أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
“Syu’a'ul
basirah, menjadi saksi bagimu, yang engkau datang mendekati Allah, dan
Allah Ta’ala dekat dengan engkau. Ainul basirah, menunjukkan ketiadaan
engkau, karena adanya Allah. Haqqul basirah, menampakkan padamu adanya
Allah (wujud), bukan pada ketiadaanmu, dan bukan pula pada adanya
dirimu.”
Sinar yang bercahaya, adalah sinar hati
dan cahaya akal yang menunjukkan kepada iman. Sedang ainul basirah,
adalah cahaya ilmu (nurul ilm), dan haqqul basirah (menyaksikan adanya
Allah dengan mata hati yang terang benderang), itu adalah cahaya akal.
Diri mereka menjadi saksi atas akal mereka, dan juga menyaksikan adanya
Allah dengan mata akal dan mata hati. Tuhan sangat dekat dengan mereka
yang bermakrifat kepada-Nya, mengenal akan Allah adalah dengan ilmu,
dengan mengenal Tuhan seperti ini, mereka pun akan mengenal diri mereka.
Para ulama Sufi mengungkapkan: “Man arafa nafsahu, faqad arafa Rabbahu.” (Barangsiapa mengenal dirinya, pasti ia akan mengenal Tuhannya).
Ulama memberi sinar kepada alam
sekitarnya dengan ilmu. Hamba menjadi saksi atas Tuhannya, bukan pada
wujudnya. Penyaksian itu adalah pada cahaya kebenaran. Tidak ada
penyaksian lain oleh seorang hamba, kecuali pada-Nya (Allah). Ungkapan
ini menunjukkan pengertian yang dimaksud, (Allah itu ada, dan wujudnya
Allah, tiada satu pun yang sama dengan-Nya. Adanya Allah sekarang sama
dengan wujud semula).
Mengenal Allah melalui sinar mata rohani dan mata hati, itulah maqam
pertama orang arif yang bermakrifat. Mengenal Allah dan mendekati Allah
dengan mata hati harus dengan ilmu untuk meyakinkan wujud Allah seperti
disebut dalam ilmu Aqaid (Tauhidullah). Mengenal Allah melalui ainul
basirah (keyakinan mata), menunjukkan kemampuan ilmu setelah meningkat
ke maqam penyaksian yang haq tentang wujud Allah dan seluruh
ciptaan-Nya (ainul yaqin). Mengenal Allah melalui haqqul basirah,
artinya dengan ilmu yang mampu mengantar orang arifin mendekati wujud
yang benar tentang Allah Ta’ala, sehingga ia mencapai maqam
lanjutan, yakni meyakini melalui ilmu (penglihatan akal), basirah
(penglihatan hati sanubari) dan keyakinan iman yang meliputi seluruh
pemahaman makrifat. Dalam wujudnya Allah Ta’ala dikenal seperti sabda
Nabi Muhammad Saw.: “Wa’budullah ka annaka tarahu – Fa in takun tarahu –
wa innallaha yaraka” (Sembahlah Tuhanmu, se akan-akan engkau melihatnya, jika engkau mampu melihat-Nya, sesungguhnya Dia (Allah) telah melihatmu.”) Inilah wujud makrifat yang sebenarnya menurut tuntunan Rasulullah, dan inilah yang dimaksudkan dengan Al Ihsan.
No comments:
Post a Comment