DR. Umar
Sulaiman Abdullah Al- Asyqar Para panglima berusaha mengumpulkan bala
tentara sebanyak yang mereka mampu untuk menghadapi musuh. Mereka
mengira bahwa salah satu sebab kemenangan di medan perang adalah
kuantitas. Lain halnya dengan Nabiyullah Yusa’. Allah membuka tanah suci
lewat tangannya untuk Bani Israil setelah Musa ‘alahis salam. Yusya’
tidak mementingkan jumlah besar dalam menghadapi musuh. Dia lebih
memperhatikan kualitas pasukan perangnya. Oleh karena itu, dia menyortir
bala tentaranya dan prajurit- prajurit yang hati mereka tertambat
dengan urusan dunia yang telah memenjarakan hati mereka. Rasulullah
menyampaikan kepada kita bahwa Yusya’ berperang dengan bala tentara
tersebut untuk melawan penduduk sebuah kota. Dia khawatir malam tiba
sebelum kemenangan diraih di tangan. Dia pun memohon kepada Allah supaya
menahan matahari, maka Dia menahannya sampai kemenangan terwujud. Itu
adalah salah satu ayat Allah. Allah juga menunjukkan ayat-Nya yang lain,
melalui tangannya manakala terungkap orang- orang yang menggelapkan
rampasan perang dan Allah memurkai mereka. Teks Hadis Bukhari dan Muslim
meriwayatkan dalam Shahih masing-masing dari Abu Hurairah berkata bahwa
Rasulullah bersabda, “Salah seorang Nabi berperang. Dia berkata kepada
kaumnya, ‘Jangan mengikutiku orang yang menikahi wanita sementara dia
hendak membangun rumah tangga dengannya dan dia belum membangunnya
dengannya, dan tidak juga seorang yang membangun rumah tapi belum
melengkapi atapnya. Tidak pula orang yang telah membekali kambing atau
unta betina yang bunting sementara dia menunggu kelahirannya.’ Lalu nabi
itu berperang. Dia mendekati sebuah desa pada waktu shalat ashar atau
dekat waktu ashar. Maka dia berkata kepada matahari, ‘Sesungguhnya kamu
diperintahkan dan akupun diperintahkan. Ya Allah, tahanlah matahari
untuk kami.’ Matahari tertahan dan mereka meraih kemenangan. Lalu dia
mengumpulkan harta rampasan perang. Maka datanglah api untuk melahapnya
tetapi ia tidak bisa memakannya. Nabi itu berkata, ‘Ada di antara kalian
yang menggelapkan harta rampasan perang, hendaknya dari masing-masing
kabilah ada satu orang yang membaitku.’ Maka tangan seorang laki-laki
menempel dengan tangannya dan dia berkata, ‘Kalian menggelapkan rampasan
perang.’ Maka mereka datang menyerahkan emas sebesar kepala sapi.
Mereka meletakannya lalu datanglah api dan memakannya. Kemudian Allah
menghalalkan harta rampasan perang bagi kita. Dia mengetahui kelemahan
dan ketidakmampuan kita, maka Dia menghalalkannya untuk kita.” Takhrij
Hadis Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam Kitab Fardhul Khumus,
bab sabda nabi, “Dihalalkan harta rampasan perang bagi kalian.” (6/220,
no. 3124). Diriwayatkan oleh Bukhari secara ringkas dalam Kitab Nikah,
bab orang yang hendak berumah tangga sebelum perang, 9/223, no. 5157.
Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitabul Jihad Was Siyar, ba penghalalan
harta rampasan perang, 3/1366, no. 1747. ia pun terdapat di dalam Syarah
Shahih Muslim An-Nawawi, 12/409. Penjelasan Hadis Rasulullah
menyampaikan kepada kita bahwa salah seorang nabiyullah berperang untuk
membuka sebuah desa. Nabi ini adalah Yusya’ bin Nun, salah seorang nabi
Bani Israil. (Hadis shahih menyatakan hal itu diriwayatkan oleh Ahmad
dalam Musnadnya. Lihat Fathul Bari, 6/221). Dia ini telah menyertai Musa
dalam hidupnya. Dia menemani Musa dalam perjalanannya kepada Khidhir
sebagaimana telah dijelaskan dalam kisah Musa dan Khidhir. Allah
memberinya wahyu setelah Musa wafat dan Musa mengangkatnya sebagai
penerusnya di Bani Israil. Dialah pemimpin yang berkat jasanya tanah
suci bisa direbut kembali. Nabiyullah Yusya’ pada saat persiapannya
menuju kota yang hendak ditaklukkan dia berusaha agar pasukannya menjadi
pasukan yang kuat dan tangguh. Oleh karenanya, dia menyortir
prajurit-prajurit yang bisa menjadi biang kekalahan, karena hati mereka
lebih disibukkan oleh perkara dunia yang membelenggu hati dan pikiran
mereka. Yusya’ mengeluarkan tiga kelompok prajurit yang tidak dizinkan
untuk pergi berperang. Kelompok pertama adalah orang yang telah berakad
nikah tetapi belum menyentuh isterinya. Kelompok ini tidak diragukan
pastilah sangat tergantung hatinya dengan istrinya, lebih- lebih jika
dia masih muda. Kelompok kedua adalah orang yang sibuk membangun rumah
dan belum menyelesaikan bangunannya. Kelompok ketiga adalah orang yang
membeli unta atau domba bunting sementara dia menantikan kelahirannya.
Prinsip yang dipegang oleh nabi ini menunjukkan bahwa dia adalah
panglima yang unggul, pemilik taktik jitu dalam memimpin dan menyiapkan
bala tentara sehingga kemenangan bisa diwujudkan. Prajurit tidak menang
dalam jumlah besarnya, akan tetapi dengan kualitas. Ini lebih penting
daripada jumlah dan kualitas. Oleh karenanya, Yusya’ mengeluarkan
orang-orang yang berhati sibuk dari pasukannya, yaitu orang-orang yang
badannya di medan perang, tetapi pikirannya bersama istri yang belum
disentuhnya atau rumah yang belum diselesaikannya atau ternak yang
ditunggu kelahirannya. Apa yang dilakukan oleh Yusya’ ini mirip dengan
apa yang dilakukan oleh Thalut ketika melarang pasukannya untuk minum
dari sungai kecuali orang-orang yang menciduk air dengan tangannya. Saat
itu sedikit dari mereka yang minum. Thalut telah membersihkan
pasukannya dari unsur-unsur pelemah yang menjadi titik kekalahan. Allah
telah menyampaikan kepada Rasul-Nya bahwa mundurnya orang-orang munafik
di perang uhud mengandung kebaikan bagi orang-orang mukmin, “Jika mereka
berangkat bersama- sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain
dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di
celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antara kamu; sedang
di antara kamu ada orang-orang yang aAmat suka mendengarkan perkataan
mereka. dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim.” (At-Taubah: 47)..
Dengan pasukannya Yusya’ berangkat ke kota yang hendak ditaklukkannya.
