أشهد أن لا اله الا
الله و أشهد أن محمدا رسول الله
BAGAIMANAKAH
KEADAAN MANUSIA SESUDAH MATI?
Dalam
menjawab pertanyaan ini, dapat diterangkan bahwa keadaan sesudah mati itu sesungguhnya
bukanlah suatu keadaan baru melainkan keadaan-keadaan di alam dunia ini juga
yang dinampakkan lebih jelas. Apa pun akidah yang dianut dan amal‑amal
yang dikerjakan manusia -- yang baik maupun yang buruk -- di alam dunia ini
tersembunyi dalam diri manusia. Dan obat penangkalnya atau pun racunnya memberi
dampak terselubung pada diri manusia. Akan tetapi, di alam mendatang tidaklah
demikian keadaannya, melainkan segala keadaan itu secara terbuka akan menampakkan
wajahnya. Contohnya dapat ditemukan di alam mimpi. Yakni, sesuatu yang mempengaruhi
tubuh manusia, di alam mimpi akan nampak dalam bentuk jasmani. Apabila seseorang
akan terserang demam tinggi, maka acapkali di alam mimpinya nampak api dan kobaran
api. Apabila ia terserang influenza, ia melihat dirinya di dalam air. Ringkasnya,
sebagaimana tubuh telah melakukan persiapan terhadap penyakit-penyakit, maka
keadaan-keadaan itu akan nampak di alam mimpi dalam bentuk tamsil. Jadi, dengan
menelaah untaian mimpi-mimpi, setiap manusia dapat memahami bahwa demikian jugalah
sunnah Allah di alam ukhrawi. Sebab, sebagaimana mimpi menimbulkan suatu perubahan
tersendiri di dalam diri kita lalu menampakkan unsur-unsur rohani dalam bentuk
jasmani, demikian jugalah yang akan berlaku di alam ukhrawi. Dan pada hari
itu amal perbuatan kita serta buah-buahnya akan tampil secara jasmani. Dan segala
sesuatu yang terselubung akan kita bawa bersama dari alam ini, pada hari itu
semuanya akan tampak nyata di hadapan kita. Dan sebagaimana manusia menyaksikan
berbagai-macam tamsil di dalam mimpi -- dan tidak pernah menganggap itu sebagai
tamsil, bahkan ia meyakininya sebagai benda-benda nyata -- demikian pula yang
akan berlaku di alam ukhrawi. Bahkan Allah Ta’ala, melalui tamsil-tamsil akan
memperlihatkan kodrat‑Nya yang baru. Dikarenakan itu merupakan kodrat
yang kamil, maka jika pun kita tidak menyebutnya sebagai tamsil‑tamsil
dan mengatakan hal itu sebagai suatu kelahiran baru kodrat Tuhan, maka ungkapan
itu sangat benar, tepat, dan betul.
Allah
Ta’ala berfirman:
Yakni,
seorang manusia yang beramal saleh, tidak mengetahui nikmat‑nikmat apa
saja yang tersembunyi baginya (32:18). Jadi, Allah Ta’ala telah menyatakan
bahwa nikmat‑nikmat itu ter-sembunyi, yang tidak ada contohnya di antara
nikmat-nikmat dunia. Ini suatu kenyataan bahwa nikmat‑nikmat dunia tidaklah
tersembunyi dari kita. Kita mengetahui susu, delima, anggur, dan lain‑lain,
serta kita senantiasa memakan benda-benda itu. Jadi, dari itu diketahui bahwa
nikmat-nikmat bagi manusia yang beramal saleh adalah lain, dan namanya saja
yang sama dengan benda-benda ini. Jadi, barangsiapa yang menganggap bahwa surga
sebagai kumpulan benda‑benda dunia, berarti dia tidak memahami satu huruf
pun Alquran Suci.
Dalam
penjelasan ayat ini -- yang baru saja saya sebutkan --junjungan kita Nabi Muhammad
saw. bersabda, bahwa surga dan nikmat-nikmatnya merupakan benda‑benda
yang tidak pernah ter-lihat oleh mata; tidak pernah terdengar oleh telinga;
dan tidak pula pernah terlintas di dalam hati. Padahal, nikmat‑nikmat
dunia kita saksikan dengan mata dan juga kita dengar dengan telinga, serta di
dalam hati pun nikmat-nikmat itu terlintas. Jadi, tatkala Allah Ta’ala dan Rasul
menyatakan benda‑benda itu sebagai benda-benda asing, maka kita jauh
meninggalkan Alquran jika kita beranggapan bahwa di dalam surga nanti yang akan
ada ialah susu dunia ini juga, yang diperah dari kerbau dan sapi-sapi. Seakan-akan
disana terdapat bergerombol-gerombol ternak penghasil susu. Di atas pohon‑pohon
bergelayutan sarang-sarang lebah, dan malaikat‑malaikat mencari lalu
mengambil madu, kemudian menuangkannya ke dalam sungai-sungai. Apakah pemikiran-pemikiran
serupa itu sesuai dengan ajaran ini? Yaitu, ajaran yang di dalamnya terdapat
ayat-ayat yang menyatakan bahwa benda-benda itu mencahayai ruh serta melipat-gandakan
makrifat Ilahi dan merupakan makanan rohani. Walaupun seluruh gambaran makanan-makanan
itu telah diungkapkan dalam bentuk jasmani, namun beriringan dengan itu telah
dijelaskan bahwa sumber utama benda‑benda tersebut adalah ruh dan kebenaran.
