Saturday, August 17, 2013

Ibnu Araby Dalam Kitab Khatamul Auliya' 2

أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله

 Ragam Para Wali
Para Syekh Sufi membagi macam para Wali dengan berbagai versi, termasuk derajat masing-masing di hadapan Allah Ta'ala. Dalam kitab Al-Mafakhirul Aliyah fi al-Ma'atsir asy-Syadzilyah disebutkan ketika membahas soal Wali Quthub. Syekh Syamsuddin bin Katilah Rahimahullaahu Ta'ala menceritakan: "Saya sedang duduk di hadapan guruku, lalu terlintas untuk menanyakan tentang Wali Quthub. "Apa makna Quthub itu wahai tuanku?" Lalu beliau menjawab, "Quthub itu banyak. Setiap muqaddam atau pemuka sufi bisa disebut sebagai Quthub-nya.
Sedangkan al-Quthubul Ghauts al-Fard al-Jami' itu hanya satu. Artinya bahwa Wali Nuqaba' itu jumlahnya 300. Mereka itu telah lepas dari rekadaya nafsu, dan mereka memiliki 10 amaliyah: empat amaliyah bersifat lahiriyah, dan enam amaliyah bersifat bathiniyah. Empat amaliyah lahiriyah itu antara lain:
1) Ibadah yang banyak,
2) Melakukan zuhud hakiki,
3) Menekan hasrat diri,
4) Mujahadah dengan maksimal.

Sedangkan prilaku batinnya:
1) Taubat,
2) Inabat,
3) Muhasabah,
4) Tafakkur,
5) Merakit dalam Allah,
6) Riyadlah. Di antara 300 Wali ini ada imam dan pemukanya, dan ia disebut sebagai Quthub-nya.

Enhanced by Zemanta

Ibnu Araby Dalam Kitab Khatamul Auliya' 1

أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله


Imam at-Tairmidzy al-Hakim, seorang filosuf agung dan Sufi terbesar di zamannya pernah menulis tentang Khatamul Auliya’ (Pamungkas para wali), sebagai konsep mengembangkan pamungkas para Nabi (Khatimul Anbiya’). Ibu Araby dalam kitabnya yang paling komprehensif sepanjang zaman, Al-Futuhatul Makiyyah. Disanalah Ibnu Araby menjawab 155 pertanyaan dalam Khatamul Auliya’-nya At-Tirmidy. Dalam pertanyaan pertama berbunyi:

Berapakah Manazil (tempat pijakan ruhani) para Auliya’?
Ibnu Araby menjawab: Ketahuilah bahwa manazil Auliya’ ada dua macam. Pertama bersifat Inderawi (hissiyah) dan kedua bersifat Maknawy. Posisi pijakan ruhani (manzilah) yang bersifat inderawi, adalah syurga, walau pun di syurga itu ada seratus jumlah derajatnya. Sedangkan manzilah mereka di dunia yang bersifat inderawi adalah ahwal mereka yang seringkali melahirkan sesuatu yang luar biasa. Diantara mereka ada ditampakkan oleh Allah seperti Wali-wali Abdal dan sejenisnya. Ada juga yang tidak ditampakkan seperti kalangan Wali Malamatiyah serta para kaum ‘Arifin yang agung, jumlah pijakan mereka lebih dari 100 tempat pijakan ruhani. Setiap masing-masing tempat itu berkembang menjadi sekian tempat yang begitu banyak. Demikian pijakan ruhani mereka yang bersifat inderawi di dua alam (dunia dan akhirat).

Sedangkan yang bersifat Maknawy dalam dimensi-dimensi kema’rifatan, maka manzilah mereka 248 ribu tempat pijakan ruhani hakiki yang tidak dapat diraih oleh ummat-ummat sebelum Nabi kita Muhammad SAW, dengan rasa ruhani yang berbeda-beda, dan masing-masing rasa ruhani memiliki rasa yang spesial yang hanya diketahui oleh yang merasakan.

Jumlah tersebut tersari dalam empat maqamat: 1) Maqam Ilmu Ladunny, 2) Maqam Ilmu Nur, 3) Maqam Ilmu al-Jam’u dan at-Tafriqat, 4) Maqam Ilmu Al-Kitabah al-Ilahiyyah. Diantara Maqamat itu adalah maqam-amaqam Auliya’ yang terbagi dalam 100 ribu lebih maqam Auliya, dan masing-masing masih bercabang banyak, yang bisa dihitung, namun bukan pada tempatnya mengurai di sini.

Mengenai Ilmu Ladunny berhubungan dengan nunasa-nuansa Ilahiyah dan sejumlah serapannya berupa Rahmat khusus. Sedangkan Ilmu Nur, tampak kekuatannya pada cakrawala ruhani paling luhur, ribuan Tahun Ilahiyah sebelum lahirnya Adam as. Sementara Ilmu Jam’ dan Tafriqah adalah Lautan Ilahiyah yang meliputi secara universal, dimana Lauhul Mahfudz sebagai abian dari Lautan itu. Dari situ pula melahirkan Akal Awal, dan seluruh cakrawala tertinggi mencerap darinya. Dan sekali lagi, para Auliya selain ummat ini tidak bisa mencerapnya. Namun diantara para Auliya’ ada yang mampu meraih secara keseluruhan ragam itu, seperti Abu Yazid al-Bisthamy, dan Sahl bin Abdullah, serta ada pula yang hanya meraih sebagian. Para Auliya’ di kalangan ummat ini dari perspektif pengetahuan ini ada hembusan ruh dalam lorong jiwanya, dan tak ada yang sempurna kecuali dari Auliya’ ummat ini sebagai pemuliaan dan pertolongan Allah kepada mereka, karena kedudukan agung Nabi mereka Sayyidina Muhammad SAW.

Di dalam pengetahuan tersebut tersembunyi rahasia-rahasia ilmu pengetahuan yang sesungguhnya berada dalam tiga pijakan dasar ruhani pengetahuan: 1) Pengetahuan yang berhubungan dengan Ilahiyyah, 2) Pengetahuan yang berhubungan dengan ruh-ruh yang luhur, dan 3) Pengetahuan yang berhubungan dengan maujud-maujud semesta.
Yang berhubungan dengan ilmu ruh-ruh yang luhur menjadi beragam tanpa adanya kemustahilan kontradiktif. Sedangkan yang berhubungan dengan maujud alam beragam, dan memiliki kemustahilan dengan kontradiksi kemustahilannya.

Jika pengetahuan terbagi dalam tiga dasar utama itu, maka para Auliya’ juga terbagi dalam tiga lapisan: Lapisan Tengah (Ath-Thabaqatul Wustha), memiliki 123 ribu pijakan ruhani, dan 87 manzilah utama, yang menjadi sumber serapan dari masing-masing manzilah yang tidak bisa dibatasi, karena terjadinya interaksi satu sama lainnya, dan tidak ada yang meraih manfaatnya kecuali dengan Rasa Khusus. Sementara lapisan yang sisanya, (dua lapisan) muncul dengan pakaian kebesaran dan sarung keagungan. Hanya saja keduanya yang menggunakan sarung keagungan itu memiliki mazilah lebih dari 123 ribu itu. Sebab pakaian kebesaran merupakan penampakan dari AsmaNya Yang Maha Dzahir, sedangkan sarungnya adalah penampakan dari AsmaNya Yang Maha Batin. Yang Dzahir adalah asal tonggaknya, dan Yang Batin adalah karakter baru, dimana dengan kebaruannya muncullah pijakan-pijakan ruhani (manazil) ini.