Dia mendekati kota itu pada waktu ashar di hari yang sama. Ini berarti
kesempatan untuk membuka kota itu tidaklah banyak karena berperang di
malam hari tidaklah mudah dan bisa jadi hari itu adalah hari Jum’at. Dia
harus menghentikan perang begitu matahari terbenam. Karena berarti itu
memasukai hari Sabtu dan perang di hari Sabtu hukumnya haram bagi Bani
Israil. Maka dia harus mundur dari kota itu sebelum merebutnya, dan ini
berarti memberi peluang kepada penduduk kota untuk memperkuat
pasukannya, memperbaiki benteng- bentengnya, dan menambah kekuatan
senjatanya. ‘Yusya’ menghadap matahari dan berkata kepadanya, “Kamu
diperintakan aku juga diperintahkan.” Kemudian Yusya’ berdoa kepada
Allah, “Ya Allah, tahanlah ia untuk kami.” Allah mengabulkan
permintaannya dan menunda terbenamnya matahari hingga kemenangannya
diwujudkan. Iman Yusya’ begitu besar. Dia yakin kodrat Allah di atas
segala sesuatu. Dia mampu memanjangkan siang sehingga kemenangan bisa
diraih sebelum terbenamnya matahari. Urusan seperti ini tidak sulit bagi
Allah, dan kita mengetahui pada hari ini bahwa siang dan malam terjadi
karena berputarnya bumi mengelilingi dirinya. Dan sepertinya, -ilmu yang
sebenarnya berada di sisi Allah- perputaran bumi berjalan lambat dengan
kodrat Allah hingga kemenagan terwujudkan. Allah tidak menghalalkan
harta rampasan perang bagi umat manapun sebelum kita. Harta rampasan
perang dikumpulkan, lalu api turun dari langit dan membakarnya jika
tidak seorangpun dari pasukan yang menggelapkannya. Jika harta rampasan
perang ada yang digelapkan, maka api menolak untuk melahapnya. Ini
berarti Allah tidak ridha kepada mereka. Harta rampsan perang
dikumpulkan, api pun turun tetapi tidak memakan apapun. Maka Yusya’
berkata, “Di antara kalian ada yang menggelapkan harta rampasan perang.”
Untuk membongkarnya Yusya’ menyuruh masing-masing kabilah mengirimkan
satu orang untuk membaitnya. Maka tangannya menempel lengket di tangan
orang yang berasal dari kabilah yang menggelapkan harta rampasan perang.
Yusya’ membait anggota kabilah itu satu persatu. Tangannya lengket
dengan tangan dua atau tiga orang, dan Yusya’ berkata, “Penggelapnya ada
pada kalian.” Akhirnya mereka mengeluarkan sebongkah emas besar dalam
bentuk kepala sapi dan diletakkan di antara harta rampasan lain. Api
turun dan memakannya. Hukum ini telah mansukh(dihapus) bagi kita sebagai
rahmat dari Allah kepada kita dan karunia-Nya. Dan dihalakannya harta
rampasan perang merupakan salah satu kekhusuan atas umat ini. Versi
Taurat Terdapat Safar yang panjang dalam Taurat yang bernama Safar
Yusya’. Hanya saja, nama yang tertulis padanya adalah Yasyu’. Ini adalah
nama Ibrani yang berarti Yehofa Khalash, dan Yehofa dalam Yahudi adalah
salah satu nama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Buku kamus Al-Kitabul
Muqaddaas menyebutkan dengan mengambil dari Taurat, bahwa di beberapa
tempat, nama Yasyu’ pada dasarnya adalah Husya’ atau Hausya’, dan bahwa
Musalah yang memanggilnya Yasyu’. Yasyu’ adalah pengganti Musa. Dia
pertama kali sebagai pelayan Musa. Dalam hidupnya Musa menugaskannya
untuk mengurusi sebagian perkara- perkara besar. (Kamus Al-Kitabul
Muqaddas, hlm. 1068). Taurat menyebutkan dalam Safar yang dinisbahkan
kepada Yusya’ bahwa Bani Israil masuk Palestina setelah Musa wafat
dengan dipimpin oleh Yasyu’. Di sana terdapat banyak perincian tentang
cara masuk mereka, perang-perang yang mereka jalani dengan pimpinan
Yasyu’, dan kemengan-kemengan yang mereka raih. Disebutkan di Ishah ke
tujuh dala Safar Yasyu’ tentang kisah penggelapan yang dilakukan oleh
sebagian Bani Israil, bagaimana Yusya’ membongkar orang-orang yang
