bilal, saya telah
diperintahkan oleh Rasulullah s.a.w. untuk mengambil tongkat beliau.”
Kemudian Fatimah r.a. berkata: “Wahai Bilal, untuk apa ayahku minta
tongkatnya.” Berkata Bilal r.a.: “Wahai Fatimah, Rasulullah s.a.w. telah
menyediakan dirinya untuk diqishash.” Bertanya Fatimah. r.a. lagi:
“Wahai Bilal, siapakah manusia yang sampai hatinya untuk menqishash
Rasulullah s.a.w.?.” Bilal r.a. tidak menjawab pertanyaan Fatimah r.a.,
segeralah Fatimah r.a. memberikan tongkat tersebut, maka Bilal pun
membawa tongkat itu kepada Rasulullah S.A.W. Setelah Rasulullah S.A.W.
menerima tongkat tersebut dari Bilal r.a. maka beliau pun menyerahkan
kepada ‘Ukasyah. Bilal masuk sambil membawa cambuk dan memberikannya
kepada Rasulullah saw. Setelah itu, Bilal kembali ke tempat duduknya
sambil menatap tajam Ukasyah bin Muhsin. Namun, yang ditatap tetap
tampak tenang dan tetap bergeming oleh kegelisahan di sekelilingnya.
Orang seperti apakah Ukasyah ini? Bagaimana ia bisa sampai hati menuntut
Rasul saw. untuk menerima cambukannya? Bukankah Ukasyah juga tahu bahwa
beliau saw. tidak sengaja? Bukankah Ukasyah juga tahu bahwa memaafkan
itu jauh lebih mulia? Bukankah Ukasyah juga melihat bahwa Rasulullah
saw. saat itu sudah berusia enam puluh tiga tahun? Bukankah keimanan
Ukasyah kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai pejuang Badar sudah tidak
diragukan lagi? Kenapa bisa begini ya, Ukasyah? Kenapa? dipenuhi pikiran
seperti itu, para sahabat Anshar dan Muhajirin menatap bolak-balik
antara Rasulullah saw. dan Ukasyah dengan perasaan tegang. Ketegangan
itu berubah menjadi keheningan yang mencekam ketika Rasulullah saw.
memberikan cambuknya kepada Ukasyah. Begitu tangan Ukasyah bin Muhsin
meraih cambuk dan menguraikannya dengan tenang dan perlahan, Abu Bakar
Ash- Shiddiq dan Umar bin Khattab berdiri serempak. Sorot mata keduanya
yang biasa tenang kini menyala seperti sedang berhadapan dengan musuh di
medan tempur. Mereka berdua berkata, “Hai Ukasyah! Kami sekarang berada
di hadapanmu! Pukul dan qisaslah kami berdua sepuasmu dan jangan
sekali-kali engkau pukul Rasulullah saw.!” Suasana jadi mencekam sejenak
karena Ukasyah tampak tidak mempedulikan mereka. Sementara Abu Bakar
dan Umar tetap berdiri menantang. Namun, dengan lembut, Rasulullah
s.a.w. berkata kepada kedua sahabat terkasihnya itu, “Duduklah kalian
berdua. Allah telah mengetahui kedudukan kalian.” Hanya karena
Rasulullah saw yang berkatalah, maka Abu Bakar dan Umar duduk. Namun,
mata mereka tetap menatap Ukasyah. Tiba-tiba, seseorang kemudian berdiri
pula dan kembali menatap Ukasyah dengan pandangan menantang. Orang ini
juga sangat dikasihi Rasulullah saw, lelaki gagah itu adalah Ali bin Abi
Thalib yang langsung berkata, “Hai Ukasyah! Aku ini sekarang masih
hidup di hadapan Nabi saw. Aku tidak sampai hati melihat kalau engkau
akan mengambil kesempatan qisas memukul Rasulullah. Inilah punggungku,
maka qisaslah aku dengan tanganmu dan deralah aku semaumu dengan tangan
engkau sendiri!” Namun, Ukasyah seolah tidak mendengar apa yang
dikatakan Ali r.a. Tangannya terlihat semakin erat menggenggam cambuk.
Setelah Ali berkata begitu, Rasulullah saw. cepat- cepat menukasnya dan
meminta Ali kembali duduk, “Allah Swt. telah tahu kedudukanmu dan
niatmu, wahai Ali!” Setelah itu cucu Rasulullah Hasan dan Husin bangun
dengan berkata: “Wahai ‘Ukasyah, bukankah kamu tidak tahu bahwa kami ini
adalah cucu Rasulullah s.a.w., kalau kamu menqishash kami sama dengan
kamu menqishash Rasulullah s.a.w.” Mendengar kata-kata cucunya
Rasulullah s.a.w. pun berkata: “Wahai buah hatiku, duduklah kalian
berdua.” Berkata Rasulullah s.a.w. “Wahai ‘Ukasyah pukullah saya kalau
kamu hendak memukul.” Kemudian ‘Ukasyah berkata: “Ya Rasulullah s.a.w.,
anda telah memukul saya sewaktu saya tidak memakai baju.” Maka
Rasulullah s.a.w. pun membuka baju, terlihatlah kulit baginda yang putih
dan halus maka menangislah semua yang hadir. seketika ‘Ukasyah melihat
tubuh badan Rasulullah s.a.w. maka ia pun mencium beliau dan berkata;
“Saya tebus anda dengan jiwa saya, ya Rasulullah s.a.w. siapakah yang
sanggup memukul anda. Saya melakukan begini karena saya hendak menyentuh
badan anda yang dimuliakan oleh Allah s.w.t dengan badan saya. Dan
Allah s.w.t. menjaga saya dari neraka dengan kehormatanmu.” Kemudian
Rasulullah s.a.w. berkata: “Dengarlah kamu sekalian, sekiranya kamu
hendak melihat ahli syurga, inilah orangnya.” Kemudian semua para jemaah
bersalam-salaman atas kegembiraan mereka terhadap peristiwa yang sangat
genting itu. Setelah itu para jemaah pun berkata: “Wahai ‘Ukasyah,
inilah keuntungan yang paling besar bagimu, engkau telah memperolehi
derajat yang tinggi dan bertemankan Rasulullah s.a.w. di dalam syurga.”