Cabang senantiasa menjadi tempatnya buah. Maka apa yang ditemukan pada cabang itu merupakan sesuatu yang tidak ditemukan dalam tonggaknya, yaitu buah. Walaupun dua cabang di atas itu munculnya dari satu tonggak utamanya yaitu AsdmaNya Yang Maha Dzahir, tetapi hukumnya berbeda. Ma’rifat kita kepada Tuhan, muncul setelah kita mengenal diri kita, sebab itu “Siapa yang kenal dirinya, kenal Tuhannya”. Walaupun wujud diri kita sesungguhnya merupakan cabang dari dari Wujug Rabb. Wujud Rabb adalah tonggal asal, dan wujud hamba adalah cabang belaka. Dalam Martabat bisa akan mendahului, sehingga bagiNya ada Nama Al-Awwal, dan dalam suatu martabat diakhirkan, sehingga ada Nama Yang Maha Akhir. Disatu sisi dihukumi sebagai Asal karena nisbat khusus, dan dilain sisi disehukumi sebagai Cabang karena nisbat yang lain. Inilah yang bisa dinalar oleh analisa akal. Sedangkan yang dirasakan oleh limpahan Ma’rifat Rasa, maka Dia adalah Dzahir dari segi bahwa Dia adalah Batin, dan Dia adalah Batin dari segi kenyataanNya Yang Dzahir, dan Awwal dari kenyataanNya adalah Akhir, demikian pula dalam Akhir.

Swedangkan jumlah para Auliya yang berada dalam manzilah-manzilah itu, ada356 sosok, yang mereka itu adala dalam kalbu Adam, Nuh, Ibrahim, Jibril, Mikail, dan Israfil. Dan ada 300, 40, 7, 5, 3 dan 1. Sehingga jumlah kerseluruhan 356 tokoh. Hal ini menurut kalangan Sufi karena adanya hadits yang menyebut demikian.

Sedangkan menurut thariqat kami dan yang muncul dari mukasyafah, maka jumlah keseluruhan Auliya yang telah kami sebut diatas di awal bab ini, sampai berjumlah 589 orang. Diantara mereka ada 1 orang, yang tidak mesti muncul setiap zaman, yang disebut sebagai al-Khatamul Muhammady, sedangkan yang lain senantiasa ada di setiap zaman tidak berkurang dan tidak bertambah. Al-Khatamul Muhammady pada zaman ini (zaman Ibnu Araby, red), kami telah melihatnya dan mengenalnya (semoga Allah menyempurnakan kebahagiaannya), saya tahu ia ada di Fes (Marokko) tahun 595 H.

Sementara yang disepakati kalangan Sufi, ada 6 lapisan para Auliya’, yaitu para Wali : Ummahat, Aqthab; A’immah; Autad; Abdal; Nuqaba’; dan Nujaba’.

Pada pertanyaan lain : Siapa yang berhak menyandang Khatamul Auliya’ sebagaimana gelar yang disandang Khatamun Nubuwwah oleh Nabi Muhammad SAW.? Ibnu Araby menjawab:

Al-Khatam itu ada dua: Allah menutup Kewalian (mutlak), dan Allah menutup Kewalian Muhammadiyah. Penutup Kewalian mutlak adalah Isa Alaihissalaam. Dia adalah Wali dengan Nubuwwah Mutlak, yang kelak turun di era ummat ini, dimana turunnya di akhir zaman, sebagai pewaris dan penutup, dimana tidak ada Wali dengan Nubuwwah Mutlak setelah itu. Ia disela oleh Nubuwwah Syari’at dan Nubuwwah Risalah. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW sebagai Penutup Kenabian, dimana tidak ada lagi Kenabian Syariat setelah itu, walau pun setelah itu masih turun seperti Isa, sebagai salah satu dari Ulul ‘Azmi dari para Rasul dan Nabi mulia. Maka turunnya Isa sebagai Wali dengan Nubuwwah mutlaknya, tertapi aturannya mengikuti aturan Nabi Muhammad SAW, bergabung dengan para Wali dari ummat Muhammad lainnya. Ia termasuk golongan kita dan pemuka kita.

Pada mulanya, ada Nabi, yaitu Adam, AS.Dan akhirnya juga ada Nabi, yaitu Isa, sebagai Nabi Ikhtishah (kekhususan), sehingga Isa kekal di hari mahsyar ikut terhampar dalam dua hamparan mahsyar. Satu Mahsyar bersama kita, dan satu mahsyar bersama para Rasul dan para Nabi.

Adapun Penutup Kewalian Muhammadiyah, saat ini (era Ibnu Araby) ada pada seorang dari bangsa Arab yang memiliki kemuliaan sejati. Saya kenal ditahun 595 H. Saya melihat tanda rahasia yang diperlihatkan oleh Allah Ta’ala pada saya dari kenyataan ubudiyahnya, dan saya lihat itu di kota Fes, sehingga saya melihatnya sebagai Khatamul Wilayah darinya. Dia adalah Khatamun Nubuwwah Mutlak, yang tidak diketahui banyak orang. Dan Allah telah mengujinya dengan keingkaran berbagai kalangan padanya, mengenai hakikat Allah dalam sirrnya.

Sebagaimana Allah menutup Nubuwwah Syariat dengan Nabi Muhammad SAW, begitu juga Allah menutup Kewalian Muhammady, yang berhasil mewarisi Al-Muhammadiyah, bukan diwarisi dari para Nabi. Sebab para Wali itu ada yang mewarisi Ibrahim, Musa, dan Isa, maka mereka itu masih kita dapatkan setelah munculnya Khatamul Auliya'’Muhammady , dan setelah itu tidak ada lagi Wali pada Kalbu Muhammad SAW. Inilah arti dari Khatamul Wilayah al-Muhammadiyah. Sedangkan Khatamul Wilayah Umum, dimana tidak ada lagi Wali setelah itu, ada pada Isa Alaissalam. Dan kami menemukan sejumlah kalangan sebagai Wali pada Kalbu Isa As, dan sejumlah Wali yang berada dalam Kalbu para Rasul lainnya.