melakukan penggelapan, dan penentuan siapa yang menggelapkan. Akan
tetapi, yang disebutkan di dalam hadits lebih teliti daripada dalam
Taurat. Hadis menjelaskan bahwa Yusya’ membongkarnya dengan berjabat
tangan seperti yang ada di dalam hadits dan ini tidak dijelaskan dalam
Taurat. Taurat menyebutkan bahwa pelaku penggelapan hanyalah seorang,
sementara hadis menyatakan dua atau tiga orang. Taurat juga menyebutkan
bahwa seorang laki-laki menggelapkan baju Syinari yang mahal, dua ratus
Syaqil perak dan lidah emas seberat lima puluh Syaqil. Padahal yang
benar adalah bahwa harta yang digelapkan adalah kepala sapi dari emas
seperti dalam hadis. Taurat menyebutkan di Ishah kesepuluh di Safar
Yusya’ tentang ditahannya matahari untuk Yusya’. Hal itu dijelaskan
dalam Safar tersebut point 12-13, “Ketika itu Yusya’ berbicara kepada
Tuhan pada hari ketika Tuhan menyerahkan orang-orang Umuriyyin di depan
Bani Israil. Dia berkata di depan Bani Israil, ‘Wahai matahari, tetaplah
kamu di atas Jab’un dan rembulan di atas lembah Ailun. Maka matahari
berhenti dan rembulan juga berhenti, sehingga rakyat bisa membalas
musuh-musuhnya. Bukankah ini tertulis dalam Safar Yasyir? Matahari
berhenti di tengah langit dan ia tidak terbenam selama hampir satu hari
penuh.” Nash Taurat ini harus ditimbang kebenarannya dengan kacamata
hadis. Yusya’ tidak memerintahkan matahari untuk berhenti, tetapi dia
berdoa kepada Allah agar menahannya untuknya. Matahari tidak berada di
tengah-tengah langit, tetapi ia telah condong untuk terbenam karena doa
Yusya’ pada waktu Ashar atau sesudahnya. Ada hal lain yang harus
dikoreksi, yaitu penyelewengan yang terjadi pada Taurat. Taurat
menyebutkan dalam Ishah kesepuluh bahwa peperangan di mana matahari
ditahan untuk Yusya’ terjadi setelah perang yang melibatkan penggelapan
harta rampasan perang. Yang benar dan sesuai dengan hadis adalah bahwa
keduanya terjadi di dalam satu peperangan. Di antara penyimpangan yang
terjadi pada Taurat adalah bahwa Taurat menyebutkan Bani Israil
menyimpan harta rampasan perang dalam perang Ariha di Baitur Rab, baik
itu emas atau perak atau bejana kuningan atau besi, dan itu dengan
perintah Allah kepada mereka. Harta yang digelapkan dibakar oleh Bani
Israil bersama laki-laki yang menggelapkannya beserta putra-putrinya,
keledainya, kambingnya, tendanya dan seluruh hartanya. Adapun harta
rampasan perang setelah itu, maka Ishah kedelapan poin 2 dalam Safar
Yasyu’ menyebutkan bahwa Tuhan membolehkannya bagi mereka. Nashnya,
“Hanya saja harta rampasan perangnya. Ternak-ternaknya ambillah ia untuk
diri kalian.” Poin 27 dalam Safar yang sama, “Akan tetapi ternak dan
harta rampasan perang kota itu diambil oleh Bani Israil untuk diri
mereka berdasarkan firman Tuhan yang diperintahkan kepada Yasyu’.” Yang
disebutkan di atas termasuk penyelewengan yang menimpa Taurat tentang
harta rampasan yang tidak dihalalkan kepada umat sebelum kita. Api
datang, maka ia memakan harta rampasan perang yang terdiri dari
perabotan, pakaian, emas, dan perak sebagaimana hal ini ditetapkan oleh
banyak dalil shahih. Salah satunya disebutkan oleh Rasulullah dalam
hadis ini. Beliau saw. memberitakan bahwa api yang turun dari langit
menolak memakan harta rampasan perang jika terjadi penggelapan. Baru
ketika penggelapan itu dibongkar dan diletakkan bersama harta rampasan
lainnya, maka turunlah api yang membakarnya. Tidak benar jika yang
membakarnya adalah Bani Israil. Kalaupun pelaku penggelapan harta
rampasan perang boleh dibakar sebagai hukuman atasnya, maka bukanlah
termasuk keadilan jika istrinya, anak-anaknya dan ternaknya pun ikut
dibakar, seperti yang diklaim oleh para penyeleweng Taurat.