Ketika ajal Rasulullah s.a.w hampir dekat maka beliau pun memanggil para
sahabat ke rumah Siti Aisyah r.a. dan beliau berkata: “Selamat datang
kamu semua semoga Allah s.w.t. mengasihi kamu semua, saya berwasiat
kepada kamu semua agar kamu semua bertaqwa kepada Allah s.w.t. dan
mentaati segala perintahnya. Sesungguhnya hari perpisahan antara saya
dengan kamu semua hampir dekat, dan dekat pula saat kembalinya seorang
hamba kepada Allah s.w.t dan menempatkannya di syurga. Kalau telah
sampai ajalku maka hendaklah Ali yang memandikanku, Fadhl bin Abas
hendaklah menuangkan air dan Usamah bin Zaid hendaklah menolong
keduanya. Setelah itu kamu kafanilah aku dengan pakaianku sendiri
apabila kamu semua menghendaki, atau kafanilah aku dengan kain yaman
yang putih. Apabila kamu memandikan aku, maka hendaklah kamu letakkan
aku di atas balai tempat tidurku dalam rumahku ini. Setelah itu kamu
semua keluarlah sebentar meninggalkan aku. Pertama yang akan
men-shalatkan aku ialah Allah s.w.t [bahasa kiasan. pen], kemudian yang
akan men-shalati aku ialah Jibril a.s, kemudian diikuti oleh malaikat
Israfil, malaikat Mikail, dan yang terakhir malaikat lzrail berserta
dengan semua para pembantunya.Setelah itu baru kamu semua masuk bersama-
sama men-sholati aku.” Manakala para sahabat mendengar ucapan yang
sungguh menyayat hati itu maka mereka pun menangis dengan nada yang
keras dan berkata: “Ya Rasulullah s.a.w. anda adalah seorang Rasul yang
diutus kepada kami dan untuk semua, yang mana selama ini anda memberi
kekuatan dalam memimpin kami dan sebagai Rasul yang meluruskan perkara
kami. Apabila anda sudah tiada nanti kepada siapakah yang akan kami
tanya setiap persoalan yang timbul nanti?.” Kemudian Rasulullah s.a.w.
berkata: “Dengarlah para sahabatku, aku tinggalkan kepada kamu semua
jalan yang benar dan jalan yang terang, dan telah aku tinggalkan kepada
kamu semua dua penasehat yang satu pandai bicara dan yang satu diam.
Yang pandai bicara itu ialah Al-Qur’an dan yang diam itu ialah maut.
Apabila ada sesuatu persoalan yang rumit di antara kamu, maka hendaklah
kamu semua kembali kepada Al-Qur’an dan Hadis-ku dan apabila hati kamu
keras maka lembutkan dia dengan mengambil pelajaran dari mati.” Setelah
Rasulullah s.a.w. berkata demikian, maka sakit Rasulullah s.a.w.
berawal. Dalam bulan safar Rasulullah s.a.w. sakit selama 18 hari dan
sering dikunjungi oleh para sahabat. Menurut riwayat bahwa Rasulullah
s.a.w. diutus pada hari Senin dan wafat pada hari Senin. Pada hari Senin
penyakit Rasulullah s.a.w. bertambah berat, setelah Bilal r.a.
selesaikan adzan shubuh, maka Bilal r.a. pun pergi ke rumah Rasulullah
s.a.w.. Sesampainya Bilal r.a. di rumah Rasulullah s.a.w. maka Bilal
r.a. pun memberi salam: “Assalaarnu’alaika ya rasulullah.” Lalu dijawab
oleh Fatimah r.a.: “Rasulullah s.a.w. masih sibuk dengan urusan beliau.”
Setelah Bilal r.a. mendengar penjelasan dari Fatimah r.a. maka Bilal
r.a. pun kembali ke masjid tanpa memahami kata-kata Fatimah r.a. itu.
Ketika waktu shubuh datang, lalu Bilal pergi sekali lagi ke rumah
Rasulullah s.a.w. dan memberi salam seperti permulaan tadi, kali ini
salam Bilal r.a. telah di dengar oleh Rasulullah s.a.w. dan baginda
berkata; “Masuklah wahai Bilal, sesungguhnya penyakitku ini semakin
berat, oleh itu kamu suruhlah Abu Bakar menjadi imam shalat shubuh
berjamaah dengan mereka yang hadir.” Setelah mendengar kata-kata
Rasulullah s.a.w. maka Bilal r.a. pun berjalan menuju ke masjid sambil
meletakkan tangan di atas kepala dengan berkata: “Aduh musibah.”
Sesampai di masjid maka Bilal r.a. pun memberitahu Abu Bakar tentang apa
yang telah Rasulullah s.a.w. katakan kepadanya. Abu Bakar r.a. tidak
dapat menahan dirinya apabila ia melihat mimbar kosong maka dengan suara
yang keras Abu Bakar r.a. menangis sehingga ia jatuh pengsan. Melihat
peristiwa ini maka riuh rendah dalam masjid, sehingga Rasulullah s.a.w.
bertanya kepada Fatimah r.a.; “Wahai Fatimah apakah yang telah
terjadi?.” Maka Fatimah r.a. pun berkata: “Kekacauan kaum muslimin,
sebab anda tidak pergi ke masjid.” Kemudian Rasulullah s.a.w. memanggil
Ali r.a. dan Fadhl bin Abas, lalu Rasulullah s.a.w. bersandar kepada
keduanya untuk pergi ke masjid. Setelah Rasulullah s.a.w. sampai di
masjid maka beliau pun bershalat shubuh bersama dengan para jamaah.
Setelah selesai shalat shubuh maka Rasulullah s.a.w. pun berkata: “Wahai
kaum muslimin, kamu semua sentiasa dalam pertolongan dan pemeliharaan
Allah, karena itu hendaklah kamu semua bertaqwa kepada Allah s.w.t. dan
mengerjakan segala perintahnya. Sesungguhnya aku akan meninggalkan dunia
ini dan kamu semua, dan hari ini adalah hari pertama aku di akhirat dan
hari terakhir aku di dunia.” Setelah berkala demikian maka Rasulullah
s.a.w. pun pulang ke rumah beliau. Bunda Aisyah memandang Rasulullah
saw. dengan penuh sayang. Biasanya, hati Bunda Aisyah dipenuhi kekaguman
akan kegagahan suaminya tercinta itu. Sekarang, hati Bunda Aisyah
dipenuhi rasa iba melihat suaminya itu dalam keadaan lemah dan sakit.
Ingin rasanya Bunda Aisyah mencurahkan segala apa yang ada dalam dirinya
untuk mengembalikan tenaga dan hidup suaminya. Namun, setelah kembali
dari masjid, Rasulullah merasa bahwa setiap saat, badan beliau menjadi
bertambah lemah. Hari itu tanggal 8 Juni tahun 632 M. Beliau meminta
sebuah bejana berisi air dingin. Kemudian, meletakkan tangan beliau ke
dalam air itu dan mengusapkan air ke wajahnya. Ada seorang laki-laki
anggota keluarga Abu Bakar yang berkunjung dan membawa siwak. Beliau
saw. memandang siwak itu demikian rupa yang menunjukkan bahwa beliau
ingin bersiwak. Maka, Bunda Aisyah melunakkan ujung siwak itu dengan
giginya, dan Rasulullah saw. pun menggosok dan membersihkan gigi beliau
[Ini yang di maksud dalam Hadits bahwa ludah Bunda Aisyah bertemu dengan
ludah Rasulullah SAW]. Kemudian Allah s.w.t. mewahyukan kepada malaikat
lzrail: “Wahai lzrail, pergilah kamu kepada kekasihku dengan
sebaik-baik rupa, dan apabila kamu hendak mencabut rohnya maka hendaklah
kamu melakukan dengan cara yang paling lembut. Apabila kamu pergi ke
rumahnya maka minta izinlah terlebih dahulu, kalau ia izinkan kamu
masuk, maka masuklah kamu ke rumahnya dan kalau ia tidak izinkan kamu
masuk maka hendaklah kamu kembali padaku.” sesudah malaikat lzrail
mendapat perintah dari Allah s.w.t. maka malaikal lzrail pun turun
dengan menyerupai orang Arab Badui. Setelah malaikat lzrail sampai di
depan rumah Rasulullah s.a.w. maka ia pun memberi salam,Tiba-tiba dari
luar pintu terdengar suara orang berseru mengucapkan salam, "Bolehkah
aku masuk?" Tanya si tetamu itu, ketika puteri Rasulullah,Fatimah
az-zahra membuka pintu. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya.