Janganlah ada yang beranggapan demikian dengan alasan, di dalam ayat Alquran
berikut ini didapati bahwa nikmat‑nikmat yang akan dianugerahkan di surga
itu akan dikenali oleh para ahli surga setelah melihat-nya, sebab nikmat‑nikmat
itu telah mereka peroleh juga sebelum-nya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
Yakni,
sampaikanlah khabar suka kepada orang‑orang yang beriman dan beramal saleh
dan yang tak mempunyai cela sedikit pun, bahwa mereka adalah pewaris surga yang
di bawahnya mengalir sungai‑sungai. Di akhirat, ketika mereka akan mendapat
buah-buahan yang telah mereka peroleh dari pohon di dalam kehidupan di dunia
ini juga, mereka akan berkata, “Ini jugalah buah‑buahan yang telah diberikan
kepada kami dahulu,” sebab mereka akan mendapatkan buah‑buah itu sama
dengan buah-buahan sebelumnya (2:26). Anggapan bahwa yang dimaksud dengan
buah‑buah yang dahulu itu merupakan nikmat‑nikmat jasmani di dunia,
adalah keliru sekali serta sungguh bertentangan dengan arti dan logika sebenarnya
dari ayat terdahulu. Melainkan dalam ayat ini Allah Ta’ala menerangkan bahwa
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka telah membangun sebuah surga
dengan tangan mereka sendiri yang pohon-pohonnya adalah iman dan sungai‑sungainya
adalah amal-amal saleh. Buah‑buah surga yang demikian itulah yang akan
mereka makan di masa mendatang, dan buah‑buahan itu akan lebih nyata dan
lebih lezat. Dan dikarenakan mereka secara rohani telah memakan buah‑buah
itu di dunia, oleh karenanya mereka akan mengenali buah‑buah tersebut
di alam nanti, serta mereka akan berkata, “Tampaknya ini adalah buah-buah yang
pernah kami makan sebelumnya.” Dan mereka akan menemukan buah-buah tersebut
sama seperti makanan mereka terdahulu. Jadi, ayat ini menyatakan dengan jelas
bahwa orang-orang yang biasa memakan makanan kecintaan serta kasih sayang Tuhan
di dunia, makanan itu jugalah yang akan mereka dapati nanti dalam bentuk jasmani.
Dan dikarenakan mereka telah mencicipi kelezatan cinta dan kasih sayang, serta
mengetahui benar keadaannya, oleh sebab itu ruh mereka akan ingat kembali zaman
lampau. Yaitu tatkala mereka duduk menyendiri di pojok-pojok tertentu mengenang
Kekasih Hakiki mereka dengan kecintaan di dalam kegelapan malam, dan mereka
menikmati kenangan itu.
Ringkasnya,
disini makanan-makanan jasmani tidak disinggung sedikit pun. Sekiranya di dalam
hati seseorang timbul pemikiran -- bahwa sejak di dunia, orang-orang arif sudah
memperoleh makanan-makanan itu secara rohani, maka bagaimana mungkin dapat dinyatakan
benar bila mengatakan bahwa itu adalah nikmat‑nikmat yang tidak pernah
terlihat oleh siapa pun di dunia, tidak pernah terdengar, dan tidak pernah terlintas
di dalam hati seseorang; sehingga dalam hal demikian timbul pertentangan di
antara kedua ayat tersebut -- maka jawabannya adalah, pertentangan itu baru
akan timbul jika yang dimaksud di dalam ayat ini adalah nikmat‑nikmat
dunia. Padahal pada ayat ini yang dimaksudkan bukan nikmat‑nikmat dunia.
Apa pun yang diperoleh seorang arif dalam bentuk makrifat, itu pada hakikatnya
merupakan nikmat alam ukhrawi yang contohnya telah diperlihatkan terlebih dahulu
untuk membangkitkan seleranya.
Hendaknya
diingat bahwa orang yang mempunyai hubungan dengan Tuhan bukanlah berasal dari
dunia. Itulah sebabnya dunia membencinya. Melainkan, dia berasal dari Langit,
oleh karena itu ia menerima nikmat‑nikmat samawi. Orang dunia memperoleh
nikmat‑nikmat dunia, sedangkan orang‑orang samawi menerima nikmat‑nikmat
samawi. Jadi, memang benar bahwa nikmat‑nikmat tersebut tersembunyi dari
telinga, hati, dan mata dunia. Akan tetapi, seseorang yang kehidupan duniawinya
telah mengalami maut, dan mangkuk itu diminumkan kepadanya secara rohani --
yaitu mangkuk yang di alam ukhrawi akan dinikmati secara jasmani -- maka pada
saat itu akan teringat olehnya bahwa mangkuk itu jugalah yang akan diberikan
kepadanya dalam bentuk jasmani. Akan tetapi ini pun benar, bahwa dia dari segi
mata dan telinga dunia akan dianggap tidak tahu-menahu perihal nikmat tersebut.
Dikarenakan dia dahulu berada di dunia -- namun bukan dari kalangan dunia --
oleh karena itu dia pun akan memberikan kesaksian bahwa nikmat‑nikmat
ukhrawi tersebut bukanlah nikmat-nikmat dunia. Ketika di dunia, matanya tidak
pernah menyaksikan nikmat semacam itu. Tidak pula telinganya pernah mendengar
nikmat demikian, dan tidak pernah terlintas di hati. Akan tetapi, di sisi kehidupan
kedua, dia telah menyaksikan contoh‑contoh nikmat ukhrawi yang bukan berasal
dari dunia, melainkan yang merupakan suatu khabar dari alam yang akan datang.