Enhanced by Zemanta

Wednesday, August 7, 2013

Ayat-ayat Ma'rifatullah

أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله


Al-Quran surat Al-An'am ayat 60


Allah berfirman di dalam kitab-Nya :
وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُم بِالَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَاجَرَحْتُم بِالنَّهَارِ
“Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari.”
(Q.S Al-An’am ayat 60)

Tentang ayat ini, Al-Hafizh ibnu Katsir rahimahullah mengatakan :
ويعلم ما كسبتم من الأعمال بالنهار, وهذه جملة معترضة دلت على إحاطة علمه تعالى بخلقه في ليلهم ونهارهم, في حال سكونهم وحال حركتهم, كما قال {سواء منكم من أسرّ القول ومن جهر به ومن هو مستخف بالليل وسارب بالنهار}
“Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan dari amal2 di siang hari, dan kalimat ini merupakan jumlatun-mu’taridhah yang menunjukan pengertian bahwa ilmu Allah itu meliputi semua makhluk-Nya baik pada malam hari maupun siang hari mereka, yakni di waktu mereka diam maupun saat mereka sedang bergerak, semuanya terliputi oleh ilmu Allah.
Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Allah dengan firman-Nya :
“Sama saja (bagi Allah), siapa diantaramu yang merahasiakan ucapannya, dan siapa yang berterus-terang dengan ucapan itu, dan siapa yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari.”
(Tafsir ibnu Katsir 3/267)

Dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
فإن لم تكن تراه فإنه يراك
“Jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihatmu.”
(Shahih Muslim 1/36 no.8)

Adapun apa2 yang tidak terlepas dari pengetahuan Allah ini, diantaranya adalah apabila seorang hamba itu melakukan dosa, maka yakinlah bahwa saat itu Allah melihatnya dan mengetahuinya.
Demikianlah yang dikatakan oleh Qatadah rahimahullah tentang ayat ini.
Ibnu Jarir rahimahullah meriwayatkan :
حدثنا بشر بن معاذ قال ، حدثنا يزيد بن زريع قال ، حدثنا سعيد ، عن قتادة قوله : " وهو الذي يتوفاكم بالليل " ، يعني بذلك نومهم " ويعلم ما جرحتم بالنهار " ، أي : ما عملتم من ذنب فهو يعلمه ، لا يخفى عليه شيء من ذلكTelah menceritakan kepada kami Bisyr bin Mu’adz(1), ia berkata : “Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zurai’(2), ia berkata : “Telah menceritakan kepada kami Sa’id(3) dari Qatadah(4) tentang firman Allah : ………..dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari.” Yaitu bahwa apa2 yang kamu lakukan dari hal dosa, maka Allah mengetahuinya. Tidaklah tersembunyi bagi-Nya sedikitpun dari perbuatan dosa tersebut.”
(Jami’ul-Bayan fi Ta’wil Al-Quran 11/406)

Ah, apakah diri ini tidak merasa malu, saat hendak bermaksiat sedangkan saat itu Allah sedang melihatnya?
Padahal Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda :
إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
“Jika kamu tidak merasa malu, maka berbuatlah sesuka hatimu.”
(Shahih Al-Bukhari 8/29 no.6120)

Dan demikian pula dengan amal kebaikan yang kita lakukan, meski sekecil apapun, meski setersembunyi apapun, maka yakinlah bahwa saat itu Allah melihatnya.
Allah berfirman :
“Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.”
(Q.S Al-Baqarah ayat 110)

Dan Allah adalah sebaik-baik yang melihat dan se-baik2 yang memberikan balasan.
Maka, sesudah Allah, sungguh tidak penting lagi apakah manusia melihatnya ataupun tidak.

Pada akhirnya, Al-Hafizh ibnu Katsir rahimahullah mengatakan :
أنه تعالى لا يغفل عن عمل عامل ، ولا يضيع لديه ، سواء كان خيرا أو شرا ، فإنه سيجازي كل عامل بعمله
“Allah sedikitpun tidak akan melupakan amal perbuatan dari orang2 yang beramal, dan amal tersebut tidak akan pernah hilang dari sisinya, sama saja baik itu amal kebaikan maupun amal keburukan dan sesungguhnya Dia akan memberikan balasan kepada setiap orang yang beramal sesuai dengan amal perbuatannya.”
(Tafsir ibnu Katsir 1/384).


Al-Quran surat Al-Hadid ayat 4 sampai dengan ayat 6


Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Hadid :
(4) هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَايَلِجُ فِي اْلأَرْضِ وَمَايَخْرُجُ مِنْهَا وَمَايَنزِلُ مِنَ السَّمَآءِ وَمَايَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَاكُنتُمْ وَاللهُ بِمَاتَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
(5)  لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَإِلَى اللهِ تُرْجَعُ اْلأُمُورُ
(6) يُولِجُ الَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي الَّيْلِ وَهُوَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Kemudian Dia istiwa di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (ayat 4).
Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan (ayat 5).
Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam.
Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati (ayat 6).”
(Q.S Al-Hadid ayat 4-6)

Adapun tentang firman Allah :
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Kemudian Dia istiwa di atas ´Arsy..” (Q.S Al-Hadid ayat 4)

Maka Qutaibah bin Sa’id rahimahullah mengatakan :
ويعرف الله في السماء السابعة على عرشه كما قال : ( الرحمن على العرش استوى ، له ما في السموات وما في الأرض وما بينهما وما تحت الثرى
“Dan mengetahui Allah itu ada di atas langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya sebagaimana Dia firmankan : “Arrahmaanu ‘alal-‘Arsys-tawaa, lahuu maa fis-samaawati wa maa fil-‘Ardi wa maa bainahumaa wa maa tahtats-tsaraa."
(Syi’ar Ash-hab Al-Hadits 1/17)

Abu Zur’ah rahimahullah dan Abu Hatim rahimahullah mengatakan :
وأن الله عز وجل على عرشه بائن من خلقه كما وصف نفسه في كتابه وعلى لسان رسول صلى الله عليه وسلم بلا كيف أحاط بكل شيء علما ليس كمثله شيء وهو السميع البصير
"Dan bahwa Allah 'Azza wa Jalla berada di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sebagaimana Dia sifati sendiri di dalam kitab-Nya dan melalui lisan Rasul-Nya shallallaahu 'alaihi wa sallam, tanpa kaif (bagaimana).
Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat."
(Syarh Ushulil-I'tiqad Ahlis-Sunnah, 1/198)


Dan tentang firman Allah :
“Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya.” (Q.S Al-Hadid ayat 4)

Maka, Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan :
وقوله تعالى: {يعلم ما يلج في الأرض} أي يعلم عدد ما يدخل فيها من حب وقطر {وما يخرج منها} من نبات وزرع وثمار)
“Firman Allah Ta’ala : “Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi”, yakni Allah mengetahui jumlah biji-bijian dan tetesan air yang masuk kedalam bumi, “Dan apa yang keluar daripadanya” berupa tumbuh-tumbuhan, tanam-tanaman dan buah-buahan.”

{وما ينزل من السماء} أي من الأمطار. والثلوج والبرد والأقدار. والأحكام مع الملائكة الكرام
“Dan apa yang turun dari langit”, yaitu berupa hujan, salju, air embun, taqdir2 dan hukum2 yang turun disertai para malaikat yang mulia.

