أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Sahabat Rasulullah yang banyak memperkatakan tentang 'fana' ialah Sayyidina Ali, salah seorang sahabat Rasulullah yang terdekat yang diiktiraf oleh Rasulullah sebagai 'Pintu Gedung Ilmu'. Sayyidina Ali sering memperkatakan tentang fana. Antaranya :
"Di dalam fanaku, leburlah kefanaanku, tetapi di dalam kefanaan itulah bahkan aku mendapatkan Engkau Tuhan".
Demikianlah 'fana; ditanggapi oleh para kaun sufi secara baik, bahkan fana itulah merupakan pintu kepada mereka yang ingin menemukan Allah(Liqa Allah) bagi yang benar-benar mempunyai keinginan dan keimanan yang kuat untuk bertemu dengan Allah(Salik).
TINGKAT ILMU
1. ILMU
QALAM
2. ILMU GHAIB
3. ILMU SYAHADA
ILMU QALAM ialah
yang paling rendah tingkatannya yaitu Ilmu dunia. Namun demikian dengan ilmu
ini manusia sudah sampai pergi ke Bulan.
ILMU GHAIB ialah
Ilmu yang diterima manusia melalui jalan laduni yaitu dengan petunjuk guru
Ghaib yang Mursyid.melalui 5 cara :
1. NUR yaitu petunjuk ghaib yang
diterima melalui mimpi-mimpi yang bisa diterjemahkan oleh guru ghaib.
2. TAJALI yaitu
ilmu ghaib yang diterima melalui penjelmaan buah pikiran dari pada perasaan ZUK
sesama mereka menjalani latihan tareqat tasauf,sehingga muncul dari akalnya
suatu pengetahuan baru yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Misalnya :
Terbacalah olehnya sepotong do’a sedangkan do’a tersebut belum pernah dibacanya
atau diketahuinya.
3. cara sir ialah : suatu jalan
penyampaian ilmu ghaib secara Rahasia, ia hanya dapat dirasai dan didengar oleh
seseorang itu secara Mutlak. Dimana seseorang itu akan mendengar suatu suara
yang data ng kepadanya. Suara tersebut akan memberi tahu sesuatu dan
mengajarkan ilmu ghaib dengan terang dan jelas berupa bisikan dan disertai
dengan satu Kelejatan yang sulit untuk diceritakan.
4. CARA
SIRUSIR ialah : Suaut cara penyampaian ilmu ghaibdengan cara
rahasia.seseorang yang menerima ilmu ghaib dengan cara ini mereka dapat meliat
dengan mata Bathin dan mendengar dengn telinga bathin.
5. CARA
TAWASSUL ialah penjelmaan seorang guru atau wali-wali Allah yang ghaib dan
mereka menjelma untuk bertemu dengan orang-orang tertentu yang sedang
menjalankan ilmu tasauf. Mereka ketemu dengan keadaan nyata (hidup) bukan dalam
mimpi, dia datang sama seperti kedatangan tamu biasa atau kawan kita.
Kadang-kadang penjelmaan mereka bisa dilihat oleh orang ramai, bila kebetulan
penjelmaan itu terdapat banyak orang. Perlu diingat kedatangan mereka merupakan
suatu penghomatan yang besar kepada ahli tasauf atau murid yang sedang
mendalami ilmu tasauf. Bagi mereka yang dapat mengusai dan mengalami sendiri
ilmu ini maka sudah pasti mereka dapat menjelajahi seluruh Alam Maya. Mereka
diberi peluang untuk menjelajahi alam lain termasuk alam Barzah,Surga dan
Neraka.Arash dan Qursi Allah SWT. Bagi mereka yang sudah sampai ketahap ini
sulit diterima oeh tahap-tahap pemikiran manusia. Mereka yang sudah sampai
keperingkat ini jiwanya akan tenang disamping Tuhannya, semasa hidupnya didunia
ini dan juga dialam akhirat nanti, mereka adalah termasuk dikalangan manusia
yang baik dan beruntung.
ILMU SYAHADAH :
Ialah merupakan martabat ilmu yang tertinggi,karena ilmu ini Tuhan sendiri yang
akan mengajarkannya kepada manusia. Manusia diajarkan untuk mengenali dirinya
(Jasmani) dan diri bathinya (Rohani). Hanya orang-orang yang mempunyai martabat
tinggi disisi Allah yang dapat menguasai ilmu ini. Ilmu ini sangat luar biasa
karena hanya dimiliki oleh para Rasul, Nabi dan wali-wali Allah yang
teragung.maka beruntunglah manusia yang termasuk wali-wali Allah. ……MAN ARAFA
NAFSAHU,FAKAT ARAFA RABBAHU……………………….. (“ Barang siapa mengenal dirinya maka ia
akan mengenal Tuhannya “).
