أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Pembersihan rohani di sini maksudnya ialah mengobati seluruh penyakit bathin yang buruk pada diri manusia, jika seseorang hamba ingin menuju kepada khalikNya, sudah tentu penyakit bathin harus di obati terlebih dahulu, sebab jika seseorang hamba yang menuju kepada tuhannya tetapi masih ada penyakit bathinnya maka tiada akan dapat sampai (ma’rifat) kepada tuhannya, sebab Allah Swt adalah dzat yang Maha Suci.
Bathin pada manusia umumnya penuh dengan penyakit yang berupa kotoran – kotoran sifat madzmumah, artinya selalu di penuhi dengan penyakit bathin yang buruk, seperti ; iri hati, dengki, penghasut, loba, tamak, serakah, penipu alias munafik dan lain sebagainya yang sifatnya buruk, nah sifat buruk pada manusia ini harus di obati dulu sebelum dapat menuju kepada tuhannya, tiada akan semudah itu seseorang manusia akan dapat mengenal khalikNya tanpa bathinnya bersih dari sifat buruk tersebut.
Sifat buruk pada bathin manusia ini adalah yang menungganginya yaitu iblis dan syetan, dan pada diri bathin manusia para iblis dan syetan ini mempunyai layaknya rumah – rumah atau istana – istana seperti layaknya manusia di muka bumi ini yang kelihatan dengan nyata, contohnya si anu tinggal di jalan ini nomor sekian kecamatan ini dan kabupaten itu, nah begitu juga para syetan pada diri manusia, mereka menempati pada bathin manusia untuk selalu membisikkan berbagai tipu daya dan hasut agar manusia selalu dalam kemaksiatan, baik itu mereka secara berkelompok maupun secara sendiri – sendiri, tetapi mereka ini menempati tempat pada bathin manusia tersebut sesuai dengan tugasnya dan tertentu pula alamatnya, artinya jika syetan yang bertugas di bidang menghasut akan manusia berupa sifat tamak atau loba, tentu tidak serumah atau setempat tinggal dengan syetan yang tugasnya untuk sifat lalai dan takbur.
Berdasarkan hal inilah maka setiap seseorang hamba yang belajar dzikir Naqsyabandi, maka terlebih dahulu di suruh memerangi beberapa sifat buruk pada bathin sesuai dengan tingkatannya melalui ucapan Allah…Allah…Allah…pada tiap tempat rumah atau istana syetan tersebut dalam dirinya, dengan harapan para iblis dan syetan dapat tunggang langgang lari terbirit – birit dari rumah atau istananya tersebut dalam diri manusia, jika sudah demikian maka tentu sifat tersebut sudah jauh berkurang bahkan hilang sama sekali dari dalam diri bathinnya tersebut, yang tinggal hanyalah kalimah Allah saja yang menempatinya, hal demikianlah merupakan pintu dasar akan menuju dan mendekatkan diri kepada Allah Swt serta dapat mengenalnya.
Dalam hal seseorang hamba jika ingin mendekatkan diri serta menuju kepada Allah Swt, maka dalam ajaran Thariqat An-Naqsyabandi di bagi terlebih dahulu beberapa maqam dasarnya untuk di bersihkan sifat buruk pada rohaninya sebagai berikut :
Maqam dasar dari cara berdzikirnya seorang hamba adalah di sebut dengan LATIFATUL QALBIY dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan ialah :
Maqam ini berhubungan dengan jantung jasmani secara zahir, dan letaknya adalah kira – kira dua jari di bawah susu sebelah yang kiri, banyak dzikir di daerah maqam ini sekurang – kurangnya 5000x dalam sehari semalam dan di lakukan secara terus menerus (istiqamah), menurut kajiannya ini adalah wilayahnya Nabi Adam As, yang bercahaya kuning secara ghaib, serta berasal dari tanah, angin dan api.
Pada wilayah inilah menurut ajaran Naqsyabandi tempat atau istananya iblis dan syetan yang mempunyai tugas untuk menyisipkan dan menghasut akan sifat buruk pada manusia, yakni ;
Inilah hal paling dasar yang sangat perlu untuk membentuk kepribadian akhlak yang baik pada manusia dan untuk mendidiknya agar selalu beribadah kepada Allah Swt, maqam ini adalah merupakan sentral yang vital daripada ruhaniah manusia, dan harus terlebih dahulu di benahi, wilayah ini merupakan induk dari maqam – maqam selanjutnya untuk menuju kepada Allah Swt.
Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat hawa nafsu akan dunia dan selalu mengikut akan petunjuk syetan yang buruk ini akan menjauhkan hamba tersebut dari tuhannya.