"maafkanlah,ayahku sedang deman" kata Fatimah.Pintu di tutup dan beliau
kembali menemani ayahnya yang sedang berbaring di pembaringan. Kemudian
malaikat lzrail mengulangi lagi salamnya, dan kali ini seruan malaikat
itu telah didengar oleh Rasulullah s.a.w Rasululullah memandang
puterinya itu dan bertanya,"siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah
ayah,baru sekali ini saya melihatnya." tutur Fatimah lembut.
Lalu,Rasulullah menatap wajah puterinya itu dengan padangan yang
menggetarkan.Renungannya cukup sayu seolah-olah bahagian demi bahagian
wajah putrinya itu hendak dikenang. Bertanda bahwa beliau akan segera
berpisah dengan putri kesayanganya itu. "Ketahuilah anakku bahwa dialah
yang mehapuskan kenikmatan sementara dialah yang memisahkan pertemuan di
dunia.Dialah malaikat maut." Kata-kata Rasulullah menyebabkan Fatimah
ditimpa kesedihan yang amat sangat. Ketika Rasullullah s.a.w. mendengar
tangisan Fatimah r.a. maka beliau pun berkata: “Janganlah kamu menangis
wahai anakku, engkaulah orang yang pertama dalam keluargaku akan bertemu
denganku.” Fatimah-pun tersenyum. Kemudian Rasulullah s.a.w. pun
menjemput malaikat lzrail masuk. Maka malaikat lzrail pun masuk dengan
mengucap: “Assalamu’alaikum ya Rasulullah.” Lalu Rasulullah s.a.w.
menjawab: “Wa’alaikas saalamu, wahai lzrail engkau datang mengunjungiku
atau untuk mencabut rohku?” Maka berkata malaikat lzrail: “Kedatangan
saya adalah untuk mengunjungimu dan untuk mencabut rohmu, itu pun kalau
anda izinkan, kalau anda tidak izinkan maka aku akan kembali.” Berkata
Rasulullah s.a.w.: “Wahai lzrail, di manakah kamu tinggalkan Jibril?”
Berkata lzrail: “Saya tinggalkan Jibril di langit dunia, semua para
malaikat sedang memuliakan dia.” [Malaikat Jibril adalah salah satu
malaikat yang memiliki kedudukan paling utama]. ”Bolehkah aku minta
Jibril untuk turun?” Kata Rasulullah SAW pada Izrail. Tidak beberapa
saat kemudian Jibril a.s. pun turun dan duduk dekat kepala Rasulullah
s.a.w. Melihat kedatangan Jibril a.s. maka Rasulullah s.a.w. pun
berkata: “Wahai Jibril, tahukah engkau bahwa ajalku sudah dekat” Berkata
Jibril a.s.: “Ya aku memang tahu.” Rasulullah s.a.w. bertanya lagi:
“Wahai Jibril, beritahu kepadaku kemuliaan yang menggembirakan aku
disisi Allah s.w.t.” Berkata Jibril a.s.: “Sesungguhnya semua pintu
langit telah dibuka, para malaikat bersusun rapi menanti rohmu dilangit.
Semua pintu-pintu syurga telah dibuka, dan Semua bidadari sudah berhias
menanti kehadiran rohmu.” Berkata Rasulullah s.a.w.: “Alhamdulillah,
Namun sesungguhnya, bukan itu yang kutanyakan. wahai Jibril,
gembirakanlah aku dengan keadaan umatku pada hari Kiamat nanti.” [Inilah
orang yang begitu mulia. Pada saat ajalnya telah menjelang dan diberi
kabar gembira tentang kehormatan yang akan diterimanya di langit, justru
ia baru akan bisa gembira jika telah mendengar kabar tentang nasib
umatnya nanti,betapa besarnya kasih sayang Rasulullah saw. kepada kita]
Kemudian Jibril berkata lembut menghibur dan menenangkan, “Aku beri
engkau kabar gembira bahwa Allah Swt. telah berfirman, 'Sesungguhnya,
Aku telah mengharamkan surga bagi semua Nabi sebelum engkau memasukinya
terlebih dahulu. Allah mengharamkan pula surga itu kepada sekalian umat
manusia sebelum umatmu terlebih dahulu memasukinya.” [Betapa ruginya
manusia yang dilahirkan sebagai umat Rasulullah SAW namun tidak taat
pada risalahnya]. Maka, menarik napas legalah Rasulullah saw. Beliau
bersabda, “Sekarang, barulah senang hatiku dan hilang susahku.”
Kemudian, Rasulullah saw. menoleh kepada Malaikat Maut dan bersabda:
“Wahai lzrail, dekatlah kamu kepadaku.” Setelah itu Malaikat lzrail pun
memulai tugasnya, ketika roh nya sampai di dada, maka Rasulullah s.a.w.
pun berkata: “Wahai Jibril, alangkah dahsyatnya rasa mati” Jibril a.s.
memalingkan pandangan dari Rasulullah s.a.w. ketika mendengar kata-kata
beliau itu. Melihat tingkah laku Jibril a.s tersebut .maka Rasulullah
s.a.w. pun berkata: “Wahai Jibril, apakah kamu tidak suka melihat
wajahku?” Jibril a.s. berkata: “Wahai kekasih Allah, siapakah yang
sanggup melihat wajahmu dikala kamu dalam sakaratul maut?” Anas bin
Malik r.a. berkata: “Ketika roh Rasulullah s.a.w. telah sampai di dada
beliau telah bersabda: “Aku wasiatkan kepada kamu agar kamu semua
menjaga shalat dan apa-apa yang telah diperintahkan atasmu.” Ali r.a.
berkata: “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. ketika menjelang saat-saat
terakhir, telah mengerakkan kedua bibir beliau sebanyak dua kali, dan
saya meletakkan telinga, saya dengan Rasulullah s.a.w. berkata: “Umatku,
umatku.” Hikmah dari kisah : - Rasulullah adalah pemimpin yang
bertanggung jawab dan tidak dzolim sehingga beliau merelakan tubuhnya
untuk di qisash (di hukum balas),karena beliau takut pernah mendzolimi
orang lain. - Rasulullah adalah pemimpin yang sangat di cintai umat dan
para sahabatnya sehingga ketika mengetahui ajal Rasul sudah dekat
menangislah semua sahabat. - Rasulullah sangat mencintai kita sebagai
umatnya sehingga detik- detik terakhir menjelang wafat beliau berkata
ummati,ummati sampai tiga kali,bukan keluarga beliau ataupun Istri-istri
beliau. - Kematian adalah peristiwa yang dahsyat,sampai-sampai malaikat
maut dengan lembut mencabut Roh baginda Rasulullah pun masih terasa
sakit.