Sabda Nabi Muhammad saw
: “Mamtalabal maula bikhairi nafsihi fakaddalla dalalam baida” ”Barang siapa mengenal Allah Ta’ala diluar dari pada mengenal hakikat
dirinya sendiri., maka sesungguhnya adalah ia sesat yang bersangat sesat.
Karena hakekat diri yang
sebenarnya, baik rohani dan jasmani tidak lain adalah wujud kesempurnaan
tajalli NUR MUHAMMAD itu semata-mata. Maka apa-apa nama segala
yang maujud pada alam ini, baik pada alam yang nyata dan alam yang gaib adalah
semuanya nama majazi bagi kesempurnaan tajalli NUR
MUHAMMAD. . .
“ A Z A L I “
Ada suatu “waktu” dimana
Tuhan hanya sendirian, pada waktu itu Tuhan belum bernama Allah, Arasy dan
Qursy pun belum di jadikan, Saat itu belum ada apa-apa,
belum ada siapa-siapa, jangankah binatang, jangankan tumbuhan, jangankan
manusia, bahkan zat lain selain Tuhan pun belum ada. Belum ada
malaikat, belum ada langit dan bumi, belum ada surga dan neraka, bahkan waktu
itu pun belum ada “waktu”, belum ada zaman, belum ada sesuatu apapun jua. Pada
saat itu, Tuhan masih bernama “Nuktah”, selanjutnya Nuktah melihat kepada
dirinya sebagai Tuhan, tetapi siapakah hamba….? Selanjutnya Nuktah
melihat kembali pada dirinya, lalu dinamainya-lah dirinya “Kun”. Kemudian Ia
menamai dirinya adalah DZAT UL-HAQ, Dzat ini menurunkan kwalitas dirinya
menjadi NUR ALLAH, dari Nur Allah kemudian menjadikan pula dirinya NUR
MUHAMMAD, saat itu, Adam dan Muhammad belum juga ada, Allah pun belum
juga nyata, yang ada hanya Nur Dzat yaitu Nur Muhammad, maka Nur Muhammad
itulah bersifat “ILLA UL-HAQ” .
Berkata Tuhan : “Jika Engkau Haq, mengapa Engkau tidak melihat..? “ Nur Muhammad menjawab : “Jika Engkau Tuhan mengapa Aku tidak melihat?”.Tuhan menjawab
: “Penglihatanmu
itu serahkan kepadaKu.” Tuhan berkata kepada Nur Muhammad, :
Katakan olehmu :“LAA ILAHA ILLALLAH AKU
MUHAMMAD RASULULLAH”
Selanjutnya Nur Muhammad
berkata : “Kulihat diri Tuhan” tetapi “siapa hamba..?” dan “Kulihat
diri hamba”, tetapi “siapa Tuhan..?”
Maka pada saat itu juga
ALLAH pun menyatakan dirinya TUHAN, dan berkata : “Bahwasanya tiada Tuhan
hanya Aku, bahwa kamu itu daripada NUR DZATKU” Berdirilah kamu, dan Allah berdiri
tidak berbenda dan tidak ada bertempat.
Selanjutnya Allah
berkata “Akulah Tuhanmu” setelah itu Nur Muhammad menjawab: “Akulah
Tuhanmu”, dan dijawab oleh Allah Ta’ala : “Jika Engkau Tuhanku Nyatakanlah Dirimu” Pada waktu itu juga Nur Muhammad gaib, dan Nur Muhammad mengatakan
: “Dirimu juga yang Aku lihat” Dan Allah pun menyatakan dirinya yang sudah nyata, “Alastu Birabbikum.?”