Untuk hal yang demikianlah maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat keridhaan dariNya, jika seseorang hamba betul – betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya Allah Swt terbukalah rahasia gaib alam jabarud dan alam malakud dengan izin dan kehendakNya, dia mendapatkan ilham dan karunia daripadaNya, dan itu ini di katakan sunnah dan thariqatnya Nabi Adam As.
Puncak hasilnya pada dzikir ini jika memang telah bersih penyakit buruk tersebut adalah fana pada Af’al Allah Swt, artinya menyadari akan segala sesuatu di dunia ini adalah perbuatan Allah Swt, perasaan ini di sertai dengan munculnya rasa akan mati tabi’i, mati yang di maksudkan di sini adalah matinya hawa nafsu dan hiduplah hati sanubari untuk kelak akan mengakui daripada kebenaran Allah Swt itu adalah satu (tauhid), ini adalah tahap awal seseorang hamba untuk mengetahui arti daripada apa itu yang di namakan dengan Tauhid.
Mati Tabi’i artinya perasaan lahiriah orang yang berdzikir menjadi hilang, fana pendengaran dan penglihatan lahiriahnya, sehingga tidak berfungsi lagi, yang berfungsi adalah pendengaran dan penglihatan bathinnya yang memancar dari lubuk hatinya, sehingga terdengar dan terlihat hanyalah lapzul jalalah, dalam keadaan demikian akal dan pikiran jasmani tidak berjalan lagi, kecuali akal dan pikiran bathin, sebab akal dan pikiran bathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah Swt, hal demikianlah yang merupakan nur illahi terbit dari orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharoh (hadir) bersama Allah Swt.
Mati Tabi’i juga merupakan lompatan dari pintu fana yang pertama, oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah Swt, dan ini merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah Swt, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah Swt, tata cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini telah di atur secara turun menurun secara silsilah dan sampai kepada kami adalah sebagai berikut :
Bathin pada manusia umumnya penuh dengan penyakit yang berupa kotoran – kotoran sifat madzmumah, artinya selalu di penuhi dengan penyakit bathin yang buruk, seperti ; iri hati, dengki, penghasut, loba, tamak, serakah, penipu alias munafik dan lain sebagainya yang sifatnya buruk, nah sifat buruk pada manusia ini harus di obati dulu sebelum dapat menuju kepada tuhannya, tiada akan semudah itu seseorang manusia akan dapat mengenal khalikNya tanpa bathinnya bersih dari sifat buruk tersebut.
Sifat buruk pada bathin manusia ini di wilayah ini adalah tamak, rakus dan bakhil yang menungganginya yaitu iblis dan syetan, pada diri bathin manusia para iblis dan syetan pada bidang penyakit ini rumah atau istana pada rabu jasmani manusia, untuk selalu membisikkan berbagai tipu daya dan hasut agar manusia selalu dalam kemaksiatan di bidang tamak, rakus dan bakhil, untuk menumpas keberadaan syetan ini maka lazimkanlah dzikrullah pada wilayah ini dengan senjata kalimah Allah…Allah…Allah…, dengan harapan para iblis dan syetan dapat tunggang langgang lari terbirit – birit dari rumah atau istananya tersebut dalam diri manusia, jika sudah demikian maka tentu sifat tersebut sudah jauh berkurang bahkan hilang sama sekali dari dalam diri bathinnya tersebut, yang tinggal hanyalah kalimah Allah saja yang menempatinya, hal demikianlah merupakan pintu dasar kedua menuju dan mendekatkan diri kepada Allah Swt serta dapat mengenalnya.
Maqam kedua dari cara berdzikirnya seorang hamba untuk mengobati penyakit bathin ini adalah di sebut dengan LATIFATUL RUH dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan ialah :
Maqam ini berhubungan dengan rabu pada jasmani dengan posisi maqamnya adalah dua jari di bawah susu sebelah kanan tubuh jasmani atau zahir, pada maqam ini menurut ketentuan jumlah dzikirnya sekurang – kurangnya 1000 kali dalam sehari semalam, maqam ini secara bathiniahnya pada manusia adalah wilayahnya dzikir Nabi Ibrahim As dan bercahaya merah secara ghaib, dan maqam ini berasal dari api.
Maqam ini adalah tempatnya sifat madzmumah (Buruk) pada bathin manusia adalah :
Khana’ah dalam arti kata memadai ianya akan apa ada adanya yang telah di tentukan oleh Allah Swt akan dirinya di dunia ini.
Sifat buruk ini seperti, loba, tamak, rakus dan bakhil adalah salah satu sifat yang tidak di sukai oleh Allah Swt dan RasulNya, sifat bathiniah yang buruk seperti ini tidak ubahnya seperti binatang yang suka menurut akan hawa nafsunya, jadi dengan rajinnya mengobati sifat ini dengan dzikir pada maqam tersebut di atas adalah dapat berganti sifat yang di sukai Allah Swt dan RasulNya, seperti merasa selalu bersyukur dan menerima apa adanya yang telah di tetapkan oleh Allah Swt, usaha untuk merubah sifat ini adalah dengan cara yang wajar melalui dzikir kepada Allah Swt dengan seperti cara yang di ajarkan oleh ajaran Thariqat An- Naqsyabandi.
Hasil puncaknya pada dzikir ini adalah merasakan maqam fanafil ‘asma dan mati ma’nawi, artinya semua sifat keinsanan manusia telah lebur dan lenyap dan di ganti oleh sifat ketuhanan yang biasa di sandarkan kepada manusia, artinya fana dan menyadari akan sifat – sifat kebaikan Allah Swt, seperti sifat sayang, kasih, pemaaf dan lain sebagainya yang baik, hal ini ada pada manusia yang beriman dan di namakan dengan sifat fanafii’asma (fana akan nama Allah Swt).
Pendengaran dan penglihatan lahir menjadi hilang lenyap, yang tinggal hanyalah pendengaran bathin dan penglihatan bathin yang memancarkan nur illahi, yang terbit dari dalam hati yang dapat memancarkan ilham dari Allah Swt, merasakan akan mati ma’nawi, ini artinya pintu fana yang kedua dan di terima oleh seseorang berdzikir, ini merupakan hasil mujahadahnya dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah Swt jika ikhlas dzikirnya.
Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat loba, tamak, rakus dan bakhil ini selalu mengikut akan petunjuk atau bisikan dan sifat yang di benci Allah Swt serta hanya ada pada iblis dan syetan juga pada orang yang tidak beriman.
Untuk hal yang demikianlah maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat keridhaan dariNya, jika seseorang hamba betul – betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya Allah Swt terbukalah rahasia gaib akan kebenaran dengan izin dan kehendakNya, dia mendapatkan ilham dan karunia daripadaNya, dan itu ini di katakan sunnah dan thariqatnya Nabi Ibrahim As, sebab dengan akal dan pikiran bathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah Swt, hal demikianlah yang merupakan nur illahi terbit dari hati orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharoh (hadir) bersama Allah Swt. Mati ma’nawi juga merupakan lompatan dari pintu fana yang kedua, oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah Swt, dan ini merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah Swt, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah Swt, tata cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini telah di atur secara turun menurun secara silsilah dan sampai kepada kami adalah sebagai berikut :
Maqam ketiga dari cara berdzikirnya seorang hamba untuk mengobati penyakit bathin ini adalah di sebut dengan LATIFATUL SIRRI dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan dzikirnya sebagai berikut :
Maqam ini berhubungan dengan hati pada jasmani manusia, kira – kira dua jari di atas susu kiri, jumlah dzikirnya dalam sehari semalam sekurang – kurangnya 1000 kali di lakukan secara rutin dan istiqamah, ini adalah wilayahnya Nabi Musa Klh, bercahaya putih dan asalnya dari angin, maqam ini tempatnya sifat madzmumah pada manusia di jurusan :
Puncak hasil daripada maqam ini adalah fanafisifattisubutiah (fana akan sifat yang baik) dan mati sirri, mati sirri artinya segala sifat keinsanan menjadi lenyap dan berganti dengan fana, demikian juga dengan alam yang wujud ini menjadi lenyap dan di telan oleh alam ghaib, alam malakul yang penuh dengan nur illahi, mendapatkan karunia dari Allah Swt akan perasaan mati sirri ini adalah dengan bergelimangnya akan baqa finurillah, yaitu nur af’al Allah Swt, nur asma Allah Swt, nur zat Allah Swt dan nurran ‘ala nurrin, cahaya di atas cahaya Allah Swt, di mana Allah Swt memberikan karunia itu kepada siapa saja yang dia kehendaki.
postingan selanjutnya URAIAN LATHIFATUL KHAFI…
7 Titik Latifatul
Dzikir Latifatul Qalby ( Maqam Tingkat 1 )
Maqam ini adalah maqam dasar dalam kajian Thariqat An-Naqsyabandi jika seseorang di bai’at dalam mendalami pelajaran dzikir dalam ajaran tasawwuf atau sufi, maka jika seseorang telah di bai’at maka pada tempat inilah dzikir kepada Allah Swt di sandarkan terlebih dahulu dengan makna adalah pembersihan rohani secara bertahap – tahap dan berbagai tingkatan pembersihan penyakit bathin.Pembersihan rohani di sini maksudnya ialah mengobati seluruh penyakit bathin yang buruk pada diri manusia, jika seseorang hamba ingin menuju kepada khalikNya, sudah tentu penyakit bathin harus di obati terlebih dahulu, sebab jika seseorang hamba yang menuju kepada tuhannya tetapi masih ada penyakit bathinnya maka tiada akan dapat sampai (ma’rifat) kepada tuhannya, sebab Allah Swt adalah dzat yang Maha Suci.