terbelahnya
bulanSebagian orang mungkin belum mengetahui hal ini yaitu bulan pernah
terbelah di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kejadian ini telah
diceritakan dalam Al Qur’an dan dalam berbagai hadits. Kejadian ini
pula adalah di antara tanda datangnya kiamat. Marilah kita lihat
pembahasan selanjutnya. Allah Ta’ala berfirman, ﺍﻗْﺘَﺮَﺑَﺖِ ﺍﻟﺴَّﺎﻋَﺔُ
ﻭَﺍﻧْﺸَﻖَّ ﺍﻟْﻘَﻤَﺮُ “Telah dekat (datangnya) kiamat dan telah terbelah
bulan.” (QS. Al Qamar: 1) Terdapat hadits yang juga menyebutkan hal ini,
sebagaimana yang disebutkan dalam shohih Bukhari. Dari Ibnu Mas’ud,
beliau berkata, ﺍﻧْﺸَﻖَّ ﺍﻟْﻘَﻤَﺮُ ﻋَﻠَﻰ ﻋَﻬْﺪِ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻓِﺮْﻗَﺘَﻴْﻦِ ، ﻓِﺮْﻗَﺔً ﻓَﻮْﻕَ ﺍﻟْﺠَﺒَﻞِ ﻭَﻓِﺮْﻗَﺔً
ﺩُﻭﻧَﻪُ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - » ﺍﺷْﻬَﺪُﻭﺍ »
“Bulan terbelah menjadi dua bagian pada zaman Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Satu belahan terdapat di atas gunung dan belahan
lainnya berada di bawah gunung. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ’Saksikanlah’.” (HR. Bukhari no. 4864) Berita ini juga
dikeluarkan oleh At Tirmidzi dari sahabat Anas, beliau berkata, ﺳَﺄَﻝَ
ﺃَﻫْﻞُ ﻣَﻜَّﺔَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰَّ -ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ- ﺁﻳَﺔً ﻓَﺎﻧْﺸَﻖَّ
ﺍﻟْﻘَﻤَﺮُ ﺑِﻤَﻜَّﺔَ ﻣَﺮَّﺗَﻴْﻦِ ﻓَﻨَﺰَﻟَﺖِ )ﺍﻗْﺘَﺮَﺑَﺖِ ﺍﻟﺴَّﺎﻋَﺔُ
ﻭَﺍﻧْﺸَﻖَّ ﺍﻟْﻘَﻤَﺮُ( ﺇِﻟَﻰ ﻗَﻮْﻟِﻪِ )ﺳِﺤْﺮٌ ﻣُﺴْﺘَﻤِﺮٌّ ) “Penduduk
Makkah meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu bukti.
Akhirnya bulan terbelah di Makkah menjadi dua bagian, lalu turunlah ayat
: ‘Telah dekat datangnya hari kiamat dan telah terbelah bulan. Dan jika
mereka (orang- orang musyrikin) melihat suatu tanda (mu'jizat), mereka
berpaling dan berkata: "(Ini adalah) sihir yang terus menerus".(QS. Al
Qamar: 1-2)” (HR. Tirmidzi no. 3286. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits
ini hasan shohih. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At
Tirmidzi mengomentari bahwa hadits ini shohih. Riwayat ini juga
dibawakan oleh Jalaluddin As Suyuthi dalam Asbabun Nuzul, hal. 184,
Darul Ibnu Haitsam.) Hadits terbelahnya bulan telah diriwayatkan oleh
sekelompok sahabat di antaranya: Abdullah bin ‘Umar, Hudzaifah, Jubair
bin Muth’im, Ibnu ‘Abbas, Anas bin Malik, dan juga diriwayatkan oleh
seluruh ahli tafsir. Namun, sebagian orang merasa ragu tentang hal ini
dan menyatakan bahwa terbelahnya bulan itu terjadi pada hari kiamat
nanti sebagaimana hal ini diriwayatkan oleh ‘Utsman bin ‘Atho’ dari
ayahnya, dll. Namun, perkataan semacam ini adalah perkataan yang syadz
(yang menyelisihi pendapat yang lebih kuat) dan pendapat ini tidak bisa
menggantikan kesepakatan yang telah ada. Alasannya adalah kata
‘terbelah’ (pada ayat di atas) adalah kata kerja bentuk lampau (dan
berarti sudah terjadi). Sedangkan menyatakan bahwa kata kerja lampau ini
berarti akan datang membutuhkan dalil, namun hal ini tidak diperoleh. –
Inilah perkataan Ibnul Jauzi dalam Zaadul Masiir-. (Lihat tafsir surat
Al Qomar ayat 1 di Zaadul Masiir, 5/449, Asy Syamilah) Intinya, kita
haruslah meyakini kejadian di atas dengan penuh keyakinan karena ini
adalah kabar yang disampaikan Allah dan Rasul-Nya. Semoga Allah memberi
taufik dan hidayah kepada mereka ke jalan yang lurus.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu
‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala wa alihi wa shohbihi wa sallam.
Ali bin Abi Tholib ra berkata :
Ketika telah turun surat An Nashr,
Rasulullah saw sakit dan pada
hari kamis Rasulullah keluar
dengan kepala yang diikat.
Kemudian naik diatas mimbar
dan duduk diatas mimbar
dengan muka yang pucat dan
airmata yang berlinang. Lalu
memanggil Bilal dan
menyuruhnya berseru di
Madinah mengajak orang –
orang supaya berkumpul untuk
mendengar dan menerima
wasiyat Nabi saw sebagai
wasiyat yang terakhir.
Maka berkumpullah semua
penduduk Madinah, kecil, besar,
laki – laki, dan perempuan
sehingga mereka tinggalkan
rumah terbuka dan pasar
kosong, serta tidak ketinggalan
gadis – gadis pingitan sama –
sama keluar untuk
mendengarkan wasiyat
Rasulullah saw sehingga
penuhlah masjid. Nabi saw
berkata : “Berilah kesempatan
kepada orang – orang yang di
belakang supaya masuk.”