{وما يعرج فيها} أي من الملائكة والأعمال كما جاء في الصحيح «يرفع إليه عمل الليل قبل النهار وعمل النهار قبل الليل»
“Dan apa yang naik kepada-Nya.”, yakni para malaikat dan amal perbuatan, sebagaimana kabar tentang hal ini datang dalam hadits yang shahih : “Diangkat kepada-Nya amal perbuatan di waktu malam sebelum datang siang hari, dan amal perbuatan di siang hari, sebelum datangnya malam.” (1)
(Tafsir ibnu Katsir 8/10)


Kemudian tentang firman Allah :
“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S Al-Hadid ayat 4)

Maka Ibnu Jarir rahimahullah mengatakan :
وهو شاهد لكم أيها الناس أينما كنتم يعلمكم ، ويعلم أعمالكم ، ومتقلبكم ومثواكم ، وهو على عرشه فوق سمواته السبع
“Bahwa Dia menyaksikan kalian semua, wahai manusia, di manapun kalian berada, maka Allah mengetahuinya, dan Dia juga mengetahui perbuatan-perbuatanmu, sedangkan Dia berada di atas ‘Arsy-Nya, di atas langit-Nya yang tujuh.”
(Jami’ul-Bayan 23/169)

Al-Hafizh ibnu Katsir rahimahullah mengatakan :
أي رقيب عليكم شهيد على أعمالكم حيث كنتم وأين كنتم براً أو بحراً, في ليل أو نهار في البيوت أو القفار, الجميع في علمه على السواء وتحت بصره وسمعه فيسمع كلامكم ويرى مكانكم, ويعلم سركم ونجواكم
“Yakni Allah senantiasa mengawasi kalian, menyaksikan amal perbuatan kalian, bagaimanapun keadaan kalian dan di manapun kalian berada, di darat ataupun di lautan, di siang ataupun di malam hari, di rumah ataupun di padang pasir.
Semua itu ada dalam pengetahuan, penglihatan serta pendengaran Allah.
Dia mendengar ucapan2 kalian, Dia melihat tempat2 kalian, Dia mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan Dia mengetahui rahasia2 kalian.”
(Tafsir ibnu Katsir 8/10)


Dan tentang firman Allah :
“Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan.” (Q.S Al-Hadid ayat 5)

Maka Al-Hafizh ibnu Katsir rahimahullah mengatakan :
هو المالك للدنيا والاَخرة كما قال تعالى: {وإن لنا للاَخرة والأولى} وهو المحمود على ذلك كما قال تعالى: {وهو الله لا إله إلا هو له الحمد في الأولى والاَخرة} وقال تعالى: {الحمد لله له ما في السموات وما في الأرض وله الحمد في الاَخرة وهو الحكيم الخبير}, فجميع ما في السموات والأرض ملك له, وأهلهما عبيد أرقاء أذلاء بين يديه كما قال تعالى: {إن كل من في السموات والأرض إلا آت الرحمن عبداً لقد أحصاهم وعدهم عداً وكلهم آتيه يوم القيامة فرداً} ولهذا قال: {وإلى الله ترجع الأمور} أي إليه المرجع يوم القيامة فيحكم في خلقه بما يشاء وهو العادل الذي لا يجور ولا يظلم مثقال ذرة بل إن يكن عمل أحدهم حسنة واحدة يضاعفها إلى عشرة أمثالها
“Dia-lah yang memiliki dunia dan akhirat sebagaimana firman-Nya : “dan sesungguhnya kepunyaan Kamilah akhirat dan dunia”(2), dan Dia-lah yang Maha terpuji atas semua itu sebagaimana firman-Nya : “Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat”(3), dan juga sebagaimana firman-Nya : “Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan apa yang di bumi dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui”(4), dan semua yang ada di langit dan bumi adalah milik-Nya dan dikuasai oleh-Nya.
Sedangkan para penghuni keduanya adalah hamba2-Nya yang rendah di hadapan-Nya sebagaimana firman-Nya : “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.”(5), dan untuk itu, Allah berfirman : “Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan.”, yaitu hanya kepada-Nya-lah tempat kembali pada hari kiamat kelak, dan Dia akan menghukumi diantara makhluk2-Nya sesuai dengan kehendak-Nya.
Dan Dia adalah Yang Maha Adil yang tidak akan berbuat kepalsuan dan ke-zhaliman walaupun hanya sebesar zarrah.
Bahkan, jika ada amal yang baik yang dilakukan oleh salah seorang hamba2-Nya, maka Dia akan melipat gandakan sampai sepuluh kali lipatnya.”
(Tafsir ibnu Katsir 8/11)


Sedangkan tentang firman Allah :
“Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam.“ (Q.S Al-Hadid ayat 6)

Maka Al-Hafizh ibnu Katsir rahimahullah mengatakan :
يقلب الليل والنهار ويقدرهما بحكمته كما يشاء, فتارة يطول الليل ويقصر النهار وتارة بالعكس, وتارة يتركهما معتدلين, وتارة يكون الفصل شتاءً ثم ربيعاً ثم قيظاً ثم خريفاً, وكل ذلك بحكمته وتقديره لما يريده بخلقه
“Dia membolak-balikan siang dan malam dan memberikan ketetapan pada keduanya berdasarkan hikmah-Nya sebagaimana Dia kehendaki.
Adakalanya Dia memperpanjang malam dan memperpendek siang, dan adakalanya sebaliknya, namun adakalanya juga seimbang.
Adakalanya memberikan musim dingin, musim panas, musim semi dan adakalanya musim gugur. Semua itu berdasarkan hikmah dan ketentuan-Nya sebagaimana yang Dia kehendaki kepada makhluk2-Nya.”
(Tafsir ibnu Katsir 8/11)


Dan tentang firman Allah :
“Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati.” (Q.S Al-Hadid ayat 6)

Maka Ibnu Jarir rahimahullah mengatakan :
وهو ذو علم بضمائر صدور عباده ، وما عزمت عليه نفوسهم من خير أو شرّ ، أو حدّثت بهما أنفسهم ، لا يخفى عليه من ذلك خافية
“Dia-lah Yang Mengetahui terhadap apa2 yang tersembunyi di dalam hati hamba2-Nya, dan (Dia Mengetahui pula) apa2 yang di tekadkan di dalam hati mereka dari hal kebaikan ataupun keburukan, ataupun pembicaraan yang baik dan buruk yang ada dalam diri mereka.
Tidak ada satupun yang tersembunyi bagi Allah dari semua hal tesebut.”
(Jami’ul-Bayan 23/171)

Imam Al-Baghawi rahimahullah mengatakan :
بما في القلوب من خير وشر
“(Yakni sesungguhnya Allah mengetahui) apa2 yang ada dalam hati manusia, dari hal kebaikan dan keburukannya.”
(Tafsir Al-Baghawi 3/27)