Dia memiliki hubungan serta kaitan dengan alam itu. Dengan dunia, sedikitpun
dia tidak mempunyai kaitan.
Kini,
sebagai kaedah umum, hendaknya diingat juga bahwa kondisi-kondisi yang tampil
sesudah kematian, telah dibagi oleh Alquran Suci ke dalam tiga macam. Dan ketiga
makrifat Alquran mengenai alam akhirat itu kami uraikan disini secara terpisah-pisah.
Rahasia
makrifat pertama ialah, Alquran Suci berulang‑ulang mengatakan bahwa alam
akhirat bukanlah suatu barang baru, melainkan segala pemandangannya merupakan
pantulan dan dampak-dampak kehidupan di dunia ini juga. Sebagaimana Dia berfirman:
Yakni,
di dunia ini juga Kami telah mengikatkan dampak amal perbuatan setiap orang
pada lehernya. Dan dampak-dampak terselubung itulah yang akan Kami zahirkan
pada Hari Kiamat, dan Kami akan memperlihatkan dalam bentuk sebuah daftar amal
perbuatan yang telah terbuka (17:14). Di dalam ayat ini terdapat kata
thairun. Maka hendaknya jelas bahwa sebenarnya
thairun itu berarti burung. Lalu secara kiasan diartikan juga
sebagai amal perbuatan. Sebab, setiap amal -- yang baik maupun yang buruk
-- setelah dilakukan, akan terbang seperti burung. Jerih payah ataupun kelezatan
amal itu akan sirna, sedangkan kekotoran ataupun kebaikannya akan membekas di
dalam hati.
Ini
merupakan kaedah Alquran Suci, bahwa setiap amal terus membekaskan jejak-jejaknya
secara terselubung. Bagaimanapun bentuk perbuatan manusia, sesuai dengan itu
Allah Ta’ala akan memperlihatkan perbuatan-Nya. Dan perbuatan Ilahi itu tidak
akan membiarkan dosa atau kebaikan tersebut menjadi sia-sia. Melainkan jejak-jejaknya
akan dituliskan pada hati, wajah, mata, tangan, dan kaki. Inilah yang secara
terselubung merupakan suatu daftar amal perbuatan, yang akan zahir secara terbuka
pada kehidupan akhirat.
Kemudian
berkenaan dengan para penghuni surga, di tempat lain Dia berfirman:
Yakni,
pada hari itu pun cahaya keimanan yang diperoleh orang-orang mukmin secara terselubung,
akan tampak berlari-lari secara terbuka, di depan dan di kanan mereka (57:13).
Di tempat lain Dia berfirman kepada orang‑orang yang berbuat buruk:
Yakni, keinginan
dan ketamakan berlebih‑lebihan akan dunia telah merintangi kamu mencari
akhirat, hingga kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah lekatkan hatimu pada dunia.
Kamu segera akan mengetahui bahwa melekatkan hati pada dunia tidaklah baik.
Sekali lagi Aku mengatakan bahwa segera kamu akan mengetahui, melekatkan hati
pada dunia tidaklah baik. Jikalau kamu memperoleh ilmu yang pasti, niscaya di
dunia ini juga kamu akan melihat neraka. Kemudian di Alam Barzakh kamu akan
melihat dengan penglihatan-penglihatan yang pasti. Lalu kamu akan dimintai pertanggung-jawaban
sepenuhnya pada Hari Kebangkitan, dan azab dalam bentuk penuh akan menimpa dirimu.
Dan bukan hanya melalui ucapan saja, melainkan melalui kondisi itu sendiri kamu
akan memperoleh pengetahuan tentang neraka (102: 2‑9).
Di
dalam ayat‑ayat ini Allah Ta’ala menerangkan dengan jelas bahwa bagi orang-orang
jahat di alam ini pun ada kehidupan neraka secara terselubung. Dan jika mereka
memperhatikan, mereka akan melihat nerakanya masing‑masing di dunia ini
juga. Dan disini Allah Ta’ala membagi ilmu dalam tiga tingkat, yakni: ‘ilmul
yaqin, ‘ainul yaqin dan haqqul yaqin. Agar
umum memahami, berikut ini adalah contoh-contoh ketiga ilmu tersebut. Misalnya,
jika seseorang melihat dari jauh kepulan asap tebal di suatu tempat, maka pikirannya
menghubungkan kenyataan itu kepada api dan ia yakin bahwa di sana ada api,
karena antara asap dan api ada hubungan yang tidak terpisahkan. Dimana ada asap
disana pasti ada api. Ringkasnya, pengetahuan yang demikian dinamakan ‘ilmul
yaqin. Kemudian ketika dilihatnya nyala api, maka pengetahuan demikian dinamakan
‘ainul yaqin. Dan jika ia sendiri masuk ke dalam api, pengetahuan demikian
dinamakan haqqul yaqin.
Jadi,
Allah Ta’ala berfirman bahwa ‘ilmul yaqin tentang adanya neraka dapat
diperoleh di dunia ini juga. Kemudian di Alam Barzakh akan diperoleh ‘ainul
yaqin. Dan pada Hari Kebangkitan pengetahuan itu juga yang akan sampai pada
tingkat sempurna, yaitu haqqul yaqin.