Kemudian Nabi saw berdiri
sambil menangis dan
mengucapkan inna lillahi wa inna
ilaihi roji’un, lalu memuji syukur
kepada Allah sebagaimana
lazimnya dan membaca sholawat
untuk semua Nabi juga pada
dirinya. Lalu bersabda : “Aku
Muhammad bin Abdullah bin
Abdul Muththolib bin Hasyim
bangsa Arab kelahiran haram
Mekkah yang tiada nabi
sesudahku. Hai semua manusia,
diriku ini telah diberitakan akan
mati, telah dekat akan
meninggalkan dunia ini dan aku
telah rindu kepada Tuhanku,
maka alangkah sedihnya
meninggalkan ummatku, apakah
yang mereka katakan kelak
sepeninggalku, ya Allah
selamatkan, selamatkan. Hai
manusia, dengarlah wasiyatku,
perhatikan dan ingat – ingatlah,
yang hadir harus menyampaikan
kepada yang tidak hadir. Karena
ini wasiyatku yang terakhir
kepada kamu. Hai manusia, Allah
telah menerangkan kepada kamu
dalam kitab yang diturunkanNya,
apa yang halal dan yang haram,
yang harus kamu lakukan dan
yang kamu tinggalkan, maka
gunakanlah yang halal,
tinggalkanlah yang haram,
percayalah pada yang
mutasyabih, laksanakan yang
muhkam (tegas) dan jadikan
sebagai peringatanmu yang
berupa contoh – contoh itu”.
Nabi saw melihat ke langit sambil
berkata : “Ya Allah saya telah
menyampaikan maka
saksikanlah. Hai manusia,
awaslah kamu dari hawa nafsu
yang sesat menyesatkan yang
jauh dari tuntunan rahmat Allah
dan surga, bahkan dekat kepada
neraka. Hendaklah kamu
menjaga jama’ah (persatuan)
dan istiqomah (tetap lurus)
karena ini dekat kepada Allah
dan surga, jauh dari api neraka.
Ya Allah saya telah
menyampaikan. Hai manusia,
takutlah kapada Allah, takutlah
kepada Allah dalam menjaga
agama dan amanat yang
diamanatkan kepadamu.
Takutlah kepada Allah, takutlah
kepada Allah dalam memelihara
budak – budakmu, berilah
mereka makan dari apa yang
kamu makan, pakaian dari apa
yang kamu pakai dan jangan
memaksa mereka apa yang
mereka tidak kuat, karena
mereka itu juga tercipta dari
daging dan darah, makhluk yang
sama seperti kamu, ingatlah
yang aniaya pada mereka, maka
akulah lawannya pada hari
kiamat dan Allah hakimnya.
Takutlah kepada Allah dalam
memelihara istri, tepatilah mahar
mereka dan jangan menganiaya
mereka niscaya kamu akan
diharamkan dari hasanat –
hasanatmu di hari kiamat.
Ingatlah saya telah
menyampaikan. Hai manusia,
jagalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka, ajarkan kepada
mereka akhlak sopan santun,
sebab mereka ditanganmu
bagaikan tawanan dan amanat,
ingatlah saya telah
menyampaikan. Hai manusia,
patuhlah pada pemerintahmu
dan jangan menentang mereka
meskipun dari turunan budak
Habasyi yang terpotong
hidungnya, sebab yang patuh
pada amir itu berarti ta’at
padaku, siapa yang taat padaku
berarti taat kepada Allah dan
siapa yang menentang mereka
berarti menentang aku dan siapa
yang menentang aku berarti
ma’siyat kepada Allah. Ingatlah
jangan keluar dari mereka dan
jangan memutuskan janjimu
pada mereka. Ingatlah saya telah
menyampaikan. Hai manusia,
hendaklah kamu cinta pada
keluargaku, ahli – ahli Al Qur’an
dan cinta pada ulama – ulamamu,
jangan kamu membenci atau
hasud kepada mereka, jangan
kamu menghina kepada mereka,
ingatlah siapa yang cinta kepada
mereka berarti cinta kepadaku,
siapa yang cinta padaku maka
cinta kepada Allah dan siapa
yang benci pada mereka berarti
benci padaku, siapa benci
padaku maka benci kepada Allah.
Ingatlah saya telah
menyampaikan. Hai manusia,
jagalah sholat lima waktu
dengan menyempurnakan
wudhu’, menyempurnakan ruku’
dan sujudnya. Hai manusia,
keluarkan zakat hartamu,
ingatlah siapa yang tidak
mengeluarkan zakat, maka tidak
dianggap sholatnya, tidak
beragama, tidak dianggap puasa,
haji dan jihadnya. Ya Allah saya
telah menyampaikan. Hai
manusia, sungguh Allah telah
mewajibkan haji pada orang
yang kuasa melakukan
perjalanannya dan siapa yang
tidak melaksanakannya, boleh
pilih apakah akan mati yahudi,
nasrani atau majusi, kecuali jika
ia berudzur penyakit yang
menahannya atau raja yang
dzalim. Ingatlah bahwa ia tidak
akan mendapat syafa’atku dan
tidak akan minum dari haudh
(telaga)-ku. Ingatlah saya telah
menyampaikan. Hai manusia,
sesungguhnya Allah akan
mengumpulkan kamu pada hari
kiamat di suatu lapangan dalam
kedudukan yang sangat berat,
mengerikan, pada hari yang
tidak berguna harta atau anak
buah, kecuali orang yang
menghadap kepada Allah dengan
hati yang suci bersih dari syirik,
ingatlah saya telah
menyampaikan. Hai manusia,
jagalah lidahmu, tangiskan
matamu, tundukkan hatimu,
letihkan badanmu, berjihadlah
melawan musuhmu, makmurkan
mesjidmu, ikhlaskan imanmu,
nasihatilah teman – temanmu,
berbuatlah kebaikan untuk
dirimu, jagalah kemaluanmu,
bersedekahlah dari hartamu,
jangan hasud menghasud
niscaya akan hilang hasanatmu
dan janganlah ghibah (menyebut
aib orang lain) niscaya binasa
kamu. Ingatlah saya telah
menyampaikan. Hai manusia,
berusahalah kamu untuk
memerdekakan budak –
budakmu dan berbuatlah
kebajikan untuk hari kebutuhan
dan hajatmu. Hai manusia,
jangan menganiaya sebab Allah
sendiri yang akan menuntut
terhadap siapa yang kejam
aniaya, kamu yang menanggung
perhitunganmu dan kepada Allah
kamu akan kembali, Allah tidak
rela jika kamu berbuat ma’siyat.
Hai manusia, sesungguhnya
siapa yang berbuat kebajikan
maka untungnya untuk dirinya
sendiri, begitu pula sebaliknya
jika berbuat kejahatan maka
ditanggung sendiri, dan Tuhan
tidak menganiaya pada hamba –
hambanNya. Jagalah dirimu dari
hari dimana kamu dihadapkan
kepada Allah, kemudian tiap
orang akan dibalas atas segala
amal usahanya dan mereka tidak
dianiaya. Hai manusia,
sesungguhnya saya akan
menghadap kepada Tuhanku
dan saya telah diberitahu akan
meninggal karena itu saya
titipkan kamu kepada Allah yaitu
agama dan amanatmu.
Wassalamu alaikum hai para
sahabatku dan semua ummatku.
Wassalamu alaikum
warohmatullah wabarokatuh”.
Kemudian beliau turun dari
mimbar lalu masuk rumah dan
tidak keluar lagi sesudah itu.
Shalawat dan salam atas beliau
saw, keluarga, sahabat dan
umatnya.