Dan pada akhirnya……….
Imam Ahmad rahimahullah, sebagaimana dikutipkan oleh Al-Hafizh ibnu Katsir rahimahulah, pernah mengatakan :
إذا ما خلوت الدهر يوماً فلا تقل خلوت ولكن قل علي رقيب ولا تحسبن الله يغفل ساعة ولا أن ما تخفي عليه يغيب
“Apabila suatu hari, engkau sedang sendiri, maka janganlah engkau katakan : “Aku sedang sendirian.” Tapi katakanlah : “Aku ada yang mengawasi.”
Dan janganlah engkau mengira kalau Allah itu akan lengah walau hanya sesaat, dan jangan pula sekali-kali engkau mengira bahwa apa yang engkau sembunyikan itu tersembunyi pula bagi Allah.”
(Tafsir ibnu Katsir 8/11)




Note :
(1) Diantaranya hadits ini terdapat dalam Shahih Muslim (1/161 no.179) dengan lafazh yang sedikit berbeda :
حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة وأبو كريب قالا حدثنا أبو معاوية حدثنا الأعمش عن عمرو بن مرة عن أبي عبيدة عن أبي موسى قال قام فينا رسول الله صلى الله عليه و سلم بخمس كلمات
فقال إن الله عز و جل لا ينام ولا ينبغي له أن ينام يخفض القسط ويرفعه يرفع إليه عمل الليل قبل عمل النهار وعمل النهار قبل عمل الليل
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Abu Kuraib, mereka berdua mengatakan : “Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy dari ‘Amru bin Murrah dari Abu Ubaidah dari Abu Musa radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk menerangkan 5 perkara kepada kami, beliau bersabda :
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla tidaklah pernah tidur dan tidak ada bagi-Nya tidur. Dia merendahkan dan meninggikan timbangan.
Diangkat kepada-Nya amal di malam hari sebelum datangnya amal di siang hari, dan diangkat kepada-Nya amal di siang hari sebelum datangnya amal di malam hari...…”
(2) Al-Quran Surat Al-Lail ayat 13
(3) Al-Quran Surat Al-Qashash ayat 70
(4) Al-Quran Surat Saba’ ayat 1
(5) Al-Quran Surat Maryam ayat 93-95


Al-Quran surat Ali ‘Imran ayat 30


Allah berfirman :
وَيُحَذِّرُكُمُ اللهُ نَفْسَهُ وَاللهُ رَءُوفُُ بِالْعِبَادِ
“…dan Allah memperingatkan kalian terhadap diri-Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.”
(Q.S Ali ‘Imran ayat 30)

Tentang firman Allah :
“dan Allah memperingatkan kalian terhadap diri-Nya.”

Yaitu bahwa Allah memperingatkan semua hamba2-Nya terhadap siksaan dari-Nya apabila Dia ditentang di dalam perintah2-Nya, dan siksaan Allah ini benar2 akan menimpa kepada musuh2-Nya, kepada orang2 yang berpihak kepada musuh-Nya dan kepada orang2 yang memusuhi kekasih2-Nya.
Demikianlah yang dikatakan oleh Al-Hafizh ibnu Katsir rahimahullah.
Beliau mengatakan :
أي يحذركم نقمته في مخالفته وسطوته وعذابه لمن والى أعداءه, وعادى أولياءه
“(Allah memperingatkan kalian terhadap diri-Nya) yakni bahwa Allah memperingatkan kalian tentang pembalasan-Nya terhadap orang2 yang menentang-Nya dan adzab-Nya akan Dia timpakan kepada orang2 yang berpihak kepada musuh2-Nya dan juga kepada musuh kekasih2-Nya.”
(Tafsir ibnu Katsir 2/31)


Adapun tentang firman Allah :
“Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.”

Maka Ibnu Jarir rahimahullah mengatakan :
ثم أخبر عز وجل أنه رءوف بعباده رحيمٌ بهم ، وأنّ من رأفته بهم : تحذيرُه إياهم نفسه ، وتخويفهم عقوبته ، ونهيه إياهم عما نهاهم عنه من معاصيه
“Kemudian Allah ‘Azza wa Jalla mengabarkan bahwa Dia Mengasihi hamba2-Nya dan Menyayangi mereka. Sedangkan diantara kasih sayang Allah kepada hamba2-Nya itu ialah Dia memperingatkan mereka kepada siksa-Nya, memperingatkan mereka kepada hukuman dari-Nya, dan juga melarang mereka dari kemaksiatan.”
(Jami’ul-Bayan 6/321)

Dan dikatakan pula bahwa Allah menyayangi hamba2-Nya yang istiqamah dalam menempuh jalan-Nya yang lurus, menetapi agama-Nya yang haq dan mengikuti Rasul-Nya yang mulia.
Al-Hafizh ibnu Katsir rahimahullah mengatakan :
وقال غيره: أي رحيم بخلقه يحب لهم أن يستقيموا على صراطه المستقيم ودينه القويم وأن يتبعوا رسوله الكريم.
“Adapun yang lainnya mengatakan : “Yaitu Allah Menyayangi makhluk2-Nya, mencintai mereka, bila mereka tetap istiqamah pada jalan-Nya yang lurus dan kepada agama-Nya yang haq serta mereka mengikuti Rasul-Nya yang mulia.”
(Tafsir ibnu Katsir 2/32)

Dan juga disebutkan dalam satu hadits yang shahih bahwa kasih sayang Allah itu akan Dia berikan kepada orang2 yang memiliki sifat yang penyayang.
Nabi shallallaahu ‘alaihi ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَإِنَّمَا يَرْحَمُ اللَّهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ
“Hanyalah Allah itu menyayangi hamba2-Nya yang penyayang.”
(Shahih Al-Bukhari 9/115 no.7377)

Dan, sebaliknya, Allah tidak akan menyayangi orang2 yang tidak memiliki kasih sayang kepada manusia lainnya sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لَا يَرْحَمُ اللَّهُ مَنْ لَا يَرْحَمُ النَّاسَ
“Allah tidak akan menyayangi siapa saja yang tidak menyayangi manusia.”
(Shahih Al-Bukhari 9/115 no.7376)


Surat Al-Mu'min ayat ke-60


Allah berfirman :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Rabb-mu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".
(Q.S Al-Mu’min ayat 60)

Tentang firman Allah :
"Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu..”

Maka, ini merupakan salah satu karunia, keutamaan dan kemurahan yang Allah berikan kepada umat ini, dan bahwa setelah Allah memerintahkan kepada hamba2-Nya untuk berdo’a kepada-Nya, maka Dia-pun mengharuskan Diri-Nya sendiri untuk mengabulkan do’a2 hamba2-Nya tersebut, dan Dia juga akan mencintai mereka atas do’a2 yang mereka panjatkan kepada-Nya. Semakin banyak seorang hamba berdo’a, maka Allah-pun akan semakin mencintai-Nya.