(Siapa Tuhanmu…?) Nur Muhammad menjawab : “Qalu Balaa”. (Engkau
juga Tuhanku) Allah berkata : “Syahadallahu annahu laa illaha” (Saksiku bagi Diriku, tidak ada Tuhan yang lain selain Aku) Maka sujudlah Nur Muhammad 5000 tahun lamanya, dan pada kelahiran
berikutnya, dinamai ADAM, maka berdirilah ALIF = Adam Insan
Demikianlah, karena itu
dalam pandangan Ilmu Hakekat Usul Diri mengatakan : Allah-pun kita, Adam-pun
kita, Muhammad-pun kita, karena sekalian itu cuma nama-nama saja, yang dimaksud
EMPUNYA nama itu adalah yang tidak mempunyai huruf dan suara. “La sautin wala
harfun”
Salam
FANA
Fana
1. Pengertian Fana
Kebanyakan kitab-kitab tua seperti Kitab Syarah Hikam Ibni Athoillah As-Kandariah, Kitab Manhal-Shofi, Kitab Addurul-Nafs dan lain-lain menggunakan istilah-istilah seperti 'binasa' dan 'hapus' untuk memperihalkan tentang maksud fana. Ulama-ulama lainnya yang banyak menggabungkan beberapa disiplin ilmu lain seperti falsafah menggunakan istilah-istilah seperti 'lebur', 'larut', 'tenggelam' dan 'lenyap' dalam usaha mereka untuk memperkatakan sesuatu tentang 'hal' atau 'maqam' fana ini.
Di dalam Kitab Arrisalah al-Qusyairiah disebutkan erti fana itu ialah
Kebanyakan kitab-kitab tua seperti Kitab Syarah Hikam Ibni Athoillah As-Kandariah, Kitab Manhal-Shofi, Kitab Addurul-Nafs dan lain-lain menggunakan istilah-istilah seperti 'binasa' dan 'hapus' untuk memperihalkan tentang maksud fana. Ulama-ulama lainnya yang banyak menggabungkan beberapa disiplin ilmu lain seperti falsafah menggunakan istilah-istilah seperti 'lebur', 'larut', 'tenggelam' dan 'lenyap' dalam usaha mereka untuk memperkatakan sesuatu tentang 'hal' atau 'maqam' fana ini.
Di dalam Kitab Arrisalah al-Qusyairiah disebutkan erti fana itu ialah
Lenyapnya
sifat-sifat basyariah(pancaindera) Maka sesiapa yang telah diliputi Hakikat Ketuhanan
sehingga tiada lagi melihat daripada Alam baharu, Alam rupa dan Alam wujud ini,
maka dikatakanlah ia telah fana dari Alam Cipta. Fana bererti hilangnya
sifat-sifat buruk (maksiah lahir dan maksiat batin) dan kekalnya sifat-sifat
terpuji(mahmudah). Bahawa fana itu ialah lenyapnya segala-galanya, lenyap
af'alnya/perbuatannya(fana fil af'al), lenyap sifatnya(fana fis-sifat), lenyap
dirinya(fan fiz-zat)
Oleh kerana inilah ada di kalangan ahli-hali tasauf berkata:
"Tasauf itu ialah mereka fana dari dirinya dan baqa dengan Tuhannya kerena kehadiran hati mereka bersama Allah".
Oleh kerana inilah ada di kalangan ahli-hali tasauf berkata:
"Tasauf itu ialah mereka fana dari dirinya dan baqa dengan Tuhannya kerena kehadiran hati mereka bersama Allah".
Sahabat Rasulullah yang banyak memperkatakan tentang 'fana' ialah Sayyidina Ali, salah seorang sahabat Rasulullah yang terdekat yang diiktiraf oleh Rasulullah sebagai 'Pintu Gedung Ilmu'. Sayyidina Ali sering memperkatakan tentang fana. Antaranya :
"Di dalam fanaku, leburlah kefanaanku, tetapi di dalam kefanaan itulah bahkan aku mendapatkan Engkau Tuhan".
Demikianlah 'fana; ditanggapi oleh para kaun sufi secara baik, bahkan fana itulah merupakan pintu kepada mereka yang ingin menemukan Allah(Liqa Allah) bagi yang benar-benar mempunyai keinginan dan keimanan yang kuat untuk bertemu dengan Allah(Salik).