Disini
hendaknya jelas bahwa menurut ajaran Alquran ter-bukti ada tiga macam alam:
(1)
Alam Pertama ialah Dunia yang
dinamakan alam kasab (alam usaha) dan nisya ula (alam kejadian
pertama).
Di
dunia inilah manusia melakukan kebaikan atau keburukan. Walaupun di alam
kebangkitan akan ada kemajuan-kemajuan bagi orang‑orang yang berbuat
kebaikan, tetapi itu hanyalah merupakan karunia Tuhan. Disitu tidak ada campur
tangan upaya manusia.
(2)
Alam Kedua dinamakan Barzakh.
Sebenarnya
kata barzakh di dalam bahasa Arab ditujukan kepada sesuatu yang ada di
tengah‑tengah dua benda. Jadi dikarenakan periode itu ada di antara alam
kebangkitan dan alam kejadian pertama, untuk itulah ia dinamakan
Barzakh. Akan tetapi kata ini sejak awal dan sejak dunia diciptakan telah
digunakan untuk menunjukkan alam pertengahan. Oleh sebab itulah di dalam
kata tersebut terselubung suatu kesaksian agung tentang adanya alam pertengahan
itu.
Kami
telah membuktikan di dalam buku Minanur‑Rahman bahwa perkataan‑perkataan
bahasa Arab adalah perkataan-perkataan yang keluar dari mulut Tuhan. Dan inilah
satu‑satunya bahasa di dunia yang merupakan bahasa Tuhan Yang Mahasuci;
bahasa yang sudah ada sejak awal; sumber segala ilmu pengetahuan; induk segala
bahasa; dan merupakan singgasana awal dan terakhir bagi wahyu Tuhan. Dikatakan
sebagai singgasana awal bagi wahyu Tuhan, karena seluruh bahasa Arab merupakan
Kalam Tuhan yang dari sejak awal menyertai Tuhan. Kemudian Kalam itu turun ke
dunia dan dunia telah menjadikannya sebagai bahasa mereka. Dan dikatakan sebagai
singgasana terakhir bagi wahyu Ilahi, karena Kitab terakhir Allah Ta’ala --
yaitu Alquran Suci -- telah diturunkan dalam bahasa Arab.
Jadi,
kata barzakh berasal dari bahasa Arab dan merupakan paduan dari kata
(zakhkha) serta
(barra), yang artinya, “Jalan upaya untuk beramal sudah berakhir
dan sudah masuk ke dalam suatu kondisi yang terselubung.”
Keadaan
barzakh adalah suatu keadaan ketika wujud manusia yang fana ini menjadi
terurai; ruh terpisah dan tubuh pun terpisah. Sebagaimana yang tampak, tubuh
dimasukkan ke dalam suatu lubang, sedangkan ruh masuk ke dalam semacam lubang
juga, seperti yang terungkap dari kata zakhkha. Sebab, ruh tidak dapat
melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk seperti yang biasa dapat dilaksanakannya
ketika mempunyai pertalian dengan tubuh. Adalah jelas bahwa sempurnanya kesehatan
ruh bergantung pada tubuh. Akibat luka pada satu bagian tertentu di otak, maka
daya ingat menjadi hilang. Dan akibat cedera pada bagian lainnya, kemampuan
berpikir menjadi hilang dan segala kesadaran jadi lenyap. Dan apabila di dalam
otak terjadi kekejangan, bengkak, atau penggumpalan darah, atau penggumpalan
zat lain hingga timbul penyempitan bersifat sementara atau permanen, maka seketika
itu juga dapat mengakibatkan pingsan, ayan, atau serangan lumpuh. Jadi, pengalaman
kita sejak dahulu mengajarkan secara pasti bahwa ruh kita tanpa ada hubungan
dengan tubuh, sama sekali tidak akan berarti. Maka amat keliru jika kita beranggapan
bahwa pada waktu tertentu ruh kita secara mandiri, tanpa disertai tubuh, dapat
memperoleh kebahagiaan. Jika kita mempercayainya sebagai suatu cerita, silahkan.
Akan tetapi secara akal tidak ada dalilnya. Kami sama sekali tidak dapat mengerti
bahwa ruh -- yang tidak berdaya akibat gangguan-gangguan kecil pada tubuh --
bagaimana mungkin pada hari itu akan berada dalam keadan sempurna, padahal hubungannya
dengan tubuh diputuskan sama sekali. Tidakkah pengalaman sehari‑hari mengajarkan
kepada kita bahwa untuk kesehatan ruh mutlak adanya kesehatan tubuh? Tatkala
seseorang di antara kita menjadi tua‑renta, maka beriringan dengan itu
ruhnya menjadi tua. Seluruh kekayaan ilmu pengetahuannya hilang termakan oleh
usia lanjut. Sebagaimana Allah swt. berfirman:
Yakni,
sesudah manusia menjadi tua, sampailah ia pada keadaan ia lupa sama sekali kepada
ilmu yang pernah diperoleh-nya (22:6). Jadi, kesaksian kita ini cukup menjadi
dalil atas kenyataan bahwa ruh tanpa tubuh tidak akan bermakna sama sekali.