Al-Hafizh ibnu Katsir rahimahullah mengatakan :
هذا من فضله تبارك وتعالى وكرمه أنه ندب عباده إلى دعائه وتكفل لهم بالإجابة كما كان سفيان الثوري يقول: يا من أحب عباده إليه من سأله فأكثر سؤاله, ويا من أبغض عباده إليه من لم يسأله وليس أحد كذلك غيرك يا رب
“Hal ini merupakan keutamaan dan kemuliaan dari Allah tabaraka wa ta’ala bahwa Dia menganjurkan kepada hamba2-Nya agar berdo’a kepada-Nya dan menjanjikan untuk mereka dengan pengabulan (atas do’a2 tersebut).
Sebagaimana dikatakan Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah : “Wahai (Allah) yang sangat mencintai hamba2-Nya yang meminta kepada-Nya dan kemudian memperbanyak permintaan kepada-Nya.”
(Tafsir ibnu Katsir 7/154)

Kemudian, ditambahkan pula bahwa perintah dalam ayat ini adalah juga untuk beribadah hanya kepada Allah semata dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun. Dan atas hal ini, maka Allah akan memberikan ampunan-Nya, pahala-Nya, rahmat-Nya dan juga mengabulkan do’a2 bagi siapapun diantara hamba2-Nya yang mau beribadah kepada-Nya dengan ikhlas tanpa menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.

Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah mengatakan :
وقوله : ( وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ) يقول تعالى ذكره : ويقول ربكم أيها الناس لكم ادعوني : يقول : اعبدوني وأخلصوا لي العبادة دون من تعبدون من دوني من الأوثان والأصنام وغير ذلك( أَسْتَجِبْ لَكُمْ ) يقول : أُجِبْ دعاءكم فأعفو عنكم وأرحمكم.
“Firman Allah : “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”, maka Allah berfirman bahwa wahai manusia, Rabb kalian telah berfirman hendaklah kalian berdo’a kepada-Ku, dan Dia juga berfirman bahwa hendaknya kalian beribadah kepada-Ku, dan ikhlaskanlah ibadah kalian itu tanpa menyekutukan-Ku dengan selain Aku dari hal berhala2, patung2, dan yang selainnya.
(…………………..) dan Allah berfirman bahwa Aku akan mengabulkan do’a kalian, kemudian akan Aku ampuni kalian dan akan Aku rahmati kalian.”
(Jami’ul-Bayan 21/406)

Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan :
قوله تعالى : وقال ربكم ادعوني أستجب لكم الآية . روى النعمان بن بشير قال : سمعت النبي - صلى الله عليه وسلم - يقول : الدعاء هو العبادة ثم قرأ وقال ربكم ادعوني أستجب لكم إن الذين يستكبرون عن عبادتي سيدخلون جهنم داخرين قال أبو عيسى : هذا حديث حسن صحيح . فدل هذا على أن الدعاء هو العبادة . وكذا قال أكثر المفسرين وأن المعنى : وحدوني واعبدوني أتقبل عبادتكم وأغفر لكم
“Firman Allah ta’ala : “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.”, maka Nu’man bin Basyir radhiyallaahu ‘anhu telah meriwayatkan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Do’a itu adalah ibadah” lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat : “Dan Rabb-mu berfirman:  “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (Abu Isa at-Tirmidzi rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini : “Hasan shahih.”)
Hadits ini menunjukan bahwa do’a itu adalah ibadah.
Demikianlah yang dikatakan oleh kebanyakan ahli tafsir dan bahwasannya makna ayat ini adalah (bahwa Allah berfirman) : “Tauhidkanlah Aku, dan beribadahlah kepada-Ku, niscaya akan aku terima ibadah2 kalian dan akan Aku ampuni dosa2 kalian.”
(Al-Jami’ li Ahkam al-Quran 18/374-375)


Adapun tentang firman Allah :
“Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".

Yakni bahwa Allah membenci orang2 yang tidak mau berdo’a kepada-Nya ataupun tidak mau beribadah kepada-Nya dan tidak mau mentauhidkan Allah dalam do’a atau ibadahnya itu, maka Allah mengancam mereka dengan siksaan Jahanam.

Al-Hafizh ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah mengatakan :
ويا من أبغض عباده إليه من لم يسأله وليس أحد كذلك غيرك يا رب
“Wahai (Allah) yang sangat murka kepada hamba2-Nya yang tidak mau meminta kepada-Nya,…

Dan Al-Hafizh rahimahullah juga mengatakan :
وقوله عز وجل: {إن الذين يستكبرون عن عبادتي} أي عن دعائي وتوحيدي سيدخلون جهنم داخرين
“Dan firman Allah ‘azza wa jalla : “Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku”, yakni (Allah berfirman) bahwa barangsiapa yang menyombongkan diri dari berdo’a kepada-Ku, dan tidak mau mentauhidkan-Ku, maka dia akan masuk ke dalam Jahanam dalam keadaan hina dina.”
(Tafsir ibnu Katsir 7/156)


Wallaahu a'lam.



Note :
Berikut perkataan para ulama mengenai para perawi dari riwayat ibnu Jarir rahimahullah tersebut.....
(1) Bisyr bin Mu’adz al-‘Aqdi adh-Dharir
Abi Hatim rahimahullah mengatakan bahwa ia : “Shalihul-hadits, shaduq.”
(Al-Jarh wa At-Ta’dil 2/369)

(2) Yazid bin Zurai’ Al-‘Aisy, Abu Mu’awiyah Al-Bashri
Yahya bin Sa’id rahimahullah mengatakan : “Tidak ada di bagi kami yang lebih tsabit dibandingkan Yazid bin Zurai’.”
Abi Hatim rahimahullah mengatakan : “Imam Tsiqah.”
Yahya bin Ma’in rahimahullah mengatakan : “Tsiqah.”
(Al-Jarh wa At-Ta’dil 9/264)

(3) Sa’id, ia adalah Sa’id bin Abi Arubah, Abu Nadhr al-Bashri.
Yahya bin Ma’in rahimahullah mengatakan bahwa ia adalah : “Tsiqah.”
Imam An-Nasa’i rahimahullah mengatakan : “Tsiqah.”
Abu Zur’ah rahimahullah mengatakan : “Tsiqah ma’mun.”
Ibnu Abi Khaitsamah rahimahullah mengatakan : “Sa’id bin Abi Arubah adalah orang yang paling tsabit dalam riwayatnya Qatadah.”
(Tahdzib At-Tahdzib 4/63)

(4) Qatadah bin Di’amah, Abul-Khathab as-Sadusi
Beliau adalah salah seorang ahli tafsir dari kalangan tabi’in.
Beliau mengambil ilmu dari beberapa sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu.
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan : “Qatadah adalah orang yang ‘alim dalam tafsir Al-Quran.”
Imam Ahmad rahimahullah juga mengatakan : “Qatadah adalah orang yang paling hafizh diantara penduduk Bashrah.”
(Tadzkiratul-Huffazh 1/92-93)


 Segala sesuatunya. Kebaikan ataupun keburukan yang kita lakukan ataupun yang menimpa kita.
Kebahagiaan yang dirasakan, ataupun penderitaan yang di alami, maka Allah mengetahui dan menyaksikan-Nya.
Dan semuanya, nantinya akan dikumpulkan dan dibalas sesuai dengan penyikapan seseorang atas kedua hal tersebut.
Jika seseorang bersyukur atas kebahagiaan yang dirasakan, dan bersabar atas penderitaan yang dialami, maka Allah akan memberikan balasan yang terbaik kepadanya.
Allah berfirman :
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu."
(Q.S Ibrahim ayat 7)