Firman
Allah yang bermaksud:
"Maka barangsiapa yang ingin akan menemukan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amalan Sholeh dan janganlah ia mempersekutukan siapapun dalam beribadat kepada Allah (Surah Al-Kahfi:)
Untuk mencapai liqa Allah dalam ayat yang tersebut di atas, ada dua kewajiban yang mesti dilaksanakan iaitu:
Pertamanya mengerjakan amalan sholeh dengan menghilangkan semua- sifat-sifat yang tercela dan menetapkan dengan sifat-sifat yang terpuji iaitu Takhali dan Tahali. Keduanya meniadakan/menafikan segala sesuatu termasuk dirinya sehingga yang benar-benar wujud/isbat hanya Allah semata-mata dalam beribadat. Itulah ertinya memfanakan diri.Para Nabi-nabi dan wali-wali seperti Sheikh Abu Qasim Al-Junaid, Abu Qadir Al-Jailani , Imam Al-Ghazali, Ab Yazid Al-Busthomi sering mengalami keadaan "fana" fillah dalam menemukan Allah. Umpamanya Nabi Musa alaihisalam ketika ia sangat ingin melihat Allah maka baginda berkata yang kemudiannya dijawab oleh Allah Taala seperti berikut;
"Ya Tuhan, bagaimanakah caranya supaya aku sampai kepada Mu? Tuhan berfirman: Tinggalkan dirimu/lenyapkan dirimu(fana), baru kamu kemari."
2. Kata-kata Hikmah Dari Wali-wali Allah yang telah mengalami FANA
Ada seorang bertanya kepada Abu Yazid Al-Busthomi;
"Bagaimana tuan habiskan masa pagimu?". Abu Yazid menjawab: "Diri saya telah hilang(fana) dalam mengenang Allah hingga saya tidak tahu malam dan siang". Satu ketika Abu Yazid telah ditanyai orang bagaimanakah kita boleh mencapai Allah. Beliau telah menjawab dengan katanya:"Buangkanlah diri kamu. Di situlah terletak jalan menuju Allah. Barangsiapa yang melenyapkan(fana) dirinya dalam Allah, maka didapati bahawa Allah itu segala-galanya".Beliau pernah menceritakan sesuatu tentang fana ini dengan katanya; Apabila Allah memfanakan saya dan membawa saya baqa dengaNya dan membuka hijab yang mendinding saya dengan Dia, maka saya pun dapat memandangNya dan ketika itu hancur leburlah pancainderaku dan tidak dapat berkata apa-apa. Hijab diriku tersingkap dan saya berada di keadaan itu beberapa lama tanpa pertolongan sebarang panca indera. Kemudian Allah kurniakan saya mata Ketuhanan dan telinga Ketuhanan dan saya dapat dapati segala-galanya adalah di dalam Dia juga."
"Maka barangsiapa yang ingin akan menemukan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amalan Sholeh dan janganlah ia mempersekutukan siapapun dalam beribadat kepada Allah (Surah Al-Kahfi:)
Untuk mencapai liqa Allah dalam ayat yang tersebut di atas, ada dua kewajiban yang mesti dilaksanakan iaitu:
Pertamanya mengerjakan amalan sholeh dengan menghilangkan semua- sifat-sifat yang tercela dan menetapkan dengan sifat-sifat yang terpuji iaitu Takhali dan Tahali. Keduanya meniadakan/menafikan segala sesuatu termasuk dirinya sehingga yang benar-benar wujud/isbat hanya Allah semata-mata dalam beribadat. Itulah ertinya memfanakan diri.Para Nabi-nabi dan wali-wali seperti Sheikh Abu Qasim Al-Junaid, Abu Qadir Al-Jailani , Imam Al-Ghazali, Ab Yazid Al-Busthomi sering mengalami keadaan "fana" fillah dalam menemukan Allah. Umpamanya Nabi Musa alaihisalam ketika ia sangat ingin melihat Allah maka baginda berkata yang kemudiannya dijawab oleh Allah Taala seperti berikut;
"Ya Tuhan, bagaimanakah caranya supaya aku sampai kepada Mu? Tuhan berfirman: Tinggalkan dirimu/lenyapkan dirimu(fana), baru kamu kemari."
2. Kata-kata Hikmah Dari Wali-wali Allah yang telah mengalami FANA
Ada seorang bertanya kepada Abu Yazid Al-Busthomi;
"Bagaimana tuan habiskan masa pagimu?". Abu Yazid menjawab: "Diri saya telah hilang(fana) dalam mengenang Allah hingga saya tidak tahu malam dan siang". Satu ketika Abu Yazid telah ditanyai orang bagaimanakah kita boleh mencapai Allah. Beliau telah menjawab dengan katanya:"Buangkanlah diri kamu. Di situlah terletak jalan menuju Allah. Barangsiapa yang melenyapkan(fana) dirinya dalam Allah, maka didapati bahawa Allah itu segala-galanya".Beliau pernah menceritakan sesuatu tentang fana ini dengan katanya; Apabila Allah memfanakan saya dan membawa saya baqa dengaNya dan membuka hijab yang mendinding saya dengan Dia, maka saya pun dapat memandangNya dan ketika itu hancur leburlah pancainderaku dan tidak dapat berkata apa-apa. Hijab diriku tersingkap dan saya berada di keadaan itu beberapa lama tanpa pertolongan sebarang panca indera. Kemudian Allah kurniakan saya mata Ketuhanan dan telinga Ketuhanan dan saya dapat dapati segala-galanya adalah di dalam Dia juga."