Kemudian pemikiran ini pun menarik perhatian manusia kepada hakikat bahwa seandainya
ruh tanpa tubuh merupakan sesuatu yang bermakna, maka perbuatan Tuhan tanpa
alasan mengaitkan ruh dengan tubuh yang fana ini menjadi sia-sia. Dan patut
pula direnungkan bahwa Allah Ta’ala telah menciptakan manusia untuk meraih kemajuan‑kemajuan
tak terbatas. Jadi, kalau dalam keadaan hidup singkat ini saja kemajuan-kemajuan
tidak dapat dicapai tanpa keikut-sertaan tubuh, maka bagaimana mungkin dapat
diharapkan bahwa kemajuan yang tidak terbatas dan tanpa tepi itu mampu dicapai
mandiri tanpa keikut-sertaan tubuh.
Jadi,
dari semua keterangan ini terbukti bahwa untuk ter-laksananya pekerjaan‑pekerjaan
ruh secara sempurna, menurut prinsip-prinsip Islam, keikut-sertaan tubuh pada
ruh adalah kekal. Walaupun tubuh yang fana ini sesudah mati akan terpisah dari
ruh, tetapi di Alam Barzakh tiap‑tiap ruh akan mendapat suatu tubuh sementara
guna mencicipi cita rasa buah amal perbuatannya. Tubuh tersebut bukanlah dari
jenis tubuh ini, melainkan ia dipersiapkan dari suatu cahaya, atau kebalikannya,
dari kegelapan -- sesuai dengan keadaan amal perbuatan. Seolah‑olah di
Alam Barzakh itu keadaan‑keadaan amal manusia menjalankan peranan sebagai
tubuh. Demikianlah berkali‑kali disebutkan dalam Kalam Ilahi, sebagian
dinyatakan tubuh cahaya dan sebagian lagi tubuh kegelapan, yang
terbentuk dari cahaya amal perbuatan atau dari kegelapan amal perbuatan. Kendatipun
rahasia ini amat mendalam, akan tetapi bukanlah tidak masuk akal.
Seorang
insan kamil (manusia sempurna), di dalam kehidupan ini juga dapat memperoleh
suatu tubuh cahaya di samping tubuh kasarnya. Dan di alam kasyaf banyak terdapat
contoh-contohnya. Meskipun sulit memberikan pemahaman kepada orang yang akal-nya
terbatas hanya pada pengetahuan lahiriah saja, namun orang-orang yang pernah
mengalami sebagian alam kasyaf, mereka tidak akan heran melihat tubuh semacam
itu yang dipersiapkan dari amal perbuatan. Bahkan mereka akan merasakan kelezatan
dalam masalah ini.
Ringkasnya,
tubuh yang diperoleh berdasarkan kondisi amal perbuatan, itulah yang akan menjadi
faktor ganjaran baik dan buruk di Alam Barzakh. Saya mempunyai pengalaman dalam
hal ini. Acapkali, secara kasyaf, dalam keadaan sadar, saya mendapat kesempatan
berjumpa dengan beberapa orang yang sudah meninggal dunia. Dan saya melihat
tubuh beberapa orang fasik serta orang sesat demikian hitamnya sehingga seakan‑akan
tubuh itu terbuat dari asap. Ringkasnya, saya secara pribadi cukup mengenal
kawasan ini. Dan dengan tegas saya katakan, seperti yang telah difirmankan oleh
Allah Ta’ala, pasti akan demikian bahwa sesudah mati setiap orang akan mendapat
suatu tubuh, baik berupa cahaya maupun kegelapan. Adalah kekeliruan manusia
jika ia ingin membuktikan makrifat yang sangat halus ini hanya dengan perantaraan
akal belaka. Melainkan hendaknya dimaklumi, sebagaimana mata tidak dapat menyatakan
cita rasa makanan manis, dan tidak pula lidah dapat melihat sesuatu, demikian
pulalah ilmu‑ilmu ukhrawi yang dapat diperoleh melalui kasyaf-kasyaf suci
tidak akan dapat diraih hanya dengan melalui perantaraan akal belaka. Allah
Ta’ala telah menetapkan sarana-sarana tertentu secara terpisah untuk mengetahui
hal-hal yang tidak berwujud di dunia ini. Jadi, carilah tiap sesuatu melalui
sarananya masing-masing, maka barulah akan kalian dapatkan.
Satu
hal lagi yang patut diingat, bahwa Tuhan telah menamakan di dalam Kalam-Nya
orang‑orang jahat dan sesat sebagai orang mati, dan menyatakan orang‑orang
yang beramal saleh sebagai orang hidup. Rahasianya ialah, orang-orang yang telah
melupakan Allah Ta’ala, sarana-sarana kehidupan mereka -- yang digunakan untuk
memuaskan nafsu makan, minum dan syahwat -- telah terputus dan mereka tidak
memperoleh makanan rohani sedikitpun. Jadi, pada hakikatnya mereka telah mati.
Dan mereka akan dibangkitkan hanya untuk memikul azab belaka. Ke arah rahasia
inilah Allah swt. mengisyaratkan, sebagaimana Dia berfirman:
Yakni,
barangsiapa datang kepada Tuhan dalam keadaan berdosa, baginya disediakan tempat
di neraka Jahanam, di dalamnya ia tidak akan mati dan tidak pula akan hidup
(20:75). Akan tetapi orang‑orang yang mencintai Allah tidak mati oleh
maut, sebab minuman dan makanan mereka ada beserta mereka.
(3)
Alam Ketiga dinamakan Alam Kebangkitan
Sesudah
Alam Barzakh kemudian datanglah zaman yang dinamakan Alam Kebangkitan.
Pada masa itu setiap ruh -- yang baik maupun yang buruk; yang saleh maupun yang
fasik -- akan mendapatkan tubuh nyata. Dan hari itu telah ditetapkan untuk penampakkan-penampakkan
Tuhan seutuhnya, ketika setiap insan akan mengenali Wujud Tuhan dengan sejelas-jelasnya.
Dan setiap orang akan mencapai titik akhir ganjarannya. Hendaknya jangan heran
mengapa Tuhan akan berbuat demikian, sebab Dia memiliki segala kekuasaan. Apa
yang dikehendaki‑Nya dikerjakan‑Nya. Sebagaimana Dia Sendiri berfirman:
Yakni,
apakah manusia tidak melihat bahwa Kami telah menciptakannya dari setetes air
yang dimasukkan ke dalam rahim, kemudian ia menjadi seorang pembantah. Ia mulai
membuat‑buat perkara mengenai Kami dan melupakan peristiwa penciptaan
dirinya. Dan dia akan berkata, “Bagaimana mungkin dapat terjadi, tatkala tulang-belulang
pun tidak selamat lagi maka bagaimana mungkin akan hidup kembali. Siapa pula
yang mempunyai kekuasaan demikian sehingga dapat menghidupkan-nya?” Katakanlah
kepada mereka, “Yang akan menghidupkan adalah Dia yang telah menciptakannya
pertama kali. Dan Dia mengetahui segala macam dan cara untuk menghidupkan. Begitu
hebat perintah-Nya sehingga manakala Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya mengatakan,
‘Jadilah!’ Maka jadilah ia. Jadi, Mahasuci-lah Dzat Yang memiliki kekuasaan
atas segala sesuatu, dan kepada Dia‑lah kamu sekalian akan kembali” (36:
78‑80; 82‑84). Jadi, di dalam ayat‑ayat ini Allah swt. berfirman
bahwa di hadapan Tuhan tidak ada sesuatu yang mustahil; Dia-lah yang telah menciptakan
manusia dari setetes air yang tidak berarti. Apakah Dia tidak mampu menghidupkan
untuk kedua kalinya?
Di
sini dapat timbul pertanyaan dari pihak yang kurang paham. Yaitu, Alam Ketiga
atau Alam Kebangkitan akan datang sesudah jangka waktu yang amat lama.
Maka dalam keadaan demikian bagi setiap orang yang baik dan yang buruk, Alam
Barzakh merupakan suatu tempat tahanan dan tampak sia‑sia. Jawabannya
adalah, pengertian demikian sama sekali keliru, yang timbul karena kekurang-pahaman
belaka. Justru di dalam Kitab Allah Ta’ala terdapat dua tempat untuk ganjaran
baik dan buruk. Yang pertama adalah Alam Barzakh, yang di dalamnya setiap
manusia akan memperoleh ganjarannya secara terselubung. Orang-orang jahat, setelah
mati akan langsung masuk ke dalam neraka. Orang-orang baik setelah mati akan
langsung mendapatkan ketentraman di dalam surga. Banyak terdapat ayat‑ayat
semacam itu di dalam Alquran Suci. Segera sesudah mati, setiap insan akan melihat
ganjaran atas amal perbuatannya. Sebagaimana Allah Ta’ala mengabarkan tentang
seorang penghuni surga, dan berfirman:
Yakni,
telah dikatakan kepadanya, “Masuklah engkau ke dalam surga” (36:27). Dan demikian
pula Dia mengabarkan tentang seorang penghuni neraka, lalu berfirman:
Yakni,
orang surga mempunyai teman orang neraka. Ketika keduanya meninggal, maka orang
surga merasa heran, kemana kawannya pergi. Maka kepadanya diperlihatkan bahwa
temannya itu berada di tengah‑tengah neraka Jahanam (37:56). Jadi, pelaksanaan
ganjaran dan hukuman itu berlaku segera. Ahli neraka masuk neraka dan ahli surga
masuk surga. Akan tetapi, sesudah itu akan datang hari lain penampakkan agung
yang dizahirkan oleh hikmah agung Tuhan. Sebab, Dia telah menciptakan manusia
agar Dia dikenali melalui sifat penciptaan‑Nya. Kemudian Dia akan membinasakan
semuanya supaya Dia dikenali melalui sifat keperkasaan‑Nya. Dan kemudian
pada suatu hari Dia akan menganugerahkan kepada semuanya suatu kehidupan sempurna,
lalu akan menghimpun mereka di suatu lapangan agar Dia dikenali melalui sifat
kekuasaan‑Nya. Kini hendaknya diketahui bahwa itulah rahasia makrifat
pertama di antara rahasia‑rahasia makrifat tersebut di atas, yang telah
diuraikan.
Rahasia
makrifat kedua mengenai Alam Ukhrawi yang telah dijelaskan Alquran ialah,
segala hal yang dahulu di dunia ini bersifat rohani, disana, di dalam Alam Ukhrawi
-- baik di tingkat Barzakh maupun di tingkat Alam Kebangkitan -- akan dinampakkan
dalam bentuk jasmani. Berkenaan dengan ini segala sesuatu yang telah difirmankan
Allah Ta’ala, satu di antaranya adalah ayat berikut:
Yakni,
barangsiapa di dunia ini buta, ia di alam nanti pun akan buta (17:73). Maksud
ayat ini adalah, kebutaan rohani di dunia ini akan disaksikan dan dirasakan
secara jasmani di alam nanti. Demikian pula pada ayat lain Dia berfirman:
Yakni,
tangkaplah orang neraka itu. Kalungkanlah belenggu di lehernya. Lalu bakarlah
dia di dalam api neraka. Kemudian ikatlah dia dengan rantai yang panjangnya
tujuh puluh hasta (69:31‑33). Hendaknya diketahui, di dalam ayat ini telah
dizahirkan bahwa azab rohani dunia akan tampil secara jasmani di alam ukhrawi.
Demikianlah, belenggu leher merupakan hasrat-hasrat duniawi yang telah menundukkan
kepala manusia ke tanah, ia akan tampil dalam bentuk zahir di alam ukhrawi.
Begitu pula rantai belenggu-belenggu dunia akan nampak melilit kaki-kaki. Dan
api kobaran hasrat‑hasrat duniawi akan nampak menyala-nyala secara zahir.
Di
alam kehidupan dunia, orang fasik menyimpan suatu neraka hawa nafsu di dalam
dirinya. Dan dalam kegagalan-kegagalan dia merasakan kobaran-kobaran neraka
itu. Jadi, tatkala dia dijauhkan dari nafsu berahinya yang fana serta akan diliputi
keputus-asaan yang abadi, maka Allah Ta’ala akan menampakkan kepadanya hasrat‑hasrat
tersebut dalam bentuk api jasmani. Sebagaimana Dia berfirman:
Yakni,
akan diletakkan suatu pemisah antara mereka dengan apa-apa yang mereka hasratkan
(34:55). Dan inilah merupakan akar azab. Kemudian yang difirmankan bahwa, “Ikatlah
dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta,” hal ini mengisyaratkan
bahwa kadang-kadang seorang fasik mencapai usia tujuh puluh tahun. Bahkan seringkali
di dunia ini ia mencapai usia begitu panjang sehingga apabila dipotong masa
kanak-kanak dan masa tua-renta, tetap saja ia memperoleh bagian umur bersih
dan murni yang layak untuk digunakan berfikir secara bijak dan bekerja keras.
Akan tetapi, orang malang itu menjalani tujuh puluh tahun kehidupannya tersebut
dalam cengkeraman-cengkeraman di dunia. Dan dia tidak berkeinginan untuk lepas
dari rantai itu. Jadi, di dalam ayat ini Allah Ta’ala berfirman bahwa masa tujuh
puluh tahun yang telah dia lalui di dalam cengkeraman-cengkeraman dunia itulah
yang akan dinampakkan di Alam Kebangkitan sebagai rantai yang panjangnya tujuh
puluh hasta. Tiap hasta merupakan satu tahun. Disini hendaknya diingat bahwa
Allah Ta’ala dari diri-Nya sendiri tidak menimpakan suatu musibah kepada manusia,
melainkan Dia memaparkan di hadapan manusia pekerjaan buruk manusia itu sendiri.
Kemudian untuk menzahirkan sunnah-Nya ini Allah Ta’ala di tempat lain berfirman:
Yakni,
hai orang‑orang yang berbuat jahat dan sesat! Pergilah kamu ke tempat
bernaung bercabang tiga yang tidak dapat memberi teduh dan tidak pula dapat
menyelamatkan dari panas (77: 31,32). Di dalam ayat ini yang dimaksud dengan
tiga cabang adalah sifat kebinatangan, kebuasan, dan kejalangan. Orang-orang
yang tidak mengubah ketiga sifat ini ke dalam bentuk akhlak serta tidak menerapkannya
pada tempat yang semestinya, maka sifat-sifat itu pada Hari Kiamat akan diwujudkan
dalam bentuk tiga cabang yang berdiri tanpa daun-daun serta tidak dapat melindungi
dari panas terik. Dan mereka akan hangus karena panasnya. Demikian pula, Allah
Ta’ala untuk menzahirkan sunnah-Nya, telah berfirman mengenai orang-orang surga:
Yakni, pada hari
itu engkau akan melihat bahwa cahaya orang-orang mukmin -- yang selama di dunia
terselubung -- akan berlari-lari secara nyata di hadapan dan di sisi kanan mereka
(57:13).
Dan
pada sebuah ayat lainnya Dia berfirman:
Yakni, pada hari
itu beberapa wajah akan menjadi hitam dan beberapa akan menjadi putih serta
bersinar-sinar (3:107).
Kemudian
dalam satu ayat lainnya Dia berfirman:
Yakni,
surga yang akan dianugerahkan kepada orang-orang mutaki adalah seibarat sebuah
kebun. Di dalamnya terdapat sungai-sungai air yang tidak pernah busuk. Kemudian
di dalamnya terdapat sungai-sungai susu yang rasanya tidak pernah berubah. Kemudian
di dalamnya terdapat sungai-sungai arak yang menimbulkan perasaan sangat riang
tapi tidak memabukkan. Lalu di dalamnya terdapat sungai-sungai madu yang sangat
murni dan tidak mengandung bahan campuran (47:16). Disini dengan jelas
telah difirmankan bahwa surga itu hendaknya dipahami demikian secara kiasan,
bahwa di dalamnya terdapat sungai-sungai yang tak bertepi tersebut dari seluruh
benda tersebut. Air kehidupan yang diminum secara rohaniah di dunia oleh orang
arif, di dalam kebun itu akan terwujud secara zahir. Dan susu rohani -- yang
secara rohaniah di dunia dia dibesarkan bagai bayi yang menyusu -- itu akan
nampak nyata di surga. Dan arak kecintaan Ilahi -- yang dengan itu dia di dunia
secara rohaniah selalu mabuk -- kini di dalam surga sungai‑sungai arak
itu akan kelihatan secara nyata. Dan madu manisnya iman -- yang selama di dunia
secara rohaniah masuk ke dalam mulut orang arif -- di surga akan terasa dan
nampak bagai sungai-sungai yang nyata. Dan masing-masing penghuni surga, dengan
sungai-sungai dan kebun-kebun miliknya, akan memperlihatkan secara terbuka taraf
keadaan rohaninya. Dan Tuhan-pun pada hari itu akan tampil keluar bagi para
penghuni surga dari balik tirai-tirai. Ringkasnya, keadaan‑keadaan rohani
tidak akan tersembunyi lagi, melainkan akan nampak secara jasmani.