Bathin pada manusia umumnya penuh dengan penyakit yang berupa kotoran – kotoran sifat madzmumah, artinya selalu di penuhi dengan penyakit bathin yang buruk, seperti ; iri hati, dengki, penghasut, loba, tamak, serakah, penipu alias munafik dan lain sebagainya yang sifatnya buruk, nah sifat buruk pada manusia ini harus di obati dulu sebelum dapat menuju kepada tuhannya, tiada akan semudah itu seseorang manusia akan dapat mengenal khalikNya tanpa bathinnya bersih dari sifat buruk tersebut.
Sifat buruk pada bathin manusia ini adalah yang menungganginya yaitu iblis dan syetan, dan pada diri bathin manusia para iblis dan syetan ini mempunyai layaknya rumah – rumah atau istana – istana seperti layaknya manusia di muka bumi ini yang kelihatan dengan nyata, contohnya si anu tinggal di jalan ini nomor sekian kecamatan ini dan kabupaten itu, nah begitu juga para syetan pada diri manusia, mereka menempati pada bathin manusia untuk selalu membisikkan berbagai tipu daya dan hasut agar manusia selalu dalam kemaksiatan, baik itu mereka secara berkelompok maupun secara sendiri – sendiri, tetapi mereka ini menempati tempat pada bathin manusia tersebut sesuai dengan tugasnya dan tertentu pula alamatnya, artinya jika syetan yang bertugas di bidang menghasut akan manusia berupa sifat tamak atau loba, tentu tidak serumah atau setempat tinggal dengan syetan yang tugasnya untuk sifat lalai dan takbur.
Berdasarkan hal inilah maka setiap seseorang hamba yang belajar dzikir Naqsyabandi, maka terlebih dahulu di suruh memerangi beberapa sifat buruk pada bathin sesuai dengan tingkatannya melalui ucapan Allah…Allah…Allah…pada tiap tempat rumah atau istana syetan tersebut dalam dirinya, dengan harapan para iblis dan syetan dapat tunggang langgang lari terbirit – birit dari rumah atau istananya tersebut dalam diri manusia, jika sudah demikian maka tentu sifat tersebut sudah jauh berkurang bahkan hilang sama sekali dari dalam diri bathinnya tersebut, yang tinggal hanyalah kalimah Allah saja yang menempatinya, hal demikianlah merupakan pintu dasar akan menuju dan mendekatkan diri kepada Allah Swt serta dapat mengenalnya.
Dalam hal seseorang hamba jika ingin mendekatkan diri serta menuju kepada Allah Swt, maka dalam ajaran Thariqat An-Naqsyabandi di bagi terlebih dahulu beberapa maqam dasarnya untuk di bersihkan sifat buruk pada rohaninya sebagai berikut :
Maqam dasar dari cara berdzikirnya seorang hamba adalah di sebut dengan LATIFATUL QALBIY dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan ialah :
Maqam ini berhubungan dengan jantung jasmani secara zahir, dan letaknya adalah kira – kira dua jari di bawah susu sebelah yang kiri, banyak dzikir di daerah maqam ini sekurang – kurangnya 5000x dalam sehari semalam dan di lakukan secara terus menerus (istiqamah), menurut kajiannya ini adalah wilayahnya Nabi Adam As, yang bercahaya kuning secara ghaib, serta berasal dari tanah, angin dan api.
Pada wilayah inilah menurut ajaran Naqsyabandi tempat atau istananya iblis dan syetan yang mempunyai tugas untuk menyisipkan dan menghasut akan sifat buruk pada manusia, yakni ;
- hawa nafsu;
- Sifat Syetan;
- dan Dunia.
Inilah hal paling dasar yang sangat perlu untuk membentuk kepribadian akhlak yang baik pada manusia dan untuk mendidiknya agar selalu beribadah kepada Allah Swt, maqam ini adalah merupakan sentral yang vital daripada ruhaniah manusia, dan harus terlebih dahulu di benahi, wilayah ini merupakan induk dari maqam – maqam selanjutnya untuk menuju kepada Allah Swt.
Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat hawa nafsu akan dunia dan selalu mengikut akan petunjuk syetan yang buruk ini akan menjauhkan hamba tersebut dari tuhannya.
Untuk hal yang demikianlah maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat keridhaan dariNya, jika seseorang hamba betul – betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya Allah Swt terbukalah rahasia gaib alam jabarud dan alam malakud dengan izin dan kehendakNya, dia mendapatkan ilham dan karunia daripadaNya, dan itu ini di katakan sunnah dan thariqatnya Nabi Adam As.