Al-Junaid Al-Bagdadi yang menjadi Imam
Tasauf kepada golongan Ahli Sunnah Wal-Jamaah pernah membicarakan tentang fana
ini dengan kata-kata beliau seperti berikut:
Kamu
tidak mencapai baqa(kekal dengan Allah) sebelum melalui fana(hapus diri)
Membuangkan segala-galanya kecuali Allah dan 'mematikan diri' ialah kesufian.
Seorang itu tidak akan mencapai Cinta kepada Allah(mahabbah) hingga dia
memfanakan dirinya. Percakapan orang-orang yang cinta kepada Allah itu
ILMU LADUNI
Dalam khasanah makrifat, pejalan spiritual akan bersinggungan
dengan istilah ILMU LADUNI. Yaitu pengetahuan yang diperolehi tidak melalui
proses kegiatan belajar mengajar dan membaca buku-buku, namun melalui PANDANGAN
MATA HATI YANG DITERIMA LANGSUNG DARI ALLAH.
Tuhan hanya bisa dikenal jika Dia
sendiri berkehendak untuk dikenali. Jika Dia ingin memperkenalkan Diri-Nya
kepada hamba-Nya maka hati hamba itu akan dipersiapkan untuk dilakukan
pembersihan. Selanjutnya, Hati hambanya tersebut diterangi dengan CAHAYA atau
Nur-Nya. Nur-Nya adalah kendaraan bagi hati untuk sampai ke SISI-Nya.
HATI ADALAH BADAN DAN RUH ADALAH NYAWANYA. RUH PULA
YANG LANGSUNG TERKAIT DENGAN TUHAN DAN KETERKAITAN ITU DINAMAKAN AS-SIR
(RAHASIA). RUH ADALAH NYAWANYA HATI DAN SIR ADALAH NYAWANYA RUH. BOLEH JUGA
DIKATAKAN BAHWA HAKIKAT HATI ADALAH RUH DAN HAKIKAT RUH ADALAH SIR. SIR ATAU
RAHASIA YANG SAMPAI KEPADA TUHAN DAN SIR YANG MASUK KE HADRAT-NYA. SIR INILAH
MAMPU UNTUK YANG MENGENAL ALLAH KARENA SIR ADALAH HAKIKAT SEMUA YANG BERWUJUD.
Cahaya Ilahi menerangi hati, ruh
dan Sir. Cahaya Ilahi akan membuka hakikat-hakikat. Amal dan ilmu tidak mampu
menyingkap rahasia hakikat-hakikat. Cahaya Ilahi berperanan menyingkap tabir
hakikat. Orang yang mengambil hakikat dari buku atau memahami dari ucapan orang
lain belumlah dikatakan mengetahui hakikat yang sebenarnya. Mereka hanyalah
menyangka atau mengkhayal sudah mengetahui hakikat padahal sesungguhnya belum.
Hakikat akan diketahui apabila
seseorang gigih mendalami pengetahuan tentang hakikat dari
perenungan-perenungannya sendiri (berarti dia menggunakan akalnya sebagaimana
yang dianjurkan Tuhan dalam agama) dan kemudian mempraktekkannya dalam
perbuatan sehari-hari dengan mempertimbangkan dengan hati nuraninya. Ditambah
dengan memohon ampunan, memuji Nama Tuhan sebagai pembersih hati. Kemudian
bersabar menanti hadirnya sinar kebijaksanaan sambil terus juga berharap.
Alam ini pada hakikatnya adalah gelap.
Alam menjadi terang karena ada kenyataan Tuhan padanya. Misalnya kita berdiri
di atas puncak sebuah bukit pada waktu malam yang gelap gelita. Apa yang dapat
dilihat hanyalah kegelapan. Apabila hari siang, matahari bersinar, akan
terlihat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang menghuni bukit itu. Yang terlihat di
atas bukit itu menjadi nyata karena diterangi oleh cahaya matahari. Cahaya mewujudkan
yang gelap menjadi benda-benda yang nyata.
Sesungguhnya cahaya hanya satu jenis
saja dan datangnya dari sumber yang satu jua. Begitu juga halnya pandangan mata
hati. Mata hati melihat banyaknya hakikat karena banyaknya hakikat yang
tercermin dari ragam Cahaya Ilahi, sedangkan Cahaya Ilahi datangnya dari
cahaya yang satu yang bersumberkan Zat Yang Maha Esa.
Kegelapan yang menutupi mata hati
menyebabkan hati terpisah daripada kebenaran. Hatilah yang tertutup sedangkan
kebenaran tidak tertutup. Dalil atau bukti yang dicari bukanlah untuk
menyatakan kebenaran tetapi untuk mengeluarkan hati dari lembah kegelapan
kepada cahaya yang terang benderang. Cahayalah yang menerangi atau membuka
hijab hati.
Nur Ilahi adalah cahaya yang menerangi
hati dan mengeluarkannya dari kegelapan serta membawanya untuk menyaksikan
sesuatu dalam keadaannya yang asli. Apabila cahaya Ilahi sudah membuka tirai
dan cahaya terang telah bersinar maka mata hati dapat memandang kebenaran dan
keaslian yang selama ini disembunyikan oleh alam nyata. Semakin terang cahaya
Ilahi yang diterima oleh hati akan menambah jelas kebenaran yang dapat
dilihatnya.
Pengetahuan yang diperolehi melalui
pandangan mata hati yang bersumber dari Cahaya Ilahi dinamakan ILMU LADUNI ATAU ILMU YANG DITERIMA DARI
ALLAH SWT SECARA LANGSUNG. KEKUATAN ILMU YANG DIPEROLEHI BERGANTUNG KEPADA
KEKUATAN HATI MENERIMA CAHAYA ILAHI.
Para pejalan spiritual awal yang
hatinya belum cukup bersih, maka cahaya Ilahi yang diperolehinya tidak begitu
terang. Oleh itu ILMU LADUNI yang diperolehinya masih belum mencapai peringkat
yang halus. Pada tahap ini hati terkadang masih mudah goyah dan sewaktu-waktu
mengalami kekeliruan. Kadang-kadang hati masih cenderung menuju yang
samar-samar dan abu-abu.
Orang yang tataran spiritualnya pada peringkat
ini memang perlu mendapatkan bimbingan dan penjelasan dari ahli makrifat yang
ilmunya lebih tinggi. Apabila hatinya semakin bersih cahaya Ilahi semakin
bersinar meneranginya dan dia mendapat ilmu yang lebih jelas. Lalu hatinya
menghadap kepada yang lebih benar, sehinggalah dia menemui kebenaran hakiki.
TERBUKANYA MATA HATI MEMPERLIHATKAN KEPADA ANDA
AKAN KEBERADAAN ALLAH. KESAKSIAN MATA HATI MEMPERLIHATKAN KEPADA ANDA KETIADAAN
DIRI SELAIN WUJUD NYA. KESAKSIAN HAKIKI MATA HATI MEMPERLIHATKAN KEPADA ANDA
BAHWA HANYA TUHAN YANG WUJUD, TIDAK TERLIHAT LAGI KETIADAAN DAN WUJUD ANDA.
Apabila hati sudah menjadi bersih maka
hati akan menyinarkan cahayanya. Cahaya hati ini dinamakan Cahaya Qalbu. Ia
akan menerangi AKAL lalu AKAL dapat memikirkan dan merenung tentang HAKIKAT
KETUHANAN yang menguasai alam dan juga dirinya sendiri. Renungan akal terhadap
dirinya sendiri membuatnya menyadari perjalanan hal-hal ketuhanan yang
menguasai dirinya. Kesadaran ini membuatnya merasakan dengan mendalam betapa
dekatnya ALLAH dengannya.
Lahirlah di dalam hati nuraninya
perasaan bahwa DIA sentiasa mengawasi gerak-gerik kita, mendengar pembicaraan
dan mengetahui bisikan hati kita. Jadilah dia seorang yang CERMAT, ELING DAN
WASPADA.
Di antara sifat yang dimiliki oleh
orang yang sampai kepada MARTABAT ini ialah:
1. CERMAT DALAM MELAKSANAKAN HUKUM TUHAN.
2. HATI
TIDAK CENDERUNG KEPADA HARTA, CUKUP DENGAN APA YANG ADA DAN BAHAGIA BILA
BISA MEMBANTU ORANG LAIN DENGAN HARTA
YANG DIMILIKINYA.
3. BERTAUBAT
DENGAN SEBENARNYA (TAUBAT NASUHA) DAN TIDAK KEMBALI LAGI KEPADA KEJAHATAN.
4. RUHANINYA CUKUP KUAT UNTUK MENANGGUNG KESUSAHAN
DENGAN SABAR DAN BERTAWAKAL
5. KEHALUSAN RUHANINYA MEMBUATNYA MERASA MALU
KEPADA TUHAN DAN MERENDAHKAN DIRI KEPADA-NYA SAJA.
Orang yang taat kepada perintah-NYA
senantiasa kuat melakukan ibadah dan meningkatlah kekuatan ruhaninya. Dia akan
kuat untuk menyerahkan semua urusan kehidupannya kepada TUHAN saja. Dia tidak
lagi takut apapun yang menimpanya. Dia tidak lagi tergantung kepada sesama
makhluk. Hatinya teguh dan ikhlas dengan semua ketentuan-NYA.
BAHAYA dan BENCANA SEHEBAT APAPUN
tidak lagi menggugat imannya dan KENIKMATAN DUNIA tidak lagi
menggelincirkannya. Baginya SUKA dan DUKA, BENCANA dan KEBERUNTUNGAN sama saja,
karena ini takdir yang SUDAH DITENTUKAN TUHAN untuknya dan takdir-NYA kepada
kita pasti yang terbaik.
Orang yang seperti ini sentiasa di
dalam penjagaan TUHAN karena dia telah menyerahkan dirinya kepada TUHAN juga.
TUHAN menganugerahi orang ini dengan kemampuan untuk melihat dengan mata hati
dan bertindak melalui Petunjuk Laduni, tidak lagi melalui pikiran, kehendak
diri sendiri atau angan-angan. Pandangan mata hati kepada hal ketuhanan memberi
kesan kuat kepada hatinya (kalbunya). Dia mengalami suasana yang menyebabkan
dia menafikan perwujudan dirinya dan diisbatkannya kepada Wujud ALLAH.
Suasana ini timbul akibat hakikat
ketuhanan yang dialami oleh hati.. Dia MERASAKAN benar-benar akan keesaan Allah
bukan sekadar mempercayainya. Hakikat sesungguhnya hanya bisa dialami dengan
mata hati. Mata hati melihat atau menyaksikan keesaan TUHAN dan hati merasakan
akan keadaan keesaan itu. Mata hati hanya melihat kepada Wujud-NYA, tidak lagi
melihat kepada wujud dirinya.
Orang yang di dalam suasana seperti
ini telah transenden dari sifat-sifat kemanusiaan. Orang yang mencapai tingkat
ini dikatakan telah mencapai maqam TAUHID SIFAT. Hatinya jelas merasakan bahawa
tidak ada yang berkuasa melainkan DIA dan segala sesuatu datangnya dari ALLAH.
Yang perlu digarisbawahi, bahwa
perjalanan spiritual manusia akan melalui beberapa tingkatan dalam proses
mengenal Tuhan. Pada tahap pertama terbuka mata hati dan cahaya Qalbu memancar
menerangi akalnya. Seorang yang akalnya diterangi cahaya Qalbu akan melihat
betapa dekatnya TUHAN. Dia melihat dengan ilmunya dan mendapat keyakinan yang
dinamakan ILMUL YAQIN.
Pada tahap
keduanya mata hati yang telah terbuka. Seseorang tidak lagi melihat denganmata
ilmu tetapi melihat dengan mata hati dan mata hati memandang itu dinamakan
KASYAF. KASYAF MELAHIRKAN PENGENALAN ATAU MAKRIFAT. Seseorang yang berada di
dalam maqam makrifat dan mendapat keyakinan melalui kasyaf dikatakan
memperolehi keyakinan yang dinamakan AINUL YAQIN. Pada tahap AINUL YAQIN
seseorang telah menceburkan diri di wilayah kegaiban segala sesuatu termasuk
dirinya sendiri.
No comments:
Post a Comment
AkvvfKEyCzFtfheJCWaEteNVKP0