Rahasia
makrifat ketiga ialah, kemajuan-kemajuan di Alam Ukhrawi tidak akan ada batasnya.
Mengenai itu Allah Ta’ala berfirman:
Yakni,
barangsiapa memiliki cahaya iman di dunia, cahaya mereka akan berlari-lari di
hadapan dan di sisi kanan mereka pada Hari Kiamat. Mereka akan senantiasa berkata,
“Ya Tuhan, sampaikanlah cahaya kami kepada kesempurnaan, dan tariklah kami ke
dalam maghfirat (ampunan) Engkau. Engkau berkuasa atas segala sesuatu”
(66:9).
Di
dalam ayat ini yang telah difirmankan bahwa mereka senantiasa akan mengatakan,
“Sampaikanlah cahaya kami kepada kesempurnaan,” ini mengisyaratkan kepada kemajuan-kemajuan
yang tidak ada batasnya. Yakni, mereka akan memperoleh suatu kesempurnaan cahaya,
kemudian akan nampak kesempurnaan kedua. Setelah menyaksikan hal itu, mereka
akan mendapatkan bahwa kesempurnaan yang pertama tadi memiliki kekurangan. Jadi
mereka akan memohon kesempurnaan yang kedua. Dan apabila itu diperoleh, maka
akan zahir pula atas mereka derajat kesempurnaan yang ketiga. Kemudian setelah
menyaksikan hal itu, mereka akan menganggap kesempurnaan-kesempurnaan yang terdahulu
tidak berarti dan mereka berhasrat mencapai kesempurnaan yang lebih tinggi.
Inilah hasrat terhadap kemajuan-kemajuan yang dipahami dari kata atmim (sempurnakanlah).
Ringkasnya,
seperti itulah rangkaian kemajuan tak terbatas yang akan berkesinambungan. Kemunduran
tidak pernah akan ter-jadi. Dan tidak pula mereka akan pernah dikeluarkan dari
dalam surga. Bahkan setiap hari mereka akan maju ke depan dan tidak akan mundur
ke belakang. Dan yang telah difirmankan bahwa mereka akan senantiasa memohon
pengampunan bagi diri mereka, disitu timbul pertanyaan: kalau sudah masuk ke
dalam surga, mengapa pula masih ada masalah maghfirat (pengampunan)?
Tatkala dosa-dosa sudah diampuni, apa pula perlunya istighfar? Jawabannya
adalah, arti maghfirat yang sebenarnya ialah menekan dan menutup-nutupi
keadaan cacat dan kekurangan. Jadi, para penghuni surga akan berkeinginan untuk
meraih kesempurnaan yang paling lengkap serta tenggelam di dalam lautan cahaya.
Setelah melihat keadaan yang kedua, mereka akan menemukan keadaan pertama tidak
sempurna. Maka mereka akan berkeinginan agar keadaan pertama itu ditekan ke
bawah. Kemudian setelah melihat kesempurnaan yang ketiga, mereka akan berkeinginan
untuk memperoleh maghfirat bagi kesempurnaan yang kedua. Yakni, supaya
keadaan yang tidak sempurna itu ditekan ke bawah dan diselubungi. Seperti itulah
mereka akan terus menginginkan maghfirat yang tak terbatas. Kata maghfirat
dan istighfar ini jugalah yang selalu dipaparkan oleh beberapa orang
bodoh sebagai celaan terhadap Nabi kita saw. Jadi, para pemerhati disini tentu
telah memahami bahwa hasrat akan istighfar ini merupakan kebanggaan
manusia. Barangsiapa yang telah lahir dari rahim seorang wanita dan kemudian
untuk selamanya dia tidak menjadikan istighfar sebagai adat kebiasaannya,
maka dia merupakan seekor cacing, bukan manusia. Buta, tidak melihat. Kotor,
tidak suci.
Kini
kesimpulannya adalah, berdasarkan Alquran Suci, pada hakikatnya neraka dan surga
keduanya merupakan bayangan-bayangan dan dampak-dampak kehidupan manusia. Bukanlah
benda jasmaniah baru, yang datang dari suatu tempat lain. Memang benar, bahwa
keduanya itu akan diperagakan secara jasmani, akan tetapi merupakan bayangan
dan dampak keadaan-keadaan rohani yang sebenarnya. Kami tidak mengakui suatu
surga yang hanya secara jasmani akan ditanami pohon‑pohon di atas sebidang
tanah. Dan tidak pula kami mengakui adanya suatu neraka yang di dalamnya terdapat
batu‑batu belerang. Melainkan, sesuai dengan akidah Islam, surga dan neraka
merupakan cerminan-cerminan amal perbuatan yang dilakukan manusia di dunia.