Dan Allah berfirman :
"Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera."
(Q.S Al-Insan ayat 12)

Dan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda :
عجبا لأمر المؤمن إن أمره كله خير وليس ذاك لأحد إلا للمؤمن إن أصابته سراء شكر فكان خيرا له وإن أصابته ضراء صبر فكان خيرا له
"Sungguh mengagumkan urusan seorang mu'min. Sesungguhnya setiap urusannya adalah baik, dan tidaklah hal itu terjadi kecuali kepada diri seorang mu'min.
Apabila dia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur. Dan bersyukur itu adalah baik baginya.
Apabila ia tertimpa kemudharatan, maka ia bersabar. Dan bersabar itu adalah baik baginya."
(Shahih Muslim 4/2295 no.2999)

SYARAH KITAB USHUL AL-IMAN karangan IMAM MUHAMAD BIN ABDUL WAHHAB RAHIMAHULLAHU TA'ALA

أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله


SYARAH KITAB USHUL AL-IMAN KARANGAN IMAM MUMAHAMAD BIN ABDUL WAHHAB.
Disyarah oleh, Abuz Zubair Hawaary.
BAB : MAKRIFATULLAH AZZA WA JALLA WAL IMAN BIHI
Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab memulai kitab Ushulul Iman-nya dengan pembahasan mengenai Makrifatullah wal Iman Bihi, maksudnya ; bab yang membahas tentang pengenalan terhadap Allah Azza wa Jalla dan bagaimana cara mengimaninya.
Sesuai dengan materi kitab ini yang membahas pokok-pokok keimanan, maka seyogyanyalah, masalah makrifatullah ini dahulukan sebagaimana yang dilakukan imam dalam kitabnya ini begitu juga kitab beliau yang lainnya seperti Al-Ushul Ats-Tsalatsah.
Yang dimaksud dengan makrifutullah yaitu ; mengenal Allah Azza wa Jalla dengan hati, pengenalan yang mendorong seseorang untuk menerima apa yang disyari’atkan-Nya serta tunduk dan patuh kepada-Nya, dan berhukum dengan syari’at-Nya yang telah dibawa oleh Rasul-Nya Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallama.
Seorang hamba dapat mengenal Robb-nya dengan beberapa hal, diantaranya; dengan melihat dan men-tadabburi ayat-ayat syar’iyyah yanga ada dalama Kitabullah Azza wa Jalla dan Sunnah Rasul-Nya shollallahu ‘alaihi wasallama, ayat-ayat Kauniyah yaitu makhluk-makhluk ciptaan Allah Ta’ala. Sesungguhnya manusia setiap kali ia melihat dan men-tadabburi ayat-ayat tersebut bertambahlah ilmunya terhadap Sang Pencipta yang diibadati-Nya, Allah Ta’ala berfirman :
“Dan dibumi ada tanda-tanda bagi orang-orang yang yakin, dan begitu juga didalam diri kalian sendiri, maka apakah kalian tidak melihat?”. (QS : Adz-Dzariyat : 20-21).[1]
Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah – semoga Allah merahmatinya -menjelaskan, “Ar-Robbu Tabaroka wa Ta’ala mengajak hamba-hamba-Nya didalam Al-Quran Al-Karim untuk mengenal-Nya dengan dua cara :

Pertama : melihat dan merenungi makhluk-makhluk-Nya.
Kedua : tafakkur dan tadabbur ayat-ayat-Nya.
Yang pertama adalah ayat-ayat-Nya yang dapat disaksikan, dan yang kedua ayat-ayat-Nya yang didengar dan dipahami.
Jenis yang pertama  seperti firman Allah :
“Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, dan kapal yang berlayar dilaut dengan apa yang mendatangkan manfaat bagi manusia …”. (QS : Al-Baqoroh 164)
“Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang ada tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. (QS : Ali Imron : 190)
Dan yang kedua seperti firman-Nya :
“Maka apakah mereka tidak mentadabburi Al-Qu’an?”. (QS : An-Nisa’ : 84)
“Kitab yang Kami telah menurunkan-Nya kepadamu dengan diberkati agar mereka mentadabburi ayat-ayatnya”. (QS. Shood : 29).[2]
Kemudian Ibnul Qoyyim menjelaskan bahwasanya adanya makhluk ini menunjukkan adanya perbuatan, dan perbuatan menunjukkan atas sifat yang dimiliki pembuatnya yaitu ; wujud, Qudroh, Masyi-ah, dan Ilmu. Karena mustahil perbuatan tersebut muncul begitu saja dari sesuatu yang tidak ada atau dari yang ada tapi tidak memiliki kekuasaan, kehidupan dan ilmu.
Apa yang ada pada makhluk-makhluk berupa manfaat dan kebaikan menunjukkan atas rahmat Allah, musibah, kekerasan, hukuman menunjukkan murka-Nya, pemulian, pendekatan dan perhatian yang ada pada ciptaan-Nya menunjukkan Mahabbah-Nya, dan permulaan sesuatu dari sedikit dan lemah kemudian menjadi sempurna dan habis menunjukkan terjadinya kiamat, dan keadaan-keadaan tumbuhan, hewan, serta pengaturan air menunjukkan bahwa hari berbangkit itu mungkin dan tidak mustahil …
Intinya, apa-apa yang telah diciptakan atau dilakukan Allah adalah dalil atau burhan yang  paling menunjukkan atas sifat-sifat-Nya, dan kebenaran apa yang telah diberitakan oleh rasul-rasul-Nya.[3]
Makrifatullah itu ada dua macam :
Pertama : makrifah iqror, yaitu yang sama semua manusia dalam hal ini, baik yang sholeh maupun yang keji, yang ta’at ataupun yang bermaksiat.
Kedua : makrifah yang menimbulkan rasa malu terhadap-Nya, cinta kepada-Nya, keterikatan hati dengan-Nya, rindu bertemu dengan-Nya, takut terhadap-Nya, kembali kepada-Nya, tenang dengan-Nya dan lari dari makhluk kepada-Nya.[4]
HADITS PERTAMA :
عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
Artinya : Dari Abu Hurairah semoga Allah meridhoinya ia berkata, “Telah bersabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallama, ‘Telah berfirman Allah Ta’ala, ‘Aku adalah yang paling tidak membutuhkan sekutu, barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan, ia mensekutukanKu dengan selainKu dalam amalan tersebut, niscaya Aku tinggakan ia dan sekutunya”.[5]
SYARAH :
Hadits yang mulia ini adalah hadits Qudsi yang diriwayatkan Rasulullah dari Robb-Nya Tabaroka wa Ta’ala. Menjelaskan tentang kewajiban mengikhlaskan amal ibadah untuk Allah semata dan bahwasanya Allah Ta’ala tidak menerima amalan melainkan yang ikhlas untuk-Nya semata, bersih dari riya, sum’ah dan keinginan-keinginan duniwi lainnya.
Ikhlas merupakan salah satu syarat diterimanya amalan disisi Allah,  setiap amalan yang tidak diniatkan untuk-Nya atau ternodai oleh sesuatu selain-Nya maka amalan tersebut sia-sia belaka, dan dihari kiamat pelakunya akan ditinggalkan Allah bersama orang-orang yang ia dulu riya terhadapnya.
Yang demikian itu karena riya’ adalah perbuatan syirik, dengan riya’ pelaku telah membuat tandingan bagi Allah, dan barangsiapa yang melakukan syirik maka rusaklah amalannya.
banyak sekali nash-nash yang mencela riya dan pelakunya, baik dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah, diantaranya firman Allah Ta’ala :
“Maka celakalah bagi orang-orang yang sholat. Yaitu orang-orang yang lalai dari sholatnya, orang-orang riya’ dalam sholatnya”. (QS. Al-Ma’un : 4-6)
“Maka barangsiapa yang mengharapkan pertemuan dengan Robb-nya maka hendaklah ia beramal sholeh dan tidak mensekutukan Robb-nya dengan sesuatupun dalam ibadahnya”. (QS. Al-Kahfi : 110)
Adapun dari Sunnah diantaranya hadits yang sedang kita bahas, dan hadits :
إن أخوف ما أخاف عليكم الشرك الأصغر ، قالوا : و ما الشرك الأصغر ؟ قال الرياء ، يقول الله عز وجل لأصحاب ذلك يوم القيامة إذا جازى الناس : اذهبوا إلى الذين كنتم تراءون في الدنيا ، فانظروا هل تجدون عندهم جزاء ؟!
“Sesungguhnya paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil”, mereka berkata, ‘Apa itu syirik kecil?’ beliau bersabda, ‘Riya, Allah Ta’ala berkata kepada mereka pada hari kiamat apabila ia memberikan balasan kepada manusia atas amalan mereka, ‘Pergilah kalian kepada orang-orang yang dulu kalian riya kepada mereka di dunia, adakah kalian mendapatkan sesuatu disisi mereka?’.[6]
Dari Ibnu Abbas – semoga Allah meridhoi keduanya – ia berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallama bersabda,
مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ وَمَنْ رَاءَى رَاءَى اللَّهُ بِه
‘Barangsiapa yang memperdengarkan, Allah akan memperdengarkannya dengannya, dan barangsiapa yang yang memperlihat-lihatkan, Allah akan memperlihatkannya dengannya’.[7]
Imam An-Nawawi menjelaskan makna hadits ini, “Ulama mengatakan, ‘Barangsiapa yang memperlihatkan amalannya dan memperdengarkannya kepada manusia agar mereka memuliakan dan menghormatinya serta meyakini kebaikannya, maka Allah akan memperdengarkannya dihari kiamat kepada manusia, dan membongkar keburukan (niatnya)”.[8]
Ada makna lain yang dinukilkan Imam An-Nawawi, yaitu : Allah memperlihatkan pahalanya tanpa memberikan kepadanya agar menjadi penyesalan baginya. Atau barangsiapa yang meniatkan untuk manusia dalam amalannya Allah akan perdengarkan kepada manusia pada hari kiamat dan itulah bagian yang akan didapatnya.
Berkata Al-Khoth-thobi, “Maknanya; barangsiapa yang beramal tidak ikhlas, ia melakukannya agar manusia melihat dan mendengarnya, akan diganjar atas perbuatannya tersebut, dihari kiamat Allah membongkar apa yang disembunyikannya”.[9] (bersambung)