Hadirnya Nabi Khidir AS pada wafatnya Nabi Muhammad SAW

Ibnu Mash’ud berkata: “Ketika Rosulullah saw telah mendekati ajalnya,
beliau mengumpulkan kami sekalian dikediaman ibu kita Siti Aisyah,
kemudian beliau memperhatikan kami sekalian sehingga berderrailah air
matanya dan bersabda: “Selamat datang bagi kamu sekalian dan
mudah-mudahan kamu sekalian dibelas kasihani oleh Allah, saya berwasiat
agar kamu sekalian bertaqwa kepada Allah sertamentaatiNya. Sungguh telah
dekat hari perpisahan kita dan telah dekat pula saat hamba yang
dikembalikan pulang kepada Allah ta’ala dan menemui surgaNya. Kalau
sudah datang saat ajalku, hendaklah Aly yang memandikan, Fadhal bin Abas
yang menuangkan air, dan Usamah bin Zaid yang menolong keduanya,
kemudian kafanilah aku dengan pakaianku sendiri, bila kamu sekalian
menghendaki, atau dengan kain Yaman yang putih; Kalau kamu sekalian
memandikan aku, maka taruhlah aku diatas balai tempat tidurku dirumahku
ini, dekat dengan lobang lahatku. Sesudah itu keluarlah kamu sekalian
barang sesaat meninggalkan aku. Pertama-tama yang mensholati aku ialah
Allah Aza wajalla, kemudian malaikat Jibril, kemudian malaikat Isrofil,
malaikat Mikail, kemudian malaikat Izroil dan beserta para pembantunya,
selanjutnya semua para malaikat. Sesudah itu masuklah kamu sekalian
dengan berkelompok-kelompok dan lakukan sholat untukku.”
Setelah mereka mendengarkan ucapan perpisahan Nabi Muhammad saw, mereka
para sahabat menjerit dan menangis seraya berkata, “Wahai Rosullullah,
Engkau adalah seorang Utusan untuk Kami sekalian , menjadi kekuatan
dalam pertemuan Kami dan sebagai penguasa yang mengurus perkara Kami,
bila mana Engkau telah pergi dari Kami, kepada siapakah Kami kembali
dalam segala persoalan?”
Rosullullah bersabda,”Telah kutinggalkan kamu sekalian pada jalan yang
benar dan diatas jalan yang terang dan telah kutinggalkan pula untuk
kamu sekalian dua penasehat yang satu pandai bicara yang satunya diam
saja, yang pandai bicara adalah al-Qur’an dan yang diam adalah ajal atau
kematian. Apabila ada persoalan yang sulit bagimu, maka kembalilah kamu
sekalian kepada Al-Qur’an dan kepada sunnah. Dan kalau hati kamu keras
membatu maka lunakkan dia dengan mengambil tamsil ibarat dari hal ihwal
mati.
Sesudah itu maka Rosullullah saw menderita sakit mulai akhir bulan
Shafar selama delapan belas hari. Para sahabat pun menengok silih
berganti. Sedang penyakit yang diderita mulai hari pertama sehingga
akhir hayatnya ialah pusing kepala.
Rosullullah mulai menjadi Rosullullah pada hari senin dan wafat juga
pada hari senin. Tatkala pada hari senin, penyakit beliau bertambah
berat. Maka setelah Bilal selesai adzan subuh, dia pergi menghampiri
pintu rumah Rosullullah saw sambil mengucapkan salam, “Assalamu alaika
ya Rosullullah!” Siti Fatimah menjawab, “ Rosullullah masih sibuk dengan
dirinya sendiri” Bilal terus kembali masuk ke Masjid, dia tidak
memahami kata-kata Fatimah. Ketika waktu subuh makin terang, Bilal
datang lagi menghampiri pintu rumah Rosullullah saw dan salam seperti
semula. Rosullullah mendengar suara Bilal itu, maka beliau bersabda: ‘’
Masuklah hai Bilal, aku masih sibuk terhadap diriku sendiri dan
penyakitku rasanya bertambah berat. Maka suruhlah Abu Bakar agar sholat
berjamaah dengan orang-orang yang hadir. Bilalpun keluar sambil menangis
dan meletakkan tangannya diatas kepala, sambil mengeluh, “Aduh musibah,
susah, terputus harapan, telah habis hilang tempat tujuan, andaikata
ibuku tidak melahirkan aku.”
Bilal terus masuk masjid dan berkata,”Hai sahabat Abu Bakar, sungguh
Rosullullah menyuruh engkau agar sholat bersama-sama dengan orang yang
hadir, karena Beliau sibuk mengurusi dirinya yang sedang sakit. Ketika
Abu Bakar melihat mihrab (tempat sholat imam) kosong dan Rosullullah
tidak hadir, maka Abu Bakar menjerit keras sekali dan jatuh tersungkur
karena pingsan. Maka ributlah kaum muslimin, sehingga Rosullullah
mendengar keributan mereka, dan bertanya kepada Fatimah, “Hai Fatimah
mengapa pagi ini, dan apakah keributan di sana itu?” Siti Fatimah
menjawab, “Keributan di sana itu ialah kaum muslimin sendiri , karena
engkau tidak hadir”. Maka Rosullullah saw memanggil Ali dan Fadhan bin
Abbas, lalu beliau bersandar kepada keduanya dan keluar rumah menuju
masjid lalu sholat bersama-sama dengan mereka dua rekaat. Selesai sholat
beliau berpaling ke belakang dan bersabda, ”Hai kaum muslimin, Kamu
semua dalam pemeliharaan dan pertolongan Allah, oleh sebab itu
bertaqwalah kepada Allah serta mentaatinya, maka sesungguhnya saya akan
meninggalkan dunia ini. Dan di hari ini hari pertamaku di akhirat dan
hari terakhir bagiku di dunia”.
Lalu Rosullullah saw berdiri dan pulang ke rumahnya. Kemudian Allah
ta’ala memberi perintah kepada malaikat kematian, ”Turunlah Engkau
kepada KekasihKu dengan sebaik-baiknya bentuk, dan lakukan dengan halus
dalam mencabut ruhnya, kalau dia mengijinkan kamu masuk, masuklah dan
kalau tidak mengijinkan maka janganlah masuk dan kembalilah”.
Maka malaikat kematian pun turun dengan bentuk seperti orang Arab Baduwi
desa, seraya mengucapkan salam, “Assalamu ‘alaikum ya ahlal baiti
nubuwwati wa ma’danir risalati adkhulu?(mudah-mudahan keselamatan tetap
untuk kamu sekalian, wahai penghuni rumah kenabian dan sumber risalah,
apakah saya boleh masuk?) ”
Maka Rosullullah saw mendengarkan suara malaikat kematian itu dan
bersabda, “Hai Fatimah, siapa yang berada di pintu?” Siti Fatimah
menjawab, “Seorang Arab Baduwi yang memanggi dantelah aku katakan bahwa
Rosullullah sedang sibuk menderita sakitnya, kemudian memanggil lagi
yang ketiga kali seperti itu juga, makadia memandang tajam kepadaku,
sehingga menggigil gemetar badanku, terasa takut hatiku dan bergeraklah
sendi-sendi tulangku seakan-akan hampir berpisah satu sama lainnya serta
berubah menjadi pucat warnaku, Rosullullah saw bersabda, “Tahukah
engkau wahai Fatimah, siapa dia” Siti Fatimah menjawab, “Tidak”
Rosullullah bersabda, “Dia adalah Malaikat yang mencabut segala
kelezatan, yang memutus segala macam nafsu syahwat, yang memisahkan
perkumpulan-perkumpulan dan yang memusnahkan semua rumah serta
meramaikan keadaan kuburan.”
Maka menangislah Siti Fatimah, dengan tangisan yang keras sekali sambil
berkata, “ Aduhai celaka nantinya, sebab kematiannya Nabi yang terakhir,
sungguh merupakan bencana besar dengan wafatnya orang yang paling
taqwa, terputusnya dari pimpinannya para orang-orang yang suci serta
penyesalan bagi kami sekalian karena terputusnya wahyu dari langit, maka
sungguh saya terhalang mendengarkan perkataan engkau, dan tidak lagi
bisa mendengarkan salam engkau sesudah hari ini” Kata Rosullullah,
“Jangan Engkau menangis Fatimah, karena sesungguhnya, engkaulah dari
antara keluargaku yang pertama berjumpa dengan aku” Selanjutnya
Rosullullah saw bersabda, “Masuklah Engkau Malaikat Kematian, Maka
Malaikat Kematianpun masuk sambil mengucapkan salam, “Assalamu ‘alaika
yaa Rosullullah” Rosullullah menjawab, “Wa laika salam, hai malaikat
kematian, engkau datang untuk berkunjung atau untuk mencabut nyawaku?”
Kata malaikat Kematian, “Saya datang untuk berkunjung dan untuk mencabut
nyawa, sekiranya Engkau mengijinkan. Kalau tidak maka saya akan
kembali”.
Kata Rosullullah, “ Hai Malaikat Kematian, dimana Jibril Engkau
tinggalkan?” Kata malaikat Kematian, ”Dia saya tinggalkan di langit
duniadan para malaikat sedang menghormat memuliakan dia”. Tidak selang
sesaat Malaikat Jibril as pun turun dan duduk diarah kepala Rosullullah
saw. Kata Rosullullah saw, “Tahukah Engkau kalau ajalku telah dekat?”
Jawab malaikat Jibril, “Ya Tahu, Yaa Rosullullah” Kata Rosullullah,
“Beritahukanlah kepadaku kemuliaan yang menggembirakanku di sisi Allah”.
Kata Jibril, “Sungguh pintu-pintu langit telah dibuka, para malaikat
telah berbaris rapi, menanti ruh engkau di langit, pintu-pintu surga
telah telah dibuka dan para bidadari telah berhias menanti kehadiran ruh
Engkau”.
Kata Rosullullah, “Alhamdulillah, Hai Jibril, berilah berita gembira
tentang umatku di hari kiamat”. Jibril berkata, “Saya beritahukan, bahwa
sesungguhnya bahwa Allah ta’ala berfirman, Sungguh telah Aku larang
para nabi masuk ke dalam Surga, sehingga engkau masuk lebih dulu, dan
Aku larang juga semua umat sehingga umat engkau masuk lebih dahulu.”
Kata Rosullullah, “Sekarang telah puas hatiku dan hilanglah rasa
susahku. Hai malaikat Kematian mendekatlah kepadaku.”
Malaikat Kematian mendekat dan melaksanakan tugasnya mencabut ruh
Beliau, dan ketika ruh sampai di pusat (perut), Rosullullah berkata,
“Hai Jibril, alangkah dahsyatnya rasa mati itu” maka malaikat Jibril
memalingkan wajahnya dari Rosullullah saw, “Hai Jibril apakah Engkau
tidak suka melihat wajahku?” Kata Jibril, “Wahai kekasih Allah, siapakah
orangnya yang sampai hati melihat wajah Engkau, sedang Engkau di dalam
sakaratul maut”.
Annas bin Malik ra berkata, “ketika ruh nabi Muhammad saw sampai di dada
beliau bersabda, Aku wasiatkan agar kamu sekalan menjaga sholat dan
apa-apa yang menjadi tanggungannmu maka, masih saja beliau berwasiat
dengan keduanya itu sampai putuslah perkataannya.”
Kata Ali ra, ´Sungguh Rosullullah saw ketika menjelang akhir hanyatnya
telah menggerakkan dua bbibirnya dua kali, dan ketika saya mendekatkan
telinga, saya mendengarkan beliau mengucapkan dengan pelan-pelan,
umatku… umatku…”
Maka ruh Rosulullah saw dicabut pada hari senin bulan Rabi’ul awwal.
Seandainya dunia ini akan kekal bagi seseorang, Niscaya Rosulullah saw
di dunia ini akan kekal.
Diriwayatkan, bahwa Ali telah membaringkan jenazah Rosullullah saw untuk
dimandikan tiba-tiba ada suara dari sudut rumah yang mengatakan dengan
keras sekali, “Muhammad jangan engkau mandikan karena dia sudah suci dan
disucikan” maka timbullah keragu-raguan pada diri Ali terhadap suara
itu. Kata Ali, “Siapa Engkau sebenarnya, karena sesungguhnya Nabi
Muhammad saw telah memerintahkan untuk memandikan.”
Tiba-tiba ada suara lain yang mengatakan, “Wahai Ali, mandikanlah
dia,karena sesungguhnya suara yang pertama tadi adalah suara Iblis
terkutuk, sebab dengki terhadap Muhammad saw maka dia bermaksud agar
beliau dimasukkan ke dalam kubur tanpa dimandikan”.
Kata Ali, “Semoga Allah membalas kebaikan kepadamu, sebab Engkau telah
memberitahukan bahwa tadi itu suara iblis terkutuk, maka siapakah
Engkau?” Suara itu menjawab, “Saya adalah Nabi Khidir, menghadiri
jenazah Nabi Muhammad saw.”
Selanjutnya Ali ra, memandikan Jasad Nabi Muhammad saw, Fadhal bin Abbas
dan Usamah bin Zahid ra yang menuangkan air dan malaikat Jibril telah
datang dengan membawa obat penahan kehancuran jasad dari surga. Kemudian
mereka mengkafani beliau serta menguburnya di kamar Siti Aisyah ra, di
tengah malam Rabu, sedang Siti Aisyah ra berdiri di atas kubur Nabi
Muhammad saw sambil berkata, “Hai orang yang belum pernah mengenakan
pakaian dari sutra, dan belum pernah tidur di atas ranjang yang empuk,
hai orang yang keluar dari dunia sedang perutnya belum pernah kenyang
meskipun dengan roti,dengan gandum kasar; hai orang yang memilih tidur
di atas tikar daripada balai/ranjang; hai orang yang tidak tidur
sepanjang malam karena takut siksa neraka Sa’ir” (Duratun Nasihin,
Pengajian ke 16)
9 Pedang Nabi Muhammad SAW
ini adalah pedang-pedang yang pernah dipakai oleh Nabi Muhammad SAW
semasa hidupnya untuk berdakwah. jumlah total pedang yang pernah
digunakan ada 9 buah.
1.Al Mat'thur
Juga dikenal sebagai 'Ma'thur Al-Fijar' adalah pedang yang dimiliki oleh
Nabi Muhammad SAW sebelum dia menerima wahyu yang pertama di Mekah.
Pedang ini diberi oleh ayahnya, dan dibawa waktu hijrah dari Mekah ke
Medinah sampai akhirnya diberikan bersama-sama dengan peralatan perang
lain kepada Ali bin Abi Thalib.
Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade
dengan panjang 99 cm. Pegangannya terbuat dari emas dengan bentuk berupa
2 ular dengan berlapiskan emeralds dan pirus. Dekat dengan pegangan itu
terdapat Kufic ukiran tulisan Arab berbunyi: 'Abdallah bin Abd
al-Mutalib'.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa 'uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
2.Al Adb
Al-'Adb, nama pedang ini, berarti "memotong" atau "tajam." Pedang ini
dikirim ke para sahabat Nabi Muhammad SAW sesaat sebelum Perang Badar.
Dia menggunakan pedang ini di Perang Uhud dan pengikut-pengikutnnya
menggunakan pedang ini untuk menunjukkan kesetiaan kepada Nabi Muhammad
SAW.
Sekarang pedang ini berada di masjid Husain di Kairo Mesir.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa 'uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
3.Dhu Al Faqar
Dhu Al Faqar adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil
rampasan pada waktu perang Badr. Dan dilaporkan bahwa Nabi Muhammad SAW
memberikan pedang ini kepada Ali bin Abi Thalib, yang kemudian Ali
mengembalikannya ketika Perang Uhud dengan bersimbah darah dari tangan
dan bahunya, dengan membawa Dhu Al Faqar di tangannya. Banyak sumber
mengatakan bahwa pedang ini milik Ali Bin Abi Thalib dan keluarga.
Berbentuk blade dengan dua mata.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa 'uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
4.Al Battar
Al Battar adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan
dari Banu Qaynaqa. Pedang ini disebut sebagai 'Pedangnya para nabi', dan
di dalam pedang ini terdapat ukiran tulisan Arab yang berbunyi : 'Nabi
Daud AS, Nabi Sulaiman AS, Nabi Musa AS, Nabi Harun AS, Nabi Yusuf AS,
Nabi Zakaria AS, Nabi Yahya AS, Nabi Isa AS, Nabi Muhammad SAW'. Di
dalamnya juga terdapat gambar Nabi Daud AS ketika memotong kepala dari
Goliath, orang yang memiliki pedang ini pada awalnya. Di pedang ini juga
terdapat tulisan yang diidentifikasi sebagai tulisan Nabataean.
Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade
dengan panjang 101 cm. Dikabarkan bahwa ini adalah pedang yang akan
digunakan Nabi Isa AS kelak ketika dia turun ke bumi kembali untuk
mengalahkan Dajjal.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa 'uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
5.Hatf
Hatf adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan dari
Banu Qaynaqa. Dikisahkan bahwa Nabi Daud AS mengambil pedang 'Al Battar'
dari Goliath sebagai rampasan ketika dia mengalahkan Goliath tersebut
pada saat umurnya 20 tahun. Allah SWT memberi kemampuan kepada Nabi Daud
AS untuk 'bekerja' dengan besi, membuat baju baja, senjata dan alat
perang, dan dia juga membuat senjatanya sendiri. Dan Hatf adalah salah
satu buatannya, menyerupai Al Battar tetapi lebih besar dari itu. Dia
menggunakan pedang ini yang kemudian disimpan oleh suku Levita (suku
yang menyimpan senjata-senjata barang Israel) dan akhirnya sampai ke
tangan Nabi Muhammad SAW
Sekarang pedang ini berada di Musemum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade, dengan panjang 112 cm dan lebar 8 cm.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa 'uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
6.Al Mikhdham
Ada yang mengabarkan bahwa pedang ini berasal dari Nabi Muhammad SAW
yang kemudian diberikan kepada Ali bin Abi Thalib dan diteruskan ke
anak-anaknya Ali. Tapi ada kabar lain bahwa pedang ini berasal dari Ali
bin Abi Thalib sebagai hasil rampasan pada serangan yang dia pimpin di
Syria.
Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade
dengan panjang 97 cm, dan mempunyai ukiran tulisan Arab yang berbunyi:
'Zayn al-Din al-Abidin'.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa 'uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
7.Al Rasub
Ada yang mengatakan bahwa pedang ini dijaga di rumah Nabi Muhammad SAW
oleh keluarga dan sanak saudaranya seperti layaknya bahtera (Ark) yang
disimpan oleh bangsa Israel
Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade
dengan panjang 140 cm, mempunyai bulatan emas yang didalamnya terdapat
ukiran tulisan Arab yang berbunyi: 'Ja'far al-Sadiq'.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa 'uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
8.Al Qadib
Al-Qadib berbentuk blade tipis sehingga bisa dikatakan mirip dengan
tongkat. Ini adalah pedang untuk pertahanan ketika bepergian, tetapi
tidak digunakan untuk peperangan. Ditulis di samping pedang berupa
ukiran perak yang berbunyi syahadat: "Tidak ada Tuhan selain Allah,
Muhammad Rasul Allah - Muhammad bin Abdallah bin Abd al-Mutalib." Tidak
ada indikasi dalam sumber sejarah bahwa pedang ini telah digunakan dalam
peperangan. Pedang ini berada di rumah Nabi Muhammad SAW dan kemudian
hanya digunakan oleh khalifah Fatimid.
Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Panjangnya
adalah 100 cm dan memiliki sarung berupa kulit hewan yang dicelup.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa 'uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
9.Qal'a
Pedang ini dikenal sebagai "Qal'i" atau "Qul'ay." Nama yang mungkin
berhubungan dengan tempat di Syria atau tempat di dekat India Cina.
Ulama negara lain bahwa kata "qal'i" merujuk kepada "timah" atau "timah
putih" yang di tambang berbagai lokasi. Pedang ini adalah salah satu
dari tiga pedang Nabi Muhammad SAW yang diperoleh sebagai rampasan dari
Bani Qaynaqa. Ada juga yang melaporkan bahwa kakek Nabi Muhammad SAW
menemukan pedang ini ketika dia menemukan air Zamzam di Mekah.
Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade
dengan panjang 100 cm. Didalamnya terdapat ukiran bahasa Arab berbunyi:
"Ini adalah pedang mulia dari rumah Nabi Muhammad SAW, Rasul Allah."
Pedang ini berbeda dari yang lain karena pedang ini mempunyai desain
berbentuk gelombang.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa 'uddah harbi-hi
No comments:
Post a Comment