Pelajaran-Pelajaran dan Faedah- Faedah Hadis 1. Peperangan yang
dilakukan oleh Yusya’ dengan diikuti oleh Bani Israil menunjukkan bahwa
berperang telah diwajibkan atas umat-umat sebelum umat ini. Bukan khusus
bagi kita saja. Allah telah menghukum Bani Israil dengan kesesatan
selama empat puluh tahun manakala mereka menolak berperang melawan
orang-orang yang sombong. 2. Firman Allah ini menunjukkan bahwa para
Nabi dalam jumlah yang besar telah berperang, “Dan berapa banyak nabi
yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikutnya yang
bertaqwa.” (Ali Imran: 146). Firman Allah menunjukkan kewajiban
berperang atas Bani Israil, “Apakah kamu tidak memperhatikan
pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata
kepada seorang Nabi mereka, “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya
kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah”. Nabi mereka
menjawab, “Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu
tidak akan berperang”. mereka menjawab: “Mengapa Kami tidak mau
berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari
anak-anak kami?”. Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka,
merekapun berpaling, kecuali beberapa saja di antara mereka. Dan Allah
Maha mengetahui siapa orang-orang yang zalim.” (Al- Baqarah: 246). 3.
Hadis ini membimbing pemimpin agar tidak menyerahkankan tugas-tugas
besar kepada orang- orang di mana hati mereka sibuk dengan perkara yang
menghalangi mereka untuk menunaikannya. 4. Pengendalian prajurit
memerlukan ilmu tentang tabiat-tabiat jiwa dan pemilihan kualitas yang
memungkinkannya untuk bersabar di medan perang, serta membuang unsur
penyebab kekalahan pasukan sebagaimana yang dilakukan oleh Yusya’. 5.
Hadis ini mengandung ayat yang nyata dan mukjizat mengagumkan yang
menunjukkan kodrat Allah dan dukungan-Nya kepada rasul- rasul-Nya, serta
pertolongan-Nya kepada mereka dalam tugas- tugas yang dibebankan atas
mereka. Di antaranya adalah menahan matahari dan memanjangkan siang,
sehingga para pasukan bisa meraih kemenangan. Allah juga menunjukkan
kabilah di mana penggelapan terjadi padanya, termasuk para pelaku
penggelapan, sebagaimana telah disebutkan dalam hadis. 6. Harta rampasan
perang diharamkan atas umat-umat sebelum kita. Dan Allah memberkan
kekhususan kepada umat ini dengan menghalalkanya bagi mereka. 7. Dosa
menggelapkan harta rampasan perang. Api tidak mau membakar harta
rampasan di mana padanya terjadi penggelapan. Rasulullah telah
menyampaikan bahwa seorang laki-laki menggelapkan selimut, maka ia
membakarnya di kuburnya. Orang yang menggelapkan harta rampasan perang,
maka dia akan memikulnya di hari kiamat. 8. Pada Bani Israil terdapat
orang- orang shalih yang berjihad fi sabilillah. Allah membantu dan
memberi mereka kemenangan. 9. Walaupun Yusya’ telah membersihkan
pasukannya dari unsur lemah di mana kekalahan mungkin terjadi melalui
mereka, tetap saja tersisa orang-orang lemah iman pada pasukannya, yaitu
orang-orang yang menggelapkan harta rampasan perang. 10. Hadis ini
mengoreksi sebagian penyimpangan dalam Taurat.
No comments:
Post a Comment