Puncak hasilnya pada dzikir ini jika memang telah bersih penyakit buruk tersebut adalah fana pada Af’al Allah Swt, artinya menyadari akan segala sesuatu di dunia ini adalah perbuatan Allah Swt, perasaan ini di sertai dengan munculnya rasa akan mati tabi’i, mati yang di maksudkan di sini adalah matinya hawa nafsu dan hiduplah hati sanubari untuk kelak akan mengakui daripada kebenaran Allah Swt itu adalah satu (tauhid), ini adalah tahap awal seseorang hamba untuk mengetahui arti daripada apa itu yang di namakan dengan Tauhid.
Mati Tabi’i artinya perasaan lahiriah orang yang berdzikir menjadi hilang, fana pendengaran dan penglihatan lahiriahnya, sehingga tidak berfungsi lagi, yang berfungsi adalah pendengaran dan penglihatan bathinnya yang memancar dari lubuk hatinya, sehingga terdengar dan terlihat hanyalah lapzul jalalah, dalam keadaan demikian akal dan pikiran jasmani tidak berjalan lagi, kecuali akal dan pikiran bathin, sebab akal dan pikiran bathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah Swt, hal demikianlah yang merupakan nur illahi terbit dari orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharoh (hadir) bersama Allah Swt.
Mati Tabi’i juga merupakan lompatan dari pintu fana yang pertama, oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah Swt, dan ini merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah Swt, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah Swt, tata cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini telah di atur secara turun menurun secara silsilah dan sampai kepada kami adalah sebagai berikut :
- Menghimpunkan pengenalan kepada hati sanubari, maksudnya menetapkan konsentrasi secara penuh hanya kepada Allah Swt secara keseluruhan;
- Mengingat zat Allah dengan hati sanubari, ini lebih menekankan kepada ingat terhadap Allah Swt pada maqam yang di tuju untuk berdzikir;
- Mengucapkan Istighfar dengan bilangan yang ganjil, artinya secara syari’ah kita selalu mohon ampun kepada Allah, sama saja artinya dengan lebih mendekatkan diri kepadaNya melalui istighfar, dan ucapan istighfar ini bilangannya secara ganjil, contohnya 3x, 5x, 7x dan seterusnya berapapun mau asal ikhlas;
- Membaca Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali, dengan membaca ayat Al-Qur’an tentu hati akan lebih mudah menerima hidayah dariNya dan lebih mendekatkan diri kepadaNya;
- Menghadirkan Masaikh Thariqat di hadapan kita, ini artinya bertawassul kepada Allah Swt melalui keutamaan ulama – ulama ajaran ini yang lebih dahulu telah mendapatkan hidayah dariNya melalui cara dzikir ini, pelaksanaanya perlu kehati – hatian penuh, jika tidak akan terjatuh kepada kesyirikan;
- Menghadiahkan pahala Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali kepada para masaikh, maksudnya bacaan yang di baca di atas tadi hadiahkan faedahnya kepada para ulama silsilah yang telah memakai ajaran dzikir ini yang lebih dahulu dari pada kita, ini merupakan penguatan terhadap tawassul atau rabithah tadi;
- Mematikan diri sebelum mati, maksudnya belajarlah mati sebelum di matikan dengan arti kata senantiasalah selalu ingat (dzikir) kepadaNya;
- Memandang rabithah atau rupa guru, ini penerapannya sangatlah rumit dan penuh hati – hati, jika tidak maka akan tergelincir kepada syirik khafi (tersembunyi), pelaksanaannya adalah tekankan dalam hati akan bersyukur kepada Allah Swt yang telah mengaruniakan hidayahNya bahwa ajaran ini di sampaikan Allah Swt kepada kita melalui guru atau mursyid kita, di luar cara ini dalam menerapkannya maka syiriklah yang akan terjadi, bukannya mendapat keridhaan malah kemurkaan Allah Swt lah yang di dapat;
- Munajat kepada Allah Swt, artinya sebelum kita mengucapkan dzikir Allah…Allah…Allah…terlebih dahulu kita membaca atau berdo’a sebagai berikut : “ILLAHI ANTA MAKSUDI WA RIDHAKA MATHLUBI”, artinya : “Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan keridhaan engkaulah tujuanku.”
- Membaca zikir kepada Allah Swt, setelah keseluruhan cara di atas di laksanakan maka di mulailah dengan berdzikir atau membaca Allah…Allah…Allah…sebanyak – banyaknya sesuai dengan kemampuan dan kesempatan, jika sudah cukup dan selesai dari berdzikir maka panjatkanlah puja dan puji syukur kepada Allah Swt yang telah memberi kesempatan dan kekuatan dalam beribadah dzikir ini.
- Wuquf Qalbiy, artinya kuatkan konsentrasi pikiran hanya kepada Allah Swt yang tiada berwujud dan berbentuk dari segala sesuatu apapun di dunia ini, tetapi ianya hanyalah tunggal dan esa, dalam pelaksanaan ini ini sekurang – kurangnya buatlah pikiran itu memikirkan akan keberadaan kekuatan dan kesempatan kita saat berdzikir ini hanyalah merupakan kekuatan (hidayah) dari Allah Swt, hal ini termasuk dalam kategori ingat kepada Allah Swt secara af’al (perbuatan);
- Setelah dapat membuat pikiran yang sedemikian di atas, maka usahakanlah agar selalu ucapan dzikir tersebut masuk pada wilayah maqam yang telah di sebut di atas secara terus menerus laksana tembakan mitraliur yang tiada putusnya seraya memusatkan pikiran bahwa Allah Swt senantiasa mengawasi kita dalam keadaan apapun juga;
- Jika masih terasa susah juga, maka cobalah buat ingatan rajah dari pada tulisan nama Allah Swt dalam bayangan kita saat dalam berdzikir terus masukkan tulisan Allah tersebut pada maqam yang telah tersebut di atas, tapi ingat ini ada unsur syiriknya jika tiada hati – hati dalam menerapkannya dan ini tergolong kepada selemah – lemahnya seorang hamba dalam berdzikir kepada Allah Swt, tetapi jika hanya mampu demikian maka memadailah secara tahap awal tetapi harus berusaha dengan keras agar jangan dengan cara ini, tetapi pakailah cara yang 2 (dua) di atas.
- Setiap selesai berdzikir harus selalu menyampaikan rasa syukur yang sebesar – besarnya kepada Allah Swt atas karuniaNya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan dalam ingat kepadaNya.
Dzikir Latifatul Ruh Tingkat 2
Pembersihan rohani di sini maksudnya ialah mengobati seluruh penyakit bathin yang buruk pada diri manusia secara bertahap, jika seseorang hamba ingin menuju kepada khalikNya, sudah tentu penyakit bathin harus di obati terlebih dahulu, sebab jika seseorang hamba yang menuju kepada tuhannya tetapi masih ada penyakit bathinnya maka tiada akan dapat sampai (ma’rifat) kepada tuhannya, sebab Allah Swt adalah dzat yang Maha Suci.Bathin pada manusia umumnya penuh dengan penyakit yang berupa kotoran – kotoran sifat madzmumah, artinya selalu di penuhi dengan penyakit bathin yang buruk, seperti ; iri hati, dengki, penghasut, loba, tamak, serakah, penipu alias munafik dan lain sebagainya yang sifatnya buruk, nah sifat buruk pada manusia ini harus di obati dulu sebelum dapat menuju kepada tuhannya, tiada akan semudah itu seseorang manusia akan dapat mengenal khalikNya tanpa bathinnya bersih dari sifat buruk tersebut.
Sifat buruk pada bathin manusia ini di wilayah ini adalah tamak, rakus dan bakhil yang menungganginya yaitu iblis dan syetan, pada diri bathin manusia para iblis dan syetan pada bidang penyakit ini rumah atau istana pada rabu jasmani manusia, untuk selalu membisikkan berbagai tipu daya dan hasut agar manusia selalu dalam kemaksiatan di bidang tamak, rakus dan bakhil, untuk menumpas keberadaan syetan ini maka lazimkanlah dzikrullah pada wilayah ini dengan senjata kalimah Allah…Allah…Allah…, dengan harapan para iblis dan syetan dapat tunggang langgang lari terbirit – birit dari rumah atau istananya tersebut dalam diri manusia, jika sudah demikian maka tentu sifat tersebut sudah jauh berkurang bahkan hilang sama sekali dari dalam diri bathinnya tersebut, yang tinggal hanyalah kalimah Allah saja yang menempatinya, hal demikianlah merupakan pintu dasar kedua menuju dan mendekatkan diri kepada Allah Swt serta dapat mengenalnya.
Maqam kedua dari cara berdzikirnya seorang hamba untuk mengobati penyakit bathin ini adalah di sebut dengan LATIFATUL RUH dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan ialah :
Maqam ini berhubungan dengan rabu pada jasmani dengan posisi maqamnya adalah dua jari di bawah susu sebelah kanan tubuh jasmani atau zahir, pada maqam ini menurut ketentuan jumlah dzikirnya sekurang – kurangnya 1000 kali dalam sehari semalam, maqam ini secara bathiniahnya pada manusia adalah wilayahnya dzikir Nabi Ibrahim As dan bercahaya merah secara ghaib, dan maqam ini berasal dari api.
Maqam ini adalah tempatnya sifat madzmumah (Buruk) pada bathin manusia adalah :
- Tamak;
- Rakus;
- Bakhil.
Khana’ah dalam arti kata memadai ianya akan apa ada adanya yang telah di tentukan oleh Allah Swt akan dirinya di dunia ini.
Sifat buruk ini seperti, loba, tamak, rakus dan bakhil adalah salah satu sifat yang tidak di sukai oleh Allah Swt dan RasulNya, sifat bathiniah yang buruk seperti ini tidak ubahnya seperti binatang yang suka menurut akan hawa nafsunya, jadi dengan rajinnya mengobati sifat ini dengan dzikir pada maqam tersebut di atas adalah dapat berganti sifat yang di sukai Allah Swt dan RasulNya, seperti merasa selalu bersyukur dan menerima apa adanya yang telah di tetapkan oleh Allah Swt, usaha untuk merubah sifat ini adalah dengan cara yang wajar melalui dzikir kepada Allah Swt dengan seperti cara yang di ajarkan oleh ajaran Thariqat An- Naqsyabandi.
Hasil puncaknya pada dzikir ini adalah merasakan maqam fanafil ‘asma dan mati ma’nawi, artinya semua sifat keinsanan manusia telah lebur dan lenyap dan di ganti oleh sifat ketuhanan yang biasa di sandarkan kepada manusia, artinya fana dan menyadari akan sifat – sifat kebaikan Allah Swt, seperti sifat sayang, kasih, pemaaf dan lain sebagainya yang baik, hal ini ada pada manusia yang beriman dan di namakan dengan sifat fanafii’asma (fana akan nama Allah Swt).
Pendengaran dan penglihatan lahir menjadi hilang lenyap, yang tinggal hanyalah pendengaran bathin dan penglihatan bathin yang memancarkan nur illahi, yang terbit dari dalam hati yang dapat memancarkan ilham dari Allah Swt, merasakan akan mati ma’nawi, ini artinya pintu fana yang kedua dan di terima oleh seseorang berdzikir, ini merupakan hasil mujahadahnya dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah Swt jika ikhlas dzikirnya.
Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat loba, tamak, rakus dan bakhil ini selalu mengikut akan petunjuk atau bisikan dan sifat yang di benci Allah Swt serta hanya ada pada iblis dan syetan juga pada orang yang tidak beriman.
Untuk hal yang demikianlah maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat keridhaan dariNya, jika seseorang hamba betul – betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya Allah Swt terbukalah rahasia gaib akan kebenaran dengan izin dan kehendakNya, dia mendapatkan ilham dan karunia daripadaNya, dan itu ini di katakan sunnah dan thariqatnya Nabi Ibrahim As, sebab dengan akal dan pikiran bathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah Swt, hal demikianlah yang merupakan nur illahi terbit dari hati orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharoh (hadir) bersama Allah Swt. Mati ma’nawi juga merupakan lompatan dari pintu fana yang kedua, oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah Swt, dan ini merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah Swt, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah Swt, tata cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini telah di atur secara turun menurun secara silsilah dan sampai kepada kami adalah sebagai berikut :
- Menghimpunkan pengenalan kepada hati sanubari, maksudnya menetapkan konsentrasi secara penuh hanya kepada Allah Swt secara keseluruhan;
- Mengingat zat Allah dengan hati sanubari, ini lebih menekankan kepada ingat terhadap Allah Swt pada maqam yang di tuju untuk berdzikir;
- Mengucapkan Istighfar dengan bilangan yang ganjil, artinya secara syari’ah kita selalu mohon ampun kepada Allah, sama saja artinya dengan lebih mendekatkan diri kepadaNya melalui istighfar, dan ucapan istighfar ini bilangannya secara ganjil, contohnya 3x, 5x, 7x dan seterusnya berapapun mau asal ikhlas;
- Membaca Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali, dengan membaca ayat Al-Qur’an tentu hati akan lebih mudah menerima hidayah dariNya dan lebih mendekatkan diri kepadaNya;
- Menghadirkan Masaikh Thariqat di hadapan kita, ini artinya bertawassul kepada Allah Swt melalui keutamaan ulama – ulama ajaran ini yang lebih dahulu telah mendapatkan hidayah dariNya melalui cara dzikir ini, pelaksanaanya perlu kehati – hatian penuh, jika tidak akan terjatuh kepada kesyirikan;
- Menghadiahkan pahala Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali kepada para masaikh, maksudnya bacaan yang di baca di atas tadi hadiahkan faedahnya kepada para ulama silsilah yang telah memakai ajaran dzikir ini yang lebih dahulu dari pada kita, ini merupakan penguatan terhadap tawassul atau rabithah tadi;
- Mematikan diri sebelum mati, maksudnya belajarlah mati sebelum di matikan dengan arti kata senantiasalah selalu ingat (dzikir) kepadaNya;
- Memandang rabithah atau rupa guru, ini penerapannya sangatlah rumit dan penuh hati – hati, jika tidak maka akan tergelincir kepada syirik khafi (tersembunyi), pelaksanaannya adalah tekankan dalam hati akan bersyukur kepada Allah Swt yang telah mengaruniakan hidayahNya bahwa ajaran ini di sampaikan Allah Swt kepada kita melalui guru atau mursyid kita, di luar cara ini dalam menerapkannya maka syiriklah yang akan terjadi, bukannya mendapat keridhaan malah kemurkaan Allah Swt lah yang di dapat;
- Munajat kepada Allah Swt, artinya sebelum kita mengucapkan dzikir Allah…Allah…Allah…terlebih dahulu kita membaca atau berdo’a sebagai berikut : “ILLAHI ANTA MAKSUDI WA RIDHAKA MATHLUBI”, artinya : “Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan keridhaan engkaulah tujuanku.”
- Membaca zikir kepada Allah Swt, setelah keseluruhan cara di atas di laksanakan maka di mulailah dengan berdzikir atau membaca Allah…Allah…Allah…sebanyak – banyaknya sesuai dengan kemampuan dan kesempatan, jika sudah cukup dan selesai dari berdzikir maka panjatkanlah puja dan puji syukur kepada Allah Swt yang telah memberi kesempatan dan kekuatan dalam beribadah dzikir ini.
- Wuquf Qalbiy, artinya kuatkan konsentrasi pikiran hanya kepada Allah Swt yang tiada berwujud dan berbentuk dari segala sesuatu apapun di dunia ini, tetapi ianya hanyalah tunggal dan esa, dalam pelaksanaan ini ini sekurang – kurangnya buatlah pikiran itu memikirkan akan keberadaan kekuatan dan kesempatan kita saat berdzikir ini hanyalah merupakan kekuatan (hidayah) dari Allah Swt, hal ini termasuk dalam kategori ingat kepada Allah Swt secara af’al (perbuatan);
- Setelah dapat membuat pikiran yang sedemikian di atas, maka usahakanlah agar selalu ucapan dzikir tersebut masuk pada wilayah maqam yang telah di sebut di atas secara terus menerus laksana tembakan mitraliur yang tiada putusnya seraya memusatkan pikiran bahwa Allah Swt senantiasa mengawasi kita dalam keadaan apapun juga;
- Jika masih terasa susah juga, maka cobalah buat ingatan rajah dari pada tulisan nama Allah Swt dalam bayangan kita saat dalam berdzikir terus masukkan tulisan Allah tersebut pada maqam yang telah tersebut di atas, tapi ingat ini ada unsur syiriknya jika tiada hati – hati dalam menerapkannya dan ini tergolong kepada selemah – lemahnya seorang hamba dalam berdzikir kepada Allah Swt, tetapi jika hanya mampu demikian maka memadailah secara tahap awal tetapi harus berusaha dengan keras agar jangan dengan cara ini, tetapi pakailah cara yang 2 (dua) di atas.
- Setiap selesai berdzikir harus selalu menyampaikan rasa syukur yang sebesar – besarnya kepada Allah Swt atas karuniaNya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan dalam ingat kepadaNya.
Dzikir Latifatul Sirri Tingkat 3
kelanjutan dari postingan dzikir latifatul ruh tingkat 2 yaitu dzikir latifatur sirriMaqam ketiga dari cara berdzikirnya seorang hamba untuk mengobati penyakit bathin ini adalah di sebut dengan LATIFATUL SIRRI dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan dzikirnya sebagai berikut :
Maqam ini berhubungan dengan hati pada jasmani manusia, kira – kira dua jari di atas susu kiri, jumlah dzikirnya dalam sehari semalam sekurang – kurangnya 1000 kali di lakukan secara rutin dan istiqamah, ini adalah wilayahnya Nabi Musa Klh, bercahaya putih dan asalnya dari angin, maqam ini tempatnya sifat madzmumah pada manusia di jurusan :
- Pemarah,
- Pembengis,
- Mudah emosi tinggi,
- Penaik darah dan,
- Pendendam.
- Pengasih,
- Penyayang,
- Baik budi pekerti (akhlak yang mulia).
Puncak hasil daripada maqam ini adalah fanafisifattisubutiah (fana akan sifat yang baik) dan mati sirri, mati sirri artinya segala sifat keinsanan menjadi lenyap dan berganti dengan fana, demikian juga dengan alam yang wujud ini menjadi lenyap dan di telan oleh alam ghaib, alam malakul yang penuh dengan nur illahi, mendapatkan karunia dari Allah Swt akan perasaan mati sirri ini adalah dengan bergelimangnya akan baqa finurillah, yaitu nur af’al Allah Swt, nur asma Allah Swt, nur zat Allah Swt dan nurran ‘ala nurrin, cahaya di atas cahaya Allah Swt, di mana Allah Swt memberikan karunia itu kepada siapa saja yang dia kehendaki.
postingan selanjutnya URAIAN LATHIFATUL KHAFI…
No comments:
Post a Comment