[1] Syarh Tsalatsatul Ushul, Ibnul Utsaimin (hal.19). [2] Fawaidul Fawa-id (28).
[3] Lihat : Fawaidul Fawaaid (28-29 dan 41).
[4] Ibid (40).
[5] Dikeluarkan oleh Muslim (4/2289) kitab Az-Zuhud, no : 2985.
[6] Dikeluarkan oleh Ahmad (5/428, 429) dengan isnad Jayyid sebagaimana ditegaskan oleh Syeikh Al-Albany di Silsilah Ash-Shohihah (no.951)
[7] Dikeluarkan oleh Muslim ( no. 7667)
[8] Syarh Shohih Muslim oleh Imam An-Nawawi (18/316).
[9] Fathul Bari (11/408).

Penghalang Makrifatullah

أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله


Ada beberapa perkara yang menghalangi seseorang mengenal Allah, diantaranya :

1. Bersandar kepada panca Indra (2:55, 4:153).

(2:55) Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang [50], kerana itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya [51]".

[50] Maksudnya: melihat Allah dengan mata kepala.

[51] Kerana permintaan yang semacam ini menunjukkan keingkaran dan ketakaburan mereka, sebab itu mereka disambar halilintar sebagai azab dari Tuhan.

(4:153) Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata : "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata". Maka mereka disambar petir karena kezalimannya, dan mereka menyembah anak sapi [374], sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu Kami maafkan (mereka) dari yang demikian. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata.

[374] Anak sapi itu dibuat mereka dari emas untuk disembah.
Mereka tidak beriman kepada Allah dengan dalil tidak melihat Allah, padahal banyak hal yang tidak boleh mereka lihat tetapi mereka meyakini akan keberadaannya seperti; gaya graviti bumi, arus listrik, akal fikiran, dan sebagainya.

2. Kesombongan (7:146).

(7:146) Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku) [569], mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mahu menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. Yang demikian itu adalah kerana mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya.
[569] Yang dimaksud dengan ayat-ayat di sini ialah: ayat-ayat Taurat, tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah.

Kesombongan menghalangi mereka untuk mengenal Allah, walaupun telah diperlihatkan kepada mereka ayat-ayat Allah tetapi mereka tetap mengingkari sehingga datang azab Allah.
3. Lengah (21:1-3).

(21:1) Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).

(21:2) Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Qur'an pun yang baru (di-turunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main,

(21:3) (lagi) hati mereka dalam keadaan lalai. Dan mereka yang zalim itu merahasiakan pembicaraan mereka: "Orang ini tidak lain hanyalah seorang manusia (jua) seperti kamu, maka apakah kamu menerima sihir itu [952], padahal kamu menyaksikannya?"

[952] Yang mereka maksud dengan sihir di sini ialah ayat-ayat Al Qur'an.

4. Bodoh (2:118).

(2:118) Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: "Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?" Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin.

5. Ragu-ragu (6:109 - 110).

(6:109) Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahawa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mu'jizat, pastilah mereka beriman kepada-Nya. Katakanlah: "Sesungguhnya mu'jizat-mu'jizat itu hanya berada di sisi Allah". Dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahawa apabila mu'jizat datang mereka tidak akan beriman [497].

[497] Maksudnya: orang-orang musyrikin bersumpah bahawa kalau datang mu'jizat, mereka akan beriman, karena itu orang-orang muslimin berharap kepada Nabi agar Allah menurunkan mu'jizat yang dimaksud. Allah menolak pengharapan kaum mu'minin dengan ayat ini.

(6:110) Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Quraan) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.

6. Taqlid (5:104, 43:23).

(5:104) Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk ?.

(43:23) Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka".